Anda di halaman 1dari 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Buah Kemukus (Cubebae fructus) 2.1.1. Sistematika Tumbuhan Kedudukan tanaman kemukus dalam sistem tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Divisio Sub divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Piperales : Piperaceae : Piper : Piper cubeba Linne, Carl von

2.1.2. Deskripsi Tumbuhan Kemukus dikenal dengan nama daerah Sumatera : kemukus, temukus (Melayu), Jawa : rinu (Sunda), kemukus (Jawa), kamokos (Madura), Sulawesi : pamukusu (Makasar) Deskripsi tanaman berupa tumbuhan memanjat melilit, batang berkayu, cabang licin tidak berambut. Daun berbentuk bundar agak lonjong, pangkal daun berbentuk jantung atau membundar, ujung meruncing. Buah berbentuk hampir bulat, umumnya bergaris tengah lebih kurang 5 mm, pada bagian pangkal terdapat tonjolan panjang menyerupai tangkai, panjang tonjolan 5 mm samapi 10 mm, tebal kurang dari 1 mm, kadang-kadang bagian pangkal didaerah tonjolan agak cekung(Depkes RI, 1977).

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Budidaya Kemukus Tanaman ini tidak banyak memerlukan syarat istimewa, tetapi lebih menghendaki tempat-tempat yang beriklim lembab. Dapat dipakai sebagai tanaman sela diantara tanaman kopi dan karet yang sudah tua. Untuk pohon panjatan diantara tanaman kopi dapat dipakai tanaman kapok, bila ditanam diantara tanaman karet lebih baik dipakai tanaman turi (Sesbania garndiflora) atau tanaman gamal (Glyricidia spec.) yang tahan terhadap rayap sehingga tidak menggangu terhadap tanaman karetnya. 2.1.4. Kandungan Kimia Buah kemukus mengandung minyak atsiri, seskuiterpen, asam kubebat, zat pahit kubebin, piperina, piperidin, zat pati, gom dan resin. Sedangkan minyaknya mengandung terpena, d-sabinene, dipentena, sineol, d-terpeneol, kadinena, kadinol derivat seskuterpena. 2.1.5. Manfaat Kemukus Minyak kemukus banyak digunakan sebagai penguat rasa pada makanan dan penggunaanya dalam bidang farmasi sudah diketahui sejak zaman dahulu sebagai salah satu komponen ramuan tradisional/jamu karena bersifat antiseptik, diuretik, karminatif, dan ekspektoran. Khasiat kemukus terutama untuk penyakit kelamin (gonorhea), bronchitis, radang kantung kemih, disentri dan penyakit perut lainnya. Bahkan minyak ini juga digunakan sebagai campuran saus rokok untuk penyakit asma. Pad tahun 2001, perusahaan flavor and fragrance terkemuka asal Swis, Firmenich, mematenkan cubebol yakni salah satu komponen yang terkandung dalam minyak kemukus sebagai cooling and refreshing agent.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Minyak Atsiri Minyak atsiri yang dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak terbang ( essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Ketaren, 1985). 2.2.1 Aktivitas Biologi Minyak Atsiri dan Penggunaan Pada tanaman, minyak atsiri mempunyai tiga fungsi yaitu: membantu proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman (Ketaren, 1985). Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan penyedap (flavoring agent) dalam industri makanan dan minuman (Ketaren, 1985). 2.2.2 Lokalisasi minyak atsiri Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti didalam rambut kelenjar (suku Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (suku Piperaceae), di dalam saluran minyak yang disebut vittae (suku Umbelliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae), terkandung di dalam semua jaringan (suku Coniferae), (Gunawan & Mulyani, 2004).

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Komposisi kimia minyak atsiri Minyak atsiri terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia dengan sifat fisika dan kimia yang juga berbeda. Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode ekstraksi yang digunakan, cara penyimpanan minyak dan jenis tanaman penghasil. Minyak atsiri biasanya tersusun dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan oksigen (O). Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua

golongan yaitu: Hidrokarbon dan Hidrokarbon teroksigenasi. a. Golongan hidrokarbon Persenyawaan yang termasuk golongan ini terdapat hanya unsur Karbon (C) dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen (3 unit isopren) dan diterpen (4 unit isopren) b. Golongan hidrokarbon teroksigenasi Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter dan fenol lakton. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal, ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi, sukar larut dalam alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin. Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena umumnya aroma yang lebih wangi (Ketaren, 1985).

Universitas Sumatera Utara

2.3 Cara isolasi minyak atsiri Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1) penyulingan (distillation), 2) pengepresan (pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak. 2.3.1 Metode penyulingan a. Penyulingan dengan air Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas model ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu, sering disebut penyulingan langsung. Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh. b. Penyulingan dengan uap Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air penghasil uap dan bahan yang akan disuling berada pada ketel yang berbeda. Uap yang digunakan berupa uap jenuh. c. Penyulingan dengan air dan uap Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas rak-rak atau saringan. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan

Universitas Sumatera Utara

disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony & Rahmayati, 2000). 2.3.2 Metode pengepresan Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit buah yang memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir ke permukaan bahan. Contohnya minyak atsiri dari kulit jeruk dapat diperoleh dengan cara ini (Ketaren, 1985). 2.3.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air, terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga misalnya bunga cempaka, melati, mawar dan kena (Ketaren, 1985). 2.3.4 Ekstraksi dengan lemak padat Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu enfleurasi dan maserasi (Ketaren, 1985). 2.4 Analisa Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS 2.4.1 Kromatografi gas Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran kimia dalam suatu bahan, Komponen yang akan dipisahkan di bawa oleh suatu gas lembam (gas pembawa) melalui kolom. Campuran cuplikan akan terbagi diantara gas pembawa dan fase diam. Fase diam akan menahan komponen secara selektif berdasarkan

Universitas Sumatera Utara

koefisien distribusinya, sehingga terbentuk sejumlah pita yang berlainan pada gas pembawa. Pita komponen ini meninggalkan kolom bersama aliran gas pembawa dan dicatat sebagai fungsi waktu oleh detekto (Mc Nair and Bonelli, 1988). Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom disebut waktu tambat (waktu retensi) yang diukur mulai saat penyuntikan sampai saat elusi terjadi (Gritter, dkk., 1991). Menurut Eaton (1989), hal yang mempengaruhi waktu retensi yaitu: 1. Sifat senyawa, semakin sama kepolaran dengan kolom dan makin kurang keatsiriannya maka akan tertahan lebih lama di kolom dan sebaliknya. 2. Sifat adsorben, semakin sama kepolaran maka senyawa akan semakin lama tertahan dan sebaliknya. 3. Konsentrasi adsorben, semakin banyak adsorben maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya. 4. Temperatur kolom, semakin rendah temperatur maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya. 5. Aliran gas pembawa, semakin kecil aliran gas maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya. 6. Panjang kolom, semakin panjang kolom akan menahan senyawa lebih lama dan sebaliknya. Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu dan detektor. 2.4.1.1 Gas Pembawa Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni, dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai,

Universitas Sumatera Utara

semua gas yang dipakai ini harus tidak reaktif, dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dapat dikemas dalam tangki bertekanan tinggi. Gas pembawa yang sering dipakai adalah helium (He), argon (Ar), nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan karbon dioksida (CO2) (Gritter, 1991). 2.4.1.2 Sistem Injeksi Cuplikan dimasukkan kedalam ruang suntik melalui gerbang suntik, biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom, dan biasanya pada suhu 10-15oC lebih tinggi dari suhu maksimum. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, dkk., 1991). 2.4.1.3 Kolom Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan hal sentral dalam kromatografi gas. Ada dua jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas (packing column) dan kolom kapiler (capillary column). Kolom kemas terdiri atas fase cair yang tersebar pada permukaan penyangga yang lembam (inert) yang terdapat dalam tabung yang relatif besar (diameter dalam 13mm). Kolom kapiler jauh lebih kecil (0,02 0,2 mm) dan dinding kapiler bertindak sebagai penyangga lembam untuk fase diam cair. Semakin sempit diameter kolom, maka efisiensi pemisahan kolom semakin besar atau puncak kromatogram yang dihasilkan semakin tajam. Pada umumnya, seorang analis akan memilih kolom dengan diameter 0,2 atau yang lebih kecil ketika menganalisis sampel dengan konsentrasi yang kecil atau memisahkan komponen yang sangat kompleks (Rohman, 2007).

Universitas Sumatera Utara

2.4.1.4 Fase diam Banyak macam bahan kimia yang dipakai sebagai fase diam antara lain: squalen, DEGS (Dietilglikol suksinat). Fase diam yang dipakai dalam kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar atau semi polar. Jenis fase diam akan menentukan urutan elusi komponen komponen dalam campuran. Seorang analis harus memilih fase diam yang mampu memisahkan komponen komponen dalam sampel (Rohman, 2007). 2.4.1.5 Suhu Tekanan uap sangat bergantung pada suhu, maka suhu merupakan faktor utama dalam GC. Pada GC-MS terdapat tiga pengendali suhu yang berbeda, yaitu: suhu injektor, suhu kolom, suhu detektor. Suhu injektor Suhu injektor harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan dengan cepat sehingga tidak menghilangkan keefisienan cara penyuntikan. Tetapi sebaliknya, suhu harus cukup rendah untuk mencegah peruraian atau penataan ulang akibat panas (McNair and Bonelli, 1988). Suhu kolom Suhu kolom harus cukup tinggi sehingga analisis dapat diselesaikan dalam waktu yang sesuai, dan harus cukup rendah sehingga terjadi pemisahan. Umumnya semakin rendah suhu kolom, semakin tinggi koefisien partisi dalam fase diam sehingga hasil pemisahan semakin baik. Pada beberapa hal tidak dapat digunakan suhu kolom yang rendah, terutama bila cuplikan terdiri atas senyawa dengan rentangan titik didih yang lebar, untuk itu suhu perlu diprogram.

Universitas Sumatera Utara

Suhu detektor Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan air atau hasil samping yang terbentuk pada proses pengionan tidak mengembun (McNair and Bonelli,1988). 2.4.1.6 Detektor Menurut McNair dan Bonelli (1988) ada dua detektor yang popular yaitu detektor hantar-thermal (DHB) dan detektor pengion nyala (DPN). 2.4.2 Spektrometri massa Spektrofotometer massa pada umumnya digunakan untuk: 1. Menentukan massa molekul 2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa Beresolusi Tinggi (High Resolution Mass Spectra) 3. mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola fragmentasinya (Dachriyanus,2004) Spektrometer massa terdiri dari sistem pemasukan cuplikan, ruang pengion dan percepatan, tabung analisis, pengumpul ion dan penguat, dan pencatat. Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak paling kuat pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein, 1986).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai