Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Hubungan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja dinamakan hubungan industrial, karena hubungan ini merupakan hubungan yang berkaitan dengan bidang produksi dan jasa sehingga selayaknya masingmasing pihak mendapatkan perlindungan hukum yang baik. Memperhatikan permasalahan yang kompleks dalam praktek hubungan industrial,maka sudah selayaknya pengetahuan hubungan industrial disebarluaskan kepada khalayak umum sehingga dapat dipahami dan dikembangkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Meskipun penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menulis makalah ini dengan baik, namun penulis menyadari bahwa kesilafan dan kekurangcermatan pasti terjadi. Untuk itu kritik dan saran penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah ini. Pada kesempatan ini pula penulis bersyukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segalanya dan tak terhitung jumlahnya. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dosen Menejemen Sumber Daya Manusia UNRIKA Bapak Ir Petra P. Tarigan MBA, yang memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada penulis untuk menulis dan menyusun makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya terutama bagi penulis sendiri.

Batam,06 Januari 2012

Afrian syafitri

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................................... 1 Daftar Isi ............................................................................................... 2 I. Pendahuluan ................................................................................ 4 II. Ruang lingkup Hubungan Industrial (Industrial Relations) ............... 4 III. Tujuan Hubungan Industrial.......................................................... 5 IV. Saranasarana dalam Hubungan Industrial ..................................... 5 A. Lembaga Kerja Sama Bipartit ............................................... 6 B. Lembaga Kerja Sama Tripartit ............................................. 8 C. Organisasi Pekerja/Buruh .................................................... 9 D. Organisasi Pengusaha ........................................................ 10 E. Lembaga Penyelesaian Keluh Kesah dan Hub. Industrial........12 F. Peraturan Perusahaan (PP) ................................................ 13 G. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) .......................................... 16 H. Perjanjian Kerja Khusus ..................................................... 18 V. Kekuatan industri dan permasalahan yang dihadapi pekerja VI. Permasalahan dan tantangan yang dihadapi serikat pekerja VII. Persyaratan suksesnya hubungan yang baik dalam dunia industri Daftar Pustaka .......................................................................................21

HUBUNGAN INDUSTRIAL (INDUSTRIAL RELATIONS)


I.PENDAHULUAN Hubungan Industrial (Industrial Relations) adalah kegiatan yang mendukung terciptanya hubungan yang harmonis antara pelaku bisnis yaitu pengusaha, karyawan dan pemerintah, sehingga tercapai ketenangan bekerja dan kelangsungan berusaha (Industrial Peace). Pada UndangUndang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 1 angka 16 Hubungan Industrial didefinisikan sebagai Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilainilai Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Masalah hubungan industrial perlu mendapat perhatian khusus dalam penanganannya, karena berpengaruh besar terhadap kelangsungan proses produksi yang terjadi di perusahaan. Keseimbangan antara pengusaha dan pekerja merupakan tujuan ideal yang hendak dicapai agar terjadi hubungan yang harmonis antara pekerja dan pengusaha karena tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan yang saling membutuhkan dan saling mengisi satu dengan yang lainnya. Pengusaha tidak akan dapat menghasilkan produk barang atau jasa jika tidak didukung oleh pekerja, demikian pula sebaliknya. Yang paling mendasar dalam Konsep Hubungan Industrial adalah Kemitrasejajaran antara Pekerja dan Pengusaha yang keduanya mempunyai kepentingan yang sama, yaitu bersamasama ingin meningkatkan taraf hidup dan mengembangkan perusahaan. Pihak-pihak yang berkepentingan dengan hubungan tersebut, yaitu pekerja(buruh), pengusaha(majikan), serta organisasi mereka, yaitu organisasi buruh (serikat pekerja), serta organisasi pengusaha(organisasi majikan).

PEKERJA (BURUH/LABOUR) Buruh dapat diartikan orang yang bekerja dibawah perintah orang lain,dengan menerima upah karena dia melakukan pekerjan diperusahaan. Sebagai pengganti istilah buruh kini diganti istilah pekerja. Istilah pekerja sangat luas,yaitu setiap orang yang melakukan pekerjaan, baik dalam hubungan pekerjaan maupun diluar hubungan pekerjaan. PENGUSAHA (MAJIKAN) Istilah pengusaha digunakan untuk menggganti istilah majikan. Majikan biasanya dihubungkan dengan kelompok buruh. Istilah pengusaha lebih tepat karena lebih menjelaskan tentang kedudukannya dalam Hubungan Industrial Pancasila. Secara defenitif pengusaha adalah seseorang yang dengan bebas mempekerjakan orang lain (pekerja) dengan memberi upah untuk bekerja pada perusahaannya.

II.RUANG LINGKUP HUBUNGAN INDUSTRIAL A. Ruang Lingkup Cakupan Pada dasarnya prinsipprinsip dalam hubungan industrial mencakup seluruh tempattempat kerja dimana para pekerja dan pengusaha bekerjasama dalam hubungan kerja untuk mencapai tujuan usaha. Yang dimaksud hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur upah, perintah dan pekerjaan.

B. Ruang lingkup Fungsi Fungsi Pemerintah : Menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan undangundang ketenagakerjaan yang berlaku. Fungsi Pekerja/Serikat Pekerja : Menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan ketrampilan, keahlian dan ikut memajukan perusahaan serta memperjuangkan kesejahteraan anggota dan keluarganya. Fungsi Pengusaha : Menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan pekerja secara terbuka, demokratis serta berkeadilan. C. Ruang Lingkup Masalah Adalah seluruh permasalahan yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan hubungan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah. Didalamnya termasuk : a. Syaratsyarat kerja b. Pengupahan c. Jam kerja d. Jaminan sosial e. Kesehatan dan keselamatan kerja f. Organisasi ketenagakerjaan g. Iklim kerja h. Cara penyelesaian keluh kesah dan perselisihan. i. Cara memecahkan persoalan yang timbul secara baik, dsb. D. Ruang Lingkup Peraturan/Per Undangundangan Ketenagakerjaan a. Hukum Materiil 1. Undangundang ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 2. Peraturan Pemerintah/Peraturan Pelaksanaan yang berlaku 3. Perjanjian Kerja Bersama (PKB), Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja. b. Hukum Formal 1. Undangundang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 2. Perpu No. 1 Tahun 2005, dan diberlakukan mulai 14 Januari 2006 III.TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Tujuan Hubungan Industrial adalah mewujudkan Hubungan Industrial yang harmonis, Dinamis, kondusif dan berkeadilan di perusahaan. Ada tiga unsur yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial, yaitu : a. Hak dan kewajiban terjamin dan dilaksanakan b. Apabila timbul perselisihan dapat diselesaikan secara internal/bipartit c. Mogok kerja oleh pekerja serta penutupan perusahaan (lock out) oleh pengusaha, tidak perlu digunakan untuk memaksakan kehendak masingmasing, karena perselisihan yang terjadi telah dapat diselesaikan dengan baik. Namun demikian Sikap mental dan sosial para pengusaha dan pekerja juga sangat berpengaruh dalam mencapai berhasilnya tujuan hubungan industrial yang kita karapkan. Sikap mental dan sosial yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial tersebut adalah : 1. Memperlakukan pekerja sebagai mitra, dan memperlakukan pengusaha sebagai investor 2. Bersedia saling menerima dan meningkatkan hubungan kemitraan antara pengusaha dan pekerja secara terbuka 3. Selalu tanggap terhadap kondisi sosial, upah, produktivitas dan kesejahteraan pekerja 4. Saling mengembangkan forum komunikasi, musyawarah dan kekeluargaan.

IV.SARANASARANA DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL Agar tertibnya kelangsungan dan suasana bekerja dalam hubungan industrial, maka perlu
adanya peraturanperaturan yang mengatur hubungan kerja yang harmonis dan kondusif. Peraturan tersebut diharapkan mempunyai fungsi untuk mempercepat pembudayaan sikap mental dan sikap sosial Hubungan Industrial. Oleh karena itu setiap peraturan dalam hubungan kerja tersebut harus mencerminkan dan dijiwai oleh nilainilai budaya dalam perusahaan, terutama dengan nilainilai yang terdapat dalam Hubungan Industrial. Dengan demikian maka kehidupan dalam hubungan industrial berjalan sesuai dengan nilainilai budaya perusahaan tersebut. Dengan adanya pengaturan mengenai halhal yang harus dilaksanakan oleh pekerja dan pengusaha dalam melaksanakan hubungan industrial, maka diharapkan terjadi hubungan yang harmonis dan kondusif. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan sarana sebagaimana dimaksud dalam pasal 103 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 bahwa hubungan industrial dilaksanakan melalui sarana sebagai berikut : A. Lembaga kerja sama Bipartit B. Lembaga kerja sama Tripartit C. Organisasi Pekerja atau Serikat Pekerja/Buruh D. Organisasi Pengusaha E. Lembaga keluh kesah & penyelesaian perselisihan hubungan industrial F. Peraturan Perusahaan G. Perjanjian Kerja Bersama

A. LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT Adalah suatu badan ditingkat usaha atau unit produksi yang dibentuk oleh pekerja dan pengusaha. Setiap pengusaha yang mempekerjakan 50 (limapuluh) orang pekerja atau lebih dapat membentuk Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan anggotaanggota yang terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan dan keahlian. Berdasarkan Pemenekertrans Nomor Per.32/Men/XII/2008 LKS Bipartit bertugas dan berfungsi sebagai Forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah dalam memecahkan permasalahanpermasalahan ketenagakerjaan pada perusahaan guna kepentingan pengusaha dan pekerja. Para manager perusahaan diharapkan ikut mendorong berfungsinya Lembaga Kerjasama Bipartit, khususnya dalam hal mengatasi masalah bersama, misalnya penyelesaian perselisihan industrial. LKS Bipartit bertujuan : 1. Terwujudnya ketenangan kerja, disiplin dan ketenangan usaha, 2. Peningkatan kesejahteraan Pekerja dan perkembangan serta kelangsungan hidup perusahaan. 3. Mengembangkan motivasi dan partisipasi pekerja sebagai pengusaha di perusahaan.

B. LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT Lembaga kerjasama Tripartit merupakan LKS yang anggotaanggotanya terdiri dari unsu-runsur pemerintahan, organisasi pekerja dan organisasi pengusaha. Fungsi lembaga kerjasama Tripartit adalah sebagai FORUM Komunikasi, Konsultasi dengan tugas utama menyatukan konsepsi, sikap dan rencana dalam mengahadapi masalahmasalah ketenagakerjaan, baik

berdimensi waktu saat sekarang yang telah timbul karena faktor-faktor yang tidak diduga maupun untuk mengatasi halhal yang akan datang. Dasar Hukum lembaga kerja sama Bipartit dan Tripartit adalah : 1. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 2. Kepmenaker No. Kep.255/Men/2003 tentang Lembaga Kerjasama Bipartit 3. Kepmenaker No. Kep.355/Men/X/2009 tentang Lembaga Kerjasama Tripartit C. ORGANISASI PEKERJA Organisasi pekerja adalah suatu organisasi yang didirikan secara sukarela dan demokratis dari, oleh dan untuk pekerja dan berbentuk Serikat Pekerja, Gabungan serikat Pekerja, Federasi, dan Non Federasi. Kehadiran Serikat Pekerja di perusahaan sangat penting dan strategis dalam pengembangan dan pelaksanaan Hubungan Industrial. Dasar Hukum Pendirian Serikat Pekerja/Serikat Buruh diatur dalam : 1. UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh 2. UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI 3. Kepmenaker No. 16 Tahun 2001 tentang Tatacara Pencatatan Serikat Pekerja/Buruh 4. Kepmenaker No. 187 Tahun 2004 tentang Iuran anggota Serikat Pekerja/Buruh Setiap pekerja berhak untuk membentuk dan menjadi Anggota Serikat Pekerja. Serikat Pekerja pada perusahaan berciriciri sebagai berikut : 1. Dibentuk dari dan oleh pekerja secara demokrasi melalui musyawarah para pekerja di perusahaan. 2. Bersifat mandiri, demokrasi, bebas dan bertanggung jawab. 3. Dibentuk berdasarkan SEKTOR usaha/lapangan kerja. Pengusaha dilarang menghalangi pekerja untuk membentuk Serikat Pekerja dan menjadi pengurus Serikat Pekerja dan pekerja yang menduduki jabatan tertentu dan/atau fungsi tugasnya dapat menimbulkan pertentangan antara pengusaha dan pekerja tidak dapat menjadi pengurus Serikat Pekerja. Serikat Pekerja yang telah terdaftar secara hukum pada Departemen Tenaga Kerja memiliki dua hal : 1. Berhak melakukan perundingan dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) 2. Berhak sebagai pihak dalam Penyelesaian Perselisihan Industrial. D. ORGANIASI PENGUSAHA Setiap pengusaha berhak untuk membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha yaitu Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang khusus menangani bidang ketenagakerjaan dalam rangka pelaksanaan Hubungan Industrial. Hal tersebut tercermin dari visinya yaitu Terciptanya iklim usaha yang baik bagi dunia usaha dan misinya adalah Meningkatkan hubungan industrial yang harmonis terutama ditingkat perusahaan, Merepresentasikan dunia usaha Indonesia di lembaga ketenagakerjaan, dan Melindungi, membela dan memberdayakan seluruh pelaku usaha khususnya anggota. Untuk menjadi anggota APINDO Perusahaan dapat mendaftar di Dewan Pengurus Kota/Kabupaten (DPK) atau di Dewan Pengurus Privinsi (DPP) atau di Dewan Pengurus Nasional (DPN). ciri khusus yang diharapkan baik dari organisasi pekerja, pengusaha maupun profesi adalah : 1. Organisasi didirikan untuk meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab anggota dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2. Organisasi didirikan untuk meningkatkan efektifitas komunikasi antara para pelaku proses produksi barang dan jasa. 3. Organisasi didirikan untuk lebih menyerasikan penghayatan hak dan kewajiban masingmasing anggotanya dan mengefektifkan pengalaman secara selaras, serasi dan seimbang. 4. Organisasi didirikan untuk bersamasama mengisi dan mengembangkan isi syaratsyarat kerja dan meningkatkan praktekpraktek Hubungan Industrial.

5. Organisasi didirikan untuk lebih mengefektifkan pendidikan dibidang ketenagakerjaan. Lembaga/Badan lain sebagai penunjang Hubungan Industrial : Untuk lebih menunjang dan mendukung hal tersebut diatas masih perlu dibentuk badanbadang lain yang berorientasi pada kebersamaan, keselarasan, dan keseimbangan. Bentukbadan tersebut anggotaannya juga semua pekerja perusahaan tersebut. Badan itu antara lain Koperasi, Persatuan Olah Raga dan Seni, Persatuan Rekreasi dsb.

V. KEKUATAN DAN PERMASALAHAN YANG DIHADAPI PEKERJA.


Industri atau perusahaan adalah kombinasi dari modal,manajemen,dan pekerja. Mereka adalah suatu kesatuan yang terpisah dan mempunyai motivasi yang berbeda pula. Pemodal(pengusaha) adalah yang menanamkan modal. Perhatian utama mereka adalah untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. Manajemen selalu berada disana untuk melindungi kepentingan dari para pemodal. Pada prosesnya, pekerja selalu menjadi korban eksploitasi mereka. Sebagai partner dari industri, pekerja menginginkan keadilan dan mendapatkan kembalian hak sebagai hasil pelaksana industri. Tentunya pekerja mempunyai kekuatan untuk menghilangkan permasalahan seperti rendahnya pengupahan,buruknya kondisi pelayanan kesehatan,keselamatan kerja dan sebagainya. Tetapi secra individual pekerja tidak mampu untuk berjuang atas hak-haknya melawan hebatnya kombinasi antara pemodal dan manajeman dimana mereka mempunyai kekuasaan uang dan pengaruh. Pekerja harus mengetahui dan memahami bahwa sebagai perseorangan dan pekerja tidak akan banyak yang bisa dicapai. Hanya melalui usaha mengorganisir dirinya dan kegiatan kolektif mereka dapat secara efektif menjunjung tinggi martabatnya sebagai individu ddan pekerja,menghormati perintah dari pengusaha,berusaha keras untuk memperbaiki dan memelihara mata pencaharian,meningkatkan pengupahan,status sosial ekonomi,kesejahteraan yang lebih baik dan upah-upah lainnya. Untuk itu organisasi yang dibutuhkan pekerja adalah serikat pekerja. Tetapi kenyataannya banyak pekerja tidak menyadari bahwa serikat pekerja adalah hak yang melekat bagi pekerja. Dengan serikat pekerja membuat pekerja menjadi kuat untuk memperjuangkan hak-haknya.

VI. PERMASALAHAN DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI SERIKAT PEKERJA


Seperti disebutkan diatas bahwa tidak semua pekerja mengetahui bahwa serikat pekerja adalah hak melekat bagi pekerja, dan bahkan mererka juga tidak percaya bahwa serikat pekerja membuat mereka menjadi kuat,oleh karena itu banyak sekali jumlah pekerja yang belum terorganisir dalam serikat pekerja. Hal tersebut disebabkan oleh isu-isu yang menyedihkan tentang serikat pekerja. Anti serikat pekerja dengan propaganda oleh pengusaha ataupun bahkan dari pemerintah sendiri. Potret negatif serikat pekerja dan aktivitasnya Konsep palsu tentang serikat pekerja yang mengakibatkan keraguan antar pekerja sehubungan dengan serikat pekerja dan fungsi serta peranannya. Masih banyak serikat pekerja yang hanya berdiri karena keinginan pemerintah dan pengusaha sebagai maksud untuk melaksanakan konvensi ILO tentang kebebasan berserikat dan berorganisasi. Masih adanya larangan bagi pegawai pemerintah untuk mendirikan serikat pekerja atau bergabung dengan serikat pekerja yang ada. Hal tersebut diatas mempunyai andil atau peranan dalam mengecilkan arti menjadi anggota serikat pekerja lebih dari manfaat yang didapat dari menjadi anggota. Disamping hal itu ada faktor internal yang juga bisa mempengaruhi kondisi serikat pekerja. 1. Permasalahan internal

Secara keseluruhan permasalahan internal timbul oleh karena tindakan yang egois dari para anggota dan pemimpinnya dimana mereka mempunyai niai yang rendah pada komitmen dan loyalitas akan idealisme serikat pekerja dan pencapaian tujuan negara/bangsa.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arthur Young, 1991, Pedoman Kerja Manajer, Jakarta, PPM. 2. Astra Human Resources Management, 2001, Jakarta, PT Astra International, Tbk. 3. Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, 1995, Jakarta, Raja Grafindo Persada. 4. Farid Muazd, 2006, Pengadilan Hubungan Industrial, Jakarta, IndHillCo. 5. Herb Cohen, Negosiasi, 1986, Jakarta, Pantja Simpati. 6. Jimmy Joses Sembiring, Smart HRD, 2010, Jakarta, Visimedia. 7. Robert L. Mathis & John H. Jackson, 2001, Manajemen SDM, Jakarta, Salemba Empat. 8. Susilo Martoyo, Manajemen Sumber Daya Manusia, 1987, Yogyakarta, BPFE. 9. Sutarto Wijono, Psikologi Industri & Organisasi, 2010, Jakarata, Kencana Prenada Media
Group. 10. Yunus Shamad, Hubungan Industrial di Indonesia, 1995, Jakarta, Bina Sumber Daya Manusia.

Anda mungkin juga menyukai