Anda di halaman 1dari 32

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki kelembapan dan kecepatan angin yang berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembapan daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara. Jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah tidak selalu sama. Di Asia Tenggara, misalnya, sejak tahun 1940 menggunakan media tanam berupa pecahan batu bata, arang, sabut kelapa, kulit kelapa, atau batang pakis. Bahan-bahan tersebut juga tidak hanya digunakan secara tunggal, tetapi bisa dikombinasikan antara bahan satu dengan lainnya. Untuk mendapatkan media tanam yang baik dan sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam, seorang petani harus memiliki pemahaman mengenai karakteristik media tanam yang mungkin berbeda-beda dari setiap jenisnya. Oleh karena itu perlulah mengetahui berbagai macam media tanam serta sumberdayanya.

1.2 Tujuan 1.2.1 Untuk mengetahui berbagai macam media tanam 1.2.2 Untuk mengetahui sumberdaya lahan di Indonesia 1.3 Manfaat 1.3.1 Dapat mengetahui berbagai macam media tanam 1.3.2 Dapat mengetahui sumberdaya lahan di Indonesia

BAB II PEMBAHASAN 2.1 TANAH 2.1.1 Sifat dan ciri Tanah a. Sifat fisik Warna Tanah Warna tanah merupakan salah satu sifat yang mudah dilihat dan menunjukkan sifat dari tanah tersebut. Warna tanah merupakan campuran komponen lain yang terjadi karena mempengaruhi berbagai faktor atau persenyawaan tunggal. Urutan warna tanah adalah hitam, coklat, karat, abu-abu, kuning dan putih (Syarief, 1979). Warna tanah dengan akurat dapat diukur dengan tiga sifat-sifat prinsip warnanya. Dalam menentukan warna cahaya dapat juga menggunakan Munsell Soil Colour Chart sebagai pembeda warna tersebut. Penentuan ini meliputi penentuan warna dasar atau matrik, warna karatan atau kohesi dan humus. Warna tanah penting untuk diketahui karena berhubungan dengan kandungan bahan organik yang terdapat di dalam tanah tersebut, iklim, drainase tanah dan juga mineralogi tanah (Thompson dan Troen, 1978). Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah perbandingan relatif dalam persen (%) antara fraksifraksi pasir, debu dan liat. Tekstur erat hubungannya dengan plastisitas, permeabilitas, keras dan kemudahan, kesuburan dan produktivitas tanah pada daerah geografis tertentu (Hakim et al, 1986). Tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap kemampuan daya serap air, ketersediaan air di dalama tanah, besar aerasi, infiltrasi dan laju pergerakan air (perkolasi). Dengan demikian maka secara tidak langsung tekstur tanah juga dapat mempengaruhi perkembangan perakaran dan pertumbuhan tanaman serta efisien dalam pemupukan. Tekstur dapat ditentukan dengan metode, yaitu dengan metode pipet dan metode hydrometer, kedua metode tersebut ditentukan berdasarkan perbedaan kecepatan air partikel di dalam air (Hakim et al, 1986). Struktur Tanah Struktur tanah digunakan untuk menunjukkan ukuran partikel-partikel tanah seperti pasir , debu dan liat yang membentuk agregat satu dengan yang lainnya yang dibatasi oleh bidang belah alami yang lemah. Agregat yang terbentuk secara alami

disebut dengan ped. Struktur yang daapat memodifikasi pengaruh terkstur dalam hubungannya dengan kelembaban porositas, tersedia unsur hara, kegiatan jasad hidup dan pengaruh permukaan akar. Tipe struktur terdapat empat bentuk utamanya yaitu : bentuk lempung, bentuk prisma, bentuk gumpal dan bentuk spheroidel atau bulat. Struktur tanah dapat memodifikasi pengaruh tekstur dalam hubungannya dalam kelembaban, porositas, tersedianya unsur hara, kegiatan jasad hidup dan pertumbuhan akar. Struktur lapisan olah dipengaruhi oleh praktis dan di mana aerasi dan drainase membatasi pertumbuhan tanaman, sistem pertanaman yang mampu menjaga kemantapan agregat tanah akan memberikan hasil yang tinggi bagi produksi pertanian (Hakim et al., 1986). Bulk Density (kerapatan isi) Kerapatan isi adalah berat per satuan volume tanah kering oven, biasanya ditetapkan dalam g/cc (Hakim et al, 1986). Menurut Hardjowigeno (1987), bulk density dapat digunakan untuk menghitung ruang pori total dengan dasar bahwa kerapatan zarah tanah adalah 2,65 g/cc. Metode penentuan bulk density yang paling sering digunakan adalah dengan ring sampel atau metode clod gumpalan tanah yang dicelupkan ke dalam cairan plastik yang kemudian ditimbang dan di dalam air untuk mengetahui berat dan volume dari clod gumpalan isi. Ditambahkan oleh Hanafiah (2005), bahwa nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel-partikel tanah, makin kasar akan makin berat. Ruang Pori Total Ruang pori total adalah volume dari tanah yang ditempati oleh udara dan air. Persentase volume ruang pori total disebut porositas. Untuk menentukan porositas, contoh tanah ditempatkan pada tempat berisi air sehingga jenuh dan kemudian cores ini ditimbang. Perbedaan berat antara keadaan jenuh air dan core yang kering oven merupakan volume ruang pori. Untuk 400 cm3 cores yang berisi 200 gr (200 cm3) air pada kondisi jenuh porositas tanahnya akan mencapai 50% (Foth, 1988). Tanah dengan tekstur halus mempunyai kisaran ukuran dan bentuk partikelnya yang luas. Hal ini telah ditekankan bahwa tanah permukaan yang berpasir mempunyai porositras kecil daripada tanah liat. Berarti bahwa tanah pasir mempunyai volume yang lebih sedikit ditempati oleh ruang pori. Ruang pori total pada tanah pasir mungkin rendah tetapi mempunyai proporsi yang besar yang

disusun daripada komposisi pori-pori yang besar yang sangat efisien dalam pergerakan udara dan airnya. Persentase volume yang dapat terisi oleh pori-pori kecil pada tanah pasir rendah yang menyebabkan kapasitas menahan airnya rendah. Sebaliknya tanah-tanah permukaan dengan tekstur halus memiliki ruang pori total lebih banyak dan proporsinya relatif besar yang disusun oleh pori kecil. Akibatnya adalah atanah mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi. Infiltrasi Infiltrasi dari segi hidrologi penting, karena hal ini menandai peralihan dari air permukaan yang bergerak cepat ke air tanah yang bergerak lambat dan air tanah. Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh sifat-sifat fisiknya dan derajat kemampatannya, kandungan air dan permebilitas lapisan bawah permukaan, nisbi air, dan iklim mikro tanah. Air yang berinfiltrasi pada sutu tanah hutan karena pengaruh gravitasi dan daya tarik kapiler atau disebabkan juga oleh tekanan dari pukulan air hujan pada permukaan tanah. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Laju Infiltrasi : Dalamnya genangan di atas permukaan tanah dan tebal lapisan yang jenuh, Kelembaban tanah, Pemampatan tanah oleh curah hujan, Penyumbatan oleh bahan yang halus (bahan endapan), Pemampatan oleh orang dan hewan, Struktur tanah, Tumbuh-tumbuhan, Udara yang terdapat dalam tanah, Topografi, Intensitas hujan, Kekasaran permukaan, Mutu air, Suhu udara dan Adanya kerak di permukaan. Permeabilitas Semua jenis tanah bersifat lolos air (permeable) dimana air bebas mengalir melalui ruang-ruang kosong (pori-pori) yang ada di antara butiran-butiran tanah. Tekanan pori diukur relatif terhadap tekanan atmosfer dan permukaan lapisan tanah yang tekanannya sama dengan tekanan atmosfer dinamakan muka air tanah atau permukaan freasik, di bawah muka air tanah. Tanah diasumsikan jenuh walaupun sebenarnya tidak demikian karena ada rongga-rongga udara. Menurut Susanto dan Purnomo (1996), pada kebanyakan tanah, pada kenyataan konduktivitas hidroulik tidak selamanya tetap. Karena berbagai proses kimia, fisika dan biologi, konduktivitas hidroulik bisa berubah saat air masuk dan mengalir ke dalam tanah. Perubahan yang terjadi pada komposisi ion kompleks yang dapat dipertukarkanseperti saat air memasuki tanah mempunyai komposisi atau konsentrasi zat terlarut yang berbeda dengan larutan awal, bisa sangat merubah
4

konduktivitas hidroulik. Secara umum konduktivitas akan berkurang bila konsentrasi zat terlarut elektrolit berkurang, disebabkan oleh penomena pengembangan dan dispersi yang juga dipengaruhu oleh jeni-jenis kation yang ada pelepasan dan perpindahan partikel-partikel lempung, selama aliran yang lam, bisa menghasilkan penyumbatan pori. Interaksi zat terlarut dan matrik tanah dan pengaruhnya terhadap konduktivitas hidroulik khususnya penting pada tanah-tanah masam dan berkadar natrium tinggi. Stabilitas Agregat Kemantapan agregat adalah ketahanan rata-rata agregat tanah melawan pendispersi oleh benturan tetes air hujan atau penggenangan air. Kemantapan tergantung padaketahanan jonjot tanah melawan daya dispersi air dan kekuatan sementasi atau pengikatan, Faktor-faktor yang berpengaruh dalam kemantapan agregat antara lain bahan-bahan penyemen agregat tanah, bentuk dan ukuran agregat, serta tingkat agregasi Stabilitas agregat yang terbentuk tergantung pada keutuhan tanag permukaan agregat pada saat rehidrasi dan kekuatan ikatan antarkoloid-partikel di dalam agregat pada saat basah. Pentingnya peran lendir (gum) microbial sebagai agen pengikat adalah menjamin kelangsungan aktivitas mikroba dalam proses pembentukan ped dan agregasi.

b. Sifat Kimia Tanah Derajat Kemasaman Tanah (pH) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+. pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedang pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- , maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Anonim 1991). Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun dcmikian pH tanah umumnya berkisar dari 3,0-9,0. Di Indonesia unumnya tanahnya bereaksi masam dengan 4,0 5,5 sehingga tanah dengan pH 6,0 6,5 sering telah dikatakan

cukup netral meskipun sebenarnya masih agak masam. Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan pH kurang dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena banyak mengandung asam sulfat. Di daerah yang sangat kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena banyak mengandung garam Na (Anonim 1991). C-Organik Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah COrganik (Anonim 1991). Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah N-Total Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah 2005). Menurut Hardjowigeno (2003) Nitrogen dalam tanah berasal dari : a.Bahan Organik Tanah : Bahan organik halus dan bahan organik kasar b.Pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara c.Pupuk d.Air Hujan Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal dari aktifitas didalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik khususnya terdapat pada tanaman jenis leguminoseae sebagai bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan N dan senyawa lainnya setelah mengalami proses dekomposisi oleh aktifitas jasad renik tanah. P-Bray

Unsur Fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral-mineral di dalam tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar 6-7 (Hardjowigeno 2003). Dalam siklus P terlihat bahwa kadar P-Larutan merupakan hasil keseimbangan antara suplai dari pelapukan mineral-mineral P, pelarutan (solubilitas) P-terfiksasi dan mineralisasi P-organik dan kehilangan P berupa immobilisasi oleh tanaman fiksasi dan pelindian (Hanafiah 2005). Kalium (K) Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat, Fosfat, atau unsur lainnya. Hakim et al. (1986), menyatakan bahwa ketersediaan Kalium merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat diserap tanaman yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri dan adanya penambahan dari kaliumnya sendiri. Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau tererosi dan proses kehilangan ini akan dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa tipe tanah mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan dalam mineralmineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. Tanah-tanah organik mengandung sedikit Kalium. Natrium (Na) Natrium merupakan unsur penyusun lithosfer keenam setelah Ca yaitu 2,75% yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan tanaman terutama di daerah kering dan agak kering yang berdekatan dengan pantai, karena tingginya kadar Na di laut, suatu tanah disebut tanah alkali jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan dari garam-garam larut yang ada. Pada tanahtanah ini, mineral sumber utamanya adalah halit (NaCl). Kelompok tanah alkalin ini disebut tanah halomorfik, yang umumnya terbentuk di daerah pesisir pantai iklim

kering dan berdrainase buruk. Sebagaimana unsur mikro, Na juga bersifat toksik bagi tanaman jika terdapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan (Hanafiah, 2005). Kalsium (Ca) Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti Magnesium dan Belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder dan tercuci (Leiwakabessy 1988). Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukan bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim (RAM 2007). Magnesium (Mg) Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan beberapa hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna yang khas pada daun. Kadang-kadang pengguguran daun sebelum waktunya merupakan akibat dari kekurangan magnesium (Hanafiah 2005). Kapasitas Tukar Kation (KTK) Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowogeno 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh : 1.Reaksi tanah 2.Tekstur atau jumlah liat 3.Jenis mineral liat 4.Bahan organik dan 5.Pengapuran serta pemupukan. Soepardi (1983) mengemukakan kapasitas tukar kation tanah sangat beragam, karena jumlah humus dan liat serta macam liat yang dijumpai dalam tanah berbedabeda pula. Kejenuhan Basa (KB) Kejenuhan basa adalah perbandingan dari jumlah kation basa yang ditukarkan dengan kapasitas tukar kation yang dinyatakan dalam persen. Kejenuhan basa rendah berarti tanah kemasaman tinggi dan kejenuhan basa mendekati 100% tanah bersifal alkalis. Tampaknya terdapat hubungan yang positif antara kejenuhan basa dan pH. Akan tetapi hubungan tersebut dapat dipengaruhi oleh sifat koloid dalam

tanah dan kation-kation yang diserap. Tanah dengan kejenuhan basa sama dan komposisi koloid berlainan, akan memberikan nilai pH tanah yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan derajat disosiasi ion H+ yang diserap pada permukaan koloid (Anonim 1991). Kejenuhan basa selalu dihubungkan sebagai petunjuk mengenai kesuburan sesuatu tanah. Kemudahan dalam melepaskan ion yang dijerat untuk tanaman tergantung pada derajat kejenuhan basa. Tanah sangat subur bila kejenuhan basa > 80%, berkesuburan sedang jika kejenuhan basa antara 50-80% dan tidak subur jika kejenuhan basa < 50 %. Hal ini didasarkan pada sifat tanah dengan kejenuhan basa 80% akan membebaskan kation basa dapat dipertukarkan lebih mudah dari tanah dengan kejenuhan basa 50% (Anonim 1991).

c. Manfaat bagi Tanaman 1) Penyokong tegak tumbuhnya trubus (bagian atas) tanaman 2) Sebagai penyerap zat-zat yang dibutuhkan tetanaman 3) Penyedia kebutuhan primer tanaman untuk melaksanakan aktivitas metabolismenya, baik selama pertumbuhan maupun untuk berproduksi, meliputi air, udara dan unsurunsur hara 4) Penyedia kebutuhan sekunder tanaman yang berfungsi dalam menunjang aktivitasnya supaya berlangsung optimum, meliputi zat-zat aditif yang diproduksi oleh biota terutama mikroflora tanah seperti : Zat-zat pemacu tumbuh (hormone, vitamin dan asam-asam organic khas); antibiotik dan toksin yang berfungsi sebagai anti hama-penyakit tanaman di dalam tanah dan senyawa-senyawa atau enzim yang berfungsi dalam penyediaan kebutuhan primer tersebut atau transformasi zat-zat toksik eksternal seperti pestisida dan limbah industry berbahaya 5) Habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat langsung atau tak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman tersebut, maupun yang berdampak negative karena merupakan hama-penyakit tanaman. 6) Fungsi-fungsi tanah yang sedemikian vitalnya dalam penyediaan bahan pangan, papan dan sandang bagi manusia (juga bagi hewan) ini membawa konsekuensi bahwa seorang ahli tanah tidak saja dituntut untuk berpengetahuan tantang tanah sebagai tempat tumbuh dan penyedia kebutuhan tanaman, tetapi juga harus memahami fungsi tanah sebagai pelindung tanaman dari serangan hama-penyakit dan dampak negatif pestisida maupun limbah industri berbahaya.
9

d. Jenis-jenis Tanah dan Penyebarannya 1) Tanah organosol Mengandung paling banyak bahan organik, tidak mengalami perkembangan profil,
disebut juga tanah gambut.

Bahan organik ini terdiri atas akumulasi sisa-sisa vegetasi yang telah mengalami
humifikasi, tetapi belum mengalami mineralisasi.

Tanah ini kurang subur. Tanah ini belum dimanfaatkan, tetapi dapat dimanfaatkan untuk
persawahan.

Penyebarannya di Sumatera sepanjang pantai Utara, Kalimantan dan Irian Barat/Papua 2) Tanah Litosol Litosol, yaitu tanah yang baru mengalami pelapukan dan sama sekali belum mengalami
perkembangan tanah.

Berasal dari batuan-batuan konglomerat dan granit, kesuburannya cukup, dan cocok
dimanfaatkan untuk jenis tanaman hutan.

Penyebarannya di Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Nusa Tenggara, Maluku Selatan
dan Sumatera.

3) Tanah alluvial Aluvial ialah tanah muda yang berasal dari hasil pengendapan Sifatnya tergantung dari asalnya yang dibawa oleh sungai Tanah aluvial yang berasal dari gunung api umumnya subur karena banyak mengandung
mineral. Tanah ini sangat cocok untuk persawahan

Penyebarannya di lembah-lembah sungai dan dataran pantai, seperti misalnya, di


Kerawang, Indramayu, Delta Brantas.

4) Tanah Andosol Jenis tanah mineral yang telah mengalami perkembangan profil, solum agak tebal, warna
agak coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan organik tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur remah, konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak (smeary), kadangkadang berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi.

Ciri-ciri : tanah yang baru berkembang, belum ada perkembangan horison tanah, meliputi
tanah-tanah yang berada di atas batuan induk, termasuk tanah yang berkembang dari bahan baru

Selain itu berasal dari gunduk pasir yang terjadi di sepanjang pantai, misalnya diantara
Cilacap dan Parangtritis (selatan Yogyakarta), dan Kerawang.

5) Inceptisol
10

Ada horizon kambik , dimana terdapat horizon penumpukan liat <20% dari horizon
diatasnya.

Tanah yang mulai berkembang tetapi belum matang yang ditandai oleh perkembangan
profil yang lebih lemah

Mencakup tanah sulfat masam (Sulfaquept) yang mengandung horison sulfurik yang
sangat masam, tanah sawah(aquept) dan tanah latosol

Daerah penyebaran tanah jenis ini: Sumatera, Jawa, Kalimantan. Sebagain besar tanah ini
ditanami palawija (jawa) dan hutan/semak belukar (sumatera dan Kalimantan)

6) Ultisol Kandungan bahan organik, kenjenuhan basa dan pH rendah (pH 4,2-4,8) Terjadi proses podsolisasi: proses pecucian bahan organik dan seskuioksida dimana
terjadi penimbunan Fe dan Al dan Si tercui.

Bahan induk seringkali berbecak kuning, merah dan kelabu tak begitu dalam tersusun
atas batuan bersilika, batu lapis, batu pasir, dan batu liat.

Terbentuk dalam daerah iklim seperti Latosol, perbedaan karena bahan induk : Latosol
terutama berasal dari batuan volkanik basa dan intermediate, sedang tanah Ultisol berasal dari batuan beku dan tuff

Tanah yang paling luas penyebarannya di Indonesia: Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,


Papua, dan sebagian Jawa . sebaiknya tanah ini dihutankan atau untuk perkebunan seperti : kelapa sawit, karet dan nanas.

7) Oxisol Solum yang dangkal, kurang dari 1 meter Kaya akan seskuioksida yang telah mengalami pelapukan lanjut Adanya horizon oksik pada kedalaman kurang dari 1,5 m Susunan horison A, B, dan C dengan horizon B spesifik berwarna merah kuning sampai
kuning coklat dan bertekstur paling halus liat, mengandung konkresi Fe/Mn lapisan kuarsa.

Banyak digunakan untuk perladangan, pertanian subsisten pengembalaan dengan


intensitas rendah, dan perkebunan yang intensif seperti perkebunan tebu, nanas, pisang dan kopi.

8) Vertisol / grumusol Tanpa horizon eluviasi dan iluviasi Koefisien mengembang dan mengerut tinggi jika dirubah kadar airnya Bahan induk basaltic atau berkapur Mikroreliefnya gilgei
11

Konsistensi luar biasa plastis Di Indonesia jenis tanah ini terbentuk pada tempat-tempat yang tingginya tidak lebih dari
300 meter di atas muka laut dengan topografi agak bergelombang sampai berbukit, temperatur tahunan rata-rata 25oC dengan curah hujan kurang dari 2500 mm dan pergantian musim hujan dan kemarau nyata.Kandungan bahan organik umumnya antara 1,5-4%. Warna tanah dipengaruhi oleh jumlah humus dan kadar kapur. Di pulau jawa banyak digunakan untuk lahan pertanian padi sawah.

9) Histosol /gambut Memiliki epipedon histik, yaitu epipedon yang mengandung bahan organik sedemikian
banyaknya, sehingga tidak mengalami perkembangan profil ke arah terbentuknya horison-horison yang berbeda.

Warna coklat kelam sampai hitam, berkadar air tinggi dan bereaksi asam (pH3-5)
Gambut ombrogen meliputi hampir seperlima Sumatra, meluas sepanjang pantai Malaya, Kalimantan, dan pantai selatan Irian Jaya. Gambut ombrogen juga terdapat di Bangka Selatan, dimana pasir putih bumi mengendap sebelum mencapai laut membentuk berselang berselang-seling daerah deperesi bekas cabang sungai yang di tumbuhi flora khusus.

Gambut topogen terbentuk dalam topografik di rawa-rawa baik di dataran rendah


maupun di pegunungan tinggi. Gambut ini meluas di Rawa Lakbok, Pangandaran, Rawa Pening, Jatiroto, Tanah Payau, di Deli (Sumatra) dan danau-danau di Kalimantan Selatan.

Gambut Pangandaran, sebelah selatan Rawa Lakbok juga bersifat eutrof dan topogen. 10) Latosol Tanah yang telah mengalami pelapukan intensif. Warna tanah tergantung susunan bahan induknya dan keadaan iklim. Latosol merah berasal dari vulkan intermedier, tanah ini subur, dan dimanfaatkan untuk
pertanian dan perkebunan.

Penyebarannya di seluruh Indonesia, kecuali di Nusa Tenggara dan Maluku Selatan.

f) Pengolahan Tanah 1) Tujuan Tujuan utama dari pengolahan tanah adalah menciptakan kondisi tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan tanaman dengan usaha yang seminimun mungkin. Selama ini tujuan tersebut seringkali dicapai dengan mengaplikasikan cara cut and try baik dalam mengembangkan metoda pengolahan tanah maupun mengembangkan
12

atau memperbaiki disain peralatan pengolahan tanah yang sudah ada. Pada situasi seperti ini maka diperlukan pengetahuan (knowledge) mengenai proses pengolahan tanah sehingga memungkinkan untuk memprediksi biaya dan hasil pengolahan tanah secara jelas dan efisien. Pengetahuan tersebut tidaklah mudah namun haruslah dimiliki (analisis). Begitu kompleksnya permasalahan yang dihadapi maka dalam analisis perlu dilibatkan berbagai cabang ilmu lainnya (sistematis). Dengan demikian dapat dikembangkan metoda untuk memprediksi apakah bentuk proses dapat berlaku atau tidak, dan bahkan dapat memprediksi informasi mengenai bentuk proses secara kuantitatif (prediksi). Telah banyak dipublikasikan artikel penelitian mengenai alat pengolahan tanah namun pada umumnya artikel tersebut hanya terbatas pada satu atau beberapa jenis alat dan beroperasi terbatas pada beberapa kondisi tanah saja. Tujuan khusus dari pengolahan tanah adalah sebagai berikut (Kepner, et al, 1972) : Menciptakan struktur tanah yang dibutuhkan untuk persemaian atau tempat tumbuh benih. Tanah yang padat diolah sampai menjadi gembur sehingga mempercepat infiltrasi a-h, berkemampuan baik menahan curah hujan memperbaiki aerasi dan memudahkan perkembangan akar. Peningkatan kecepatan infiltrasi akan menurunkan run off dan mengurangi bahaya erosi. Menghambat atau mematikan tumbuhan pengganggu. Membenamkan tumbuhan-tumbuhan atau sampah-sampah yang ada diatas tanah kedalam tanah, sehingga menambah kesuburan tanah. Membunuh serangga, larva, atau telur-telur serangga melalui perubahan tempat tinggal dan terik matahari.

2) Cara Pengolahan Tanah Pengolahan tanah minimum Pengolahan tanah minimum adalah teknik konservasi tanah dimana gangguan mekanis terhadap tanah diupayakan sesedikit mungkin. Dengan cara ini kerusakan struktur tanah dapat dihindari sehingga aliran permukaan dan erosi berkurang. Teknik ini juga mengurangi biaya dan tenaga kerja untuk pengolahan tanah dan mengurangi biaya / tenaga kerja untuk penyiangan secara mekanik. Pengolahan

13

tanah minimum cukup efektif dalam mengendalikan erosi, dan biasa dilakukan pada tanah-tanah yang berpasir dan rentan terhadap erosi. Pengolahan tanah minimum hanya dapat dilakukan pada tanah yang gembur. Tanah gembur dapat terbentuk sebagai hasil dari penggunaan mulsa secara terus menerus dan / atau pemberian pupuk hijau / pupuk kandang / kompos dari bahan organik yang lain secara terus menerus. Penerapan teknik pengolahan tanah minimum selalu perlu disertai pemberian mulsa. Keuntungan: Menghindari kerusakan struktur tanah, Mengurangi aliran permukaan dan erosi, Memperlambat proses mineralisasi, sehingga penggunaan zat-zat hara dalam bahan-bahan organik lebih berkelanjutan, Tenaga kerja yang lebih sedikit daripada pengelolaan penuh, sehingga mengurangi biaya produksi, dapat diterapkan pada lahan-lahan marginal yang jika tidak dengan cara ini mungkin tidak dapat diolah. Kelemahan: Persiapan bedengan yang kurang memadai dapat menyebabkan pertumbuhan yang kurang baik dan produksi yang rendah, terutama untuk tanaman seperti jagung dan ubi. Perakaran mungkin terbatas dalam tanah yang berstruktur keras. Lebih cocok untuk tanah yang gembur. Pengolahan tanah konservasi Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pokok pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat tumbuh bagi bibit, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa-sisa tanaman dan memberantas gulma. Manfaat pengolahan tanah, baik di tegalan maupun di sawah, tidak boleh terlalu dibesar-besarkan mengingat waktu, tenaga dan biaya yang diperlukan untuk mengolah tanah tidak selalu sebanding dengan tambahan hasil yang didapat. Dengan pengolahan tanah, tanah menjadi longgar dan lebih cepat menyerap air hujan sehingga mengurangi aliran permukaan (Musgrave and Free, 1936), akan tetapi pengaruh ini bersifat sementara. Tanah yang telah diolah sehingga menjadi longgar lebih mudah tererosi. Untuk mencapai tujuan pengolahan tanah dan bersamaan dengan itu menghidanri erosi, disarankan tindakan berikut: Tanah diolah seperlunya tergantung pada kondisi sifat fisik tanah, pengolahan tanah dilakukan, untuk bukan sawah, pada kandungan air tanah yang tepat (pF 3 sampai 4), gunakan herbisida
14

ramah lingkungan untuk memberantas gulma, dalamnya pengolahan selalu dirubah, pengolahan tanah dilakukan menurut kontur. Pengolahan tanah semacam ini disebut pengelolahan tanah minimum atau pengolahan tanah konservasi. Jika kondisi fisik tanah baik, artinya tanah gembur dan tidak terdapat lapisan padat pada kedalaman perakaran, maka pengolahan tanah dapat ditiadakan. Cara ini juga disebut tanpa olah tanah.

3) Peralatan yang digunakan Bajak Singkal Bajak singkal ini dapat digunakan untuk bermacam-macam jenis tanah dan sangat baik untuk membalik tanah. Bagian dari bajak singkal yang memotong dan membalik tanah disebut bottom. Suatu bajak dapat terdiri dari satu bottom atau lebih. Bottom ini dibangun dari bagian-bagian utama, yaitu : 1) singkal (moldboard), 2) pisau (share), dan 3) penahan samping (landside). Ketiga bagian utama tersebut diikat pada bagian yang disebut pernyatu (frog). Unit ini dihubungkan dengan rangka (frame) melalui batang penarik (beam). Bagian-bagian dari bajak singkal satu bottom secara terperinci dapat dilihat pada gambar.

Bajak Piring Piringan dari bajak ini diikat pada batang penarik melalui bantalan (bearing), sehingga pada saat beroperasi ditarik oleh traktor maka piringannya dapat berputar. Dengan berputaraya piringan, maka diharapkan dapat mengurangi gesekan dan tahanan tanah (draft) yang terjadi. Piringan bajak dapat berada disamping rangka

15

atau berada di bawah rangka. Bagian-bagian dari bajak piring dapat dilihat pada Gambar 23, sedangkan hasil pembajakannya dapat dilihat pda gambar 24. Setiap piringan dari bajak piringan biasanya dilengkapi dengan pengeruk (scraper) yang berguna selain untuk membersihkan tanah yang lengket pada piringan, juga membantu dalam pembalikan potongan tanah. Untuk menahan tekanan samping yang terjadi saat bajak memotong tanah, bajak piring dilengkapi dengan roda alur belakang (rear furrow wheel).

Bajak Chisel, alat ini berbentuk tajak yang disusun pada suatu rangka. Digunakann untuk memecah tanah yang keras sampai kedalaman sekitar 18 inci. Diperlengkapi dengan 2 buah roda yang berguna untuk transportasi dan mengatur kedalaman pemecah tanah. Jarak antara tajak dapat beragam dari 1 sampai 2 inci. Alat ini, tidak membalik tanah seperti bajak yang lain, tapi hanya memecah tanah dan sering digunakan sebelum pembajakan tanah dimulai.

Bajak Subsoil, alat ini hampir sama dengan bajak chisel hanya bentuknya lebih besar dan digunakan untuk pengolahan tanah yang lebih dalam. Menggunakan alat ini dapat memecahkan tanah pada kedalaman 20 sampai 36 inci. Alat ini

16

sering juga digunakan untuk memecahkan lapisan keras didalam tanah (hardpan).

Bajak Raksasa, alat ini sesuai dengan namanya, berbentuk sangat besar dan digunakan untuk membalik tanah pada kedalaman 100 sampai 180 cm. Dengan menggunakan alat ini tanah subur yang ada di dalam tanah dap at diangkat keatas permukaan tanah. Dapat berbentuk bajak singkal atau bajak piringan. Alat Pengolahan Tanah Kedua Pengolahan tanah kedua dilakukan setelah pembajakan. Dengan pengolahan tanah kedua, tanah menjadi gembur dan rata, tata air diperbaiki, sisa-sisa tanaman dan tumbuhan pengganggu dihancurkan dan dicampur dengan lapisan tanah atas, kadang-kadang diberilcan kepadatan tertentu pada permukaan tanah, dan mungkin juga dibuat guludaa atau alur untuk pertanaman.

Alat pengolah tanah kedua yang menggunakau daya traktor antara lain: 1) garu (harrow), 2) perata dan penggembur (land roller dan pulverizer), dan 3) alat-alat lainnya. Garu Beberapa jenis garu yang dipakai pada pengolahan tanah kedua adalah : a) garu piring (disk harrow), b) garu palcu (splice tooth harrow), c) garu pegas (spring tooth harrow), d) garu rotari, dan e) garu khusus (special harrow).

4) Tanpa Olah Tanah

17

Tanpa olah tanah (TOT) merupakan alternatif teknologi terobosan baru . Dari beberapa percobaan dan penelitian yang dilakukan di tingkat petan,i ternyata tanah sawah tidak perlu diolah berat dan dilumpurkan, tetapi cukup dilakukan pengolahan sedikit/ minimal atau bahkan tanpa olah tanah sama sekali. Perbedaan mendasar penanaman TOT dengan pananaman biasa adalah pada persiapan lahan. Dalam sistem TOT ini tidak dilakukan pembajakan atau pencangkulan tanah. Sebagai gantinya dilakukan penyemprotan herbisida terhadap sisa tanaman dan gulma yang tumbuh. Adapun cara bertanam lainnya tetap mengikuti pola tanam biasa. Sebelum penyemprotan herbisida, lahan sawah diusahakan dalam keadaan kering. Herbisida disemprotkan ke singgang atau gulma yang tumbuh. Herbisida yang digunakan harus layak lingkungan, penyemprotannyapun harus tepat dosis dan tepat waktu. Setelah semuanya mati, sawah digenangi selama 5-7 hari dan tanaman mati tersebut dibiarkan di permukaan lahan sebagai mulsa. Bibit tanaman dari persemaian dapat langsung ditanam pada tanah tanpa olah yang sudah lunak karena telah dugenangi terlebih dahulu, dan dapat juga benih ditebarkan secara langsung (tabela) atau ditabur dalam alur yang sudah disediakan. Cara Bertanam Tanpa Olah Tanah Persemaian dilakukan di lahan yang sama atau berdekatan dengan lahan yang akan ditanami. Untuk 1 ha lahan sawah diperlukan benih 25-30 kg, dan 100 m2 bedengan persemaian. Pada lahan untuk persemaian ini dilakukan pembajakan atau pencangkulan 3 kali agar tanah berlumpur dan tidak terdapat bongkahan. Untuk penanaman dengan cara TABELA (tabur benih langsung) tidak diperlukan persemaian.

18

Buanglah air sawah dari petakan sawah, biarkan selama 2-3 minggu. Persiapan lahan ini dimulai bersamaan dengan pembuatan persemaian.Lakukan penyemprotan herbisida pasca tumbuh seperti merk Polaris dengan dosis 5 l/ha, merk Spark dosis 8-10 l/ha, Bimastar dosis 5-7 l/ha atau merk lainnya. Selesai penyemprotan, biarkan 5-7 hari agar herbisida bereaksi mematikan dan menghancurkan sisa tanaman dan membunuh gulma. Kemudian masukkan air ke petakan sawah dengan kedalaman air 5 cm, lakukan perendaman selama 5 - 7 hari atau lebih sehingga tanah lunak dan bisa ditanami. Tiga hari sebelum perendaman berakhir, semprot dengan herbisida pra tumbuh misalnya Ronstar dengan dosis 5 l/ha. Selesai perendaman, maka kondisi tanah sudah macak-macak dan siap ditanami dengan bibit hasil semaian. Singgang atau gulma yang telah mati dapat direbahkan, dibabat atau dibenamkan dalam tanah. Penanaman: Penanaman dapat dilakukan dengan tabur benih langsung (TABELA) atau dengan sistem tanam pindah (transplanting).Penanaman dengan sistem pindah/transplanting.Bibit biasanya dipindah saat berumur 18-25 hari, umumnya 21 hari. Ciri-ciri bibit yang siap dipindah adalah: berdaun 5-6 helai, tinggi sekitar 22-25 cm, batang bawah besar dan keras, bebas hama dan penyakit dan pertumbuhannya seragam. Cara penanaman Bila tanah masih keras, gunakan tugal untuk membuat lubang tanam. Tanam bibit dalam posisi tegak, 2-3 bibit per lubang, dengan kedalaman 2 cm dengan jarak tanam 20 cm x20 cm hingga 25 cm x 25 cm Penanaman dapat dengan tugal (sistem gogo rancah) atau langsung ditebar dalam alur. Untuk penanaman dengan tugal, mulsa tidak perlu dibenamkan sedangkan untuk tebar langsung mulsa singgang dan gulma diratakan terlebih dahulu. Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman (1-2 minggu setelah tanam), penyiangan (pada umur 15,35 dan 55 hari setelah tanam), pemupukan sesuai anjuran setempat (2-3 kali selama musim tanam), pemasukan air (saat awal tanam, saat pembentukan anakan, saat tanaman bunting, saat pembungaan), pengeluaran air (saat sebelum tanaman bunting, awal pembungaan, dan awal pemasakan biji, serta pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (seperti

19

hama antara lain walang sangit, ganjur, penggerek padi, wereng, tikus dan burung serta penyakit a.l bawar daun, bercak cokelat, blast, tungro, kerdil hampa, dan kerdil rumput).

g) Pola Penggunaan Lahan 2.1.1 Lahan kering Lahan kering mempunyai potensi yang lebih besar dibandingkan lahan sawah karena di samping sebagai penghasil pangan juga produk pertanian lainnya dalam arti luas seperti perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan darat. Petani di lahan kering pada umumnya mempunyai keinginan yaitu menghasilkan panen yang cukup dari lahan pertaniannya dan mengelolanya dengan cara mengemat air dan hara. Penghematan dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, tanaman, hewan dan ternaknya. Penenan keberhasilan pertanian di lahan kering adalah ketersediaan air yang cukup dan penguapan yang tidak terlalu tinggi. Faktor-faktor tersebut dikendalikan oleh curah hujan yang cukup, distribusi hujan yang merata sepanjang tahun dan radiasi serta suhu udara yang tidak terlalu tinggi. Di lahan kering beriklim basah curah hujan cukup bahkan dibeberapa tempat ada yang tinggi dan suhu udara tidak terlalu tinggi, tetapi distribusi hujan sepanjang tahun tidak merata maka untuk keberhasilan usaha tani diperlukan strategi baik dengan memperkecil kehilangan air tanah dan tanaman maupun dengan meningkatkan penyerapan air oleh tanaman. Di samping faktor air dan suhu udara, kesuburan tanah dan topografi juga mempengaruhi keberhasilan usaha tani di lahan kering. Kesuburan tanah baik secara fisik,kimia, maupun biologis merupakan komponen dari kesuburan tanah. Lahan berlereng terutama dengan kemiringan di atas 15% dan vegetasi yang jarang merupakan lahan kering yang rawan erosi. Ketiadaan pohon-pohon penguat teras atau penebangan hutan sangat mempercepat terjadinya erosi. Permasalahan Pertanian Lahan Pertanian di Indonesia secara umum memiliki karakteristik sebagai berikut: a) Sebagian besar wilayahnya berlahan kering. Usaha pertanian lahan kering merupakan usaha tani yang sumber airnya tergantung pada air hujan dalam jumlah yang terbatas (Tow, 1991; APAN, 1997; CRIDA, 2003; Yu, 2003; Wikipedia, 2006)
20

b) Wilayah lahan kering dicirikan oleh: (i) Topografi umumnya tidak datar; (ii) Lapisan olah tanah dangkal; (iii) Rentan degradasi (erosi); (iv) Sistem usaha tani beragam; (v) Pertanian ekstensif; (vi) Terpencil karena infrastruktur yang buruk; (vii) Penduduk umumnya berpenghasilan rendah; (viii) Status kepemilikan tanah sempit dan rumit; (ix) Intervensi pemerintah dalam hal penyuluhan dan kredit masih kurang; (x) Ketergantungan terhadap iklim sangat besar (Utomo dkk, 1993; Fithriadi dkk,1997). c) Berdasarkan agroekosistem, lahan kering yang berpotensi untuk pengembangan pertanian dibedakan atas lahan kering beriklim basah yang ditandai oleh curah hujan umumnya > 2000 mm/ tahun tanpa bulan kering (curah hujan < 100 mm/ bulan) yang jelas, dan lahan kering beriklim kering curah hujannya relatif lebih rendah dan mempunyai bulan kering yang jelas (Prasetyo dan Ritung, 1998). Di daerah beriklim kering, bulan kering (CH < 100 mm /bulan) mencapai 8 bulan (April Nopember) (Daryanto, 2003), sehingga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman di wilayah tersebut. Sesuai dengan karakteristik pertanian lahan kering tersebut, maka masalah yang dihadapi adalah: a) Peluang erosi sangat tinggi; terutama di daerah berlereng dan perbukitan, dengan lapisan olah tanah yang dangkal b) Produktivitas lahan dan produksi tanaman masih rendah. Berdasarkan hasil analisis tanah pada beberapa kawasan di daerah Bali dapat dijadikan acuan bagi Nagekeo yang juga berlahan kering. Hasil penelitian tersebut dilihat dari dua aspek yakni : (a) daerah berlahan kering iklim kering masalahnya: (1) Sebagian besar mempunyai tingkat kesuburan rendah; (2) Sumber pengairan terbatas tergantung pada curah hujan yang tak dapat diatur sesuai kebutuhan tanaman; (b) daerah berlahan kering iklim basah: (1) Unsur hara, kemasaman tanah, bahaya keracunan Fe & Al dapat merusak jaringan tumbuhan; (2) kadar bahan organik rendah (Prasetyo dan Riung, 1998). c) Kekeringan Penguapan air dari permukaan basah (evaporasi) di lahan kering rata-rata 5-6 mm/hari. Besarnya evaporasi pada tanah di tambah dengan transpirasi pada tanaman melalui daun oleh tanaman akan menentukan hilangnya air melalui evapotranspirasi. Rendahnya curah hujan dan distribusi hujan yang tidak merata menyebabkan wilayah tersebut kekurangan air dan mengakibatkan tanaman
21

mengalami cekaman air (water stress). Hal ini terjadi karena kecepatan absorbsi air oleh akar tidak secepat transpirasi oleh bagian tanaman di atas tanah terutama pada stadia kritis tanaman sehingga mempengaruhi kelanjutan pertumbuhan dan hasil akhirnya. Ketergantungan terhadap iklim ini menyebabkan hasil tanaman di lahan kering sangat fluktuatif. d) Infrastruktur ekonomi di daerah lahan kering umumnya tidak sebaik di daerah lahan sawah. Kondisi ini menyebabkan kualitas hasil pertanian di lahan kering tidak memenuhi harapan permintaan pasar yang pada gilirannya dapat merugikan para petani, di samping itu kebijakan harga kurang efektif untuk merangsang pemanfaatan lahan kering dalam usaha pertanian e) Keterbatasan biofisik lahan, kepemilikan tanah dan infrastruktur ekonomi menyebabkanteknologi usahatani menjadi relatif mahal bagi petani lahan kering f) Penerapan teknologi yang kurang tepat menyebabkan variabilitas yang relatif tinggi. Adopsi teknologi yang lambat karena bebagai hambatan menyebabkan pertumbuhan produksi komoditas yang dikembangkan di lahan kering relatif lambat dan berfluktuasi

2.1.2 Lahan basah Lahan basah adalah suatu wilayah yang tergenang air, baik alami maupun buatan, tetap atau sementara, mengalir atau tergenang, tawar asin atau payau, termasuk di dalamnya wilayah laut yang kedalamannya kurang dari 6 m pada waktu air surut paling rendah. Di Indonesia, lahan basah utama diklasifikasikan sebagai berikut : > Rawa > Hutan mangrove > Terumbu karang > Padang lama > Danau > Muara >Sungai > Sawah > Tambak dan Kolam garam

22

Manfaat Lahan Basah : mencegah banjir; mencegah aberasi pantai; mencegah intrusi air laut; menghasilkan material alam yang bernialai ekonomis, seperti kayu, bahan obat-obatan, dsb; menyediakan kebutuhan manusia akan air minum, irigasi, mck, dsb; sebagai sarana transportasi; sebagai lokasi pendidikan dan penelitian. Keadan tofografi lahan basah yaitu: iklim, ketinggian, kemiringan lahan, tata guna

2.2 BUKAN TANAH 2.2.1 Hidroponik Hidroponik berasal daripada perkataan Greek hydro iaitu air danponos yang bermaksud bekerja. Ia adalah kaedah bercucuk tanam dengan meletakkan akar pohon ke dalam air baja (nutrien) tanpa mengunakan tanah. Kaedah ini hanya menggunakan air dan larutan nutrien atau baja khas sebagai agen utama untuk pertumbuhan. Kaedah hidroponik sangat mudah dan menyenangkan serta tidak memerlukan kos yang tinggi untuk penyelengaraan. Hidroponik adalah kaedah tanaman yang tidak melibatkan pengeluaran peluh malahan dengan kos yang rendah pengguna dapat menjimatkan wang mereka daripada membeli sayur dari pasar yang tidak diketahui ja Terdapat dua teknik utama dalam cara bercocok tanam hidroponik. Yang pertama menggunakan larutan dan satunya menggunakan media. Metode yang menggunakan larutan tidak membutuhkan media keras untuk pertumbuhan akar, hanya cukup dengan larutan mineral bernutrisi. Contoh cara dalam teknik larutan yang umum dipakai adalah teknik larutan statis dan teknik larutan alir. Sedangkan untuk teknik media adalah tergantung dari jenis media yang dipergunakan, bias berupa sabut kelapa, serat mineral, pasir, pecahan batu bata, serbuk kayu, dan lain-lain sebagai pengganti media tanah. Terlepas dari teknik yang diterapkan, kebanyakan tempat talangan hidroponik terbuat dari plastik, tapi bahan lain juga bisa dipakai termasuk bak beton, kaca, baja, kayu dan bahan solid lainnya. Tempat penampungan harus dijauhkan dari cahaya guna mencegah pertumbuhan lumur di dalam air bernutrisi yang telah diisi. Teknik hidroponik yang sering dipakai antara lain yaitu : Teknik Larutan Statis Teknik ini telah lama dikenal, yaitu sejak pertengahan abad ke-15 oleh bangsa Aztec. Dalam teknik ini, tanaman disemai pada media tertentu bisa berupa ember plastik, baskom, bak semen, atau tangki. Larutan biasanya dialirkan secara pelan23

pelan atau tidak perlu dialirkan. Jika tidak dialirkan, maka ketinggian larutan dijaga serendah mungkin sehingga akar tanaman berada di atas larutan, dan dengan demikian tanaman akan cukup memperoleh oksigen. Terdapat lubang untuk setiap tanaman. Tempat bak bisa disesuaikan dengan pertumbuhan tanaman. Bak yang tembus pandang bisa ditutup dengan aluminium foil, kertas pembungkus makanan, plastik hitam atau bahan lainnya untuk menghindari cahaya sehingga dapat menghindari tumbuhnya lumur di dalam bak. Untuk menghasilkan gelembung oksigen dalam larutan, bisa menggunakan pompa akuarium. Larutan bias diganti secara teratur, misalnya setiap minggu, atau apabila larutan turun dibawah ketinggian tertentu bisa diisi kembali dengan air atau larutan bernurtrisi yang baru. Teknik larutan air Ini adalah suatu cara bertanam hidroponik yang dilakukan dengan mengalirkan terus menerus larutan nutrisi dari tangki besar melewati akar tanaman. Teknik ini lebih mudah untuk pengaturan karena suhu dan larutan bernutrisi dapat diatur dari tangki besar yang bisa dipakai untuk ribuan tanaman. Salah satu teknik yang banyak dipakai dalam cara Teknik Larutan Alir ini adalah teknik lapisan nutrisi (nutrient film technique) atau dikenal sebagai NFT, teknik ini menggunakan parit buatan yang terbuat dari lempengan logam tipis anti karat, dan tanaman disemai di parit tersebut. Di sekitar saluran parit tersebut dialirkan air mineral bernutrisi sehingga sekitar tanaman akan terbentuk lapisan tipis yang dipakai sebagai makanan tanaman. Parit dibuat dengan aliran air yang sangat tipis lapisannya sehingga cukup melewati akar dan menimbulkan lapisan nutrisi disekitar akar dan terdapat oksigen yang cukup untuk tanaman. Teknik Agregat Media Teknik ini menggunakan media tanam berupa kerikil, pasir, arang sekam, batu-bata, dan media lainnya yang disetrilkan terlebih dahulu sebelum dipergunakan untuk mencegah adanya bakteri di media. Pemberian nutrisi dilakukan dengan teknik mengairi media tersebut dengan pipa dari air larutan bernutrisi yang ditampung dalam tangki atau tong besar.minannya. Hara tersedia bagi tanaman pada pH 5.5 7.5 tetapi yang terbaik adalah 6.5, karena pada kondisi ini unsur hara dalam keadaan tersedia bagi tanaman. Unsur hara makro dibutuhkan dalam jumlah besar dan konsentrasinya dalam larutan relatif tinggi. Termasuk unsur hara makro adalah N, P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur hara mikro hanya

24

diperlukan dalam konsentrasi yang rendah, yang meliputi unsur Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl. Kebutuhan tanaman akan unsur hara berbeda-beda menurut tingkat pertumbuhannya dan jenis tanaman (Jones, 1991). Larutan hara dibuat dengan cara melarutkan garam-garam pupuk dalam air. Berbagai garam jenis pupuk dapat digunakan untuk larutan hara, pemilihannya biasanya atas harga dan kelarutan garam pupuk tersebut. Jenis media tanam yang digunakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Media yang baik membuat unsur hara tetap tersedia, kelembaban terjamin dan drainase baik. Media yang digunakan harus dapat menyediakan air, zat hara dan oksigen serta tidak mengandung zat yang beracun bagi tanaman. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai media tanam dalam hidroponik antara lain pasir, kerikil, pecahan batu bata, arang sekam, spons, dan sebagainya. Bahan yang digunakan sebagai media tumbuh akan mempengaruhi sifat lingkungan media. Tingkat suhu, aerasi dan kelembaban media akan berlainan antara media yang satu dengan media yang lain, sesuai dengan bahan yang digunakan sebagai media. Arang sekam (kuntan) adalah sekam bakar yang berwarna hitam yang dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna, dan telah banyak digunakan sabagai media tanam secara komersial pada sistem hidroponik. Komposisi arang sekam paling banyak ditempati oleh SiO2 yaitu 52% dan C sebanyak 31%. Komponen lainnya adalah Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO, dan Cu dalam jumlah relatif kecil serta bahan organik. Karakteristik lain adalah sangat ringan, kasar sehingga sirkulasi udara tinggi karena banyak pori, kapasitas menahan air yang tinggi, warnanya yang hitam dapat mengabsorbsi sinar matahari secara efektif, pH tinggi (8.5 9.0), serta dapat menghilangkan pengaruh penyakit khususnya bakteri dan gulma. Kualitas air yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman secara hidroponik mempunyai tingkat salinitas yang tidak melebihi 2500 ppm, atau mempunyai nilai EC tidak lebih dari 6,0 mmhos/cm serta tidak mengandung logam-logam berat dalam jumlah besar karena dapat meracuni tanaman. Beberapa kelebihan bertanam secara hidroponik adalah produksi tanaman persatuan luas lebih banyak, tanaman tumbuh lebih cepat, pemakaian pupuk lebih hemat, pemakaian air lebih efisien, tenaga kerja yng diperlukan lebih sedikit, lingkungan kerja lebih bersih, kontrol air, hara dan pH lebih teliti, masalah hama dan
25

penyakit tanaman dapat dikurangi serta dapat menanam tanaman di lokasi yang tidak mungkin/sulit ditanami seperti di lingkungan tanah yang miskin hara dan berbatu atau di garasi (dalam ruangan lain) dengan tambahan lampu. Sedangkan kelemahannya adalah ketersediaan dan pemeliharaan perangkat hidroponik agak sulit, memerlukan keterampilan khusus untuk menimbang dan meramu bahan kimia serta investasi awal yang mahal. Media hidroponik yang baik memiliki pH yang netral atau antara 5.5 -6.5. Selain itu media harus porous dan dapat mempertahankan kelembaban. Media yang digunakan dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan tahap pertumbuhan tanaman . Media untuk tanaman dewasa hampir sama dengan media semai, yaitu pasir agak kasar, arang sekam, rockwool dan lain-lain. Media yang ideal adalah arang sekam. Keuntungannya adalah kebersihan dan sterilitas media lebih terjamin bebas dari kotoran maupun organisme yang dapat mengganggu seperti cacing, kutu dan sebagainya yang dapt hidup dalam pasir. Media arang sekam bersifat lebih ringan namun lebih mudah hancur, penggunaannya hanya dapat untuk dua kali pemakaian. Arang sekam dapat dibeli di toko-toko pertanian atau membuat sendiri. Pemilihan benih sangat penting karena produktivitas tanaman teranganutng dari keunggulan benih yang dipilih. Periksa label kemasan benih, yaitu tanggal kadaluarsa, persentase tumbuh dan kemurnian benih. Pemilihan komoditas yang akan ditanam diperhitungkan masak-masak mengenai harga dan pemasarannya. Contoh sayuran eksklusif yang mempunyai nilai jual di atas rat-rata adalah tomat Recento, ketimun Jepang, Melon, parika, selada, kailan, melon dan lain-lain. Peralatan yang diperlukan adalah :Wadah semai, bisa menggunakan pot plastik, polybag kecil, bak plastik, nampan semai, atau kotak kayu.Wadah tanaman dewasa, umumnya digunakan polybag berukuran 30-40 cm dengan lobang secukupnya untuk mengalirkan kelebihan air saat penyiraman.Kertas tissu/koran basah untuk menjaga kelembaban. Ayakan pasir untuk mengayak media semai. Handsprayer untuk penyiraman. Centong pengaduk media. Pinset untuk mengambil bibit dari wadah semai. Polybag ukuran 5 kg untuk penanaman transplant. Benang rami (seperti yang sering digunakan tukang bangunan) untuk mengikat tanaman, ember penyiram Sebelum melakukan persemaian, sempuran media semai diaduk dahulu secara merata.Persemaian tanaman,persemaian benih besar. Untuk benih yang berukuran besar seperti benih melon dan ketimun, sebaiknya dilakukan perendaman di dala air hangat kuku selama 2-3 jam dan langsung ditanamkan dalam wadah semai yang berisi media
26

dan telah disiram dengan air. Benih diletakkan dengan pinset secara horisontal 4-5 mm dibawah permukaan media.Transplanting bibit dari wadah semai ke wadah yang lebih besar dapat dilakukan ketika tinggi bibit sekitar 12-15 cm (28-30 hari setelah semai). Untuk benih berukuran kecil seperti tomat, cabai, terong dan sebagainya cara persemaiannya berbeda dengan benih besar. Pertama siapkan wadah semai dengan media setebal 5-7 cm. Di tempat terpisah tuangkan benih yang dicampurkan dengan pasir kering steril secukupnya dan diaduk merata. Benih yang telah tercampur dengan pasir ditebarkan di atas permukaan media semai secara merata, kemudian ditutup dengan media semai tipis-tipis (3-5 mm). Setelah itu permukaan wadah semai ditutup dengan kertas tisu yang telah dibasahi dengan handsprayer kemudian simpan di tempat gelap dan aman.Wadah semai sebaiknya dikenakan sinar matahari tip pagi selama 1-2 jam agar perkecambahan tumbuh dengan baik dan sehat. Setelah benih mulai berkecambah, kertas tisu dibuang.Setelah bibit mencapai tinggi 2-3 cm dipindahkan ke dalam pot/polybag pembibitan. Bibit kecil yang telah berkecambah di dalam wadah semai perlu disirami dengan air biasa. Penyiraman jangan berlebih, karena dapat menyebabkan serangan penyakit busuk. Setalah bibit berumur 15-17 hari (bibit yang berasal dari benih kecil) perlu dipindahkan dari wadah semai ke pot/polybag pembibitan agar dapat tumbuh dengan baik. Caranya adalah dengan mencabut kecambah di wadah semai (umur 3-4 minggu setelah semai) secara hati-hati dengan tangan agar akar tidak rusak kemudian tanam pada lubang tanam yang telah dibuat pada pot/polybag pembibitan. Sebelum dilakukan pindah tanam, perlu dilakukan persiapan media tanam, yaitu dengan mengisikan media tanam ke polybag. Sebaiknya pengisian dilakukan di dekat lokasi penanaman di dalam green house agar sterilitas media tetap terjaga. Setelah wadah tanam siap dan dibuatkan lubang tanam, maka transplanting siap dilakukan. Transplanting dilakukan dengan membalikkan pot pembibitan secara perlahan-lahan dan menahan permukaannya dengan jemari tangan (bibit dijepit diantara jari telunjuk dan jari tengah). Jika pada pembibitan digunakan polybag, maka cara transplanting bisa dilakukan dengan memotong/menggunting dasar polybag secara horisontal.

27

2.2.2 Aeroponik Aeroponik berasal dari perkataan aero yang membawa maksud udara

dan ponosyang bermaksud daya atau kerja. Aeroponik disimpulkan sebagai kaedah memberdayakan udara. Aeroponik merupakan suatu sistem hidroponik yang

menggunakan udara sebagai media utama dan mendapatkan nutrisi & air melalui kabut (mist/fog) buatan. Teknik ini menempatkan tanaman dimana akar diposisikan tergantung diudara dan di tampung oleh styrofoam. Nutrisi diberikan dengan cara pengkabutan secara merata di daerah sistem perakaran.Akar tanaman yang tergantung akan menyerap larutan nutrisi tersebut. Aeropononik merupakan kaedah penanaman yang sangat efektif kerana ianya dapat menghasilkan butiran cairan halus (droplet) dalam bentuk wap air yang mempunyai kelebihan seperti lebih mudah diserap oleh tanaman. Media perakaran yang paling efektif adalah media yang mampu menyediakan dan mengirim O2 paling banyak ke perakaran tanaman. Tanah padat menyediakan 20-30 % O2 untuk akar. Media tanaman kombinasi tanpa tanah menyediakan hingga 50 % O2 dan hidroponik 80% untuk akar. Maka, aeroponik dengan langit sebagai batas memungkinkan akar memperoleh O2 hingga 99%. Inilah alasan mengapa pertumbuhan tanaman aeroponik lebih pesat daripada tanaman yang menggunakan kaedah konvensional. Pengabutan nutrisi yang optimis diberikan secara langsung kepada akar tanaman sehingga akar dapat menyerap nutrisi dengan lebih mudah. Sisa nutrisi yang tidak menempel di akar akan kembali lagi ke larutan yang ada dibawahnya, dan akan dilarutkanlagi. Aplikasi sistem Aeroponik
28

Aplikasi utama dalam sistem aeroponik adalah tekanan (pressure) yang dihasilkan oleh selang saluran. Tekanan tinggi pada selang saluran akan menghasilkan butiran air berbentuk kabut. Permasalahan utama untuk teknik aeroponik pada umumnya adalah tekanan yang dihasilkan di selang saluran adalah kurang tinggi sehingga butiran air yang terbentuk adalah kasar. Semakin kecil butiran air maka permukaan butiran air semakin luas dan meyebabkan kandungan udara semakin banyak. Semakin banyak kandungan udara di permukaan wap air, maka kemungkinan penambatan O2 oleh butiran air semakin meningkat. Alat penyembur itu akan menyemburkan nutrien dan air yang telah disejukkan ke bahagian akar tanaman pada kekerapan tertentu. Ruang yang ada antara paip dan akar tumbuhan itu membolehkan tanaman memperoleh oksigen secukupnya untuk pembesaran yang lebih cepat dan sihat. Dua elemen penting dalam proses aeroponik ialah air dan bekalan elektrik. Kaedah aeroponik merupakan kaedah yang paling menjimatkan air, iaitu menggunakan kira-kira 10 peratus air yang digunakan dalam kaedah hidroponik. Lebihan air semburan di palong akan dikumpulkan dan disalurkan kembali ke tempat penyejuk untuk dikitar semula dalam proses semburan berikutnya. Kelebihan dan Kekurangan Aeroponik Sistem aeroponik dapat meningkatkan pertumbuhan hingga 10 x lebih cepat pada beberapa tanaman semusim berbanding dengan kaedah tanaman yang menggunakan kawasan tanah. Penghasilan pertumbuhan yang pesat adalah disebabkan oleh akar intensif memperoleh larutan nutrisi yang kaya DO dan nutrisi juga menyerap dalam sistem perakaran tanaman secara langsung tanpa media perantara. Pada kebiasaanya, sistem tanaman konvensional akan menyerap nutrisi beserta kandungan bacteria dalam sistem perakaraan. Kecepatan penyerapan nutrisi melalui kaedah tanaman aeroponik adalah mampu mencapai sehingga 135 % lebih cepat daripada kaedah hidroponik yang lain. Walau bagaimanapun sistem tanaman aeropik

mempunyai kelemahannya tersendiri dimana sistem ini terlalu bergantung kepada kabut yang menghasilkan springkel. Akar tanaman ini akan lebih mudah mengering sekiranya sistem pengkabutan terganggu atau terdedah kepada udara tanpa penutup (sealed).

2.2.3 Kultur Jaringan

29

Salah satu kesulitan dalam kultur jaringan tanaman adalah kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan optimum sangat berbeda pada tiap spesies, sehingga tidak ada media yang dapat direkomendasikan untuk semua tanaman. Penelitian penelitian yang intensif pada kultur jaringan selama 50 tahun terakhir telah banyak mengembangkan media, beberapa diantaranya telah digunakan secara luas dalam kultur jaringan saat ini. Media ini diberikan pada Tabel 12.1. Bahan kimia dalam media biasanya ditentukan, artinya hanya hara tertentu yang dimasukkan ke dalam media, atau media dapat juga mengandung bahan tambahan kompleks seperti air kelapa atau jus jeruk yang mengandung zat pengatur tumbuh. Komposisi Media Kultur Jaringan Hara anorganik Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur unsur penting ini harus dimasukkan dalam media kultur. Perbandingan 5 media pada Tabel 12.1 memperlihatkan bahwa unsur esensial ini dimasukkan pada masing masing media tapi konsentrasinya berbeda karena diberikan dalam bentuk yang berbeda. Hara organik Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in vitro dapat mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan. Selain bahan organik tersebut, bahan kompleks seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak ragi, casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain lain. Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi. Dengan penelitian yang cukup, semestinya bahan kompleks ini dapat diganti dengan zat tertentu, mungkin tambahan suatu vitamin atau asam amino. Sumber karbon Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energy bagi pertumbuhan tanaman

30

dan juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh. Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1 5% digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber karbon lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan. Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien oleh tanaman dalam kultur. Agar Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel. Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang kadang digunakan pada lab komersial. Gel sintetis diketahui dapat menyebabkan hyperhidration (vitrifikasi) yang merupakan problem fisiologis yang terjadi pada kultur. Untuk mengatasi masalah ini, produk baru bernaman Agargel telah diproduksi ole Sigma. Produk ini merupakan campuran agar dan gel sintetis dan menawarkan kelebihan kedua produk sekaligus mengurangi problem vitrifikasi. Produk ini dapat dibuat di lab dengan mencampurkan 1 g Gelrite (Phytagel) dengan 4 g agar sebagai agen pengental untuk 1 L media. pH pH media biasanya diatur pada kisaran 5.6 5.8 tapi tanaman yang berbeda mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat. Zat Pengatur Tumbuh Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh akan dibahas tersendiri pada minggu 13. Air Air distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab menggunakan aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi, menggunakan
31

air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan organik dan nonorganik pada media.

32

Anda mungkin juga menyukai