Anda di halaman 1dari 12

Sosialisasi Kegiatan Ekspedisi Khatulistiwa Tahun 2012

Tanggal Pelaksanaan: Kamis, 8 Maret 2012 Waktu: 13.00 WIB Tempat: Bale Sawala, Gedung Rektorat Unpad kampus Unpad Jatinangor Untuk ketiga kalinya Komando Pasukan khusus (Kopassus) TNI AD menyelenggarakan kegiatan Ekpedisi. Setelah pada tahun 2010 melakukan Ekpedisi Pulau-pulau Terluar Indonesia, tahun 2010 Ekspedisi Bukit Barisan dan pada tahun 2012 ini akan menyelenggarakan kegiatan Ekspedisi yang meliputi kegiatan Penjelajahan dan Penelitian di wialayah Pulau Kalimantan dengan nama Ekspedisi Khatulistiawa Tahun 2012, dengan rincian sebagai berikut: Tema Kegiatan: Peduli dan Lestarikan Alam Indonesia Materi Kegiatan: 1.Penjelajahan: a. Perbatasan RI-Malaysia b. Gunung dan Hutan c. Rawa, Laut, Sungai dan Pantai 2.Penelitian: a. Flora dan Fauna b. Geologi dan Potensi Bencana c. Kerusakan Hutan d. Sosial Budaya 3.Komunikasi Sosial: a. Sosialisasi b. Reboisasi c. Bhakti Sosial Waktu: 1. Pendaftaran Peserta: 25 Feb 10 Marer 2012 2. Pra-ekpedisi: 14 28 Maret 2012 3. Pelaksanaan Ekpedisi: 3 April 17 Juli 2012 Tempat: 1. Kalimantan Barat: Kab. Sambas, Kab. Sanggau , Kab. Kapuas Hulu 2. Kalimantan Tengah: Kab Murung Raya 3. Kalimantan Selatan: Kab. Hulu Sungai Tengah 4. Kalimantan Timur: Kab. Nunukan, Kab. Malinau dan Kab. Kutai Barat Untuk itu Universitas Padjadjaran dan Tim Kopassus TNI AD akan melaksanakan sosialisasi kegiatan Ekpedisi Khatulistiwa Tahun 2012, Kamis, 8 Maret 2012 pukul 13.00 WIB bertempat di Bale Sawala, Gedung Rektorat Unpad, kampus Unpad Jatinangor.

Acara sosialisasi ini akan dihadiri oleh Tim Kopassus, Perwakilan Dosen dan Mahasiswa dari berbagai fakultas di Unpad, perwakilan dari ITB, UNPAR, UNJANI dan UPI. Sebelumnya acara sosialisasi dilakukan di MAKO Kopassus Cijantung Jakarta dan Universitas Indonesia. Acara sosialisasi ini dimaksudkan untuk mengajak Dosen, peneliti, mahasiswa khususnya Unpad dan beberapa Perguruan Tinggi di Bandung untuk bergabung dan berpartisipasi pada kegiatan Ekspedisi Tersebut
http://www.unpad.ac.id/archives/52479 Potensi Lahan Gambut untuk Perkebunan Kelapa Sawit 30 03 11

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Peningkatan produksi pertanian dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas atau perluasan lahan yang diperlukan untuk mendukung pembangunan pertanian. Dalam peningkatan produktivitas dan/atau perluasan lahan masih menghadapi berbagai tantangan, antara lain konversi, degradasi, ketersediaan sumber daya lahan, ancaman variabilitas, dan/atau perubahan iklim. Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahanlahan marjinal. Lahan gambut adalah salah satu jenis lahan marjinal yang dipilih, terutama oleh perkebunan besar, karena relatif lebih jarang penduduknya sehingga kemungkinan konflik tata guna lahan relatif kecil. Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua (BB Litbang SDLP, 2008). Namun karena variabilitas lahan ini sangat tinggi, baik dari segi ketebalan gambut, kematangan maupun kesuburannya, tidak semua lahan gambut layak untuk dijadikan areal pertanian. Dari 18,3 juta ha lahan gambut di pulau-pulau utama Indonesia, hanya sekitar 6 juta ha yang layak untuk pertanian. Salah satu upaya dalam peningkatan produktivitas atau perluasan pembangunan perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan melalui pemanfaatan lahan gambut. Gambut merupakan tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik dengan komposisi lebih dari 65% (enam puluh lima prosen) yang terbentuk secara alami dalam jangka waktu ratusan tahun dari lapukan vegetasi yang tumbuh di atasnya yang terhambat proses dekomposisinya karena suasana anaerob dan basah. Setiap lahan gambut mempunyai karakteristik yang berbeda tergantung dari sifat sifat dari badan alami yang terdiri dari atas sifat fisika, kimia, dan biologi serta macam sedimen di bawahnya, yang akan menentukan daya dukung wilayah gambut, menyangkut kapasitasnya sebagai media tumbuh, habitat biota, keanekaragaman hayati, dan hidrotopografi. Pengusahaan budidaya kelapa sawit pada dasarnya dilakukan di lahan mineral. Oleh karena keterbatasan ketersediaan lahan, pengusahaan budidaya kelapa sawit dapat dilakukan di lahan gambut dengan memenuhi kriteria yang dapat menjamin kelestarian fungsi lahan gambut, yaitu: (a) diusahakan hanya pada lahan masyarakat dan kawasan budidaya, (b) ketebalan lapisan gambut kurang dari 3 (tiga) meter, (c) substratum tanah mineral di bawah gambut bukan pasir kuarsa dan bukan tanah sulfat masam; (d) tingkat kematangan gambut saprik (matang) atau hemik (setengah matang); dan (e) tingkat kesuburan tanah gambut eutropik. 1. 2. Tujuan Penulisan mengetahui pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit sebagai upaya

mewujudkan pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan dengan tetap memerhatikan kelestarian fungsi lingkungan, dengan tujuan: 1.2.1. mengembangkan budidaya kelapa sawit; 1.2.2. memelihara kelestarian fungsi lahan gambut; dan 1.2.3. meningkatkan produksi dan pendapatan produsen kelapa sawit. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk (http://balittanah.litbang.deptan.go.id). Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986). Gambut merupakan tanah yang terbentuk dari bahan organik pada fisiografi cekungan atau rawa, akumulasi bahan organik pada kondisi jenuh air, anaerob, menyebabkan proses perombakan bahan organik berjalan sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi bahan organik yang membentuk tanah gambut. Di Kalimantan proses pembentukan gambut terjadi baik pada daerah pantai maupun di daerah pedalaman dengan fisiografi yang memungkinkan terbentuknya gambut, oleh sebab itu kesuburan gambut sangat bervariasi, gambut pantai yang tipis umumnya cukup subur, sedang gambut pedalaman seperti di Bereng Bengkel Kalimantan Tengah kurang subur (Tim Fakultas Pertanian IPB, 1986; Harjowigeno, 1996; dan Noor, 2001). 2.2. Pengelolaan air gambut Air merupakan unsur penting bagi pertumbuhan tanaman. Disamping berfungsi langsung dalam proses pertumbuhan tanaman, air di lahan gambut juga berperan dalam mengendalikan gulma, mencuci senyawa-senyawa beracun, mensuplai unsur hara, media budidaya ikan, mencegah kebakaran, mencegah oksidasi pirit, dan sarana transportasi. Di lain pihak, air juga menjadi kendala jika volumenya berlebihan, keberadaannya tidak bisa diatur, dan kualitasnya kurang baik. Seluruh faktor tersebut harus diperhatikan. Reklamasi gambut untuk pertanian tanaman tahunan memerlukan jaringan drainase makro yang dapat mengendalikan tata air dalam satu wilayah dan drainase mikro untuk mengendalikan tata air di tingkat lahan. Sistem drainase yang tepat dan benar sangat diperlukan pada lahan gambut, baik untuk tanaman pangan maupun perkebunan. Sistem drainase yang tidak tepat akan mempercepat kerusakan lahan Gambut. komponen penting dalam pengaturan tata air lahan gambut adalah bangunan pengendali berupa pintu air di setiap saluran. Pintu air berfungsi untuk mengatur muka air tanah agar tidak terlalu dangkal dan tidak terlalu dalam. Tanaman tahunan memerlukan saluran drainase dengan kedalaman berbeda-beda. Tanaman karet memerlukan saluran drainase mikro sekitar

20 cm, tanaman kelapa sedalam 30-50 cm, sedangkan tanaman kelapa sawit memerlukan saluran drainase sedalam 50-80 cm. Gambut yang relatif tipis (3m diperuntukkan sebagai kawasan konservasi sesuai dengan Keputusan Presiden No. 32/1990. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan lahan gambut dalam yang rapuh (fragile) apabila dikonversi menjadi lahan pertanian. Kawasan budidaya adalah kawasan yang dinilai layak untuk usaha di bidang pertanian dan berada di luar kawasan non budidaya dan preservasi. Pemanfaatan lahan rawa di kawasan budidaya selanjutnya harus disesuaikan dengan tipologinya, yaitu: a). Lahan potensial, bergambut, aluvial bersulfida dalam, gambut dangkal sampai kedalaman 75 cm dapat ditata sebagai sawah; b). Gambut dengan kedalaman 75 150 cm untuk hortikultura semusim, Padi gogo, Palawija, dan tanaman tahunan; c). Gambut hingga kedalaman 2,5 m hanya untuk perkebunan seperti Kelapa, Kelapa sawit, dan Karet; d). Gambut lebih dari 2,5 m sebaiknya digunakan untuk budidaya tanaman kehutanan (Najiyati dkk, 2005). 3.4. Budidaya Kelapa Sawit pada Lahan Gambut Budidaya perkebunan Kelapa sawit berskala besar telah dikembangkan di lahan gambut Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan, pembangunan kebun dilakukan pada gambut dengan ketebalan antara 1- 5 meter. Produksi tanaman di lahan gambut bervariasi sekitar 12 ton/ha 25 ton/ha. Adapun produksi kelapa sawit di gambut tebal Kalimantan Barat pada tanaman tahun kedelapan sekitar 14 ton/ha (Sagiman, 2005). Pemadatan tanah diperlukan untuk tanaman perkebunan berbentuk pohon seperti kelapa sawit, kelapa dan karet. Daya sangga tanah (bearring capacity) yang rendah dari tanah gambut dapat menyebabkan pohon mudah rebah dan menurunkan produksi. Rajaguguk(2004) menganjurkan adanya pemadatan tanah untuk tanaman kelapa sawit agar kerapatan lindak tanah meningkat dan akar lebih kuat mencengkram tanah sehingga rebahnya tanaman dapat dikurangi. Pemadatan tanah juga akan meningkatkan hasil karena semakin besarnya serapan. IV. PENUTUP 4.1. Kesimpulan Adapun yang dapat di simpulkan pada penulisan makalah ini yaitu bahwa lahan gambut berpotesi untuk tanaman tahunan seperti karet dan khususnya tanaman kelapa sawit ternyata sudah banyak perusahaan beroperasi di Kalimantan Tengah yang menggunakan lahan gambut 21 perkebunan kelapa sawit menurut Data Base di BPMD Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2007, dan besar kemungkinan ada perusahaan kelapa sawit ekspansi di lahan gambut yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia terkait Permentan nomor 14 tahun 2009 tentang pedoman pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit. Tetapi tidak dipungkiri bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan ketidakberhasilan pengembangan pertanian di lahan gambut antara lain perencanaan yang tidak matang sehingga terjadi banyak pemanfaatan lahan yang tidak sesuai peruntukannya, kurangnya implementasi kaidah-kaidah konservasi lahan, dan kurangnya pemahaman terhadap perilaku lahan rawa gambut sehingga penggunaan teknologi cenderung kurang tepat. DAFTAR PUSTAKA Agus, F. dan I.G. M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.; http://balittanah.litbang.deptan.go.id

Agus, F., T. June, H. Komara, H. Syahbuddin, E. Runtunuwu, dan E. Susanti. 2008. Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim dari Lahan Perkebunan. Laporan Tahunan 2008, Konsorsium Litbang Perubahan Iklim Sektor Pertanian. Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, Bogor. Djainudin, D., Marwan H., Subagjo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah, Bogor. Hardjowigeno, S. 1986. Sumber daya fisik wilayah dan tata guna lahan: Histosol. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hal. 86-94. 33 Las, I. 2010. Manfaat, Disain dan Teknologi Pengelolaan Gambut. Disajikan dalam Seminar Lokakarya nasional pemanfaatan lahan gambut bekelanjutan, di ICC, Bogor, IPB. 28 Oktober Najiyati, S., Lili Muslihat dan I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan pengelolaan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia. Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut: Potensi dan Kendala. Penerbit Kanisius. Jakarta. Sabiham, S. 2010. Disain Pengelolaan Lahan gambut dalam mendukung produktivitas Pertanian berdasarkan teladan selama tiga dekade (1970-2000). Disajikan dalam Seminar Lokakarya nasional pemanfaatan lahan gambut bekelanjutan, di ICC, Bogor, IPB. 28 Oktober Tim Institut Pertanian Bogor. 1974. Laporan survai produktivitas tanah dan pengembangan pertanian daerah Palangka Raya, Kalimantan Tengah. IPB. Bogor. Waspodo, R. S. B., Alue Dohong dan I N.N. Suryadiputra. 2004. Konservasi Air Tanah di Lahan Gambut ( Panduan Penyekatan Parit dan Saluran di lahan gambut bersama masyarakat). Proyek Climate Change, arest and peatlands in Indonesia. Wetlands Internatoinal-Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bagor .Indonesia Makalah Mata Kuliah lahan Gambut Pasang Surut Potensi Lahan Gambut untuk Perkebunan Kelapa Sawit Disusun Oleh : Mastro Satiawan CAB 107 026 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS PALANGKA RAYA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN 2011

Erosi adalah suatu proses hilangnya lapisan atas tanah (soil) yang memiliki unsur hara bagi keperluan pertumbuhan dan kesuburan tanaman dan umumnya disebabkan karena pergerakan air. Erodibilitas Tanah adalah tingkat kepekaan suatu jenis tanah terhadap erosi. Kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas) tanah didefinisikan oleh Hudson (1978) sebagai mudah tidaknya suatu tanah tererosi. Secara lebih spesifik, Young et al. dalam veiche (2002) mendefinisikan erodibilitas tanah sebagai mudah tidaknya tanah untuk dihancurkan oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan atau oleh kekuatan aliran permukaan. Sementara Wischmeier dan Mannering (1969) menyatakan bahwa erodibilitas alami tanah merupakan sifat kompleks yang tergantung pada laju infiltrasi tanah dan kapasitas tanah untuk bertahan terhadap penghancuran agregat (detachment) serta pengangkutan oleh hujan dan aliran permukaan. Di negara-negara tropis seperti Indonesia, kekuatan jatuh air hujan dan kemampuan alran permukaan merupakan penghancur utama agregat tanah. Agregrat tanah yang sudah hancur kemudian diangkut oleh aliran permukaan mengikuti gaya gravitasi sampai kesuatu tempat dimana pengendapan terjadi. Keseluruhan proses tersebut mulai dari penghancuran agregat, pengangkutan partikel-partikel tanah, dan pengendapan partikel tanah disebut sebagai erosi tanah.

Di alam dikenal tiga bentuk erosi, yaitu : 1. erosi lembar (sheet / interill erosion) 2. erosi alur (rill erosion) 3. erosi parit (gully erosion) aktor-Faktor yang Mempengaruhi Erodibilitas Tanah Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh banyak sifat-sifat tanah, yakni sifat fisik, mekanik, hidrologi, kimia, reologi / litologi, mineralogi dan biologi, termasuk karakteristik profil tanah seperti kedalaman tanah dan sifat-sifat dari lapisan tanah (Veiche, 2002). Poesen (1983) menyatakan bahwa erodibilitas bukan hanya ditentukan oleh sifat-sifat tanah, namun ditentukan pula oleh faktor-faktor erosi lainnya yakni erosivitas, topografi, vegetasi, fauna dan aktivitas manusia. Suatu tanah yang memiliki erodibilitas rendah mungkin akan mengalami erosi yang berat jika tanah tersebut terdapat pada lereng yang curam dan panjang, serta curah hujan dengan intensitas yang tinggi. Sebaliknya tanah yang memiliki erodibilitas tinggi, kemungkinan akan memperlihatkan gejala erosi ringan atau bahkan tidak sama sekali bila terdapat pada pada lereng yang landai, dengan penutupan vegetasi baik, dan curah hujan dengan intensitas rendah. Hudson (1978) juga menyatakan bahwa selain fisik tanah, faktor pengelolaan / perlakuan terhadap tanah sangat berpengaruh terhadap tingkat erodibilitas suatu

tanah. Hal ini berhubungan dengan adanya pengaruh dari faktor pengolalaan tanah terhadap sifat-sifat tanah. Seperti yang ditunjukkan oleh hasil penelitian Rachman et al. (2003), bahwa pengelolaan tanah dan tanaman yang mengakumulasi sisa-sisa tanaman berpengaruh baik terhadap kualitas tanah, yaitu terjadinya perbaikan stabilitas agregat tanah, ketahanan tanah (shear strength), dan resistensi / daya tahan tanah terhadap daya hancur curah hujan (splash detachment). Meskipun erodibilitas tanah tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifat tanah, namun untuk membuat konsep erodibilitas tanah menjadi tidak terlalu kompleks, maka beberapa peneliti menggambarkan erodibilitas tanah sebagai pernyataan keseluruhan pengaruh sifat-sifat tanah dan bebas dari faktor penyebab erosi lainnya (Arsyad, 2000). Pada prinsipnya sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erodibilitas tanah adalah : 1. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas tanah menahan air. 2. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir air hujan dan aliran permukaan. Sifat-sifat tanah tersebut mencakup tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman tanah dan tingkat kesuburan tanah (Morgan, 1979 ; Arsyad, 2000). Secara umum tanah dan kandungan debu tinggi, liat rendah dan bahan organik rendah adalah yang paling mudah tererosi (Wischmeier dan Mannering, 1969). Jenis mineral liat, kandungan besi dan aluminium oksida, serta ikatan elektro-kimia di dalam tanah juga merupakan sifat tanah yang berpengaruh terhadap erodibilitas tanah (Wischmeier dan Mannering, 1969 ; Liebenow et al., 1990).

Pengukuran Erodibilitas Tanah Erodibilitas tanah sangat penting untuk diketahui agar tindakan konservasi dan pengelolaan tanah dapat dilaksanakan secara lebih tepat dan terarah. Namun demikian, veiche (2002) menyatakan bahwa konsep dari erodibilitas tanah dan bagaimana cara menilainya merupakan suatu hal yang bersifat kompleks atau tidak sederhana, karena erodibilitas dipengaruhi oleh banyak sekali sifat-sifat tanah. Wishmeier dan Smith (1978) telah mengembangkan konsep erodibilitas tanah yang cukup populer, dalam hal ini faktor erodibilitas tanah didefinisikan sebagai besarnya erosi persatuan indeks erosi hujan untuk suatu tanah dalam keadaan standar, yakni terus menerus

diberakan (fallow) terletak pada lereng sepanjang 22 m, berlereng 9 % dengan bentuk lereng seragam.
http://pengertian-definisi.blogspot.com/2011/09/erosi-dan-erosibilitas-tanah.html

KONDISI UMUM DAS KAPUAS


Posted on 17 Juli 2010 by kapuasbasin

Pendahuluan Kalimantan Barat mempunyai luas 146.807 Km2, merupakan Propinsi terbesar keempat setelah Papua,Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Secara Administratif memiliki 12 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sekadau,Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kapuas Hulu,Kota Pontianak dan Kota Singkawang. Secara geografis terletak diantara garis 208 LU dan 308 LS serta diantara 10818 11410BT dengan batas wilayah administrasi di sebelah Utara berbatasan dengan Serawak (Malaysia Timur),sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah dan sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna dan Selat Karimata.

Dari segi ekosistem, Propinsi Kalimantan Barat terdapat tidak kurang dari 10 (sepuluh) ekosistem yaitu dari ekosistem pegunungan, berbagai jenis ekosistem hutan, lahan basah dan ekosistem hutan pantai atau mangrove. Di Kalimantan Barat sendiri, terdapat 3 daerah aliran sungai (DAS) yang menjadi urat nadi kehidupan dan pembangunan propinsi Kalimantan Barat dan masing masing DAS bermuara di laut. Ketiga ketiga DAS yang dimaksud terdiri dari:
1. DAS Kapuas, yang memebentang dari Kapuas Hulu Kabupaten sampai ke Kota Pontianak yang melintasi 5 kabupaten lainnya (Sintang Kabupaten, Melawi Kabupaten, Sekadau Kabupaten, Sanggau Kabupaten, Landak Kabupaten and Pontianak Kabupaten). 2. DAS Sambas merupakan wilayah yang membentang di Kabupaten Sambas 3. DAS Pawan yang berada di Kabupaten Ketapang. Ketiga

Luas wilayah hulu (upstream) sungai di kalimantan barat mencapai 3,549,117.26 ha (24.15%) dari total luas pemanfaatan kawasan hutan di propinsi kalimantan Barat.

DAS Kapuas memiliki kekhususan tersendiri dibandingkan DAS lainnya di Kalimantan Barat. Selain merupakan sungai terpanjanga di Indonesia (1,086 Km) juga melalui 7 Kabupaten dan 1 Kota, DAS Kapuas merupakan muara dari 9 sub-DAS yang ada 8 wilayah tersebut dimana 9 sub DAS yang dimaksud sebagai berikut:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Sub DAS Kapuas Hulu (Kabupaten Kapuas Hulu 1.753.924.000 Ha); Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu 1.162.505.000 Ha); Silat/Manday (Kabupaten Kapuas Hulu 359.690 Ha); Sub DAS Melawi (Kabupaten Melawi & Sintang 2.002.923,70 Ha); Sub DAS Ketungau (Kabupaten Sintang 1.023.336,70 Ha); Sub DAS Sekayam (Kabupaten Sanggau 997.180,90 Ha); Sub Das Sekadau (Kabupaten Sekadau 469.807,40 Ha); Sub Das Landak (Kabupaten Landak 1.098.197,10 Ha) Sub DAS Mendawak (Kabupaten Pontianak, Sanggau, Ketapang 1.170.081,20 Ha).

Permasalahan Luas areal DAS Kapuas dan Sub DAS Kapuas mencapai 10,040,646 ha atau 69,32% dari total luas areal 3 DAS di Kalimantan Barat. Kondisi tersebut menunjukkan peran penting dari keberadaan DAS kapuas sebagai penunjang kehidupan masyarakat yang ada di Kalimantan Barat dimana terdapat 1,715,310 jiwa yang bergantung hidupnya kepada keberlanjutan DAS Kapuas. Ketergantungan masyarakat disekitar DAS Kapuas meliputi:
1. Sumber Air Bersih; 2. Transportasi; 3. Sumber income (livelihood) lainnya seperti usaha perikanan;

60% daerah aliran sungai (watershed) di Kalimantan Barat mengalami krisis yang terjadi sebagai akibat pembukaan dan pengembangan kawasan watershed secara eksploitatif. Kerusakan tersebut berasal dari berbagai aktifitas seperti:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Penambang Emas Tanpa Izin (illegal mining) yang menggunakan mercury; Logging; Forest convertion for large scale oil palm plantation; Aktivitas industri lainnya. Abrasi Pantai Kerusakan Mangrove, Pesisir dan Terumbu Karang Pencurian Pasir dari Pulau Kecil Pencurian Ikan, dsb.

Dipengaruhi oleh berbagai aktivitas yang terjadi di diberbagai wilayah Kalimantan Barat dan sepanjang DAS Kapuas terdapat beberapa bencana yang selalu mengintai kita, diantaranya :
1. 2. 3. 4. Banjir; Tanah longsor; Menurunnya peran dan fungsi Sungai Kapuas Kekeringan.

Pengelolaan Air yang efektif dimaksud adalah adanya pengelolaan DAS yang berdasarkan ekosistem DAS dengan melihat nilainilai kearifan tradisional (traditional wisdom) yang ada di masyarakat dalam upaya penyelamatan dan pengelolaan lingkungan yang bersahabat.

Potensi Dengan status sebagai sungai terpanjang di Indonsia dan Sungai terluas di Kalimantan Barat, DAS Kapuas mempunyai peran penting melalui potensi yang terdapat di sekitar Sungai Kapuas. Potensi kekayaan yang dimiliki oleh DAS Kapuas ialah Berupa :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Keberagaman Etnis yang berada di sepanjang Sungai Kapuas; Sebagai Sumber kehidupan makhluk hidup yang berada di sekitar Das Kapuas; Sumber mata air DAS Kapuas merupakan wilayah penting di Pulau Kalimantan; Sebagai penyeimbang ciri khas Sebagai Pedoman dalam pengembangan kawasan di kalbar Sebagai Jalur transportasi Lahan gambut yang mampu mengaliri air hingga 50 Km ke wilayah daratan.

Keberagaman etnis yang mendiami sepanjang DAS Kapuas merupakan suatu ciri khas tersendiri dari bagi Sungai Kapuas ini. Hal ini dapat diartikan bahwa DAS Kapuas sebagai suatu identitas etnis di masyarakat, karena dari 9 Sub DAS yang bermuara di DAS Kapuas mempunayi berbagai Sub Suku Dayak, juga Melayu, Cina, Jawa, Bugis, Madura dengan pola penguasaan kawasan sangat berperan. Sebagai sumber penghidupan ini, karena masyarakat yang berada di sepanjang Sungai Kapuas sangat lah tergantung dengan fungsi Sungai Kapuas ini. Mulai dari aktivitas seharihari (bercocok Tanam) hingga sebagai MCK. Dengan kondisi pasang surut menjadi karakteristik sungai di Kalimantan Barat yang di pengaruhi musim, dimanfaatkan oleh sebagain masyarakat untuk melakukan penanaman jenis tumbuhan berumur pendek. Sumber mata air sungai Kapuas yang berada di wilayah perhuluan mempunyai peran sangat penting dari keberadaan dan keseimbangan Pulau Kalimantan. Karena lokasi sumber mata air Sungai Kapuas berada 4 kawasan pegunungan dan 3 Taman nasional. Keempat kawasan pegunungan tersebut ialah Pegununan Schwaneer (Sub Das Melawi, sebagian Sungai Sepauk, Sekadau, Pawan Hulu), Pegunungan Muller (Sub Das Manday) , Pegunungan Kapuas Hulu (Sungai Ambaloh, Sungai Kapuas Hulu, Danau Sentarum), Pegunungan Kapuas Tengah (Sungai Ketungau, Sungau Sekayam, Sebagian Sungai Sepauk). Melalui Sungai Kapuas ini, wilayah provinsi Kalimantan Barat juga dapat membagi suatu kecirikhasan suatu wilayah yang terbagi ke dalam suatu kawasan sepanjang DAS Kapuas. Hal ini dapat di lihat dengan karakteristik wilayah yang berdasarkan geologi dan Sistem Hidrologi yang mempengeruhi sistem Kekayaan SDA yang berada di jalur DAS Kapuas, antara lain :
1. Sistem Geologi, dengan bentangan wilayah perhuluan mulai dari pegunungan Kapuas Tengah sampai Pegunungan Shwaneer, memiliki berbagai karakteristik potensi SDA yang terdapat di dalamnya, anatara lain :

a. Kawasannya berbetuk dataran gelombang, rawa, bergambut, perbukitan, menjadi pemisah wilayah adminsitratif wilayah, tertutup hutan lebat, di bentuk dari batuan tua, sebagai sumber air di wilayah administratif, mempunyai ketinggian antara 0 2000 mdpl serta kemiringan antara 15%-45%, Sistem tanah dan pengendapan yang di dominasi alluvial, gambut serta podsolik merah kuning yang rerarat terjadi pada zaman mesozoik dengan potensi deposit tinggi setengah jadi.

1. Sistem Hidrologi, dengan karakteristik wilayahnya mempunyai Bulan basah antara 9 12 bulan dan curah hujan yang cukup tinggi antara 3000 4500 mm/tahun. Menjadikan DAS Kapuas ini sebagai kantung dan penentu dari keberadaan Provinsi Kalbar dan kawasan lainnya yang bermuara di DAS Kapuas. Dengan kondisi ini, maka di wilayah perhuluan DAS Kapuas dijadikan suatu kawasan Resapan Air. Disini artinya kawasan tersebut mempunyai pengaruh penting terhadap keberdaan Provinsi Kalbar dan Pulau Borneo.

Dengan Karekteristik dan kelebihan yang dimiliki oleh DAS Kapuas merupakan acuan dari pembangunan di wilayah Kalbar melalui suatu arahan dalam penujukan kawasan yang berdasarkan potensi. Di dalam suatu perencanaan kawasan haruslah dilihat potensi yang dimiliki guna penunjukan kawasan pengembangan wilayah, khususnya DAS Kapuas. Ada beberapa penujukan yang di arahan didalam kawasan ataupun wilayah sekitar DAS Kapuas yang membentang dari Hulu Hilir, diantaranya :
1. 1. Kawasan Bergambut, yang membentang di sepanjang Sungai Kapuas bagian Hilir dan Sungai Kapuas Kiri Kecil serta Danau Sentarum, yang menjadikan Kalbar sebagai kawasan gambut di indonesia dan dunia; 2. Resapan Air, Yang sebagian ataupun dapat dikatakan sepenuhnya sebagai kawasan resapan air di Kalbar yang berada di sepanjang DAS Kapuas Hulu yang menjadikan kawasan ini sebagai kawasan konservasi (HL, TN , CA, SMS) yang berpotensi juga sebagai kawasan wisata; 3. Pertambangan, dengan potensi bentukan di wilayah bagian hulu DAS Kapuas yang berupa alluvial Podsolik Merah-Kuning serta terbentuk secara garis besar pada Mesozolik, yang menyebabkan wilayah Kalbar kaya akan deposit galian mineral ke depannya, mulai dari emas sampai kepada Uranium. 4. Pertanian Tanaman Pangan, dengan bentuk sisten geologi dan hidrologi di atas, menjadikan DAS Kapuas menjadi suatu wilayah yang sangat berpotensi sebagai sumber tanaman pangan melalui keberadaan tanah yang subur di bagian hulu serta sistem pengarian yang pasang surut. Ini sangat berpotensi di dalam pengembangan padi sawah/ladang, jagung, palawija, kacang-kacangan, sayuran, buah-buahan. 5. Perikanan, dengan melihat sistem hidrologi dan pembemtukan geologi yang mempengaruhi pada konsisi Sungai (Semi Minder) menyebabkan terbentuknya konsentrasi berbagai jenis ikan perairan air tawar (Perairan umum) banyak terdapat di kalbar. Yang juga sama dengan keberadaan jenis ikan di Pulau Sumatera, serta sebagian Jawa dan Sulawesi maupun bentangan Laut Cina Selatan. 6. Perkebunan, yang lebih menonjol ialah perkebunan lahan kering dan semusim. Dimana banyak juga wilayah di sepanjang DAS Kapuas yang tergantung dengan pasang surut sungai sesuai musim. Yang dapat diartikan cocok untuk pengembangan perkebunan Kelapa sawit, Kakao, Karet, Lada/sahang, Kopi, Tengkawang. 7. Hutan Produksi, dimana dengan potemsi dan Keberadaan wilayah perhuluan di DAS Kapuas, menyebabkan kawasan tersebut kaya akan sumber daya Hutan Tropis. Yang memang sangat di gemari di dunia internasional, yang jenis kayunya bisa beradaptasi dengan musim. 8. Industri, dengan memanfaatkan DAS Kapuas yang merupakan Sunagi terpanjang di Indonesia serta terluas di Kalbar. Ini merupakan suatu potensi bagaimana dalam membangun keseimbangan industri hulu dan hilir sebagai penunjang dan pemanfaatan potensi dan status DAS Kapuas.

9. Pemukiman, mungkin dijelaskan dengan sedikit di dalam cirikas dan karakteristik masyarakat di sepanjang DAS Kapuas. Yang sangat berpotensial dalam pengembangan kawasan pemukiman berada di pinggiran ataupun sempadan Sungai Kapuas, karena dapat membuka hubungan komunikasi serta akses ke tempat lain lebih terbuka.

Ancaman Dalam melihat Ancaman dari DAS Kapuas ini, dapat di bagi menjadi 2 berdasarkan potensi yang miliki oleh DAS Kapuas ini yang membentang dan mengalir dari Hulu Hilir, diantaranya :
1. Ancaman Secara Alamiah 1. Aktivitas Kawasan Hulu Tengah (Pelumpuran, Aktivitas pembukaan lahan, Penubaan, Keramba ikan karnivora, Penunujukan Konservasi baru) 2. Aktivitas Kawasan Hilir, terjadinya anomali air laut, Intrusi air laut; 3. Aktivitas Kawasan Hulu Tengah Hilir yang saling berkaitan dalam menimbulkan Gangguan terhadap ekologi kelautan (Terumbu Karang / coral) 2. Ancaman Secara Buatan / Sengaja 1. Industri Hulu, Pengembangan Perkebunan kelapa sawit dan pabrik CPO, aktivitas penebangan hutan, Agroforestry HTI, Pengawetan kayu, PETI, Pertambangan (emas, bauksit, uranium, batubara, air raksa, dll) 2. Industri Hilir, Pabrik, pelabuhan, bongkar muat di tengah sungai, Pengolahan barang baku setengah jadi 3. Aktivitas Property, perumahan, perkantoran, showroom, mall, gedung2. 4. Konsumerisme Masyarakat, limbah industri rumah tangga dan limbah rumah tangga.

Langkah langkah Yang Harus Dilakukan


1. 2. 3. 4. Advokasi Kebijakan Advokasi Sosial Advokasi Lingkungan Kampanye Penerapan Advokasi Dan Kondisi Keberhasilan Jangka Panjang

http://kapuasbasin.wordpress.com/2010/07/17/kondisi-umum-das-kapuas/

Anda mungkin juga menyukai