Anda di halaman 1dari 36

EXECUTIVE SUMMARY

PENERAPAN KOMPETENSI JABATAN DALAM RANGKA PENINGKATAN KINERJA APARATUR

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROPINSI JAWA TIMUR 2007 EXECUTIVE SUMMARY

PENERAPAN KOMPETENSI JABATAN DALAM RANGKA PENINGKATAN KINERJA APARATUR

I. PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Fungsi dan peran birokrasi yang dinahkodai oleh aparatur pemerintah kehadirannya tidak mungkin terelakkan sebagai konsekwensi logis bahwa negara mempunyai tugas pokok mewujudkan kesejahteraan rakyat. Di dalam birokrasi pemerintah dan pemerintah daerah, sumber daya manusia yang berupa aparatur pemerintah merupakan faktor kunci terhadap proses perubahan yang meliputi segenap aspek yaitu sosial, politik, ekonomi, manajemen dan organisasi. Aparatur menjadi penentu dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat, dan untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan aparatur yang handal, profesional, peka terhadap perubahan dan menangkap kebutuhan yang semakin kompleks. Visi baru ini meliputi tiga hal, yaitu Pertama, cara kerja birokrasi (their doing), Kedua, kapasitas yang menyangkut skill and attitude dan Ketiga, wawasan pemerintahan yang luas yang menyangkut pendekatan (approach) dalam merumuskan dan memecahkan suatu masalah. Dalam fungsi pelayanan dan upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat, birokrasi Pemerintah mempunyai tanggung jawab yang relatif besar dalam penyediaan public goods dalam konteks public service dan public affair. Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang strategis tersebut harus banyak ditopang oleh sikap dan perilaku aparatur Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Salah satu tantangan besar yang dihadapi birokrasi Pemerintah adalah bagaimana mereka mampu

melaksanakan tugas secara efektif dan efisien, karena selama ini birokrasi Pemerintah diidentikkan dengan kinerja yang berbelit-belit, struktur

organisasi tambun, penuh kolusi, koruspsi dan nepotisme serta tidak adanya standar yang jelas. Sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh birokrasi Indonesia termasuk birokrasi Pemerintah Daerah adalah berkenaan dengan sumber daya aparatur sebagai pelaksana tugas pokok dan fungsi organisasi, diantaranya kelembagaan birokrasi yang besar dan didukung oleh sumber daya aparatur yang kurang profesional, mekanisme kerja yang cenderung sentralistik dan patron client masih mewarnai cara kerja birokrasi, jabatan birokrasi yang banyak menampung jabatan struktural dan pengisian personel seringkali tidak berdasarkan kompetensi yang dibutuhkan. Penataan sumber daya aparatur tidak disesuaikan dengan kebutuhan serta tidak adanya pedoman dan sistem yang jelas tentang bagaimana melakukan evaluasi kinerja aparatur. Kelemahan di bidang kelembagaan birokrasi, belum konsistennya pedoman penyusunan kelembagaan yang tepat disertai dengan jumlah sumber daya aparatur yang diperlukan, sehingga yang sering ditemui adalah rendahnya kualitas dan ketidak sesuaian kompetensi yang dimiliki, kesalahan penempatan dan ketidak sesuaian jalur karier yang ditempuh. (Prof. Dr. Miftah Toha, Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, 2005). Semenjak implementasi Undang-undang nomor 22 tahun 1999, program penataan sumber daya aparatur Pemerintah mengalami banyak peningkatan melalui Undang-undang nomor 43 tahun 1999 yang melahirkan kebijakan manajemen kepegawaian, pembinaan pegawai negeri sipil berdasarkan sistem prestasi dan karier yang dititik beratkan pada sistem prestasi kerja yang didasarkan pada penilaian objektif pada prestasi, kompetensi dan pelatihan PNS. Namun kompleksnya

permasalahan di bidang kepegawaian dan penataan aparatur Pemerintah, serta besarnya jumlah pegawai, kondisi yang tidak produktif dan kualitas yang tidak memadai, sehingga penyelesaian masalah di bidang aparatur sangat lambat bahkan belum pernah terselesaikan. Salah satu elemen penting dalam upaya untuk membangun kinerja aparatur Pemerintah menjadi profesional dan berkualitas adalah 2

bagaimana memilih orang-orang (pegawai) yang tepat untuk mengisi posisi dalam organisasi birokrasi. Dalam hal ini yang harus dipegang adalah pedoman the right manajemen in the right place, artinya setiap pemimpin organisasi harus mampu memilih orang-orang yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan tugas dan tanggung jawabnya. Untuk mengetahui kompetensi apa yang dibutuhkan dalam suatu jabatan dan seberapa besar kompetensi yang dimiliki oleh seorang untuk menduduki posisi tersebut, perlu suatu sistem atau kriteria/ standar sebagai landasan Oleh karena itu dalam rangka penetapan dan penerapan sistem serta standar tersebut telah ditetapkan kebijakan untuk dilakukan kegiatan analisis jabatan, analisis beban kerja serta penyusunan klasifikasi jabatan dan standar kompetensi jabatan. Namun dalam implementasinya, persyaratan administrasi dan kondisi patron client atau sistem kedekatan lebih dominan daripada persyaratan kualifikasi dan kompetensi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas dan profesionalisme sumber daya aparatur yang selanjutnya keseluruhan. Oleh karena itu untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan kebijakan penataan kepegawaian, dalam menciptakan aparatur yang profesional dan handal serta meningkatkan kinerja aparatur dalam pelayanan kepada masyarakat, melalui sistem prestasi kerja dan kompetensi dalam penempatan pegawai pada jabatan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya, maka perlu dilakukan kajian dan evaluasi dalam bermuara pada kinerja aparatur Pemerintah secara

pelaksanaannya.

B. Perumusan Masalah Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kondisi kompetensi jabatan yang ada di lingkungan Pemerintah daerah di Jawa Timur ?

2. Sejauh mana program atau kegiatan Pemerintah Daerah di Jawa Timur terkait dengan kompetensi jabatan dan upaya peningkatan kinerja aparatur ? 3. Bagaimana pola atau sistem penerapan kompetensi jabatan dalam rangka meningkatkan kinerja aparatur Pemerintah di Jawa Timur ?

C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mendapatkan informasi tentang kompetensi sumber daya manusia aparatur yang menduduki suatu jabatan (khususnya jabatan struktural) di lingkungan Pemerintah Daerah di Jawa Timur 2. Untuk mengetahui program atau kegiatan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah di Jawa Timur dalam rangka meningkatkan kinerja aparatur serta penerapan kompetensi jabatan 3. Untuk mendapatkan informasi tentang pola atau sistem kompetensi yang sesuai untuk diterapkan di lingkungan birokrasi Pemerintah Daerah.

D. Hasil yang Diharapkan Memberikan masukan kepada pengambil keputusan di lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten/ Kota di Jawa Timur yang berkenaan dengan kompetensi jabatan serta sebagai bahan dalam penetapan kebijakan di bidang penataan kepegawaian dan peningkatan kinerja aparatur. Masukan dimaksud baik berupa temuan dan atau fenomena di lapangan yang perlu mendapat perhatian atau tanggapan, maupun saran perbaikan/ penyempurnaan yang berupa rumusan atau suatu pola sebagai hasil analisis.

II. METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian Penelitian tentang Penerapan Kompetensi Jabatan Dalam Rangka Peningkatan Kinerja Aparatur, merupakan penelitian kebijakan (policy 4

research).

Kegiatan

penelitian

dalam

tataran

evalusi

terhadap

implementasi kebijakan pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan, penyusunan standar dan kompetensi jabatan serta kaitannya dengan kinerja aparatur. Metode penelitian yang dipakai adalah diskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk membuat suatu gambaran (diskripsi) secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena. Dengan mengumpulkan informasi tentang sifat dan keadaan nyata pada saat penelitian berlangsung serta mengidentifikasikan sebab suatu gejala (Whesney, 1960 dalam M Nazir, 1983:63). Dengan metode deskriptif dipelajari kondisi sumber daya aparatur Pemerintah, sistem dan prosedur yang berlaku dalam peningkatan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia aparatur, implementasi kebijakan

kompetensi serta hubungannya dengan kinerja aparatur.

B. Ruang Lingkup Penelitian Untuk memfokuskan pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data, maka ruang lingkup penelitian meliputi : 1. Kompetensi jabatan diarahkan pada jabatan struktural sebagai jabatan menejerial (memimpin unit kerja), dan jabatan fungsional umum (staff) 2. Identifikasi sistem dan prosedur pengangkatan dalam jabatan 3. Penyusunan dan penerapan analisis jabatan, klasifikasi jabatan serta standar kompetensi jabatan 4. Sistem implementasi kompetensi jabatan.

C. Lokasi dan Unit Penelitian Dalam rangka mendapatkan informasi dan data sebagai bahan analisis, maka sebagai lokasi dan unit (objek) penelitian adalah : 1. Pemerintah Propinsi Jawa Timur dengan unit penelitian Biro

Kepegawaian, yaitu pengangkatan pegawai dalam jabatan serta penerapan kompetensi jabatan.

Biro Organisasi yang menangani pelaksanaan analisis jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan serta Badan Diklat Propinsi yang menangani pelaksanaan fit and proper test sebagai salah satu sarana untuk mengetahui kompetensi PNS dalam rangka

pengangkatan dalam jabatan struktural. 2. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Blitar dan Madiun serta Pemerintah Kota Blitar dan Madiun dengan unit penelitian Badan/ Bagian Kepegawaian, Bagian Organisasi dan Badan/ Unit yang menangani penelitian.

D. Sistem Pengumpulan Data 1. Data yang dihimpun berupa data primer dan data sekunder 2. Data primer meliputi informasi yang merupakan pendapat dan penjelasan responden/ informan melalui sistem wawancara (depth interview), diskusi (focus group discussion), observasi serta

wawancara tertutup melalui instrumen penelitian dengan menjawab daftar pertanyaan (quesioner) 3. Pada lokasi penelitian di Kabupaten/ Kota, responden ditetapkan secara purposive sampling yang terdiri dari pemegang jabatan struktural (eselon IV, III dan II), jabatan fungsional umum atau yang biasa disebut staff yang ada di lingkungan Pemerintah Daerah dengan rincian : a. 3 orang eselon II, 10 orang eselon III, 15 orang eselon IV dan 10 sampai dengan 15 orang staff atau pejabat fungsional umum b. Setiap daerah lokasi penelitian, minimal responden 40 orang (melalui wawancara tertutup/ pengisian koesioner) dari instansi yang berbeda antar lokasi penelitian yang satu dengan yang lain c. Wawancara langsung (atau diskusi/ konsultasi) dilakukan Tim dengan Sekretaris Daerah atau Asisten yang membawahi Bidang Kepegawaian, Kepala Badan/ Bagian Kepegawaian dan Kepala Bagian Organisasi dan dari masyarakat.

4. Untuk mengetahui kompetensi pegawai pada suatu instansi, tim melakukan observasi dengan wawancara bebas dengan pegawai yang ditemui pada saat itu 5. Data sekunder berupa peraturan perundang-undangan serta data di bidang kepegawaian, organisasi pemerintahan, baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.

E. Analisa Data Analisis data dengan menggunakan metode kualitatif. Informasi/ data yang dikumpulkan melalui metode koesioner, ditabulasi untuk mengetahui jawaban terbesar terhadap materi pertanyaan yang diajukan. Sedangkan data/ informasi yang didapat melalui wawancara diidentifikasi, dipilah, dan data/ informasi yang terpilih langsung disusun sesuai dengan kebutuhan penyusunan laporan hasil penelitian. Beberapa informasi yang disusun dari hasil jawaban koesioner,

wawancara dan observasi lapangan disusun berdasarkan lokasi penelitian dan berdasarkan rangking eselonisasi responden (sebagai pejabat struktural) dan staff untuk mengetahui pandangan/ pendapat masingmasing jabatan terhadap sistem yang diterapkan oleh Pemerintah daerah dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur. Hasil analisis tersebut disusun/ didiskripsikan ke dalam suatu bentuk laporan hasil penelitian.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Aparatur Sistem pembinaan PNS merupakan perpaduan antara prestasi kerja dan karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Hal ini untuk memberi peluang PNS yang berprestasi tinggi untuk meningkatkan kemampuannya secara profesional dan berkompetisi secara sehat, dan pengangkatan dalam jabatan didasarkan pada sistem prestasi kerja dan kompetensi.

1. Rekrutmen dan Formasi PNS Kegiatan rekrutmen diawali dengan proses penyusunan formasi pegawai. Ketentuan tentang rekruitmen diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 98 Th. 2000 Jo Peraturan Pemerintah No. 11 Th. 2002 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. Rencana untuk rekrutmen PNS diumumkan secara luas paling lambat 5 hari sebelum penerimaan lamaran. Untuk memperoleh calon pegawai yang berkualitas dan mencegah KKN, perlu dilakukan penjaringan yang objektif dan profesional secara nasional. Memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam rekrutmen pegawai, terdapat hal-hal yang kurang tepat dalam pelaksanaannya : Pertama, formasi pegawai yang seharusnya disusun setiap tahun anggaran pada setiap satuan kerja berdasarkan hasil evaluasi jabatan dan analisis beban kerja di lingkungan Pemerintah Daerah, dan dituangkan dalam Peraturan Kepala Daerah, belum dilaksanakan. Kedua, formasi yang kosong dijadikan landasan untuk rekrutmen pegawai secara nasional, ditetapkan secara nasional oleh Menpan (misalnya 300.000 pegawai untuk tahun 2004), yang selanjutnya jumlah tersebut di dibagi pada seluruh Pemerintah Daerah dan lembaga departemen/ non departemen. Dengan demikian rekrutmen bukan dilandaskan pada kebutuhan nyata setiap satuan kerja, tetapi berdasarkan jatah yang diberikan oleh Pemerintah Pusat, dan realisasi dari kebijakan tersebut, satuan kerja di daerah hanya menerima dropping pegawai-pegawai baru untuk ditempatkan pada suatu satuan kerja tanpa mengetahui kompetensinya. 2. Pengangkatan Dalam Jabatan Berdasarkan pasal 17 Undang-undang nomor 8 tahun 1974 Jo Undang-undang nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-pokok

Kepegawaian Republik Indonesia, bahwa PNS diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu. Pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan profesionalisme sesuai kompetensi, prestasi 8

kerja dan jenjang pangkat yang ditetapkan serta syarat objektif lainnya (seperti disiplin kerja, kesehatan, pengabdian, pengalaman kerja sama dan dapat dipercaya), tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras serta golongan. 3. Kompetensi Jabatan Peraturan perundang-undangan secara tegas mengatur bahwa untuk menduduki suatu jabatan struktural, seorang PNS harus memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan (Undang-undang nomor 43 tahun 1999 pasal 17 ayat 2 jo PP nomor 100 tahun 2000 pasal 5 butir e). Di lingkungan Pemerintah Daerah, pengertian kompetensi mengacu pada definisi yang tercantum dalam Keputusan Kepala BKN nomor 46A tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil, yaitu: Kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga PNS tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Keputusan Kepala BKN nomor 46A tahun 2003 baru mengatur dan mempedomani penyusunan standar kompetensi bagi pejabat struktural, karena jabatan struktural merupakan jabatan manajerial dan memimpin suatu satuan unit kerja. Hal tersebut bertujuan agar pengangkatan dalam jabatan struktural berdasarkan prinsip profesionalisme, mendasarkan pada kompetensi dan prestasi kerja, serta menjamin objektifitas, keadilan dan transparansi. Mekanisme penerapan kompetensi jabatan: a. Standar Kompetensi Jabatan (Struktural) Dalam rangka menetapkan pejabat struktural yang profesional dan proporsional, maka PNS yang menduduki harus memiliki

kompetensi jabatan yang dibutuhkan. Untuk itu diperlukan suatu kriteria yang tertuang dalam strandar kompetensi jabatan, yang merupakan persyaratan kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh seorang PNS dalam pelaksanaan tugas jabatan. Dalam rangka penyusunan standar kompetensi jabatan, dibentuk Tim 9

Analisis Kompetensi Jabatan (TAKJ) pada setiap satuan kerja setingkat eselon II, yang bertugas mengumpulkan, menyusun dan mengnanalisis data/ informasi dalam rangka penyusunan standar kompetensi jabatan dan melakukan pengukuran kompetensi jabatan. b. Tahapan dalam Proses Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan
o

Pengumpulan data, (struktur organisasi, visi dan misi organisasi serta ikhtisar jabatan dan uraian tugas jabatan)

Mengidentifikasi kompetensi jabatan. Kompetensi jabatan terdiri dari kompetensi dasar dan

kompetansi bidang, Kompetensi dasar mutlak dimiliki setiap pemegang jabatan struktural yang meliputi integritas,

kepemimpinan, perencanaan dan pengorganisasian, kerja sama dan fleksibilitas. Kompetensi bidang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
o

Hasil identifikasi dituangkan dalam daftar sementara yang berisi kompetensi, tingkat kompetensi dan kegiatan utama

Hasil penyusunan daftar sementara dikonfirmasikan dengan atasan langsung pemegang jabatan struktural atau pejabat yang ditunjuk oleh TAKJ dan apabila telah disetujui, daftar kompetensi jabatan semantara ditetapkan menjadi standar kompetensi jabatan di lingkungan satuan kerja bersangkutan sesuai dengan eselon dan jenis jabatan.

c. Pengukuran kompetensi adalah proses membandingkan antara kompetensi jabatan yang dipersyaratkan dengan kompetensi yang dimiliki oleh pegawai atau pemegang jabatan. Pengukuran kompetensi jabatan untuk memperoleh data atau Informasi yang dapat dijadikan bukti apakah pemegang jabatan atau calon pemegang jabatan memenuhi atau tidak memenuhi kompetensi minimal yang dipersyaratkan untuk melaksanakan tugas jabatan. Pelaksana pengukuran adalah Tim Analisis Kompetensi Jabatan, menggunakan metode pengamatan, wawancara, peragaan atau 10

penyebaran koesioner. Kompetensi yang akan diukur meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap/ perilaku. d. Standar kompetensi jabatan bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga harus selalu dievaluasi sesuai dengan perkembangan organisasi. 4. Kelembagaan Birokrasi Pemerintah Daerah Kelembagaan birokrasi Pemerintah Daerah terdiri dari perangkatperangkat daerah baik dengan kedudukan sebagai unsur staf, unsur pelaksana maupun unsur penunjang. Organisasi setiap perangkat daerah merupakan visualisasi dari tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab, adanya jabatan dan sejumlah pejabat/ pegawai yang ada di dalamnya, serta melekat pula sistem dan prosedur (atau ketatalaksanaan) sebagai landasan operasional organisasi. Secara garis besar telah diuraikan tentang jenis dan jumlah kelembagaan perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten/ Kota lokasi penelitian, yang secara umum menggambarkam organisasi yang cukup besar baik dalam jenis, jumlah serta besaran organisasi maupun jumlah sumber daya aparaturnya. Hal tersebut sebagai dampak bahwa dalam penataan kelembagaan perangkat daerah masih berorientasi dan difokuskan pada kelembagaan dengan jabatan-jabatan struktural yang cukup banyak tanpa didahului dengan kegiatan analisis beban kerja. Pada saat berlakunya Undang-undang nomor 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan otonomi seluas-luasnya kepada daerah, serta melaksanakan penataan kelembagaan

Pemerintah Daerah sesuai kemampuan dan kebutuhan daerah. Kebijakan ini sebenarnya memberi kesempatan kepada daerah untuk menata kelembagaan birokrasi pemerintah seefisien mungkin sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menuju birokrasi yang profesional. Namun pada kenyataannya daerah lebih bereforia dengan otonomi yang luas dan membentuk lembaga perangkat daerah bukan karena kebutuhan beban kerja, namun sesuai keinginan pemegang jabatan di 11

daerah dengan memperbanyak jabatan-jabatan struktural sehingga kelembagaan birokrasi menjadi bengkak dan lebih tambun dari sebelumnya. Kondisi tersebut diperbaiki dengan mengganti Peraturan

Pemerintah nomor 84 tahun 2000 dengan Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2003 yang secara tegas memberi batasan jumlah perangkat daerah, besaran organisasi serta ditetapkan kriteria pembentukan suatu perangkat daerah. Belum semua Pemerintah Daerah melakukan penataan kelembagaan, terjadi penggantian Undang-undang nomor 22 tahun 1999 dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 sehingga Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2003 diganti Peraturan Pemerintah no. 41 tahun 2007 yang sampai saat ini belum diterapkan. Dengan demikian kondisi kelembagaan birokrasi masih besar dan hal ini menunjukkan bahwa sangat legal formal dan sangat kaku dalam penataan organisasi di daerah. Seharusnya organisasi publik di depan dibutuhkan organisasi yang sangat adaptif dengan perubahan, baik perubahan yang disebabkan dinamika masyarakat, perubahan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan. Yang menjadi pertanyaan, mungkinkah kinerja aparatur menjadi profesional, kompetensi dapat dilakukan secara adaptif, jika organisasi yang merupakan wadah dan proses jabatan-jabatan dan pegawai masih berifat sangat hierarkhis, kaku dan sulit mengikuti perubahan.

B. Fenomena Kompetensi Jabatan di Jawa Timur 1. Mekanisme Implementasi Kompetensi Sistem penempatan dalam jabatan struktural masih diwarnai oleh sistem kedekatan (patron client). Pertimbangan memilih seorang PNS untuk menduduki suatu jabatan struktural (khususnya eselon II) adalah penilaian personal, yaitu yang dapat bekerja sama atau lebih tepatnya dapat melayani pimpinan dengan baik. Argumentasi inilah yang selalu didengungkan oleh para petinggi pemerintahan dan pejabat di 12

lingkungan Biro/ Badan/ Bagian Kepegawaian dalam menghindari pernyataan ketidakpuasan para PNS atau kritikan dari masyarakat. Dengan demikian fenomena yang ditemukan di daerah (termasuk Pemerintah Propinsi Jawa Timur), bahwa suatu pos jabatan struktural strategis masih diduduki oleh pejabat yang tidak mempunyai pengetahuan di bidangnya, seperti masih adanya lembaga tekhnis yang dipimpin oleh seorang sarjana hukum atau sarjana administrasi atau sebaliknya. Walaupun latar belakang pendidikan bukan satusatunya persyaratan kompetensi, namun hal tersebut dianggap kurang tepat oleh masyarakat. Di sisi lain belum ada konsistensi dalam implementasi pengangkatan seorang PNS ke dalam jabatan struktural, tergantung pada siapa personel PNS yang dipromosi atau dimutasi. Pengangkatan seorang PNS ke dalam jabatan struktural tidak jelas pertimbangannya, baik dalam kemampuan maupun perilaku. a. Pengertian Kompetensi Dari berbagai wawancara dengan pejabat, baik di lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Timur maupun Pemerintah Kabupaten/ Kota lokasi penelitian, belum ada persepsi yang sama tentang pengertian kompetensi. Para pejabat di lingkungan unit kerja kepegawaian, mengartikan kompetensi dengan lebih menitik beratkan kepada disiplin ilmu (pendidikan formal). Karena pengertian yang berbeda tersebut, maka terhadap suatu pertanyaan tentang sejauh mana kompetensi jabatan telah berjalan dalam pembinaan kepegawaian, maka jawabannya adalah sudah, mencapai 65% sampai dengan 75% pejabat struktural telah memenuhi kompetensi. jawaban tersebut terlalu absurd jika dibandingkan dengan kondisi riel di lapangan, terutama dilihat dari indikator kinerja aparatur Pemerintah Daerah secara keseluruhan masih jauh dari profesional, apalagi yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat.

13

b. Landasan Penerapan Kompetensi Jabatan Untuk menerapkan kompetensi harus ada standar kompetensi yaitu persyaratan minimal yang harus dimiliki oleh seorang PNS dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, baik standar kompetensi untuk jabatan struktural maupun jabatan fungsional. Dalam penyusunan standar kompetensi dibutuhkan bahan-bahan seperti struktur organisasi, visi dan misi organisasi serta uraian jabatan yang dihasilkan dari kegiatan analisis jabatan. Setelah 15 tahun sejak dicanangkannya program analisis jabatan pada tahun 1989 melalui Keputusan MenPAN No

97/MENPAN/1989 daerah Nomor 20/MENPAN/ 1990, masih sebagian kecil Pemerintah Kabupaten/ Kota yang dapat

menyelesaikan kegiatan analisis jabatan serta perkiraan formasi pegawai pada setiap satuan kerja :
Tabel 1 Pelaksanaan Analisis Jabatan di Jawa Timur Pemerintah Daerah Kabupaten Kota Pemerintah Propinsi Jawa Timur, Malang dan Probolinggo Pacitan, Pamekasan, Jombang dan Gresik 50% s/d 74% Sumenep, Mojokerto, Pasuruan Trenggalek, Tuban, Probolinggo, Pasuruan dan Blitar 25% s/d 49% Lumajang, Lamongan, Madiun, Blitar, Mojokerto, Kediri Bangkalan, Nganjuk, > 24% Banyuwangi, Ngawi Surabaya, Batu Situbondo, Bojonegoro, Ponorogo, Magetan, Malang, Tulungagung, Jember, Sidoarjo, Kediri, Sampang dan Bondowoso Sumber data : Biro Organisasi, rekapitulasi tahun 2005 dan 2007 Prosentase Satuan Kerja yang telah di Anjab 75% s/d 100%

2. Implementasi Kompetensi Jabatan di Lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Timur a. Analisis Jabatan Seluruh satuan kerja di lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Timur (kecuali Rumah Sakit Umum), telah dilakukan analisis 14

jabatan dan hasilnya telah dituangkan dalam Peraturan Gubernur. Sedangkan untuk Unit Pelaksana Tekhnis (UPT) dinas yang berjumlah kurang lebih 121 UPT, baru dilakukan analisis jabatan pada 31 UPT dan pada tahun 2007 ditambah 10 UPT. Hasil analisis jabatan dituangkan dalam bentuk uraian jabatan yang memuat tentang informasi jabatan, analisis beban keja serta formasi pegawai yang dibutuhkan pada suatu waktu tertentu.
Tabel 2 Inventarisasi Peraturan Gubernur Tentang Uraian Jabatan Satuan Kerja di Lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Timur No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. Unit Kerja Dinas Pemukiman Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Dinas Pertanian Dinas Pariwisata Dinas Penanaman Modal Badan Perencanaan dan Pembangunan Propinsi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Badan Pengawasan Dinas Informasi dan Komunikasi Dinas Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Dinas Perikanan dan Kelautan Badan Ketahanan Pangan Dinas Peternakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Arsip Dinas Sosial Dinas Tenaga Kerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Dinas Pendapatan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dinas Pekerjaan Umum dan Bina Marga Badan Pendidikan dan Pelatihan Badan Perpustakaan Dinas Kesehatan Dinas Kependudukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Dinas Kepemudaan dan Keolahragaan Dinas Perkebunan Dinas Perhubungan Dinas Kehutanan Badan Pemberdayaan Masyarakat Badan Pengolahan Data Elektronik Badan Kesatan Bangsa Kantor Polisi Pamong Praja Kantor Kas Daerah Peraturan Gubernur Nomor Tanggal Nomor 11 Tahun 2002 23-02-2002 Nomor 12 Tahun 2002 26-02-2002 Nomor 13 Tahun 2002 28-02-2002 Nomor 15 Tahun 2002 05-03-2002 Nomor 16 Tahun 2002 05-03-2002 Nomor 17 Tahun 2002 05-03-2002 Nomor 19 Tahun 2002 11-03-2002 Nomor 23 Tahun 2002 25-03-2002 Nomor 27 Tahun 2002 04-04-2002 Nomor 36 Tahun 2002 17-05-2002 Nomor 37 Tahun 2002 17-05-2002 Nomor 38 Tahun 2002 17-05-2002 Nomor 47 Tahun 2002 02-07-2002 Nomor 48 Tahun 2002 02-07-2002 Nomor 49 Tahun 2002 02-07-2002 Nomor 63 Tahun 2002 17-09-2002 Nomor 66 Tahun 2002 30-09-2002 Nomor 72 Tahun 2002 09-10-2002 Nomor 93 Tahun 2002 31-12-2002 Nomor 5 Tahun 2003 03-02-2002 Nomor 6 Tahun 2003 03-02-2002 Nomor 7 Tahun 2003 03-02-2002 Nomor 8 Tahun 2003 03-02-2002 Nomor 21 Tahun 2003 24-03-2003 Nomor 34 Tahun 2003 02-06-2003 Nomor 35 Tahun 2003 02-06-2003 Nomor 37 Tahun 2003 02-06-2003 Nomor 43 Tahun 2003 08-07-2002 Nomor 44 Tahun 2003 08-07-2002 Nomor 45 Tahun 2003 08-07-2002 Nomor 46 Tahun 2003 24-07-2002 Nomor 52 Tahun 2003 21-08-2002 Nomor 53 Tahun 2003 21-08-2003 Nomor 69 Tahun 2003 05-12-2003 Nomor 70 Tahun 2003 05-12-2003

15

36. Kantor Perwakilan Nomor 71 Tahun 2003 37. Badan Penelitian dan Pengembangan Nomor 3 Tahun 2004 38. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 4 Tahun 2004 39. Badan Koordinasi Wilayah I Madiun Nomor 38 Tahun 2004 40. Badan Koordinasi Wilayah II Bojonegoro Nomor 38 Tahun 2004 41. Badan Koordinasi Wilayah III Malang Nomor 38 Tahun 2004 42. Badan Koordinasi Wilayah IV Pamekasan Nomor 38 Tahun 2004 43. Sekretariat Daerah Propinsi Nomor 14 Tahun 2005 Sumber data: Biro Organisasi Sekertariat Daerah Prop. Jawa Timur tahun 2006

21-01-2004 03-02-2004 30-09-2004 30-09-2004 30-09-2004 30-09-2004 30-09-2004 18-04-2005

Materi uraian jabatan sebagai hasil analisis jabatan dapat dimanfaatkan dalam beberapa keperluan, seperti dalam penataan kelembagaan, menyusun berbagai keperluan di bidang

kepegawaian, seperti formasi pegawai dan formasi kebutuhan pegawai termasuk sebagai bahan utama dalam penyusunan standar kompetensi jabatan b. Implementasi Kompetensi Jabatan pada Jabatan Struktural Kebijakan penerapan kompetensi bertujuan menciptakan aparatur yang profesional. Implementasi kebijakan tersebut di Jawa Timur belum merata, khususnya pada pengangkatan dalam Jabatan Struktural eselon II berpedoman pada peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 5 tahun 2005 yang penetapannya merupakan hak prerogatif Gubernur dengan pertimbangan dari Baperjakat, (tanpa adanya test potensi). Pengangkatan dalam jabatan eselon III dan IV juga mengacu pada rekomendasi tersebut, sebagaimana diarahkan dalam Surat Gubernur Jawa Timur tanggal 30

September 2004 nomor 8212/7758/042/2004 tentang Mekanisme Penilaian jabatan Struktural Eselon III dan IV, Namun dalam tataran pelaksanaannya, tidak selamanya berjalan secara konsisten dan konsekuen. Hal tersebut terlihat dari kondisi sering terjadinya PNS yang diangkat dalam jabatan struktural pada suatu satuan kerja tidak sesuai dengan yang diusulkan dan sama sekali tidak memiliki kompetensi (kemampuan) dalam menjalankan tugas dan fungsi satuan kerja yang bersangkutan. (contoh konkrit pejabat pada Subbag Analisis Jabatan Biro Organisasi, dituturkan oleh Kepala Bagian Analisis Jabatan Biro Organisasi, 26 Juli 2007). 16

Hal senada diungkapkan pula oleh pejabat di lingkungan Badan Diklat Propinsi Jawa Timur sebagai pelaksana test potensi (fit and proper test) yang mengatakn bahwa walaupun tes potensi dilakukan atas permintaan Biro Kepegawaian, namun hasilnya tidak sepenuhnya dimanfaatkan (65% yang dimanfaatkan). Selebihnya adalah pertimbangan lain (second opinion) yang diberikan oleh pimpinan dan atau anggota Baperjakat, seperti pertimbangan dapat bekerja sama atau dapat melayani pimpinan dengan baik. c. Gambaran Kompetensi Jabatan pada Jabatan Non Struktural Jabatan fungsional dapat dibagi menjadi jabatan fungsional khusus yang penetapan dan pengembangan kariernya melalui angka kredit dan jabatan fungsional umum yang penetapan dan pembinaan kariernya dilakukan oleh pembina kepegawaian di daerah dengan sistem klasifikasi jabatan dan kompetensi jabatan. Jabatan fungsional umum yang disebut juga dengan jabatan non struktural, mempunyai nama atau titelatur jabatan seperti pengemudi, pengetik/ pengentry data, pengolah data, penganalisis data dan seterusnya disusun berjenjang sesuai dengan kemampuan atau kompetensi yang dimiliki seorang PNS, berdasarkan hasil analisis jabatan, maka PNS dapat tersusun sesuai dengan kemampuan (kompetensi) yang dimiliki, sehingga pengembangan kariernya menjadi jelas. Namun ironisnya di lingkungan Sekretariat Daerah Jawa Timur, hal ini belum dilaksanakan walaupun bahan untuk itu telah ada yaitu Uraian Jabatan Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Timur yang tertuang dalam Peraturan Gubernur nomor 14 th. 2005. 3. Gambaran Implementasi Kompetensi Jabatan pada Kabupaten/ Kota Lokasi Penelitian a. Analisis Jabatan Pelaksanaan penyusunan dan penerapan analisis jabatan pada Kabupaten/ Kota lokasi penelitian belum selesai dilaksanakan seluruhnya, apalagi setelah adanya beberapa kali perubahan organisasi dari Peraturan Pemerintah nomor 84 tahun 2000 17

menjadi Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Kondisi pelaksanaan analisis jabatan pada Kabupaten/ Kota lokasi penelitian, sebagai berikut:
Tabel 3 Pelaksanaan Analisis Jabatan Di Kabupaten/ Kota Lokasi Penelitian Kabupaten/ Kota Satker yang telah di Jumlah Satker* Lokasi Penelitian Analisis Jabatan Kabupaten Sidoarjo 76 22 Kabupaten Blitar 80 53 Kabupaten Madiun 53 13 Kota Blitar 47 22 Kota Madiun 51 22 Sumber data : Biro Organisasi Propinsi Jawa Timur Keterangan : * jumlah Satuan Kerja termasuk kecamatan dan kelurahan Keterangan 29% 66,25% 24,53% 45,66% 41,13%

Sedangkan dari hasil pengisian koesioner yang diberikan kepada para pejabat struktural dan non struktural, dengan materi pertanyaan: Apakah analisis jabatan di Pemerintah Kabupaten/ Kota sudah dilaksanakan dan diterapkan, jawaban yang di dapat sebagai berikut :
Tabel 4 Prosentase Jawaban Responden Tentang Pelaksanaan dan Penerapan Analisis Jabatan Pelaksanaan Penerapan A B C D A B C D Kab.Sidoarjo 48,5% 30,3% 12,1% 9,1% 42,4% 33,3% 24,4% Kab. Blitar 48,3% 31% 10,3% 10,3% 55,2% 27,6% 17,2% Kab. Madiun 28,2% 69,7% 9,1% 3% 39,4% 39,4% 21,2% Kota Blitar 38,9% 52,8% 8% 55,6% 25% 19,4% Kota Madiun 12,76% 76% 12% 36% 32% 32% Sumber data :diolah dari jawaban koesioner Keterangan : A = Sudah dilaksanakan (kriteria >75% Satker di analisis jabatan) B = Sebagian (kriteria 25-74% Satuan Kerja di analisis jabatan) C = Belum, jika Satker yang di analisis jabatan < 25% D = tidak menjawab/ tidak tahu Kabupaten/ Kota

b. Pengangkatan dalan Jabatan Struktural, Dalam pengangkatan pada jabatan struktural, mekanisme

memenuhi persyaratan administrasi (pangkat, pendidikan dan latihan, pendidikan formal, DP3, sehat jasmani dan rohani), pada umumnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan pembahasan 18

melalui Baperjakat jelas kriterianya, namun dalam menentukan kompetensi jabatan yang diperlukan, hampir semua Kabupaten/ Kota belum mempunyai standar/ landasan yang dijadikan acuan. Belum semua Kabupaten/ Kota lokasi penelitian melakukan tes potensi pada PNS calon pejabat struktural kecuali di Kota Blitar yang telah melakukan sejak tahun 2003. Pendapat responden terhadap kompetensi pejabat struktural di daerahnya telah 60% memenuhi syarat kompetensi sedangkan 40% belum. Namun pendapat terhadap sistem dan mekanismen pengangkatan dalam jabatan, responden menyatakan 45% telah proporsional,

selebihnya belum. c. Kondisi Jabatan Non Struktural Jabatan non struktural kondisinya tidak banyak berbeda dengan di lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Belum semua PNS non struktural mempunyai nama jabatan, karena analisis jabatan baru dilakukan pada beberapa satuan kerja di daerah. Sebagian besar responden (53%) menyatakan hanya PNS dalam jabatan struktural yang mempunyai nama jabatan, dan 40% responden menyatakan bahwa di instansinya semua PNS telah mempunyai nama jabatan. Dan rata-rata 67,5% responden menyatakan bahwa PNS dengan jabatan non struktural belum paham terhadap tugas dan fungsinya dan selebihnya menyatakan telah paham. Dari jawaban yang diperoleh, menunjukkan kualitas aparatur birokrasi Pemerintah Daerah, dan hal ini berarti hasil analisis jabatan belum diterapkan, dan penyusunan klasifikasi jabatan belum dapat dilaksanakan.

C. Program Pemerintah Daerah tentang Kompetensi Jabatan 1. Di Lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Timur Dalam rangka mendapatkan SDM aparatur yang berkualitas dan tepat di bidang tugasnya, Pemerintah Propinsi Jawa Timur akan membentuk assecement centre yaitu suatu kegiatan yang meliputi 19

proses dan metode pendekatan untuk menilai atau melakukan pengukuran kompetensi seorang PNS yang akan diangkat dalam suatu jabatan struktural. Metode ini melakukan penilaian melalui simulasi-simulasi dan tes-tes kinerja yang mempresentasikan konteks jabatan dan mencerminkan content jabatan. Tenaga atau sumber daya manusia sebagai penyelenggaran assecement centre berkedudukan independen, sehingga outputnya ini benar-benar objektif (sebagaimana diungkapkan oleh nara sumber Badan Diklat Propinsi Jawa Timur tanggal 23 Juli 2007). Penyusunan standar kompetensi untuk masing-masing satuan kerja dilaksanakan Organisasi bersama dengan antara satuan Bagian kerja Analisis yang Jabatan Biro

bersangkutan.

Pelaksanaannya sangat lamban karena tidak didukung oleh tim analisis kompetensi jabatan (TAKJ), dan sangat terbatasnya tenaga yang mampu dalam penyusunan standar kompetensi jabatan. Melanjutkan penyusunan analisis jabatan bagi unit kerja yang belum terselesaikan pada tahun 2005 dan 2006 yaitu pada UPT Dinas dan secara bertahap dilakukan penyesuaian dengan perkembangan agar dapat memenuhi kebutuhan sebagai bahan penyusunan standar kompetensi. Dari Biro Kepegawaian Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Timur, tidak didapat informasi tentang program ke depan untuk penerapan kompetensi jabatan, namun kegiatan yang telah berjalan melalui pelaksanaan fit and proper test terus dilanjutkan dan ditingkatkan. 2. Di lingkungan Pemerintah Kabupaten/ Kota Lokasi Penelitian Program Kabupaten/ Kota dalam penerapan kompetensi jabatan baru diawali dengan sosialisasi dan penyusunan standar kompetensi. Kabupaten Sidoarjo, Melanjutkan penyusunan analisis jabatan pada 8 satuan kerja, dan penyusunan standar kompetensi berkerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) Universitas Airlangga. 20

Kabupaten Blitar. Dalam rangka penempatan pada dalam jabatan struktural, program ke depan menerapkan tes potensi melalui fit and proper test yang akan bekerja sama dengan pihak ketiga. Juga sedang diproses untuk menyusun pola karier, sebagai landasan dalam penataan personel baik dalam jabatan struktural maupun fungsional. Kabupaten Madiun. Kegiatan fit and proper test sudah dilakukan sejak tahun 2006 bagi pengisian jabatan eselon II dan eselon III pimpinan satuan kerja. Program penerapan kompetensi jabatan, menunggu penyusunan dan penyempurnaan analisis jabatan dan diberlakukannya

Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2007 sebgai pengganti Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2003. Kota Blitar. Kota Blitar sudah merintis penyusunan klasifikasi jabatan dan evaluasi beban kerja PNS pada Badan Kepegawaian Daerah sebagaimana diatur dalam Keputusan Walikota Blitar nomor 288/263/Hk/422.010.0/2007 tahun 2007, dan untuk satuan kerja lainnya akan menyusul terutama pada SKPD yang analisis jabatannya telah disusun. Kota Madiun. Pada akhir tahun 2006 telah dilakukan bimbingan tekhnis tentang kompetensi jabatan, bekerja sama dengan Biro Organisasi

Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Timur dan Badan Kepegawaian Negara II. Penyusunan standar kompetensi diserahkan pada masing-masing satuan kerja dengan target waktu. 3. Berbagai Kendala dalam Penerapan Kompetensi Jabatan Sangat disangsikan penerapan kompetensi jabatan dapat dilaksanakan dalam waktu dekat, dalam satu atau dua tahun mendatang, mengingat berbagai kendala atau kesulitan baik yang bersifat internal serta isi atau muatan dari kebijakan kompetensi jabatan tersebut (content), ataupun karena faktor-faktor yang bersifat eksternal. 21

Kendala yang Bersifat Content Kendala yang bersifat content yaitu kendala yang terbentuk karena muatan kebijakan kompetensi itu sendiri, antara lain: Pertama, kompetensi jabatan merupakan konsep, metode dan proses yang cukup rumit, karena untuk penyusunan standar kompetensi jabatan harus diawali dengan kegiatan analisis jabatan yang menghasilkan informasi-informasi jabatan, adanya struktur organisasi, visi misi, strategi dan tujuan organisasi. Banyaknya kelengkapan bahan-bahan untuk menyusun standar kompetensi jabatan tersebut membuat pemegang jabatan struktural enggan untuk melaksanakan. Di kalangan birokrasi Pemerintah dianggap sebagai suatu kebijakan yang kurang perlu atau tidak mendesak dibandingkan dengan kebijakan lain di bidang pembangunan yang menyentuh langsung pada kehidupan masyarakat. Kedua, sebagaimana analisis jabatan, Penerapan kompetensi jabatan akan berdampak pada pembenahan di bidang aparatur birokrasi. Analisis jabatan yang antara lain menghasilkan analisis beban kerja dan klasifikasi jabatan akan memberikan gambaran tuntas kelebihan atau kekurangan pegawai pada suatu satuan kerja. Demikian pula klasifikasi jabatan yang merupakan salah satu sistem pemanfaatan hasil analisis jabatan akan menyusun pegawai sesuai dengan kemampuan (kompetensi) yang dimiliki secara berjenjang, dan jika hasil analisis jabatan dimanfaatkan sebagai bahan penyusunan standar kompetensi jabatan struktural, maka

pengangkatan dalam jabatan struktural didasarkan pada standar kompetensi jabatan, sehingga transparansi dalam penataan

pegawai akan terwujud. Disisi lain sistem ini akan mengikis habis sistem nepotisme/ kedekatan/ patron client yang justru tumbuh subur di kalangan birokrasi. Kondisi inilah yang mungkin tidak dikehendaki oleh pemegang kewenangan karena akan mengganggu kemapanan yang telah terbentuk.

22

Kendala yang bersifat Internal dan Eksternal Pemerintah Daerah Kendala yang bersifat Internal dan Eksternal Pemerintah Daerah cukup kuat mempengaruhi penerapan kompetensi jabatan , yaitu : Pertama, kendala yang berasal dari internal Pemerintah Daerah, yaitu : Kurangnya atensi dari pimpinan daerah terhadap kebijakan

penerapan kompetensi jabatan. Karena dianggap tidak mendesak dan tidak berhubungan langsung dengan pelayanan kepada masyarakat atau upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kurangnya atensi tersebut menyebabkan tidak tersedianya dana yang cukup dan terbatasnya personel yang mampu dalam

melaksanakan tugas dan pemberian penjelasan tentang kompetensi jabatan. Kedua, kendala yang berifat eksternal namun cukup mempengaruhi penerapan kompetensi jabatan. Materi peraturan perundangundangan yang kurang memberikan peluang untuk diterapkannya kaidah-kaidah kompetensi jabatan, yaitu sering berubah dalam penataan kelembagan Pemerintah Daerah. Dalam kurun waktu kurang dari tujuh tahun, telah tiga kali pedoman organisasi Pemerintah Daerah berubah. mulai dari Peraturan Pemerintah nomor 64 tahun 2000 diganti dengan Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2003.dan yang baru terbit yaitu Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2007 yang pada saat penelitian ini belum dilaksanakan. Ketiga, kendala yang bersumber dari peraturan perundangundangan yang kurang sejalan dan kurang mendukung upaya peningkatan kinerja aparatur melalui penerapan kompetensi jabatan, yaitu : 1. Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1983 tentang Daftar Penilaian Prestasi PNS (DP3) yang dalam perjalanannya DP3 tidak lagi berfungsi sebagai tolok ukur kualitas atau kredibilitas

23

seorang PNS, namun lebih berfungsi sebagai pelengkap persyaratan untuk naik pangkat atau jabatan. 2. Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1977 tentang Penentuan Gaji Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2003, tentang sistem penggajian PNS. gaji pokok sesuai pangkat dan secara berkala dua tahun sekali mendapatkan kenaikan gaji reguler tanpa memperhatikan kinerja, atau sistem penggajian PNS berdasarkan masa kerja. 3. Peraturan Pemerintah nomor 99 tahun 2000 Jo Peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 2002 tentang Kenaikan Pangkat PNS, dimana kenaikan pangkat dilaksanakan berdasarkan sistem reguler dan kenaikan pangkat pilihan. Kenaikan pangkat reguler 4 tahun sekali setiap PNS dapat naik pangkat (berprestasi atau tidak), sampai batas yang ditetapkan

berdasarkan pendidikan. Sedangkan kenaikan pangkat pilihan dilaksanakan dua tahun sekali oleh pejabat struktural yang kepangkatannya belum memenuhi syarat, pejabat fungsional khusus yang telah memenuhi angka kreditnya dan PNS yang berprestasi luar biasa. Dalam realitasnya, kenaikan pangkat pilihan lebih banyak dimanfaatkan oleh pejabat struktural untuk mempercepat kenaikan pangkatnya.

D. Pola dan Sistem Peningkatan kinerja Aparatur melalui Penerapan Kompetensi Jabatan Untuk mendapatkan jawaban menuju penyempurnaan ke depan, ada baiknya melihat alur penyempurnaan dalam organisasi bisnis untuk mencapai kinerja organisasi yang diinginkan. 1. Penyempurnaan Organisasi Bisnis Dalam organisasi bisnis, selalu memperhatikan perubahan lingkungan yang dapat membawa perubahan internal maupun eksternal. Oleh

24

karena itu organisasi bisnis selalu mengkaji ulang strategi bisnis, kinerja organisasi dan peran divisi sumber daya manusia. 2. Konsep Perbaikan Organisasi Birokrasi sejalan dengan

Perubahan Lingkungan Mengacu pada perbaikan pada organisasi bisnis, perbaikan dan pengangkatan organisasi birokrasi merupakan suatu keniscayaan dalam menghadapi tantangan perubahan internal maupun eksternal. Ke depan langkah-langkah yang harus diambil oleh organisasi birokrasi adalah : a. Mengkaji kembali organisasi birokrasi mulai dari visi misi dan strategi organisasi, tatalaksana yang meliputi sistem dan prosedur, hingga menjadi organisasi yang lebih adaptif, mudah

menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus berkembang terutama dalam pelayanan kepada masyarakat. Organisasi birokrasi agar lebih berorientasi kepada fungsi (bukan struktural) sehingga mendapatkan organisasi birokrasi yang berbentuk flat daripada organisasi yang hierarkhis. b. Meninjau pelaksanaan fungsi dari devisi personel (Biro atau Badan Kpegawaian Daerah) yang mempunyai fungsi dalam pengelolaan kepegawaian di daerah agar tidak hanya berorientasi pada pelaksanaan tugas yang bersifat administratif saja, tetapi

ditingkatkan menjadi satuan kerja yang lebih strategis dan mempunyai kontribusi dalam menentukan masa depan organisasi melalui kegiatan-kegiatan untuk pengembangan kreativitas dan fleksibilitas sumber daya manusia serta menjalankan manajemen yang lebih proaktif. 3. Penerapan Birokrasi a. Kompetensi Jabatan dan Analisis Jabatan Menurut Spencer and Spencer. 1993 terdapat 5 karakteristik kompetensi, yaitu motives (motif), trails (watak), self concept (konsep diri), penguasaan masalah dan keterampilan kognitif 25 Kompetensi Jabatan di Lingkungan Organisasi

(knowledge and skill), sebagaimana telah diuraikan pada Bab II tinjauan pustaka. Memperhatikan lima karakteristik tersebut, coba dibandingkan dengan hasil analisis jabatan (uraian jabatan) yang didalamnya memuat berbagai informasi jabatan yang antara lain berupa syarat jabatan yang merupakan rumusan tentang kemampuan kerja yang dituntut untuk dapat melaksanakan tugas jabatan, yang meliputi : Keahlian kerja yang harus dimiliki Keterampilan kerja Pendidikan formal, pelatihan dan pengalaman kerja Kondisi fisik dan kemampuan jasmani Kondisi mental (bakar kerja, temperamen dan minat kerja) b. Tipe dan Model Kompetensi Kompetensi yang berkaitan dengan kegiatan manajemen sumber daya manusia, dibagi menjadi 3 kategori, yaitu : o Kompetensi organisasi merupakan faktor-faktor yang unik, spesifik yang menjadikan organisasi kompetitif dan mempunyai kapabilitas. o Kompetensi Kerja adalah persyaratan yang diwajibkan untuk dipenuhi dan dipertunjukkan oleh individu agar dapat efektif dalam melaksanakan pekerjaan, fungsi dan tanggung jawabnya. o Kompetensi personal adalah aspek atau karakteristik khusus yang menyiratkan suatu tingkatan pengetahuan, keterampilan dan perilaku. Untuk membangun suatu model kompetensi yang tepat dan akurat bagi suatu organisasi, ketiga tipe kompetensi tersebut harus terintegrasi dan saling mendukung, dalam artian bahwa suatu organisasi haruslah kompettitif dan mempunyai kredibilitas. Kompetensi tidak serta merta dapat diaplikasikan tanpa terlebih dahulu merancang suatu model kompetensi. Model kompetensi merupakan serangkaian kompetensi yang berhubungan dengan seluruh pekerjaan serta prioritas yang strategis yang harus 26

dilakukan sesuai dengan tingkatan kecakapan. Model kompetensi berisi berbagai diskripsi mengenai kompetensi yang masing-masing memiliki ciri atau karakteristik yang spesifik. Penyusunan model kompetensi dibagi dalam kompetensi inti dan kompetensi bidang, dan pada organisasi yang menerapkan jenjang jabatan terdapat kompetensi menagerial, dan harus disusun melalui analisis yang komprehensif antara informasi mengenai visi, misi dan tujuan strategis organisasi dengan data dan informasi mengenai uraian tugas, hasil kerja, kewajiban dan susunan organisasi. Kegiatan untuk menyusun standar kompetensi jabatan bukan pekerjaan mudah karena memerlukan kecermatan tinggi serta personel yang mempunyai kemampuan untuk terlaksananya dan selalu

berkoordinasi dengan pemegang jabatan, sehingga memakan waktu yang cukup lama. Namun program untuk meningkatkan kinerja dan mewujudkan profesionalisme aparatur birokrasi

merupakan kebutuhan mutlak. Oleh karena itu ke depan perlu program yang jelas dengan pemberdayaan sumber daya manusia aparatur, sebagai berikut : Pemerintah Daerah harus mulai memanfaatkan hasil analisis jabatan khususnya informasi tentang syarat jabatan sebagai landasan untuk pengangkatan dalam jabatan struktural.

Sedangkan PNS non struktural harus mulai di tata berdasarkan klasifikasi jabatan atau menerapkan nama-nama dan tugas jabatan yang disusun berjenjang dan yang tertinggi merupakan kandidat pemegang jabatan struktural. Di sisi lain kegiatan penyusunan standar kompetensi jabatan lebih ditingkatkan dengan menugaskan penyusunannya kepada masing-masing satuan kerja. Kegiatan tersebut harus diawali dengan diklat untuk memberi bekal kepada para personel yang ditugaskan. Kegiatan pemberdayaan sumber daya manusia aparatur agar menjadi profesional menjadi sia-sia apabila yang dipacu hanya 27

penerapan hasil analisis jabatan ataupun ditetapkannya standar kompetensi jabatan tanpa memperbaiki sistem dan mekanisme. Perencanaan penempatan dalam jabatan dan suksesi yang jelas sangat diperlukan, karena yang terlihat saat ini terdapat pejabat struktural yang sering dimutasi dalam hitungan bulan dan di sisi lain terdapat pula pejabat struktural yang menempati suatu pos jabatan selama puluhan tahun. Agar standar kompetensi jabatan dapat diimplementasikan secara objektif, agar ditetapkan suatu metode untuk melakukan pengukuran kompetensi PNS (tes potensi) yang dilakukan secara independen misalnya adanya assasement centre yang telah digagas oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur.

Ditetapkannya suatu metode/ sistem penilaian kompetensi yang independen sehingga dapat membawa angin segar bagi PNS yang tidak mempunyai jalur kedekatan dan sekaligus akan membangkitkan semangat untuk berprestasi

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari Bab I sampai dengan Bab V, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang antara lain bertujuan meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan, maka membawa semakin berkembangnya dan semakin kritisnya masyarakat dalam menilai kinerja aparatur Pemerintah. Oleh karena itu dan dalam mengimbangi pengaruh dunia global, maka mewujudkan aparatur Pemerintah yang handal dan profesional merupakan suatu tantangan dan kebutuhan yang mutlak untuk dilaksanakan. Sampai saat ini, penilaian masyarakat terhadap kinerja aparatur Pemerintah yang dimotori oleh Pegawai Negeri Sipil masih negatif dengan berbagai

28

merek, antara lain organisasi yang tambun, mengandung penyakit esensia (keterbelakangan) dan resistensi terhadap pembaharuan. 2. Dalam rangka mewujudkan aparatur Pemerintah yang handal dan profesional, peraturan perundang-undangan telah menggariskan

manajemen kepegawaian secara tegas mulai dari rekruitmen pegawai sampai dengan memasuki masa pensiun, dan sistem pembinaan aparatur (SDM PNS) merupakan perpaduan sistem prestasi dan sistem karier yang menitik beratkan pada sistem prestasi. Untuk itu pada setiap pengangkatan seorang PNS dalam suatu jabatan struktural, selain harus memiliki persyaratan administratif dan diklat yang telah ditetapkan, dipersyaratkan pula harus memiliki kompetensi yang dibutuhkan yang meliputi kemampuan, keterampilan dan perilaku. 3. Salah satu kelemahan dalam organisasi birokrasi Pemerintah adalah belum sepenuhnya dapat menempatkan seorang PNS pada tempat dan jabatan yang tepat (the right manajemen in the right job), dengan kata lain bahwa penempatan dalam jabatan belum sepenuhnya berdasarkan kompetensi jabatan. Hal tersebut terjadi karena sistem dan mekanisme yang ditetapkan oleh Undang-undang belum dapat berlaku dengan baik karena budaya birokrasi memang belum kompetensi minded dimana masih kuatnya sistem kedekatan dan patron client di lingkungan birokrasi Pemerintah/ Pemerintah Daerah serta jiwa pamong praja yang sangat kuat. Penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam penataan personel, pada jabatan struktural masih banyak diwarnai dengan pertimbangan lainlain. Berdasarkan jajak pendapat melalui kuesioner, pertimbangan lainlain dari para pemegang kewenangan dan Baperjakat masih sekitar 40%. Sedangkan pengembangan karier melalui jabatan fungsional, kurang diminati oleh pegawai (selain di bidang pendidikan dan kesehatan) karena tidak memiliki kewenangan dan fasilitas

sebagaimana jabatan struktural. 4. Untuk menciptakan aparatur Pemerintah yang berkualitas dan memiliki kompetensi di bidangnya, berbagai kebijakan telah ditetapkan, seperti 29

penerapan analisis jabatan, klasifikasi jabatan dan analisis kompetensi jabatan. Pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut hanya sampai pada melakukan analisis dan penyusunan hasil analisis dalam bentuk dokumen-dokumen (informasi jabatan, peta jabatan, informasi

kelebihan dan kekurangan pegawai, standar kompetensi), namun implementasinya ke dalam pembinaan pegawai belum banyak dilakukan dan kembali terjebak pada implementasi kebijakan yang bersifat rutinitas yang fully administration dan belum berorientasi pada peningkatan kualitas aparatur birokrasi secara keseluruhan. Hal ini terjadi karena kurangnya atensi dan tidak jelasnya komitmen para pemegang kebijakan dalam menata kualitas aparatur ke depan. 5. Selain kurangnya atensi dan tidak jelasnya komitmen pimpinan dalam peningkatan kualitas sumber daya aparatur melalui implementasi kompetensi jabatan, kendala lain dalam penerapan sistem ini adalah : a. Dilihat dari sisi materi kompetensi jabatan, sistem dan kegiatan ini merupakan kelompok pembangunan administrasi dan peningkatan kualitas SDM yang mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi dan hasilnya tidak dapat dilihat dalam waktu dekat (sangat berbeda dengan pembangunan fisik). b. Jika sistem ini diimplementasikan secara konsekuen, maka akan berdampak pada sistem yang telah berjalan, seperti terganggunya sistem patron client, kedekatan dan nepotisme yang justru dipelihara dan dipertahankan di kalangan birokrasi menjadi sistem yang transparan dan profesional. c. Kendala yang bersumber dari kebijakan lain di bidang kepegawaian yang kurang mendukung diterapkannya sistem kompetensi jabatan seperti sistem penggajian dan sistem kenaikan pangkat yang lebih menitik beratkan pada masa kerja bukan prestasi. d. Pemerintah/ Pemerintah Daerah kurang memfasilitasi baik dalam pembiayaan maupun dalam pembentukan SDM yang ahli untuk berjalannya sistem kompetensi jabatan.

30

6. Masih cukup tinggi jumlah SDM aparatur yang belum/ tidak paham terhadap tugas pokok dan fungsinya sendiri (hampir mencapai 50%) yang berarti juga tidak memiliki kompetensi. Untuk menjadikan SDM aparatur memiliki om yang dibutuhkan oleh jabatan, salah satu cara yang efektif melalui diklat teknis dan diklat fungsional, namun justru kebijakan Pemerintah Daerah terutama Pemerintah Propinsi Jawa Timur kurang memfasilitasi diklat tersebut. 7. Satuan kerja (divisi) yang mempunyai tugas dalam pengelolaan menajemen sumber daya aparatur sangat fully administration belum masuk ke fungsi yang lebih strategis untuk pengembangan sumber daya manusia dan kemajuan organisasi ke depan. Demikian pula dengan organisasi birokrasi yang sangat hierarkhis, menyulitkan bagi aparatur (PNS) untuk mengembangkan diri (kreatif) karena akan terbentur pada aturan dan mekanisme jenjang jabatan.

B. Saran Agar penerapan kebijakan atau sistem kompetensi jabatan dapat berjalan secara optimal, maka hal-hal yang perlu diperhatikan dan di

implementasikan adalah kebijakan-kebijakan lain yang berkaitan langsung atau dapat menopang kebijakan kompetensi jabatan, yaitu : 1. Perlunya suatu revitalisasi atau reformasi terhadap divisi atau satuan kerja yang mempunyai tugas dan fungsi mengelola manajemen kepegawaian (SDM) organisasi dalam hal ini Biro Kepegawaian di lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Timur atau Badan Kepegawaian Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten/ Kota, agar tidak hanya berorientasi pada pelaksanaan tugas yang bersifat administratif saja, tetapi ditingkatkan menjadi satuan kerja yang lebih strategis dan mempunyai kontribusi dalam menentukan masa depan organisasi melalui kegiatan-kegiatan pengembangan kualitas dan flesksibilitas sumber daya manusia, dengan menjalankan manajemen yang lebih proaktif. Organisasi yang ingin survive dalam lingkungan persaingan

31

yang ketat harus berani melakukan repositioning peran SDM baik dalam aspek kompetensi maupun perilaku. 2. Mengkaji kembali organisasi birokrasi mulai dari visi, misi dan strategi organisasi serta tatalaksana yang meliputi sistem dan prosedur sehingga menjadi diri organisasi dengan yang lebih adaptif dan yang mudah terus

menyesuaikan

kebutuhan

masyarakat

berkembang. Organisasi birokrasi hendaknya berorientasi pada fungsi daripada struktural sehingga lebih mudah berkoordinasi dan bersinergi dalam pelaksanaan tugas. 3. Agar hasil kajian berdasarkan analisis jabatan diterapkan secara bertahap baik dalam penataan organisasi maupun dalam peningkatan kapasitas sumber daya personel (dengan penyusunan dan penerapan klasifikasi jabatan). Dengan penerapan hasil analisis jabatan (termasuk klasifikasi jabatan), maka secara bertahap pula sumber daya manusia birokrasi akan tersusun berdasarkan kualifikasi dan kompetensi masing-masing personel. 4. Penyusunan standar kompetensi terus dilanjutkan sesuai dengan perkembangan organisasi dan hasil analisis jabatan yang mutakhir. Agar standar kompetensi dipahami dan dijiwai oleh seluruh satuan kerja, maka penyusunannya diserahkan kepada satuan kerja yang bersangkutan dengan target waktu penyelesaian yang jelas. Dengan demikian secara berkesinambungan kegiatan peningkatan kapasitas aparatur melalui penerapan kompetensi jabatan terus berjalan, walaupun secara bertahap namun terprogram/ terencana dengan baik. 5. Pemerintah Propinsi Jawa Timur hendaknya meninjau kembali kebijakan dalam pengadaan diklat aparatur dengan memperbanyak diklat-diklat yang bersifat teknis dan diklat fungsional untuk menunjang terbentuknya kompetensi bagi setiap SDM aparatur sesuai dengan bidang tugas masing-masing. 6. Dalam rangka menunjang peningkatan kinerja organisasi dibutuhkan suatu kaderisasi pada setiap satuan kerja dan disusunnya

perencanaan suksesi jabatan yang mantap, untuk itu diusulkan agar 32

pengisian jabatan struktural Eselon IV dan III diutamakan dalam kaderkader satuak kerja yang bersangkutan. Sedangkan mutasi atau promosi Eselon III dengan sistim tour of duty. Dengan sistim demikian kinerja organisasi menjadi stabil, kompetensi setiap aparatur terbentuk bahkan akan membangkitkan semangat kerja. 7. Agar para petinggi Pemerintah Daerah memberikan atensi dan fasilitasi yang lebih baik terhadap penerapan sistem kompetensi jabatan (sama dengan atensi dan fasilitasi yang diberikan pada kebijakan penerapan Diklat Penjenjangan untuk syarat penempatan dalam jabatan

struktural), terutama dalam pembentukan SDM yang mampu di bidang penetapan standar kompetensi jabatan dan ditunjang dengan biaya operasional yang memadai. 8. Agar penempatan PNS dalam jabatan lebih mendekati objektivitas, maka perlu segera ditetapkan sistem pengukuran kompetensi seorang PNS yang akan menduduki suatu jabatan. Sistem atau metode pengukuran potensi atau sistim fit and proper test yang telah ada lebih diintensifkan, dapat berupa metode assessment centre, atau dengan menerapkan metode lain yang dilaksanakan oleh tenaga-tenaga profesional dan independent.

Demikian

hasil

penelitian

tentang

Kompetensi

Jabatan

di

lingkungan

Pemerintah Daerah yang di dalam uraiannya lebih dititik-beratkan pada kompetensi jabatan struktural. Hasil penelitian disusun berdasarkan kondisi dan fenomena yang ada saat ini. Mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan informasi dan masukan kepada satuan kerja pengelola manajemen

kepegawaian dan pemegang kewenangan di daerah sehingga dapat sebagai bahan pertimbangan untuk penyusunan program peningkatan kualitas dan kinerja aparatur Pemerintah Daerah kedepan.

33

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku Alani Mitrani, edt, 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia berdasarkan Kompetensi. PT Internusa, Jakarta. Ambar Teguh Sulistyani & Roosidah, 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Konsep, Teori dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik. Graha Ilmu, Yogyakarta. Ambar Teguh Sulistyani, edt, 2004. Memahami Good Governance dalam Perspektif Sumber Daya Manusia. Gava Media, Yogyakarta. Basir Barthos, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia, Suatu Pendekatan Makro. Bumi Aksara, Jakarta. Boy SH, dkk, 2005. Analisis Data pada Penelitian Kualitatif. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Jeffrey Peffer, dkk, 2002. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Amara Books, Yogyakarta. Mahmudi, 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. UPP Akademi Manajemen Perusahaan, YKPN. Yogyakarta. Miftah Toha, 2005. Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia. Prenada Media, Jakarta. Robert Bocal, (alih bahasa Surya Dharma, dkk), 2005. Performance Management. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sedarmayanti, 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Madar Maya, Bandung. Sedarmayanti, 2004. Good Governance (Kepemerintahan yang Baik), Bagian Kedua. Madar Maya, Bandung. Sondang Siagian, 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, Yogyakarta. Syaiful F Prihadi, 2004. Assesment Centre, Identifikasi, Pengukuran dan Pengembangan Kompetensi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

34

Produk Hukum Undang-undang nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Peraturan Pemerintah nomor 100 tahun 2000 Jo Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2002 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural. Peraturan Pemerintah nomor 98 tahun 2000 Jo Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2003 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Pemerintah nomor 99 tahun 2000 Jo Peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 2003 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 tahun 2005 tentang Pedoman Penilaian Calon Sekertaris Daerah Propinsi dan Kabupaten/ Kota Serta Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Kabupaten/ Kota. Keputusan MENPAN nomor KEP/61/M.PAN/6/2004 Pelaksanaan Analisis Jabatan. tentang Pedoman

Keputusan Kepala BKN nomor 46A tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil Keputusan Kepala BKN nomor 46B tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Evaluasi Jabatan Dalam Rangka Penyusunan Klasifikasi Jabatan Pegawai Negeri Sipil Nasional.

35

Anda mungkin juga menyukai