Anda di halaman 1dari 12

ETIKA BISNIS DAN PROFESI AKUNTAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Disusun oleh : 1. ALI YOGA UTAMA 2. BAYU GIRI PRAKOSA 3. HERU KUNCAHYONO 4. MISDI : : S 4311017 : :

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2011

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)

CSR berarti perusahaan seharusnya memiliki akuntabilitas dalam segala aktivitas yang berbengaruh terhadap manusia, lingkungannya, dan komunitasnya. Perusahaan harus mempertimbangkan apakah keuntungan yang sudah diperoleh telah memberikan dampak negative pada pemegang saham dan atau lingkungannya, sehingga perusahaan harus bertanggungjawab atas segala dampak yang timbul. Bertanggungjawab pada sosial bukan berati perusahaan tidak lagi fokus/mengabaikan tujuan utama perusahaan. Perusahaan memiliki banyak tanggungjawab - dimensi, seperti: tanggungjawab ekonomi, hukum, dan sosial. Perusahaan memiliki tantangan untuk dapat menyatukan berbagai macam dimensi. Untuk itu, bukan berati ketika perusahaan bertanggungjawab pada dimensi sosial perusahaan tidak akan menghasilkan keuntungan sebagaimana perusahaan bertanggungjawab pada dimensi lain. Tanggungjawab sosial meminta perusahaan untuk menyeimbangkan antara

keuntungan yang didapat dengan biaya atas perolehan keuntungan tersebut. Banyak orang percaya bahwa baik perusahaan dan sosial akan mendapat keuntungan ketika perusahaan memiliki tanggungjawab sosial. Namun, banyak pihak yang tidak setuju akan hal tersebut, mereka berpendapat bahwa tanggungjawab sosial akan melemahkan daya saing perusahaan. Social Responsibility and Corporate Power Ketika perusahaan memiliki hasil yang positif (keuntungan) maka seharusnya perusahaan mampu untuk menyediakan fasilitas yang baik bagi sosial, seperti mendukung pertumbuhan ekonomi, memperluas perdagangan internasional, dan menciptakan teknologi baru. Pada tahun 2002, 200 perusahaan terbesar dunia memiliki dua kalipat pengaruh pada 2/5 penduduk miskin dan 1/3 perdangangan dunia dilakukan oleh perusahaan yang sama. Banyak orang yang peduli akan pengaruh perusahaan perusahaan seharusnya memberi pengaruh/bertanggungjawab pada kehidupan manusia individu, komunitas, dan seluruh dunia. Kewajiban ini merupakan hukum besi dalam jangka panjang, siapa yang tidak menggunakan kekuatannya untuk bertanggungjawab kepada sosial maka mereka akan kehilangan kekuatan tersebut.

Terdapat dua prinsip dalam CSR, yaitu Charity Principle dan Stewardship Principle. Charity Principle Definisi Perusahaan Stewardship Principle seharusnya Perusahaan, bertindah sebagai seharusnya mempertimbangkan kepentingan dari semua yang dipengaruhi oleh keputusankeputusan dan kebijkan-

memberikan bantuan secara pihak yang dipercaya umum, sukarela kepada sosial

orang atau kelompok

kebikan bisnis. Jenis dari aktivitas - Kegiatan sosial - Mengetahui ketergantungan bisnis dan sosial - Kegiatan sosial untuk - Menyeimbangkan kepentingan dan keperluan dalm sosial Contoh - Yayasan perusahaan - Inisiatif pribadi untuk sosial dari - Menghilangkan kepentingan pribadi - Rapat terkait dengan dari semua kelompok

membantu sesama

membatu menyelesaikan masalah sosial - Bekerjasama pihak/kelompok yang membutuhkan dengan sosial

kepentingan hukum

- Pendekatan

pemegang

saham untuk perencanaan strategis perusahaan

The Corporate Social Responsibility Debate Sebagian orang berpendapat bahwa dengan melakukan CSR maka perusahaan akan mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang, sedangkan sebagian orang menyatakan bahwa perusahaan akan rugi jika perusahaan menerapkan CSR.

Pendapat yang setuju dengan aplikasi CSR menyatakan bahwa: 1. Balances Corporate Power with Responsibility. Sesuai dengan hukum besi bahwa, untuk mendapatkan keuntungan sampai jangka panjang maka perusahaan harus menggunakan kekuatannya untuk bertanggungjawab pada sosial. 2. Discourages Government Regulation. Sebagian orang beranggapan ketika perusahaan kurang melakukan tanggungjawabnya kepada sosial, maka akan terdapat banyak aturan aturan pemerintah terkait dengan tanggungjawab tersebut, sehingga akan mengakibatkan biaya tinggi dan membatasi fleksibilitas/kebebasan perusahaan. Sehingga perusahaan seharusnya melaksanakan tanggungjawab sosial sebagai mestinya. 3. Promotes Long-Term Profit for Business. Perusahaan akan mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang. 4. Improves Business Value and Reputation. Ketika perusahaan telah menjalankan tanggungjawab sosialnya, maka dengan sendirinya reputasi perusahaan akan meningkat dan hal ini akan berpengaruh pada nilai perusahaan, karena dengan meningkatnya reputasi perushaan maka kemungkinan besar produk dari perusahaan diminati masyarakat. 5. Corrects Social Problems Caused by Business. Banyak orang yang beranggapan bahwa perusahaan bertanggungjawab atas masalah-masalah yang timbuk akibat aktivitas bisnis perusahaan. Pendapat yang tidak setuju atas aplikasi CSR: 1. Lower Economic Efficiency and Profits. Perushaan akan menghadapi resiko ketidak efisienan ketika perusahaan menggunakan sumber (dana) untuk tanggungjawab sosial. Pebisnis beranggapan bahwa bisnis adalah bisnis profit oriented. 2. Imposes Unequal Costs among Competitors. Dengan melaksanakan CSR

dikawatirkan akan terjadi ketidak seimbangan persaingan dengan kompetitorya. 3. Imposes Hidden Costs Passed On to Stakeholder. Karena harus mengeluarkan dana untuk keperluan CSR maka deviden yang akan dibagikan kepada pemegang saham akan berkurang. 4. Requires Social Skills Businees May Lack. Untuk melakukan CSR maka dibutuhkan orang yang ahli dibidang tersebut, sehingga perusahaan butuh dana tambahan untuk mempekerjakan tenaga ahli tersebut.

5. Places Responsibility on Business Rather than Individuals. Sebagian orang beranggapan bahwa seharusnya yang bertanggungjawab kepada sosial ada individu orang yang telah membuat keputusan yang berdampak pada sosial bukan perusahaan. Balancing Economic, Legal, and Social Responsibility. Banyak orang percaya bahwa ketika bisnis adalah bisnis yang semata-mata hanya mencari keuntungan maka bisnis tersebut itu tidak akan bertahan lama. Perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang memiliki strategi untuk dapat menyeimbangkan setiap dimensi yang ada. Economic and Social Responsibilities: Enlightened Self-Interest Perusahaan yang memiliki kemampuan untuk mengenali perubahan sosial secara mendalam dan dapat mengantisipasi bagaimana hal tersebut akan berpengaruh pada operasi bisnis maka perusahaan tersebut adalah perusahaan yang sangat bagus. Mereka memiliki hubungan yang lebih baik dengan pemerintah (pembuat aturan), lebih terbuka dengan kebutuhan pemegangsaham, dan sering bekerjasama dengan hukum terkait dengan perkembangan aturan hukum masalah-masalah sosial (CSR). Hubungan tersbut dapat digambarkan sebagaimana dibawah ini:

Economic Responsibility Social Responsibility

Legal Responsibility

Beberapa studi menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki tanggungjawab sosial yang baik akan cenderung memiliki keuntungan yang bagus. CSR akan memberikan keuntungan jangka pendek dan akan menjadikan keuntungan yang lebih besar dijangka panjang.

Legal Requirements Versus Corporate Social Responsibility Perusahaan bertanggungjawab secara ekomoni terhadapa sosial merupakan kewajiban hukum. Sebagai bagian dari masyarakat, maka perusahaan harus mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dimasyarakat. Standar akan tanggungjawab sosial melekat pada hukum, tetapi standar tersebut sangat minim, sehingga banyak perusahaan yang melakukan tanggungjawab sosialnya lebih dari yang sekedar disyaratkan oleh hukum. Stockholder Interests Versus other Stakeholder Interests Para pemegang saham mengharapkan perusahaan bisa menghasilkan keuntungan yang maksimal sehingga deviden yang mereka terima juga akan semakin besar. Namun pemegang saham bukan hanya bagian/kelompok dari pemegang saham saja (yang benar-benar memiliki saham atas perusahaan) tetapi mencakup keselurahan pemegang saham (pemerintah, masyarakat, dah semua pihak yang menerima dampak dari bisnis perusahaan) sehingga, tidak hanya deviden yang menjadi tujuan utama perusahaan tetapi tanggungjawab kepada sosial juga perlu untuk diperhatikan.

GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)

Latar Belakang GCG Berakhirnya system ekonomi komunis pada abad ke-20, menjadikan system ekonomi kapitalis berkembang pesat. Banyak perusahaan-perusahaan raksasa yang menguasai perekonomian dunia, bahkan dengan kekuasaan yang multi power tersebut mereka dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah. Lebih jauh, krisis ekonomi yang terjadi hampir diseluruh dunia diakibatkan tidak adanya system tata kelola perusahaan yang bagus sehingga memberi peluang besar untuk timbulnya praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal ini dapat ditunjukan beberapa fakta sebagai berikut: 1. Mudahnya para spekulan mata uang untuk mempermainkan pasar valuta asing karena tidak adanya alat kendalai yang efektif. 2. Mudahnya para konglomerat memperoleh dana pinjaman dari perbankan. 3. Banyak direksi di BUMN termasuk dibank-bank pemerintah yang tidak independen. 4. Banyak profesi yang terkait (akuntan public, appraisal, dsb) yang mudah diajak kerjasama untuk melakukan kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan. Pengertian GCG Corporate governance pertama kali diperkenalkan oelh Cadbury Committee, di Inggris tahun 1922. Menurut Cadbury corporate governance is a set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the government, employees, and other internal and external stakeholder in respect to their right and responsibilities, or the system by which companies are directed and controlled. Menurut Sukrisno Agoes (2006) corporate governance adalah tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu system yang mengatur hubungan Dewan Direksi, peran Direksim pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainya. Tata kelola perusahaan yangbaik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjannya.

Konsep GCG 1. Wadah 2. Model Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintah) Suatu system, proses, dan seperangkat peraturan, termasuk prinsipprinsip, serta nilai-nilai yang melandasi praktik bisnis yang sehat 3. Tujuan Meningkatkan kinerja organisasi Menciptakan kepentingan Mencegah dan mengurangi manupulasi serta kesalahan yang signifikan dalam pengelolaan organisasi Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan tidak dirugikan 4. Mekanisme Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran, wewenang, dan tanggungjawab: Dalam arti sempit: antar pemilik/pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi Dalam arti luas: antar seluruh pemangku kepentingan nilai tambah bagi semua pemangku

Prinsip prinsip GCG Dalam hubungannya dengan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Negara BUMN juga mengeluarkan Keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan GCG, terdapat lima prinsip dalam GCG, yaitu: 1. Pengakuan yang setara (fairness) merupakan prinsip agar para pengelola memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan setara, baik pemangku kepentingan primer (pelanggan, pemasok, karyawan, pemodal) maupun kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat, dsb). Hal ini yang memunculkan konsep stakeholder (seluruh pemangku kepentingan), bukan hanya stockholder (pemegang saham). 2. Prinsin transparasi, kewajiban para pengelola untuk menjalankan prinsip keteburkaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi. Keterbukaan dalam

menyampaikan informasi juga mengandung arti bahwa informasi yang disampaikan harus lengkap, benar, dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan. Tidak

boleh ada hal-hal yang dirahasiakan, disembunyikan, ditutup-tutupi, atau ditundatunda pengukapannya. 3. Prinsip akuntabilitas adalah prinsi dimana para pengelola berkewajiban untuk membina system akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan

pertanggungjawaban setiap organ sehingga pengelolaan berjalan efektif. 4. Prinsip responsibilitas adalah prinsip dimana para pegelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahjaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan yang diberikan kepadanya. Prinsip tanggungjawab ada sebagai konsekuensi logis dari kepercayuaan dan wewenang yang diberikan oleh para pemangku kepentingan kepaa para pengelola perusahaan. tanggungjawab ini mempunyai lima dimensi, yaitu: a. Dimensi ekonomi, artinya tanggungjawab pengelolaan diwujudkan dalam bentuk pemberian keuntungan ekonomis bagi para pemangku kepentingan. b. Dimensi hukum, artinya tanggungjwab pengelolaan diwujudkan dalam bentuk ketaatan terhadapa hukum dan peraturan yang berlaku; sejauh mana tindakan manajemen telah sesuai dengan hukuk dan peraturan yang berlaku. c. Dimensi moral, artinya sejauh mana wujud tanggungjawab tindakan manajemen tersebud telah dirasakan keadilanya bagi semua pemangku kepentingan. d. Dimensi sosial, artinya sejauh mana manajemen telah menjalankan corporate social responsibility (CSR) sebagai wujud kepedulian terhadap kesehjateraan masyarakat dan kelestarian alam di lingkungan perusahaan. e. Dimensi spiritual, artinya sejauh mana manajemen telah mampu mewujudkan aktualisasi diri atau telah dirasakan sebagai bagian dari ibadah sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya. 5. Kemandirian sebagai tambahan prinsip dalam mengelola BUMN, artinya suatu keadaan dimana para pengeolal dalam mengambil keputusan bersifat professional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan bebas dari tekanan/pengaruh dari manapun yang bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku dan prinsipprinsip pengelolaan yang sehat.

Manfaat GCG Tjager dkk. (2003) mengatakan paling tidak ada lima alasan mengapa penerapan GCG bermanfaat, yaitu: 1. Berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh McKinsey&Company menunjukan bahwa para investor institusional lebih menauh kepercayaan terhadap perusahaanperusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG. 2. Berdasarkan berbagai analisis, ternyataada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis finansial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola perusahaan. 3. Internasionalisasi pasar termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar modal menuntut perusahaan untuk melakukan GCG. 4. Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, system ini dapat menjadi dasar berkembangnya system nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah. 5. Secara teoritis, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan. GCG dan Hukum Perseroan di Indonesia Undang-undang yang mengatur tentang perseroaan adalah UU No. 1 Tahun 1995, diganti dengan UU No. 40 Tahun 2007. Pertimbangan tersebut antara lain karena adanyan perubahan dan perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi, ekonomi, harapan masyarakat tentang perlunya peningkatan pelayanan dan kepastian hukum, kesadaran sosial dan lingkungan, serta tuntutan pengelolaan usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance). Terdapat dua system pengelola puncak dalam perseroaan. Pertama Anglo Saxon diikuti oleh Amerika Serikat dan Inggris, dalam system ini tidak dikenal adanya pemisahan antara direksi (selaku pelaksana) dengan dewan komisaris (selaku pengawas). Kedua fungsi ini disatukan dan disebut sebagai Board of Directors. System yang kedua adalah system continental diikuti oleh Negara-negara di eropa dan Indonesia, dalam system menggunakan model two-board system, dimana organ dewan direksi sebagai eksekutif Perseroan dipisah dengan organ dewan Komisaris yang berfungsi sebagai pengawas dan penasehat direksi.

Organ Khusus Dalam Penerapan GCG Indra Surya dan Ivan Yustiavananda (2006) menyebutkan paling tidak diperlukan empat organ tambahan untuk melengkapi pernerapan GCG, yaitu: 1. Komisaris Independen 2. Direktur Independen 3. Komite Audit 4. Sekertaris Perusahaan (Corporate Secretary) Komisari dan Direktur Independen, pertama, adalah seseorang yang ditunjuk untuk mewakili saham minoritas (pemegang saham independen) dan yang kedua, pihak yang ditunjuk tidak dalam mewakili pihak manapun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang pengetahuan, pengalaman, dan keahlian professional yang dimilikinya untuk sepenuhnya menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan. ketiga, independent in fact and independent in appearance. Komite Audit dibentuk untuk melakukan pengawasan dan membantu dewan komisaris. Menurut Indra Surya dan Ivan Yustiavananda (2006) tugas komite audit adalah: 1. Mendorong terbentuknya strutur pengendalian intern yang memadai (prinsip tanggungjawab). 2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip transparansi). 3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit esternal, kewajaran biaya audit eksternal, serta kemandirian dan objektivitas eksternal (prinsip akuntabilitas). 4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggungjawab komite audit selama tahun buku yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggungjawab). Jabatan sekertaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis karena orang dalam jabatan ini berfungsi sebagai pejabat penghubung antara perusahaan denga pihak luar perusahaan. tugas utama sekertaris perusahaan antara lain: menyimpan dokumen perusahaan, daftar pemegang saha, risalah rapat direksi, dan RUPS, serta menyimpan dan menyediakan informasi penting lainnya bagi kepentingan seluruh pemangku kepentingan.

GCG dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Berikut contoh pengelolaan BUMN sebelum dan sesudah menerapkan GCG Sebelum Diterapkan Prinsip-prinsip GCG - Penunjukan anggota anggota direksi komisaris BUMN dan lebih Sesudah Diterapkan Prinsip-prinsip GCG - Penunjukan anggota komisari dan

direksi mulai memperhatikan aspek kompetensi khususnya anggota independen dan profesionalisme, ketentuan direksi betul-betul

mempertimbangkan aspek politik (KKN, like and dislike) daripada aspek

denganadanya komisaris yang dan

kompetensi dan profesionalitas

memperhatikan aspek indepedensi dan profesionalitas - Kurang berfungsinya organ satuan - Diberdayakan organ SPI, khususnya yang menyangkut kualitas pejabat yang menduduki organ SPI tersebut - Tidak adanya komite audit - Kurang prinsip kurangnya memperhatikan akuntabilitas, perhatian penerapan terutama dlam - Dibentuknya komite audit - Penegasan pentingnya penyusunan

pengawan intern (SPI)

laporan keuangan yang berkualitas dan bahwa hal itu merupakan salah satu wujud tanggungjawab direksi.

direksi

penyusunan laporang keuangan yang berkualitas

Penerapan GCG di Pasar Modal dan di Perbankan di Indonesia Pasar modal dan perbankan di Indonesia telah menerapkan system tatakelola perusahaan yang baik. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan perekonomian di Indonesia. Secara garis besar, peraturan-peraturan yang mengatur tentang GCG di pasar modal dan di perbankan memuat tentang prosedur pengelolaan melalui penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggungjawan, independensi, dan kesetaraan.

Anda mungkin juga menyukai