Anda di halaman 1dari 1

Bintang Kejora Posted on 19 April 2010 by tdjamaluddin Rate This T.

Djamaluddin (LAPAN) (Dimuat di Republika Hikmah), 20 Juli 1999) Saat maghrib tiba pada awal Juli ini tengoklah langit barat. Walaupun langit bel um terlalu gelap, sebuah bintang cemerlang tampak cukup tinggi di langit. Awan t ipis musim kemarau ini tak mampu membendung sinarnya. Itulah bintang kejora. Bil a muncul saat shubuh di langit timur bintang cemerlang itu disebut bintang timur . Sebenarnya itu bukan bintang, melainkan planet Venus. Mengamati langit awal Juli ini terasa nuasa semasa Nabi Ibrahim merenungi alam, mencari representasi Tuhan yang hakiki (Q. S. 6:76-79). Saat malam mulai gelap t ampaklah sebuah bintang. Inikah Tuhanku? kata Ibrahim. Tetapi bintang kejora tak lama tampak. Sekitar pukul 21.00 bintang kejora pun terbenam. Nabi Ibrahim pun berkata, Aku ta k menyukai yang tenggelam. Beberapa saat kemudian terbitlah bulan yang cemerlang pasca purnama. Inikah Tuhanku? katanya. Namun saat pagi bulan pun memudar kemegaha nnya. Ibrahim pun berujar pada dirinya, Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi p etunjuk kepadaku, niscaya aku termasuk kaum yang sesat. Saat pagi dilihatnya matahari yang paling cemerlang yang mengalahkan segala sumb er cahaya. Inikah Tuhanku? Ini paling besar , ujar Ibrahim dalam pencarian kebenara n. Tetapi saat maghrib matahari pun menghilang. Tidak mungkin Tuhan yang Mahakua sa bisa lenyap. Maka diserulah kaumnya, Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas dir i dari segala yang kamu persekutukan (dengan Tuhan). Kesimpulan pembuktian aqliyah tersebut tentang eksistensi Allah diabadikan di da lam Q. S. 6:79 yang selalu kita baca dalam doa iftitah pada awal shalat: Sesunggu hnya aku hadapkan wajahku kepada Tuhan pencipta langit dan bumi, berpendirian lu rus, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Kisah itu memberi pelajaran penting. Kemegahan dan keunggulan relatif adalah sif at makhluk yang berpotensi menipu manusia. Sejarah telah menunjukkan banyak kaum penyembah bintang atau matahari, mempertuhankan raja, atau minimal mengkultuska n seseorang. Untuk itu banyak juga yang mau berkorban demi mengagungkan sesuatu atau figur yang dipujan ya. Padahal kemegahan atau keunggulan itu bisa jadi bukan sifat yang intrinsik pada objek itu. Bintang kejora adalah contohnya. Planet Venus itu tidak menghasilkan cahayanya sendiri. Planet yang dijuluki saudara kembar bumi yang jelita sekadar memantulkan cahaya bintang induknya, matahari. Kecemerlangannya diperoleh karena kedekatannya dengan matahari dan berada tidak jauh dari bumi. Bintang kejora dipuji karena kecemerlangan relatifnya. Dijadikan lagu yang dinya nyikan anak-anak. Tetapi tak banyak orang tahu tentang hakikatnya, karena orang cukup kagum dengan kemegahan sinar pantulannya. Orang terlanjur menyebutnya bint ang, padahal sekadar planet. Lingkungan planetnya pun sesungguhnya tidak bersaha bat bagi kehidupan. Luar biasa panasnya dengan efek rumah kaca karena kandungan karbon dioksida yang sangat tinggi. Dalam dinamika hidup manusia fenomena bintang kejora mudah ditemukan. Nepotisme pun mudah tumbuh dari fenomena seperti itu. Karena masyarakat kehilangan daya kr itis untuk menelaah secara seksama sifat intrinsiknya, bila yang ditonjolkan sek adar sinar pantulannya yang cemerlang. Satu-satunya cara menghindarkan diri dari tipuan fenomena bintang kejora adalah meresapi makna doa iftitah yang menyambung pernyataan Nabi Ibrahim tersebut: Sesu ngguhnya shalatku, ibadahku, hidup, dan matiku hanyalah bagi Allah Tuhan semesta alam.

Anda mungkin juga menyukai