Anda di halaman 1dari 8

Kedua menurutnya, Bank Indonesia (BI) harus menerapkan dual sistem banking.

Artinya setiap outlet bank harus menganut dua sistem. Sehingga bank manapun dapat menjual produk perbankan syariah.

Bentuk Bank Syariah Dalam perkembangannya, bank syariah terbagi menjadi dua bentuk, yaitu bentuk full pledge Islamic banking dan dual system. 15 Full pledge Islamic banking adalah penyelenggaraan sistem perbankan yang sepenuhnya menjalankan prinsip syariah dalam sistem operasionalnya. Model ini diterapkan di Indonesia, Iran, Pakistan, dan negara Timur Tengah lainnya. Di Indonesia model ini dikenal dengan istilah Bank Umum Syariah (BUS). Sedangkan dual system adalah penyelenggaraan dua sistem perbankan, yaitu sistem syariah dan konvensional secara berdampingan yang pelaksanaannya diatur dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. 16 Model ini diterapkan di Mesir, Arab Saudi, Indonesia dan Malaysia. Namun dalam penerapan model kedua, antara Indonesia dan Malaysia memiliki sedikit perbedaan. Bank syariah di Malaysia lebih dianggap sebagai variasi sebuah produk bank, sehingga semua bank konensional di sana dapat membuat produk bank syariah berdasarkan Skim Perbankan Tanpa Faidah (SPTF). Produk tersebut dapat dijual di seluruh kantor cabang konvenional, tanpa harus membuat unit usaha syariah atau kantor cabang syariahnya terlebih dahulu. Pola yang diterapkan Malaysia ini disebut dengan window banking system. Sedangkan Indonesia dalam menerapkan model kedua memilih pendekatan kelembagaan atau dikenal dengan pola dual banking system, yaitu bagi bank konvensional yang akan membuka layanan syariah, diwajibkan membentuk Unit Usaha Syariah (UUS) terlebih dahulu. Pembentukan UUS ini dimaksudkan sebagai satuan kerja di kantor pusat bank umum yang berfungsi sebagai kantor induk bagi kantor-kantor cabang syariah, sehingga layanan syariah hanya dimungkinkan dilayani di kantor-kantor cabang syariahnya.

Dari pengertian mengenai bank umum sebagaimana dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa bank umum boleh memilih untuk melakukan jenis kegiatannya, yaitu hanya melakukan kegiatan usaha perbankan konvensional saja, atau berdasarkan Prinsip Syariah saja atau melakukan kedua kegiatan tersebut. Namun sebagaimana telah diterangkan dari penjelasan pasal 6 huruf (m) diatas, apabila bank umum yang melakukan kegiatan usaha perbankan konvensional juga ingin melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan Prinsip Syariah, bank umum tersebut harus melakukannya dengan membuka cabang khusus untuk melakukan kegiatan tersebut. Dengan kata lain, bank umum konvensional boleh membuka double window, yaitu conventional window dan Islamic window, namun tidak boleh mencampuradukan keduia window itu dalam suatu kantor cabang

bank yang bersangkutan.

Dalam pasal 1 ayat (1) PP No.72 tahun 1992 disebutkan bahwa : Bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah bank umum atau bank perkreditan rakyat yang melakukan kegiatan usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil. Mengenai tentang prinsip bagi hasil itu disebutkan dalam pasal 3 PP No.72 tahun 1992 itu sebagai berikut : (1) prinsip bagi hasil sebagaimana dimaksud daam pasal 1 ayat (1) adalah prinsip bagi hasil berdasarkan Syariah yang digunakan yang digunakan oleh bank berdasarkan prinsip bagi hasil dalam : a. menetapkan imbalan yang akan diberikan kepada masyarakat sehubungan dengan penggunaan/pemanfaatan dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya, b. menetapkan imbalan yang akan diterima sehubung dengan penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan baik untuk keperluan investasi maupun modal kerja, c. menetapkan imbalan sehubungan dengan kegiatan usaha lainnya yang lazim dilakukan olah bank dengan prinsip bagi hasil. (2) pengertian prinsip bagi hasil dalam penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, termasuk pula kegiatan usaha jual beli. Pertanyaan yang timbul ialah, apakah suatu bank umum atau suatu bank perkreditan rakyat yang melakukan kegiatan bank yang berdasarkan bunga sekaligus juga boleh melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip Syariah? Sebaliknya pula, apakah suatu bank umum atau suatu bank perkreditan rakyat yang melakukan kegiatan bank berdasarkan prinsip Syariah boleh pula melakukan kegiatan perbankan konvensional berdasarkan bunga? Menurut pasal 6 PP No.72 tahun 1992, hal yang dipertanyakan itu tidak mungkin dilakukan. pasal 6 PP No.72 tahun 1992 itu menentukan sebagai berikut: 1. bank umum atau bank perkreditan rakyat yang kegiatan usahnya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenanakan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil. 2. bank umum atau bank perkreditan rakyat yang kegiatan usahnya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenanakan melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil. Namun dengan berlakunya undang-undang No.10 tahun 1998, sebagaimana hal itu ternyata dari penjelasan pasal 6 huruf (m), bank umum yamg melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah, namun dilakukan oleh kantor cabang khusus semata-mata melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah saja.dengan kata lain, suatu cabang bank konvensional tidak boleh melaksanakan secara berbarengan kegiatan usahaperbankan konvensional dan kegiatan usaha perbankan berdasarkan Prinsip Syariah.

Sedangkan bank Umum yang melakukan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah (bank umum syariah) tidak di benarkan sama sekali untuk melakukan kegiatan usaha secara konvensional, sekalipun kegiatannya itu dilakukan dengan cara membuka suatu kantor cabang yang khusus hanya melakukan kegiatan usaha secara konvensional. Dengan demikian, UU No.10 Tahun 1998 memberikan perlakuan yang berbeda antara bank umum yang melakukan kegiatan usaha secar konvensional dan benk umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Hal ini dapat disimpulkan dari penjelasan Pasal 6 huruf (m) tersebut. Penertian bank umum dan bank perkreditan rakyat sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 UU No. 10 Tahun 1998 mendukung pula penjelasan tersebut di atas. Menurut Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Perbankan, bank umum didefinisikan sebagai berikut : Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dari pengertian mengenai bank umum sebagaimana dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa bank umum boleh memilih untuk melakukan jenis kegiatannya, yaitu hanya melakukan kegiatan usaha perbankan konvensional saja, atau berdasarkan Prinsip Syariah saja atau melakukan kedua kegiatan tersebut. Namun sebagaimana telah diterangkan dari penjelasan pasal 6 huruf (m) diatas, apabila bank umum yang melakukan kegiatan usaha perbankan konvensional juga ingin melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan Prinsip Syariah, bank umum tersebut harus melakukannya dengan membuka cabang khusus untuk melakukan kegiatan tersebut. Dengan kata lain, bank umum konvensional boleh membuka double window, yaitu conventional window dan Islamic window, namun tidak boleh mencampuradukan keduia window itu dalam suatu kantor cabang bank yang bersangkutan.(praktik perbankan di zaman nabi dan sahabat )

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil di Bank Syari'ah Kontrak mudharabah adalah suatu kontrak yang dilakukan oleh minimal dua pihak. Tujuan utama kontrak ini adalah memperoleh hasil investasi. Besar kecilnya investasi di pengaruhi banyak faktor. Faktor pengaruh tersebut ada yang berdampak langsungdan ada yang tidak langsung. A. Faktor langsung Diantara faktor-faktor langsung (direct factors) yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio) Investmen rate merupakan prosentase aktual dana yang dapat diinvestasikan dari total dana yang terhimpun. Jika 80 % dana yang terhimpun diinvestasikan, berarti 20 % nya dicadangkan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber yang dapat diinvestasikan. Dana tcrsebut dapat dihitung dengan menggunakan salah satu metode : Rata-rata saldo minimum bulanan; Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk investasi akan menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan. Nisbah (profit sharing ratio) a) Salah satu ciri al mudharafah adalah nisbah yang harus ditentukan sesuai persetujuan di awal perjanjian. b) Nisbah antara satu bank dengan bank lain dapat berbeda. c) Nisbah antara satu bank dengan bank yang lainnya dapat berbeda. d) Nisbah dapat berbeda dari waktu kewaktu dalam satu bank, misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan B. Faktor Tidak Langsung Faktor tidak langsung yang mempengaruhi bagi hasil adalah: 1. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya muddharabah Bank dan nasabah melakukan share pendapatan yang dibagi hasilkan adalah pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya. Jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue sharing. 20 2. Kebijakan akunting (prinsip dan metode akutansi)

Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh jalannya aktivitas yang diterapkan,terutama dengan pengakuan pendapatan dan biaya.

Dalam paradigma akuntansi Islam, bank syariah memiliki fungsi sebagai berikut: i. Manajemen Investasi Bank-bank Islam dapat melaksanakan fungsi ini ber-dasarkan kontrak mudharabah atau kontrak perwakilan. Menurut kontrak mudharabah, bank (dalam kapasitasnya sebagai mudharib, yaitu pihak yang melaksanakan inves-tasi dana dari pihak lain) menerima persentase keuntungan hanya dalam kasus untung. Dalam hal terjadi kerugian, sepenuhnya menjadi risiko penyedia dana (shahibul maal), sementara bank tidak ikut menanggungnya. ii. Investasi Bank-bank Islam menginvestasikan dana yang ditem-patkan pada dunia usaha (baik dana modal maupun dana rekening investasi) dengan menggunakan alatalat investasi yang konsisten dengan syariah. Di antara contohnya adalah kontrak al murabahah, al mudharabah, al musyarakah, bai as salam, bai al ishtisna, al ijarah,dan lain-lain. Rekening investasi dapat dibagi menjadi tidak terba-tas (unrestricted mudharabah) atau terbatas (restricted mudharabah). Rekening investasi tidak terbatas (general investment) Pemegang rekening jenis ini memberi wewenang kepada bank Islam untuk menginvestasikan dananya dengan cara yang dianggap paling baik dan feasible, tanpa menerapkan pembatasan jenis, waktu dan bidang usaha investasi. Dalam skema ini bank Islam dapat mencampurkan dana pemegang rekening investasi dengan dananya sendiri (modal) atau dengan dana lain yang berhak dipakai oleh bank Islam (misalnya rekening koran). Pemegang rekening investasi dan bank Islam umumnya berpartisipasi dalam keuntungan dari dana yang diinvestasikan. Rekening investasi terbatas (restricted investment)

Pemegang rekening jenis ini menerapkan pembatasan tertentu dalam hal jenis, bidang, dan waktu bank meng-investasikan dananya. Lebih jauh lagi, bank Islam dapat dibatasi dari mencampurkan dananya sendiri dengan dana rekening investasi terbatas untuk tujuan investasi. Bahkan bisa saja ada pembatasan lain yang diterapkan pemegang rekening investasi. Sebagai contoh, pemegang rekening investasi dapat meminta bank Islam untuk tidak menginvestasikan dananya dalam bidang pertanian dan peternakan. Bisa juga pe-megang rekening investasi meminta bank Islam itu sendiri yang melaksanakan investasi, bukan melalui pihak ketiga. iii. Jasa-Jasa Keuangan Bank Islam dapat juga menawarkan berbagai jasa ke-uangan lainnya berdasarkan upah (fee based) dalam sebuah kontrak perwakilan atau penyewaan. Contohnya garansi, transfer kawat, L/C, dan sebagainya. iv. Jasa Sosial Konsep perbankan Islam mengharuskan bank Islam me-laksanakan jasa sosial, bisa melalui dana qardh (pinjaman kebajikan), zakat, atau dana sosial yang sesuai dengan ajaran Islam. Lebih jauh lagi, konsep perbankan Islam juga mengharuskan bank Islam memainkan peran dalam pengembangan sumber daya insani dan menyumbang dana bagi pemeliharaan serta pengembangan lingkungan hidup

Dalam peraturan PBI No.8/3/2006 tentang Layanan Syariah yang kemudian disebut dengan Office Channelling (OC), yaitu perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi bank syariah dan pembukaan kantor syariah oleh bank konvensional, dengan kata lain cabang bank konvensional yang telah memiliki UUS (Unit Usaha Syariah) diperbolehkan menerapkan layanan syariah. Dalam PBI No.9/2006 yang merupakan revisi PBI No.8/3/2006 Layanan Syariah adalah kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan dan pemberian jasa perbankan lainnya berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan di Kantor Cabang dan atau di Kantor Cabang Pembantu, untuk dan atas nama Kantor Cabang Syariah pada Bank yang sama.

Istilah office channelling sendiri tak terdapat satupun dalam PBI No.8 Tahun 2006, yang ada hanya tentang Layanan Syariah (LS). LS dapat dibuka dalam satu wilayah propinsi dengan Kantor Cabang Syariah (KCS) Induknya, dengan menggunakan pola kerjasama antara KCS dengan KC dan atau KC Pembantu (KCP), atau dengan menggunakan sumber daya manusia sendiri Bank yang telah memiliki pengetahuan mengenai produk dan operasional Bank Syariah. Selanjutnya Layanan Syariah wajib memiliki pembukuan yang terpisah dari KC dan atau KC Pembantu, menggunakan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi perbankan syariah, dan laporan keuangan LS wajib digabungkan dengan laporan keuangan Kantor Cabang Syariah (KCS) induknya pada hari yang sama.

Anda mungkin juga menyukai