Anda di halaman 1dari 5

BAB I PENDAHULUAN Di Indonesia, cabai merupakan komoditas penting dalam kehidupan sehari-hari, biasanya digunakan sebagai pelengkap hidangan

keluarga. Akan tetapi, pada kenyataannya, konsumsi masyarakat Indonesia terhadap cabai bisa dikatakan masih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari konsumsi cabai per kapita per orang tiap tahunnya. "Secara keseluruhan, total konsumsi cabai kita 1.2 juta ton per tahun dibagi 250 juta penduduk Indonesia. Itu setengah kilogram per tahun," ujar Wakil Menteri Pertanian, Bayu Krisnamurthi. Jadi, secara keseluruhan, konsumsi cabai per kapita per orang di Indonesia hanya sekitar 0.5 kg per tahun. Namun, selama beberapa pekan terakhir konsumsi cabai per kapita per orang di Indonesia semakin turun, hal ini dikarenakan kenaikan harga cabai yang mencapai Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu per kg. "Sebelum Tahun Baru harga cabai mencapai Rp 80 ribu per kg lalu turun Rp 60 ribu. Setelah itu naik lagi Rp 70 ribu sampai sekarang naik terus," tutur Aman, pedagang cabai di Pasar Pandansari (06 Januari 2011). Bahkan di pasar tradisional, harga cabai berkisar Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu per kg, yang menurut beberapa pedagang bandrol Rp 100 ribu per kg merupakan harga terendah sebab sebelumnya harga berkisar Rp 120 ribu per kg. Jika diecer, yang biasanya dengan Rp 2 ribu pembeli bisa mendapatkan cabai, maka sekarang uang yang harus dikeluarkan adalah minimal Rp 5 ribu," keluh pedagang. Berikut adalah data kenaikan harga cabai yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik Jawa Barat: untuk cabai merah besar, kenaikannya mencapai 102%, sedangkan untuk cabai rawit, kenaikannya mencapai 127%. Padahal pantauan BPS sebelumnya di 7 Kota di Jawa Barat saat Desember 2010, kenaikan harga cabai masih sekitar 60% untuk cabai merah dan 65% untuk cabai rawit. Kenaikan ini mempengaruhi inflasi bahan pangan di Indonesia. Untuk cabai sendiri, andil inflasi terhadap kelompok bahan makanan adalah sebesar 0.28% untuk cabai merah dan 0.12% untuk cabe rawit, ujar Kepala Badan Pusat Statistik Jawa Barat, Lukman Ismail. Semua kenaikan ini dikarenakan permintaan cabai yang meningkat dan musim hujan yang berlangsung pada beberapa pekan terakhir yang mengakibatkan menurunnya jumlah produksi cabai. Produksi cabai merah di Jawa Barat pada tahun 2009 mencapai 209 ribu

ton dengan luas area lahan 16 ribu hektar, sedangkan untuk cabai rawit adalah 106 ribu ton dengan area lahan 7.849 hektar. Sedangkan data pada bulan Oktober lalu menyatakan bahwa jumlah panen cabai merah menurun menjadi 175 ribu ton dengan luas lahan yang sama. Meroketnya harga cabai yang semakin tak terkendali sangat mempengaruhi usaha Unit Kecil Menengah (UKM), salah satu contohnya adalah pengelola rumah makan Padang. Umumnya, para pedagang tidak mungkin mengurangi jumlah cabai yang dimasak apalagi menaikkan harga, karena hal tersebut dapat mengurangi kualitas dari produk yang dihasilkan dan jika kualitas suatu produk menurun, maka tidak menutup kemungkinan jumlah pelanggan pada UKM yang bersangkutan juga menurun. Untuk bisa bertahan dengan keadaan yang ada, maka UKM tersebut haruslah memiliki strategi untuk menyiasati kenaikan harga cabai yang terjadi sekarang ini, salah satu contoh strategi yang digunakan adalah mengganti cabai merah dengan cabai hijau. Hal ini dikarenakan harga cabai rawit merah lebih mahal dibanding cabai rawit hijau. Namun, kebanyakan strategi yang diterapkan tidak terlalu mempengaruhi keadaan cabai itu sendiri sebagai salah satu bahan baku, baik dari sisi harganya yang melonjak maupun ketersediannya yang menurun. Oleh karena itu, essay ini dibuat dengan maksud untuk membahas dampak harga cabai terhadap Unit Kecil Menengah (UKM) yang menggunakan cabai sebagai bahan bakunya dan bagaimana cara UKM tersebut mengatasi produksinya dengan kondisi harga cabai yang tinggi dan ketersediannya yang menurun, baik secara jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk menganalisis penyebab, dampak, dan penanggulangan kenaikan harga cabai, kami menggunakan beberapa Quality tools dan melakukan brainstorming.

BAB II

DASAR TEORI Cabai Bagi masyarakat Indonesia, buah cabai merupakan salah satu bahan yang tidak bisa dipisahkan dengan masakan sehari-hari. Cabai rawit terdiri dari tiga varietas, yaitu cengek leutik, cengek domba (cengek bodas), ceplik. Ciri khasnya, cabai rawit (cengek leutik) ukuran buahnya kecil dan bediri tegak pada tangkainya, warna buah muda yaitu hijau dan setelah tua akan berwarna merah. Cabai Domba (cengek bodas) ukuran buahnya lebih besar dari cengek leutik, ketika muda berwarna putih, dan ketika tua berwarna jingga. Ceplik ukurannya buahnya besar, berwarna hijau waktu masih muda, setelah tua berubah menjadi merah. (http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat). Di dalam cabai rawit tiap 100 gram mengandung 103 kal energi, 4.7g protein, 2.4g lemak, 19.9g karbohidrat, 45mg kalsium, 85mg fosfor, 11.050 SI vitamin A, 70mg vitamin C (Husna Amin, 2007). Selain itu, dengan kandungan zat antioksidan yang cukup tinggi (seperti vitamin C dan beta karoten), cabai rawit dapat digunakan untuk mengatasi ketidaksuburan (infertilitas), afrodisiak, danmemperlambat proses penuaan (http://www.iptek.net.id/ind/obat). Buahnya mengandung kapsaisin, kapsantin, karotenoid, alkaloid atsiri, resin, minyak menguap, vitamin (A dan C). Kapsaisin memberikan rasa pedas pada cabai, berkhasiat untuk melancarkan aliran darah serta pematirasa kulit. Biji cabai rawit mengandung solanine, solamidine, solamargine, solasodine, solasomine, dan steroid saponin (kapsisidin). (http://www.iptek.net.id/ind/pdtanobat). Varietas cabai sendiri bermacam-macam. Yang pertama meliputi Cabai kecil (cabai jeprit), Cabai putih (cabai cengek), Cabai hijau (cabai ceplik). Menurut Departemen RI, cabai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu Cabai rawit (cengek leutik), Cabai domba (cengek bodas), Ceplik. Sedangkan masyarakat tani di Kutoarjo, Jawa Tengah terdapat tiga macam jenis cabai, yaitu Cabai rawit kecil (cengek leutik), Cabai rawit putih (cengek bodas), dan Cabai rawit hijau (Husna Amin,2007). Asam askorbat (vitamin C) adalah suatu zat organik yang merupakan koenzim pada berbagai reaksi biokimia tubuh. Mempunyai BM =

176,13. Vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak, disamping mudah larut dalam air. Vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi. Sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui kadar vitamin C pada cabai rawit berbagai varietas. Cabai diketahui mempunyai khasiat dalam menyembuhkan berbagai penyakit dan juga untuk bahan industri farmasi (obat-obatan). Unit Kecil Menegah (UKM) Secara keseluruhan, sektor UKM diperkirakan menyumbang sekitar lebih dari 50% PDB (kebanyakan berada di sektor perdagangan dan pertanian) dan sekitar 10 % dari ekspor. Meski tidak tersedia data yang terpercaya, ada indikasi bahwa pekerja industri skala menengah telah menurun secara relatif dari sebesar 10 % dari keseluruhan pekerja pada pertengahan tahun 1980an menjadi sekitar 5 % di akhir tahun 1990an. Dibandingkan dengan negara maju, Indonesia kehilangan kelompok industri menengah dalam struktur industrinya. Akibatnya disatu sisi terdapat sejumlah kecil perusahaan besar dan di sisi lain melimpahnya usaha kecil yang berorientasi pasar domestik. Usaha Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar Rp10.000.000.000,00, (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s/d Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Ciri-ciri usaha menengah Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi; Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan

penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan; Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll; Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll; Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan; Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik.

QuickTime and a decompressor are needed to see this picture.

Contoh usaha menengah Jenis atau macam usaha menengah hampir menggarap komoditi dari hampir seluruh sektor mungkin hampir secara merata, yaitu: Usaha pertanian, perternakan, perkebunan, kehutanan skala menengah; Usaha perdagangan (grosir) termasuk expor dan impor; Usaha jasa EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut), garment dan jasa transportasi taxi dan bus antar proponsi; Usaha industri makanan dan minuman, elektronik dan logam; Usaha pertambangan batu gunung untuk kontruksi dan marmer buatan.

Anda mungkin juga menyukai