Anda di halaman 1dari 11

SEJUMLAH LEMBAGA NONSTRUKTURAL DIHAPUS

JAKARTA, HALUAN Sejumlah lembaga non struktural (LNS) akan dihapus karena sudah tidak eksis berdasakan hasil verifikasi data terhadap sebelas LNS. Disamping itu ada juga yang digabungkan dengan kementerian yang sudah ada. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) E.E. Mangindaan dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi II DPR, di Gedung, Selasa (12/7) menjelaskan, ada 4 LNS yang dihapuskan, yaitu Komite antar Departemen Bidang Kehutanan, Dewan Buku Nasional, Badan Kebijakan serta Pengendalian Perumahan dan Permukiman Nasional. Selain itu juga ada Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat. Keempat LNS tersebut sudah tidak melakukan tugas dan fungsi sebagaimana yang diamanatkan dan tidak ada dukungan anggaran SDM maupun sarana dan prasarana, terang Mangindaan. Kemudian ada enam LNS yang akan dialihkan pada Kementerian/Lembaga karena mempunyai kesamaan tugas dan fungsi, yaitu Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk pada Anak dialihkan ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Komisi Hukum Nasional dialihkan ke Kementerian Hukum dan HAM, Dewan Gula Indonesia dialihkan ke Kementerian Pertanian dan Badan Pengembangan Kawasan Ekonomi Terpadu dialihkan ke Kementerian Pekerjaan Umum. Selain itu juga ada, Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional dialihkan ke Lembaga Penerbangan dan Antaraiksa Nasional serta Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia dialihkan ke Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. Keenam LNS tersebut tugas dan fungsinya tumpang tindih dengan Kementerian/Lembaga terkait. SDM, anggaran, serta sarana dan prasarana menempel pada Kementerian/Lembaga lain, jelasnya. Satu LNS lagi yaitu Standar Nasional untuk Satuan Ukuran dialihkan ke Badan Standardisasi Nasional. Namun demikian diarahkan untuk dilakukan pada penataan LNS tahap berikutnya karena pembentukannya didasarkan pada Peraturan Pemerintah, katanya. Dia menambahkan, upaya ini diharapkan untuk meningkatkan efisiensi anggaran negara. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan pada tahun 2010, APBN yang telah dialokasikan untuk pembiayaan LNS sebesar Rp 14,9 triliun, jelasnya. (h/sam)

Keberadaan Lembaga Nonstruktural Ditata


View What links here Track

Posted Wed, 20/07/2011 - 09:19 by itaibnu INSTANSI NEGARA KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Aktivitas di kantor Komisi Hukum Nasional (KHN), Jakarta, Selasa (19/7). KHN memiliki 34 pegawai honorer, yang bertugas memberikan rekomendasi terkait dengan reformasi hukum kepada presiden. Jakarta, Kompas - Keberadaan lembaga nonstruktural, yang setiap tahun jumlahnya bertambah, diharapkan bisa ditata ulang. Pemerintah diminta membuat desain penataan lembaga nonstruktural, sekaligus memangkas jumlah lembaga di luar struktur pemerintahan, paling lambat tahun 2012. Permintaan itu dikatakan Wakil Ketua Komisi II DPR A Hakam Naja, Selasa (19/7), di Jakarta. Komisi II sudah meminta pemerintah agar mengkaji lebih detail keberadaan lembaga nonstruktural, tuturnya. Pengkajian ulang tersebut dibutuhkan mengingat sebagian besar lembaga nonstruktural tak efektif bekerja. Keberadaan lembaga nonstruktural itu pun menambah beban keuangan negara. Hasil evaluasi itulah yang diharapkan bisa dijadikan pertimbangan untuk menata kembali keberadaan lembaga nonstruktural. Jadi, nanti dipilah, mana lembaga yang perlu dihapus atau digabung dan mana yang harus dipertahankan, ujarnya. Pemerintah diharapkan bisa memangkas lebih dari separuh lembaga nonstruktural yang ada. Secara terpisah, dosen Hukum Tata Negara Universitas Airlangga, Surabaya, Radian Salman; Guru Besar Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sofian Effendi; dan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Jakarta, Jimly Asshiddiqie sepakat bahwa penataan kelembagaan negara secara menyeluruh menjadi sesuatu yang sangat diperlukan saat ini. Kelembagaan yang gemuk dan tak efektif menjalankan fungsi hanya menghabiskan anggaran. Pelayanan kepada masyarakat pun tidak membaik. Menurut Radian, perlu dilihat kewenangan dan efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi lembaga yang ada. Jika fungsinya tumpang-tindih, sebaiknya digabungkan atau dilekatkan di kementerian. Sepanjang tidak ada tuntutan netralitas dan keahlian, cukup dilakukan kementerian. Rambu pembentukan lembaga nonstruktural sebaiknya diatur dalam undang-undang. Kajian untuk penataan kelembagaan, menurut Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN) Ismadi Ananda,

sebenarnya sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Rekomendasi untuk menghapus atau menggabungkan beberapa lembaga juga sudah ada, tetapi kajian itu bocor. Pejabat lembaga nonstruktural atau lembaga nonkementerian tersebut berusaha menunjukkan eksistensinya. Saat ini, lanjut Ismadi, setelah menerjunkan tim ke lapangan, Kementerian PAN menemukan 11 lembaga nonstruktural yang benar-benar tidak berfungsi. Empat lembaga akan dihapus karena tak ada kantor, personel, anggaran, dan kegiatan. Keempat lembaga itu adalah Komite Antardepartemen Bidang Kehutanan, Dewan Buku Nasional, Badan Kebijakan dan Pengendalian Perumahan dan Permukiman Nasional, serta Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat. Tujuh lembaga lain akan dialihkan fungsinya ke kementerian untuk menghilangkan tumpang-tindih fungsi. Sepanjang tahun 2010, ungkap Ismadi, kesebelas lembaga nonstruktural itu mendapatkan alokasi anggaran Rp 2,057 triliun. Angka itu bagian dari alokasi untuk 85 lembaga nonstruktural sebesar Rp 14,9 triliun tahun 2010, bukan Rp 38 triliun seperti disebutkan sebelumnya. Lagi pula, menurut Ismadi, lembaga nonstruktural adalah lembaga ad hoc. Oleh karena itu, lembaga-lembaga itu perlu dibubarkan setelah tugasnya selesai. Namun, kenyataannya setelah duduk, lupa berdiri. Bahkan, pejabatnya minta fasilitas jabatan setingkat pejabat eselon I, seperti direktur jenderal, yaitu meminta mobil setara Toyota Camry, fasilitas kantor, dan staf ahli. Penataan terhadap 77 lembaga nonstruktural lain ditargetkan rampung tahun berikutnya. Untuk memayungi penataan itu, disiapkan pula rancangan undang-undang mengenai lembaga nonstruktural. Siap dievaluasi Secara terpisah, Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana serta Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Samendawai menyatakan kesiapannya untuk dievaluasi. LPSK adalah salah satu dari 88 lembaga nonstruktural. Satgas adalah lembaga yang dibentuk Presiden untuk tugas tertentu. Denny mengakui, Satgas memang sepatutnya dievaluasi oleh Presiden yang membentuknya. Kami siap dievaluasi karena itu adalah keniscayaan, katanya. Kalau pendirian Satgas adalah karena banyaknya mafia hukum, lanjut Denny, tentu lembaga ini masih dibutuhkan. Praktik mafia hukum masih berlangsung hingga sekarang. Abdul Haris sependapat, lembaga atau komisi negara memang perlu dievaluasi secara mendalam, apakah kinerja lembaga itu efektif atau tidak, termasuk kontribusinya bagi kepentingan bangsa dan negara. Evaluasi harus dilakukan oleh masyarakat, Presiden, dan DPR. Kalau ada lembaga yang tidak efektif kerjanya dan menghambur-hamburkan uang negara, patut dipertimbangkan, apa masih dibutuhkan atau tidak. Jangan sampai kewenangan sebuah lembaga yang sudah ada kemudian ditumpangi oleh kewenangan lembaga baru, katanya.

Ketua Komisi Hukum Nasional (KHN) JE Sahetapy mengungkapkan, peleburan KHN adalah hak prerogatif presiden. Ia tak mempersoalkan lembaga itu bakal ditempelkan ke mana pun. Selama sekitar 10 tahun berdiri, ujar Sahetapy, KHN membuat 50 penelitian. Hasil penelitian itu diserahkan kepada pemerintah, DPR, dan lembaga terkait meski tak pernah direspons. Kalau tidak dipakai kementerian, itu bukan urusan saya, katanya. Anggaran KHN selama satu tahun hanya Rp 10 miliar. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Wicipto mengakui bahwa pekerjaan KHN relatif sama dengan BPHN. (iam/ana/ato/lok/nta/ina/bil) Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2011/07/20/02224394/keberadaan.lembaga.nonstruktural.ditata.

Perampingan Lembaga Non Struktural, Bagian dari Reformasi Birokrasi


09 Nov 2011

Hiburan Pelita

Baru-baru ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi merekomendasikan penghapusan 4 Lembaga Non Struktural (LNS), dan pengalihan fungsi 7 (tujuh) LNS ke kementerian/lembaga. Ke depan, penataan LNS yang merupakan bagian dari reformasi birokrasi ini, akan dituangkan dalam suatu grand design, dan diatur dalam sebuah undang-undang. Dengan demikian, pembentukan INS tam ataupun pembubaran I.NS memiliki pijakan hukum yang kuat, untuk menciptakan kelembagaan jang tepat ukuran dan tepat fungsi. Lebih dari itu, kehadiran INS juga harus didasarkan pada kebutuhan riil untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bersih dalam pem elenggoraan negara, bukan dilatarbelakangi oleh kepentingan-kepentingan tertentu termasuk kepentingan politis. LNS merupakan lembaga yang bersifat independen serta memiliki otonomi dalam menjalankan mandatnya sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Keanggotaan LNS tersebut bersifat adlin, dan terdiri dari berbagai unsur.

Seiring dengan era keterbukaan, jumlah LNS semakin berkembang don saal ini sudah mencapai 88 LNS. Dari jumlah itu. 39 LNS dibentuk berdasarkan undang-undang, 8 LNS dibentuk dengan peraturan pemerimuh, dan 41 LNS dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. Selain jumlahnya lebih banyak dari lum lah kementerian, tugas dan fungsinya sering menimbulkan duplikasi pelaksanaan lugas kementerianlembaga pemerintah. Vl.un itu, keberadaan LNS juga berimplikasi terhadap bcsamy a beban anggaran negara. Sementara dari hasil evlauai, tidak seluruh LNS memiliki kontribusi signifikan terhadap proses penyelenggaraan negara, ujar Sekretaris Kementerian PAN dan RB. Tasdik Kimoto.. Menurut dia, hal itu tidak sejalan dengan prinsip-prinsip reformasi birokrasi, yang antara lain menekankan pentingnya penataan organisasi yang proporsional, efektif, dan efisien dalam mewujudkan goodgovcrnumv dan pelayanan publik yong lebih baik. Tasdik Kinanto menambahkan, penataan LNS dilatarbelakangi oleh hasil rapal kerja Komisi II DPR dengan Menteri Sekretaris Negara tanggal 7 April 2008 dan tanggal I Juni 2009. untuk melakukan pengkajian lebih mendalam terhadap LNS. Menindaklanjuti hal itu. Sekretariat Negara telah melakukan berbagai forum untuk memperoleh berbagai pandangan para pokar dari 14 perguruan tinggi negeri serta sejumlah pejabat yang kompeten mengenai keberadaan LNS. Sejalan dengan rekomendasi para pakar, dalam Raker pada tanggal 2 Desember 2009. komisi II DPR menyampaikan agar Sekretariat Negara melakukan pengkajian lebih mendalam, dan diprioritaskan pada LNS yang pembentukannya berdasarkan Pcrpres/Kcppres. Setelah melakukan pengkajian lebih lanjut, menghasilkan adanya 11 LNS yong menjadi prioritas untuk ditata. Pertimbangannya, antara lain dasar hukum pembentukan, potensi tumpang tindih dengan kementerian; lembaga, alokasi anggaran negara, dan kinerja LNS yong bersangkutan. Langkah berikutnya. Menteri Sekretaris Negara membentuk llm Antar Kementerian, dengan anggota dari wakil don Kementerian Keuangan, Kementerian PAN dan RB, Sekretariat Kabinet, LAN, dan BKN. Tim ini bertugas melakukan kajian lebih lanjut dan mem .minkan persepsi mengenai jumlah LNS yong didasarkan keanggotaan, anggaran, dan status kesekretariatan, sehingga disepakati ada 85 LNS. Dalam perkembangannya, hingga tahun 2011 bertambah 3 LNS baru dengan dibentuknya Komisi Inovasi Nasional, Komisi Ekonomi Nasional, dan Dewan Nasional Kau asan Ekonomi Khusus (KEK), sehingga jumlah seluruhnya menjadi 88 LNS. Pada tanggal 21 dan 22 Juni 2010, llm Antar Kementerian ini melakukan verifikasi data dengan masing-masing LNS yang akan ditata. Hasilnya, kinerja 11 LNS sudah tidak efektif, sebagian tugas dan fungsinya tumpang tindih dengan kementerian lembaga, dasar hukum pembentukan beberapa LNS tidak sesuai dengan V\J No. 39/2008 tentangkementerian Negara. Bahkan untuk beberapa I NS tidak ada lagi alokasi anggaran. Melalui surat Mensesneg No. B-925/M.SesncgD308/20IO tanggal 4 Agustus 2010. hasil kajian tersebut disampaikan kepada Menteri Negara PAN dan RB.

Deputi Kelembagaan Kementerian PAN dan RB Ismadi Ananda mengungkapkan, dari verifikasi ulang iiu. 4 LNS direkomendasikan untuk dihapus, yakni Komite Antar Departemen Bidang Kehutanan, Dewan Buku Nasional. Badan Kebijakan dan Pengendalian Perumahan dim Permukiman Nasional, dan lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat. "Keempat LNS tersebut sudah tidak melakukan tugas dan fungsi sebagaimana diamanatkan, dan tidak uda dukungan anggaran. SDM maupun sarana dan prasarana," tambah Ismadi. Selain itu, enam LNS direkomendasikan untuk dialihkan pada kementerian/lembaga yang bersesuaian tugas dan fungsinya. Pasalnya, tugas dan fungsi keenam LNS tersebut tumpang tindih dengan kementcrianicmhaga terkait. Selain itu, SDM. anggaran serta sarana dan prasaranamajuga menempel pada kementerian lembaga lain. Keenam LNS dimaksud adalah Ml) Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk pada Anak dialihkan ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi; (2) Komisi Hukum Nasional dialihkan ke Kementerian Hukum dan HAM; (3) Dewan Gula Indonesia dialihkan ke Kementerian Pertanian (4) Badan Pengembangan Kawasan Ekonomi Terpadu dialihkan ke Kementerian Pekerjaan Umum (5) Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional dialihkan ke Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional; dan (6) Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia dialihkan ke Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. Selain enam I.NS dimaksud, salah satu LNS okni Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran, akan dialihkan ke Badan Standarisasi Nasional (BSN). "Namun diarahkan untuk dilaksanakan pada penataan LNS lahap berikutna, karena pembentukannya didasarkan pada peraturan pemerintah." tambah Ismadi. Perlu dialog Sekretaris Kementerian PAN dan RB mengatakan lebih lanjut agar penataan LNS dapat berjalan lancar dan efektif, pihaknya melakukan dialog dengan masing-masing pimpinan dan anggota LNS menyangkut pengalihan peganai. perlengkapan, pembiayaan dan dokumentasi arsip (IMHi Dialog juga akan dilakukan dengan pihak kementerian, lembaga yang akan menerima pengalihan P3D, saia mempersiapkan agenda penyerahan P3D. Terkait dengan penataan LNS ini. Kementerian PAN dan RB kini lengah men iupkan Rancangan Perprcs tentang Penghapusan Pengalihan LNS dimaksud. "Kami juga mohon dukungan kepada DPR RI untuk starting point penataan lahap berikutnya, terutama LNS yang dibentuk berdasarkan undang-undang. Selain itu. perlu adanya kesepahaman antara Pemerintah dengan DPR, agar dalam pem usunan RUU menghindari adanya pembentukan lembaga baru," tambah Menteri. Ditambahkan, sebagai bagian dari refomiasi birokrasi, pelaksanaan evaluasi LNS merupakan kebijakan yang harus dilakukan secara kontinyu dan berkesinambungan. Ke depan, evaluasi tidak hanya dilakukan pada LNS yang dibentuk berdasarkan Keppres atau Perprcs seperti 11 LNS di atas, tetapi juga akan mengarah pada LNS yong dibentuk dengan peraturan yong lebih tinggi.

Seminar Nasional Penataan LNS Hasilkan Sejumlah Kesimpulan Senin, 29 November 2010
Seminar Nasional dengan tema Formulasi Desain Penataan Lembaga Non Struktural yang Dibentuk Berdasarkan Undang-Undang Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia yang diselenggarakan oleh Kementerian Sekretariat Negara di Jakarta akhirnya menghasilkan beberapa buah kesimpulan. Seminar tentang penataan Lembaga Non Struktural (LNS) ini, Selasa (23/11), menghadirkan beberapa narasumber, antara lain Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva dengan makalah berjudul Tinjauan Lembaga Non Struktural dari Sisi Konstitusional; Formulasi Penentuan Pijakan Hukum Penataan LNS di Indonesia, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi yang tampil dengan makalah berjudul Penataan LNS dalam Kerangka Reformasi Birokrasi serta Upaya Formulasi Kebijakan strategis Kelembagaan Negara, Wakil Ketua Komisi II DPR Taufik Effendi dengan makalah berjudul Efektivitas Kelembagaan dan Strategi Penataan Lembaga Non Struktural, serta Bomer Pasaribu dengan presentasi berjudul Penataan State Auxiliary Bodies Dalam Sistem Ketatanegaraan. Beberapa kesimpulan yang dihasilkan antara lain, Keberadaan LNS dapat menjadi faktor pendorong dalam rangka checks and balances, terwujudnya sistem administrasi negara yang baik, serta birokrasi pemerintahan yang berkualitas. Namun, eksistensi LNS harus dapat dikendalikan agar tidak menjurus ke arah terciptanya kekuasaan baru yang lebih dominan daripada lembaga negara lainnya. Keberadaan LNS sebagai organ negara di luar organ utama yang ditentukan UUD adalah sesuatu yang sah, bahkan dalam perkembangan organisasi negara modern, keberadaan organ sejenis sangat diperlukan. Sesungguhnya, UUD memberikan kebebasan dan tidak membatasi pembentukan organ-organ itu tergantung pada kebutuhan pelaksanaan fungsi negara yang efektif. Mekanisme baik pembentukan maupun penataan organ negara, termasuk LNS tidak secara tegas diatur di dalam UUD. Walaupun demikian, mekanisme baik pembentukan maupun penataan LNS dapat mengikuti prinsip-prinsip konstitusi dan hukum administrasi, bahwa sebuah aturan atau norma termasuk suatu institusi hanya dapat dibatalkan atau diubah oleh institusi yang membentuknya; atau organ yang ada di atasnya; atau organ yang lebih superior; atau oleh putusan pengadilan yang berwenang untuk itu. Penataan lembaga state and presidential sebaiknya dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi serta berkelanjutan. Hal ini sangat penting dilakukan dalam kerangka reformasi birokrasi sebagai agenda politik utama pemerintahan sebagaimana yang dilakukan di berbagai negara sehingga menjadi pilar utama terwujudnya negara yang maju, bangsa yang bermartabat, dan pemerintahan yang berwibawa. Diperlukan formulasi untuk menata ulang LNS. Penataan ulang LNS harus dilakukan dalam kerangka mengefektifkan tugas dan fungsi serta pengelolaan sumber daya termasuk keuangan secara efisien. Oleh sebab itu penataan LNS dapat dilakukan berdasarkan pengelompokan tugas dan fungsi yaitu pengaturan atau pengurusan atau pelayanan umum. Penataan LNS harus selaras dengan program reformasi birokrasi untuk meningkatkan kinerja dan citra menjadi lembaga negara yang kredibel sebagai cerminan dari budaya organisasi yang dibangun dari ideologi dan konstitusi. Terdapat tiga pilihan strategi dalam penataan LNS; Pertama, penataan LNS secara menyeluruh dilakukan setelah pelaksanaan reformasi lembaga-lembaga kementerian dan non-kementerian, mengingat kedudukan LNS berada di luar birokrasi pemerintah. Penataan LNS dapat dilakukan secara simultan dengan reformasi kementerian dan non-kementerian jika fungsi LNS terkait atau dinilai menimbulkan tumpang-tindih dengan fungsi kementerian dan non-kementerian; Kedua: Penataan LNS harus diawali dengan menetapkan kriteria, terminologi, dan tolok ukur yang jelas; dan Ketiga, perlu mempertimbangkan asas efektivitas terukur, asas kinerja terukur, asas efisiensi, kelincahan, dan kecepatan bergerak; asas sinergisme antar lembaga; dan harus dapat mencegah terjadinya institutional conflict.

Dalam penataan LNS perlu dilakukan secara menyeluruh tanpa diskriminasi apakah keberadaan LNS tersebut atas perintah undang-undang atau peraturan yang lebih rendah. Keberadaan LNS yang dibentuk atas perintah undang-undang tidak perlu menjadi kendala dalam pelaksanaan penataan. Jika keberadaan LNS dinilai tidak terlalu signifikan dan perlu dihapus atau fungsinya dapat diakomodasikan ke dalam fungsi kementerian dan non-kementerian, maka revisi undang-undang terkait tidak akan mengalami hambatan, sepanjang untuk meningkatkan efisiensi anggaran negara dan efektivitas pemerintahan, serta dalam rangka pembenahan administrasi negara. Terdapat beberapa langkah dalam penataan LNS; Pertama, yang mengemban fungsi eksekusi, pengaturan, operasional, dan pungutan, dapat menjadi lembaga pemerintah atau dilebur ke dalam fungsi birokrasi pemerintah; Kedua, LNS yang selama ini disebut sebagai komisi namun menjalankan fungsi pembuatan/penetapan kebijakan dan eksekusi serta eksistensinya sangat dibutuhkan harus diubah menjadi lembaga negara atau lembaga independen. Sebagai contoh, KPU (Komisi Pemilihan Umum) dapat diubah menjadi LPU (Lembaga Pemilihan Umum) karena memiliki lingkup nasional dan bersifat permanen serta mengemban fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, dan eksekusi; dan Ketiga, LNS yang tidak memenuhi tolok ukur (efektivitas dan efisiensi); eksistensinya justru menimbulkan terjadinya tumpang-tindih dengan fungsi kementerian dan non-kementerian; atau menambah beban bagi masyarakat, harus dihapus dan fungsinya diakomodasikan ke dalam lingkup birokrasi pemerintah. Untuk menuju penataan LNS secara simultan, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut; Pertama, membangun grand design yang memuat margin of appreciation, standar baku, serta parameter yang jelas dalam pembentukan LNS; Kedua, menempatkan Kementerian Pendayaagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sebagai leading sector dan clearing house dalam pembentukkan dan rightsizing penataan LNS; Ketiga, terhadap LNS yang sudah ada perlu dilakukan penataan dengan berbagai variasi, mulai dari; penggabungan antar LNS, penggabungan dengan kementerian terkait, penguatan LNS, hingga melakukan likuidasi terhadap LNS; Keempat, perlu dilakukan moratorium (penundaan atau penangguhan) dan konsolidasi LNS lainnya; dan Kelima, perlu dibuat Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai mekanisme pembentukan LNS ke depan, penataan LNS yang telah ada, dan konsekuensi hukum sebagai dampak dari penataan LNS. (humas)

Dalamsetiapdiskursusmengenaisistemkelembagaannegaraselaluterdapatduaelemen primeryangsalingberkaitan,yaituorgandanfungsi.Organadalahbentukatauwadahnya, sedangfungsiadalahisinya.Organadalahstatusbentuknya,sedangfungsiadalahgerakan ataubagaimanabekerjanyawadahsesuaidenganmaksudpembentukannya(Asshidiqie, 2010). Dalamkonstitusi,organdimaksudadayangdisebutsecaraeksplisitnamanyadanadapula yangdisebutsecaraeksplisithanyafungsinya.Adapulaorgan,baiknamanyamaupun fungsinya,akandiaturdenganperaturanyanglebihrendahsehinggaakanmenciptakan adanyapolapenyebarankekuasaan(dispersionofpower)antarakelembagaandengan

dibentuknyalembagasampirannegara. Adapunpembentukanlembagasampirannegara(stateauxillaryagencies)baikitusifatnya strukturalmaupunnonstrukturalsendirimerupakanpolareduksionaldarihegemonitrisula kelembagaannegarayaknieksekutif,legislatif,maupunyudikatif. Olehkarenanya,doktrinMontesqiuesendiritidakpernahadadalamrealitaspembentukan sistemlembaganegarakarenaakanselalusajaterjadisifateksklusivismedansuperioritas yangditimbulkanolehketigalembagatersebut,sehinggaakanmenganggukestabilan demokrasi. Desakanadanyauntukmembebaskanintervensipolitikyangrawanterjadiditigatrinitas lembaganegaraitulahyangmenjadireasondetrelahirnyalembagasampirannegarasebagai lembagaperantaradanataupenengah(intermediary)bagimasyarakatuntukmemasuki ranahpolitiknegara. DalamkonteksIndonesia,pembentukanlembagasampirandalambentukkomisi,lembaga struktural,maupunnonstruktural,justrumenjadipolemiktersendiri.Haltersebutdapat terindikasidaribanyaknyalembagadankomisiitu,menyebabkansatufungsiditangani banyakpihak. Sebaliknya,banyakbidangyangjustrubelumditanganisecarabaik.Halitutentu menimbulkanpermasalahan,antaralainbagaimanastatusdankedudukanlembaganegara dankomisitersebut,akuntabilitasnya,dankoordinasidiantaramerekasertakoordinasi dengandepartementerkait. Belumlagisoalanggaran,mengingatmasingmasinglembagadankomisiitumemerlukan anggaranuntukpelaksanaantugasdanfungsinyamasingmasing.Hampir75persenpagu anggarandalamAPBNsendirihabisuntukmendanaioperasionalisasibanyaknyalembaga tersebutsehinggamunculbanyaklaporankeuanganlembagapemerintahdannegarayang dinyatakandisclaimer.Sebab,mulaidarisistemperencanaan,pencatatan,pelaksanaan hinggapengawasannya,tidakmencerminkansistemakuntansilembagapublikyang seharusnya. Olehkarenaitu,banyakpermasalahannegarayangtidaksampaiselesaidibahaskarena adanyakurangkoordinasidarilembaga,komisi,maupunkementerian.Sebagaicontohdalam kasuspemberantasankorupsi,selalumunculkontestasiantarlembaga,baikKepolisian,KPK, MA,maupunTimkhususMafiaHukum. Makapadaakhirnyabilaadapermasalahandalampemberantasankorupsi,masingmasing lembagasalinglempartanggungjawabdanmelakukanaksicucibersih.Haltersebutterjadi karenatugaspokokfungsi(tupoksi)ketigalembagatersebuthampirsama,yaknibergerak dalamyurisdiksional. Adapunperankomisinegarayangdibentukjugamasihminimkontribusiuntukmelakukan

fungsisurveillancekepadalembaga/departemen.PeranadhocyangdiembanKomisi Kejaksaan,KomisiKepolisianNasional,maupunkomisilainnyabelumpernahmelakukan gebrakanyangdidengarpublik,malahanberbagaikomisitersebutjustrumenjadisubordinasi lembagayangdiawasinya. PeranPresidensebagailembagaeksekutifmerupakansumberdariambiguitasfungsidan peranorganikyangdiembandalamsistemkelembagaannegara.Bukannyamemperkuat fungsiorganiklembaga,malahanPresidenmembuatberbagailembagabarubaikyang bersumberPenpres,Inpres,UU,PeraturanPemerintah,maupunUU.Perilakuyang sedemikiantersebutmerupakanbentukketidakpercayaanPresidenselamainiterhadap berbagailembagayangdipimpinnya. Selamaini,Presidenterlalureaktifdanbukanbersifatkuratifdalammenyelesaikan permasalahannegaramelaluikelembagaansehinggamenimbulkankrisismoralitasdan loyalitasantaraPresidendanlembaganegarayangdipimpinnya.Olehkarenaitulah,banyak arahanarahanPresidenataupuninstruksinyayangbelumtuntasdikerjakanpara menterinya.Jumlahnya,diakuidia,sepertiyangdiungkapkanPresidenSusiloBambang Yudhoyono,yaknimasihkurangdari50persen. Seharusnya,perintahPresidenbaksebuahtitah.Merekayangdiberiperintahseharusnya mengerjakandengansepenuhhati.Kalaupunperintahnyatidakbisadilaksanakan,harus kembalikepemberiperintahuntukmenyampaikankendalayangdihadapisehinggaperintah itutidakbisadijalankan. Sebagaiseorangpemimpin,Presidenpunseharusnyamenegursuatulembagakalauperintah yangdikeluarkantidakbisaterlaksana.Kalautidakjalannyaperintahitukarenakapasitasdari yangdiberiperintah,makaPresidenharusmenggantidenganorangorangyangmemiliki kapasitas. KetikaPresidendiamsajaterhadapperintahyangtidakjalandanbahkanlembagayang diperintahitutidakdiberisanksiapapun,tidakusahheranapabilasemualembaga menganggapentengsajaperintahPresiden. Sebab,kalaupuntidakbisadilaksanakantidakditegur,sebaliknya,ketikadilaksanakanpun sudahtidakmenjadiperhatianPresiden.Kalaukeadaannyasepertiitu,makaPresidenseakan menjaditidakada.Presidenhanyadianggapsebagaisebuahsosokyangada,namun keberadaannyatidakmemberiartiapaapa. Agarterciptagoodpublicgovernancemakasebaiknyalembagalembaganegaradankomisi komisiyangadasaatiniditataulang.Lembagaataukomisiyangfungsinyatumpangtindih denganyanglain,segeradibenahi.Bisadisatukansajaatauadayangdibubarkan.Bisajuga dengancaralebihmemperkuatnya,agarlembagadankomisiitubisamenjalankanfungsinya denganlebihcepatdanlebihbaik. Tentusaja,penataanulangtersebutbenarbenardilakukanberdasarkankepentinganbangsa

dannegarasertamelaluipertimbanganyangmatang.Bukandidasarkanpadapolitik kepentinganjangkapendek

Anda mungkin juga menyukai