Anda di halaman 1dari 4

1. Barang Kena Pajak Pasal 1 angka 2 dan angka 3 UU PPN 1984 merumuskan sebagai berikut.

Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini. Semua barang hanya memiliki dua dimensi, yaitu barang berwujud dan barang tidak berwujud, tidak ada dimensi ketiga. Barang berwujud juga hanya terdiri atas barang bergerak dan barang tidak bergerak, tidak ada bentuk yang ketiga. Berdasarkan fenomena alamiah ini dari rumusan BKP tersebut dapat dipahami bahwa pada dasarnya semua barang adalah BKP. Hal ini sesuai dengan karakter PPN yang menginginkan dirinya bersikap netral terhadap pola produksi, pola distribusi, dan pola konsumsi. Netralitas ini dapat direalisasi apabila PPN tetap bersikap nondiskriminasi. PPN memberikan perlakuan sama terhadap semua barang yang dikonsumsi, baik barang berwujud maupun tidak berwujud. Namun, dalam pelaksanaannya, ide mulia tersebut tidak dapat sepenuhnya diterapkan. Perlakuan sama terhadap seluruh jenis barang yang akan dikonsumsi hanya tinggal dalam angan-angan. Fakta yang dijumpai di alam nyata, tidak memungkinkan ide ini dapat diterapkan sepenuhnya. Dalam kehidupan yang serba kompleks ini, tidak sedikit fakta yang menjadi bahan pertimbangan untuk mengenakan PPN atas setiap penyerahan BKP. Beberapa kriteria yang digunakan sebagai bahan pertimbangan berikut. a. Sejumlah barang merupakan kebutuhan yang sangat esensial bagi setiap anggota masyarakat, seperti beras, jagung, garam, dan sejenisnya. b. Pemerintah tidak bermaksud memberi beban pajak yang berlebihan kepada rakyatnya sehingga apabila suatu barang sudah dikenakan pajak oleh pemerintah daerah, tidak akan dikenakan pajak dengan sifat yang sama oleh pemerintah pusat, seperti makanan dan minuman yang disediakan di restoran sudah dikenakan Pajak Restoran oleh pemerintah daerah maka tidak dikenakan PPN. c. PPN dikenakan atas penyerahan BKP yang dihitung berdasarkan jumlah yang nyata, bukan suatu jumlah berdasarkan hasil penilaian, seperti penyerahan kertas saham tidak mungkin dikenakan PPN karena nilai nominal dengan nilai fisiknya berbeda. Apalagi dibandingkan dengan nilai intrinsiknya. Berdasarkan pertimbangan terwsebut diatas, dalam hal UU PPN 1984 benar-benar menerapkan asas netralitas sepenuhnya, dikhawatirka undang-undang ini menjadi tidak realistis. Oleh karena itu, dalam Pasal 4A ayat (1) UU PPN 1984 ditentukan bahwa jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Kriteria barang yang tidak dikenakan pajak telah ditentukan secara limitatif dalam Pasal 4 ayat (2). Sejak 1 januari 2001, barang hasil penyemaian, pembibitan, pembenihan dari/ dan barang hasil perkebunan, pertanian, kehutanan, peternakan, maupun perikanan, listrik, dan air bersih dialirkan melalui pipa merupakan barang yang dikenakan pajak.

Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tanggal 22 Maret 2001 yang berlaku surut sejak 1 Januari 2001, atas impor dan penyerahan, atau penyerahan di dalam Daerah Pabean BKP tertentu yang bersifat strategis yang beberapa di antaranya diperlukan suatu persyaratan tertentu, dibebaskan dari pengenaan PPN. Dalam peraturan pemerintah ini ditentukan BKP yang bersifat strategis, yang meliputi: 1. barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terurai, tidak termasuk suku cadang ; yang diperlukan langsung dalam proses menghasilkan BKP; 2. Makanan ternak, uanggas, dan ikan, dan atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan; 3. Barang hasil pertanian, yaitu barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang: a. pertanian, perkebunan, dan kehutanan; b. Peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau c. Perikanan baik penangkapan maupun budidaya. 4. bibit atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penakaran, atau perikanan; 5. bahan baku perak dalam bentuk butiran ( granule ) dan atau dalam bentuk batangan; 6. bahan baku untuk pembuatan uang kertas dan uang logam rupiah. 7. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum. 8. Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya lebih dari 6600 watt. Untuk bahan baku perak dan bahan baku pembuatan uang kertas dan logam rupiah, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2002, mulai 1 Agustus 2002 tidak lagi termasuk BKP yang bersifat strategis sehingga atas impor atau penyerahannya yang dilakukan pada atau sesudah 1 Agustus 2002 tidak dibebaskan dari pengenaan PPN. Skema barang hasil pertanian yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN dapat disimak pada Gambar 16 dan Gambar 17. Barang hasil pertanian, yaitu barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang: a. pertanian, perkebunan, dan kehutanan; b. Peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau c. Perikanan baik penangkapan maupun budidaya. Barang hasil pertanian yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN adalah barang hasil pertanian yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk hasil pemrosesannya yang dilakukan dengan cara tertentu, yang

diserahkan oleh petani atau kelompok petani. Petani adalah orang yang melakukan kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan atau penangkapan, penangkaran, atau budidaya perikanan. Berarti tidak dimungkinkan petani berbentuk badan. Dengan demikian apabila ada pengusaha berbentuk badan menyerahkan hasil pertanian, tidak dibebaskan dari pengenaan PPN. Adapun yang dimaksud denga pemrosesan yang dilakukan dengan cara tertentu dirumuskan lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.04/2001 tanggal 2 April 2001. Seperti tertera pada Gambar 17. Contoh: 1. KUD Sukamaju adalah badan hukum, anggotanya dari para petani buah apel. Ketika KUD menampung apel produksi anggotanya, dibebaskan dari pengenaan PPN, tetapi ketika KUD ini menyerahkan apel kepada pasar swalayan Padasuka atayu kepada pihak lain, tidak dibebaskan dari pengenaan PPN karena KUD bukan petani. 2. Pasar Swalayan Sarwimirah membeli sayur-mayur kepada Kamidi, Subekti, Zainal, Bakri selaku petani sayur-mayur, dibebaskan dari pengenaan PPN. Sebaliknya ketika Ny. Sulastri membeli kangkung, sawi, kentang, bayam, di pasar swalayan tersebut, wajib membayar PPn karena perusahaan ini bukan petani. 3. Departemen Pertanian membeli sejumlah bibit tanaman jati dari PT Perhutani, atas penyerahan bibit tanaman jati ini dibebaskan dari pengenaan PPN meskipun berdasarkan PP Nomor 12 tahun 2001 PT Perhutani bukan petani. 4. Penyerahan listrik: a. PLN menyerahkan listrik kepada Hartawan untuk rumahnya dengan daya lebih 9000 watt, dikenakan PPN. b. PLN menyerahkan listrik kepada Kasiman untuk rumahnya dengan daya 1.300 watt, dibebaskan dari pengenaan PPN. c. PLN menyerahkan listrik kepada PT Mebelindah dengan daya 20.000 watt untuk kegiatan usaha, dibebaskan dari pengenaan PPN. Barang-barang yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2001, sebelum 1 Januari 2001 tidak dikenakan PPN, kemudian sejak 1 Januari 2001 dibebaskan dari pengenaan PPN. Ditinjau secara yuridis, kedua terminologi ini memiliki makna yang berbeda sebagai berikut. 1. Ketika tidak dikenakan PPN, barang-barang tersebut berstatus sebagai barang tidak kena pajak ( Non BKP ) 2. Ketika dibebaskan dari pengenaan PPN, mulai 1 januari 2001, barang-barang tersebut memiliki status sebagai Barang Kena Pajak ( BKP ). Mulai 1 januari 2007 berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007 tanggal 8 januari 2007 yang merupakan perubahan ketiga terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001. Perubahan yang dilakukan terhadap ketentuan tentang pembebasan dari pengenaan PPN atas barang hasil pertanian, dapat dirinci sebagai berikut.

1 januari 2001-31 Desember 2006 a. Pembebasan dari pengenaan PPN diberikan hanya untuk penyerahan hasil pertanian di dalam Daerah Pabean; b. Yang melakukan penyerahan adalah petani atau kelompok petani;

Sejak 1 januari 2007 pembebasan dari pengenaan PPN diberikan baik atas penyerahan di dalam Daerah Pabean maupun impor barang hasil pertanian; yang melakukan penyerahan atau impor tidak harus petani atau kelompok petani melainkan siapa pun sepanjang sudah dikukuhkan sebagai PKP; c. Pembebasan meliputi semua jenis pembebasan pada barang hasil pertanian, barang hasil pertanian, perkebunan, perkebunan, kehutanan, perikanan, kehutanan, perikanan, perburuan, perburuan, penangkapan, budidaya, penangkapan, budidaya; penangkaran, terbatas yang tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007.

Pada tanggal 1 Mei 2007 terjadi perubahan keempat terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2001 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2007, yang memberi fasilitas dibebaskan dari PPN atas penyerahan rumah susun sederhana milik ( Rusunami ). Adapun yang dimaksud dengan rumah susun sederhana milik adalah sebuah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian dilengkapi kamar mandi, WC, dan dapur, baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehannya dibiayai melalui kredit kepemilikan rumah bersubsidi atau tidak bersubsidi, yang memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 , namun tidak melebihi 36 m2. b. Harga jual untuk setiap hunian tidak lebih dari Rp 144.000.000,00 c. Diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak melebihi Rp 4.500.000,00 tiap bulan dan telah memiliki NPWP; d. Pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang mengatur mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun sederhana; dan e. Merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 ( lima ) tahun sejak dimiliki.

Anda mungkin juga menyukai