Anda di halaman 1dari 19

1 A.

JUDUL PROGRAM PEMANFAATAN EKSTRAK TANAMAN GENDOLA (Anredera cordifolia) TERHADAP REAKSI IMUN INFEKSI BUATAN Streptococcus agalactiae PADA LUKA INSISI TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) B. LATAR BELAKANG Streptocoocus agalactiae merupakan bakteri gram positif yang pada umumnya didunia veteriner diketahui sebagai penyebab terjadinya mastitis subklinis pada sapi perah. Kerugian yang disebabkan oleh bakteri ini karena terjadinya penurunan produksi dan mutu susu pada sapi perah yang terinfeksi bakteri ini. Kerugian lain adalah biaya perawatan dan pengobatan serta penggantian sapi akibat terjadinya mastitis. Kejadian mastitis subklinis pada sapi perah di Indonesia sangat tinggi (95-98%) dan menimbulkan banyak kerugian (Sudarwanto, 1999). Streptococcus agalactiae yang mempunyai hemaglutinin mempunyai kemampuan menempel pada sel epitel ambing jauh lebih tinggi dibanding dengan yang tidak memiliki hemaglutinin. Hemaglutinin diduga merupakan salah satu faktor virulen yang dimiliki bakteri patogen dan bertanggung jawab dalam mekanisme infeksinya. Lewat kemampuan adesi ini Streptococcus agalactiae terbebas dari pengaruh pembasuhan organ-organ sekresi, sehingga terhindar dari efek basuh aliran susu. Selama ini penanganan mastitis dilakukan dengan pemakaian antibiotika. Seperti kita ketahui pemakaian antibiotika yang tidak tepat akan menimbulkan masalah baru yaitu adanya residu antibiotika dalam susu, alergi, resistensi serta mempengaruhi proses pengolahan hasil susu. Dari hasil penelitian Sudarwanto et al. (1992). Selain itu mastitis subklinis yang disebabkan oleh bakteri Gram positif semakin sulit ditangani dengan antibiotika karena bakteri ini sudah banyak yang resisten terhadap berbagai jenis antibiotika (Wibawan et al., 1998; Wahyuni et al., 2001). Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diupayakan strategi baru untuk mengatasi mastitis. Pecarian bahan bahan alami yang berkemampuan sebagai bakteriosit maupun bakteriostatik sebisa mungkin ditingkatkan. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversitas hayati, memiliki 30.000 tanaman bunga, 7000 spesies tanaman obat dimana 940 spesies diantaranya telah diidentifikasi memiliki potensi sebagai obat. Tanaman herbal merupakan salah satu alternative dalam pencarian tanaman yang mampu menjadi obat infeksi bakteri. (Anonim, 2008) Tanaman gendola (Anredera cordifolia) Seluruh bagian tanaman menjalar ini berkasiat, mulai dari akar, batang dan daunnya. Pemanfaatannya bisa direbus atau dimakan sebagai lalapan untuk daunnya. Tanaman ini tumbuh merambat. Sering digunakan sebagai gondola atau gapura yang melingkar di atas jalan taman. Ada yang beranggapan tanaman gendola berasal dari Korea. Namun tanaman ini sebenarnya sudah lama ada di Indonesia. Hampir semua bagian tanaman gendola seperti umbi, batang dan daun dapat digunakan dalam terapi herbal. (Anonim, 2003) Tanaman ini memang tumbuh baik dalam lingkungan yang dingin dan lembab. Dan tamanan yang mulai banyak dimanfaatkan untuk kesehatan adalah Gendola. Berdasarkan data empiris di masyarakat, Gendola dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, antara lain batuk atau muntah darah, penyakit paru-paru, diabetes melitus, radang

2 ginjal, ambeien, disentri, gusi berdarah, luka setelah operasi atau melahirkan, jerawat, luka akibat kecelakaan, luka bakar, meningkatkan vitalitas pria, menjaga stamina, menurunkan kolesterol, dan lain lain. Tumbuhan ini telah dikenal memiliki kasiat penyembuhan yang luar biasa dan telah ribuan tahun dikonsumsi oleh bangsa Tiongkok, Korea, Taiwan dll. Di kawasan Asia Tenggara, tumbuhan ini merupakan konsumsi wajib penduduk Vietnam ketika melawan invansi Amerika (Oetje, 2000) Setiap tanaman memproduksi senyawa kimia yang mempunyai fungsi sendirisendiri, seperti dalam tanaman gendola mempunyai bagian khusus yang mengandung senyawa flavonoid. Adanya senyawa flavonoid, dimana secara farmakologi senyawa flavonoid berfungsi sebagai zat anti inflamasi, anti oksidan, analgesik dan anti bakteri. Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri. (Anissa, 2007) Hasil dari penelitian ini akan memberi gambaran yang jelas tentang potensi bagaimana tanaman Anredera cordifolia ini mampu mengatasi reaksi inflamasi yang ditimbulkan dengan adanya infeksi Streptococcus agalactiae pada luka insisi tikus putih. Dengan hasil ini, akan didapatkan acuan bagi penelitian lebih lanjut untuk pengobatan dengan tanaman ini Anredera cordifolia sebagai obat untuk mengatasi penyakit radang ambing pada sapi perah yang juga disebabkan oleh bakteri yang sama yang akan diinfeksikan pada tikus putih dalam penelitian ini. C. PERUMUSAN MASALAH 1. Apakah tanaman gendola dapat digunakan sebagai obat luka insisi kulit luar yang diinfeksi Streptococcus agalactiae ? 2. Apakah ekstrak tanaman gendola dapat digunakan sebagai bahan antibakteri Streptococcus agalactiae ? 3. Berapa dosis yang diberikan agar ekstrak daun gendola dapat menimbulkan suatu reaksi imun terhadap infeksi dari Streptococcus agalactiae ? D. TUJUAN PROGRAM 1. Untuk mengetahui efek ekstrak tanaman gendola terhadap respon imun penyembuhan luka insisi pada tikus putih (Rattus norvegicus) 2. Untuk mengetahui efek ekstrak tanaman gendola terhadap bakteri infeksi yaitu Streptococcus agalactiae secara in vitro. 3. Untuk mengetahui reaksi imun tikus yang telah diberi ekstrak tanaman gendola dan diinfeksi oleh Streptococcus agalactiae 4. Untuk mengetahui dosis ekstrak gendola yang tepat untuk diberikan terhadap infeksi Streptococcus agalactiae agar menimbulkan suatu respon imun.

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN

1. Memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang potensi ekstrak tanaman gendola (Anredera cordifolia) sebagai obat berbasis herbal untuk luka insisi pada kulit luar yang diinfeksi oleh Streptococcus agalactiae. 2. Diketahuinya ekstrak tanaman gendola sebagai obat anti bakteri yaitu Streptococcus agalactiae. 3. Diketahuinya reaksi peningkatan imun tikus terhadap Streptococcus agalactiae yang telah diinfeksikan. 4. Diketahuinya dosis tepat dari ekstrak tanaman gendola sebagai alternative dalam menghambat pertumbuhan dan Streptococcus agalactiae. 5. Mempublikasikan secara nasional serta paten hasil penelitian manfaat ekstrak tanaman gendola sebagai salah satu obat herbal bagi infeksi Streptococcus agalactiae F. KEGUNAAN PROGRAM Data penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan tanaman obat berbasis herbal yang mampu mengatasi luka infeksi yang disebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus agalactiae Dimana dari hasil penelitian ini akan didapatkan suatu hasil bahwa ekstrak tanaman gendola mengandung senyawa yang dapat berperan sebagai antibakteri dan mengurangi efek peradangan yang disebabkan oleh infeksi bakteri tersebut. Ini akan membantu bagi dunia veteriner dalam menangani kasus kasus penyakit yang sering terjadi akibat dari infeksei bakteri bakteri tersebut, khususnya penyakit radang ambing pada sapi perah (mastitis). Dan diharapkan untuk kedepannya hasil penelitian ini mampu memberikan solusi bagi dunia pengobatan berbasis tanaman herbal dalam dunia veteriner. G. TINJAUAN PUSTAKA G.1. Streptococcus agalactiae a. Klasifikasi Kingdom Divisio Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Bacteria : Firmicutes : Bacilli : Lactobacillales : Streptococcaceae : Streptococcus : Streptococcus agalactiae (Merchant and Packer, 1971)

b. Morfologi Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang, tersusun berderet seperti rantai, merupakan bakteri Gram positif. Streptococcus adalah golongan bakteri yang heterogen. Semua spesiesnya merupakan bakteri non motil, non-sporing dan menunjukkan hasil negative untuk tes katalase, dengan syarat nutrisi kompleks. Semuanya anaerob fakultatif, kebanyakan berkembang di udara tetapi beberapa membutuhkan CO2

4 untuk berkembang. Semua spesies pada Streptococcus tidak dapat mereduksi nitrat. Streptococcus memfermentasi glucose dengan produk utama adalah asam laktat, tidak pernah berupa gas. Streptococcus agalactiae termasuk dalam genus Streptococcus golongan B. Bakteri ini merupakan bakteri Gram positif. Streptococcus agalactiae golongan B menghidrolisis natrium hipurat dan memberi respons positif pada tes CAMP (Christie, Atkins, MunchPeterson), peka terhadap basitrasin. Bakteri ini secara khas merupakan hemolitik dan membentuk daerah hemolisis yang hanya sedikit lebih besar dari koloni (bergaris tengah 12 mm). c. Patogenesitas Genus Streptococcus menghasilkan hemotoksin yang terdiri dari alpha hemolisin, beta hemolisin dan gamma hemolisin. Alpha hemolisin dapat melisiskan sel darah merah domba dan kelinci, bersifat dermonekrotik dan menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh darah. Di samping itu juga menghasilkan toksin leukosidin dan enzyme hyaluronidase streptokinase dan protease. Streptococcus agalactiae mampu bertahan pada inang dalam temperature tinggi, tergantung dari kemampuannya untuk melawan fagositosis. (Anonim, 2009) G.2. Reaksi Imun Infeksi Bakteri Terdapat empat mekanisme dasar system imun untuk memerangi infeksi bakteri, yaitu (1) menetralisasi toksin atau enzim oleh antibody, (2) pemusnahan baktrei oleh antibody, komplemen, dan lisozim, (3) opsonisasi bakteri oleh antibody dan komplemen, yang menyebabkan fagositosis dan penghancuran sel bakteri, (4) penghancuran dan fagositosis intraseluler bakteri oleh makrofag yang diaktivasi. (Tizzard, 1987) Fagositosis merupakan salah satu bentuk imunitas spesifik karena kemampuannya untuk memfagositosis sangat dipengaruhi adanya zat kimia (antibody) yang di produksi oleh tubuh akibat adanya kontak langsung dengan agen asing. Dalam hal ini antibody yang berperan adalah IgG dan IgM yang mana akan merangsang tiga jenis efektor. Yaitu, Ig G melapisi bakteri (Opsonisasi), meningkatkan fagositosis dengan pengikatan Fc pada sel monosit/makrofag dan neutrofil. Mengaktifkan komplemen, menghasilkan C3b, C3b ini yang akan berikatan dengan reseptor C3RI dan C3RIII, dan selanjutnya meningkatkan fungsi fagosit. Kemudian Antibodi menetralkan toksin bakteri dan mencegah toksin menempel pada sel sasaran. Lalu yang terakhir, IgG dan IgM mengaktifkan komplemen yang berakibat dilepaskannya MAC (Membrane attack complexs) dan penglepaskan produk2 lain yang merupakan mediator inflamasi. Maka untuk menjaga antigen tidak menimbulkan infeksi yang lebih kuat diperlukan suatu penghambat yang bersifat bakteriosit maupun bakteriostatik dalam bentuk obat ataupun yang berperan langsung sebagai peningkat system kekebalan tubuh itu sendiri terutama makrofag. (Kuntarti,2006)

G.3. Tanaman gendola (Anredera cordifolia) a. Klasifikasi

Kingdom Subkingdom Superdivisio Divisio Kelas Sub-kelas Ordo Familia Genus Spesies

: Plantae (tumbuhan) : Tracheobionta (berpembuluh) : Spermatophyta (menghasilkan biji) : Magnoliophyta (berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) : Hamamelidae : Caryophyllales : Basellaceae : Anredera : Anredera cordifolia (Ten.) Steenis (Backer, 1986).

b. Morfologi Tumbuhan Tanaman gendola merupakan tumbuhan menjalar yang berbatang lunak, silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam solid, permukaannya halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tak beraturan serta bertekstur kasar. Akarnya berbentuk rimpang dan berdaging lunak (Anonima, 2008). Tanaman gendola mempunyai daun tunggal, bertangkai sangat pendek, tersusun berseling, berwarna hijau, berbentuk jantung, panjang 5-10 cm, lebar 3-7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk, tepi rata, permukaan licin dan bisa dimakan. Bunga tanaman gendola berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna krem berjumlah 6 lima helai tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5-1 cm dan berbau harum (Suwarji, 2008). c. Daerah Penyebaran dan Habitat Tanaman gendola merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika Selatan. Tumbuhan ini mudah tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi dan banyak ditanam di dalam pot sebagai tanaman hias (Anonima, 2008). d. Khasiat Secara turun-temurun, tanaman gendola dipercaya memiliki beragam khasiat pengobatan mulai dari penyakit ringan hingga penyakit berat, diantaranya merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme.Seluruh bagian tanaman menjalar ini berkasiat, mulai dari akar, batang dan daunnya. Pemanfaatanya bisa direbus atau dimakan sebagai lalapan untuk daunnya. Tanaman ini telah lama dipercaya sejak 5000 SM mampu menyembuhkan beberapa penyakit. seperti luka baker luka bekas operasi, maag, typus, disentri, mencegah stroke, asam urat dan sakit pinggang. Penelitian mengenai aktivitas antibakteri daun gendola dan kandungan metabolit sekundernya pernah dilakukan bahwa dalam simplisia daun gendola terkandung senyawa alkaloid, polifenol dan saponin (Annisa, 2007) Saponin mempunyai kemampuan sebagai pembersih dan mampumemacu pembentukan kolagen I yang merupakan suatu protein yang berperandalam penyembuh luka (Suratman et al., 1996).

6 H. METODE PENELITIAN

H.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Pengamatan dan uji patologis dilaksanakan di laboratorium Patologi. Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2010 sampai Mei 2010. H.2. Bahan dan Alat Hewan Percobaan Penelitian menggunakan 50 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) dengan umur dewasa kelamin. Di tempatkan ke masing masing kandang sebanyak 10 ekor, dengan satu kandang sebagai kontrol. Dan yang lain sebanyak 40 ekor akan diberikan perlakuan dengan mengunakan ekstrak tanaman gendola dan Streptococcus agalactiae. Adapun alat alat lain yang digunakan sebagai berikut : peralatan bedah lengkap, mikroskop, kandang, tempat minum tikus, spuit, tabung penampung darah. Bakteri Streptococcus agalactiae ATCC Koloni bakteri dibeli dari agen penyedia bakteri Streptococcus agalactiae ATCC di Ruko Klampis Square blok C-29. Untuk mendapatkan strain yang masih murni dan mempunyai sifat sifat patogenitas yang belum berkurang guna menjaga kevalidtan data penelitian. Ekstrak Tanaman Gendola Tanaman gendola diambil dari kebun rakyat di Desa Grogol Kecaman Grogol Kabupaten Kediri Jawa Timur dan ekstrasi dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya. Ekstrak (Anredera cordifolia) digunakan sebagai bahan uji adalah hasil ekstrasi dengan mengunakan metode reflux menggunakan etanol sebagai pelarutnya. Jenis Variabel Variabel terikat adalah jumlah sel radang, jumlah leukosit, diferensial leukosit. Variabel bebas adalah pemberian ekstrak dan luka insisi dengan S. agalactiae ATCC. I. DESAIN PENELITIAN I.a. Prinsip Pengaruh Pemberian Ekstrak Tanaman Anredera cordifolia Tanaman gendola mengandung saponin. Saponin menjadi sumber anti-bakteri dan anti-virus, dan juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Sebagai bahan yang mempengaruhi system imun yang berperan dalam ketahanan tubuh yaitu IgG dan IgM serta sel makrofag. Senyawa saponin akan membantu tubuh dalam pembentukan system kebal. Reaksi imun diukur berdasarkan reaksi TNF- serta IL-1 yang ada dalam darah hewan coba serta infiltrasi sel radang dan makrofag dalam jaringan luka. Kemampuan untuk menyembuhakan luka insisi dilihat dari lama waktu untuk menyembuhkan luka bila dibandingkan dengan hewan coba control. Kemampuan untuk menghambat bakteri dilihat dari daya hambat pertumbuhan bakteri secara invitro maupun sediaan oles yang diambil dari luka infeksi.

7 I.b. Prosedur Pengambilan Data Pembuatan Ekstrak Tanaman Gendola Tanaman diambil mulai dari akar sampai daun dan dibersihkan dengan air. Dipotong kecil kecil kemudian dilayukan selama beberapa jam dan dibuat ektraknya dengan mengunakan metode reflux yaitu pembuatan ekstrak menggunakan etanol sebagai pelarutnya. Penentuan Dosis Infeksi Penentuan dosis infeksi dilakukan untuk menentukan pengenceran kuman terendah yang dapat menginfeksi 100% hewan coba. Hasil ini digunakan pada perlakuan penelitian untuk membuat infeksi buatan pada perlakuan in vivo. Cara yang digunakan adalah dengan pengenceran suspensi kuman secara seri dari 10-1 10-6 dengan masing masing diisi sembilan milliliter NaCl fisiologis steril pada enam tabung reaksi. Tabung reaksi I ditambah satu milliliter suspensi kuman, yang sesuai dengan standar Mac Farland no. 1 atau kurang lebih memiliki jumlah 3 x 108 per milliliter, diaduk rata lalu diambil satu milliliter dari tabung reaksi I dan dimasukkan ke tabung reaksi II, diaduk rata dan diambil lagi sebanyak satu milliliter dimasukkan ke tabung III, begitu sterusnya sampai dengan tabung yang ke VI. Dari tabung VI diambil 1 mililiter, lalu dibuang sehingga didapatkan pengenceran kuman 10-1 dengan perkiraan jumlah kuman (3.107/ml). Pembuatan Luka Infeksi Empat puluh ekor hewan coba terlebih dahulu dicukur bulunya pada daerah punggung agar mempermudah pelaksanaan insisi, penginfeksian, dan pengobatan selama perlakuan. Insisi dilakukan sepanjang + 2 cm dan kedalamn sampai pada musculus gluteus. Kemudian pada luka insisi pada tikus putih diinfeksi dengan suspensi kuman sebanyak satu tetes pipet Pasteur (0,05 ml) untuk masing masing pengenceran dengan pengulangan enam kali (Widyaningsih, 2000). Pemberian Perlakuan dan Terapi Perlakuan pengobatan dilakukan setelah dua hari timbulnya reaksi infeksi Streptococcus agalactiae yaitu dengan timbulnya gejala klinis adanya reaksi keradangan dan terdapatnya eksudat serta darah yang timbul dari luka insisi. Terapi dilakukan secara peroral sebanyak dua kali dalam satu hari, yaitu pagi dan sore hari pukul 06.00 dan 17.00 WIB. Selain itu juga akan di lakukan terapi secara topical pada satu kelompok hewan coba.

Hewan coba menggunakan tikus (rattus novergiscus) dibagi secara acak menjadi 5 kelompok dengan masing masing berisi 10 ekor tikus dengan perlakuan masing masing kelompok sebagai berikut. P1 : Kontrol tanpa perlakuan P2 : Diinsisi dengan perlakuan ekstrak tanaman Gendola P3 : Diinsisi dan diinfeksi dengan Streptococcus agalactiae tanpa ekstrak P4 : Diinsisi dan diinfeksi serta perlakuan dengan ektrak tanaman Gendola

8 P5 : Diinsisi dan diinfeksi serta perlakuan dengan ektrak tanaman Gendola oral dan topical Pengobatan dilakukan terus menerus sampai timbul tanda penyembuhan pada luka. Lama penyembuhan dihitung dengan satuan hari. Tahap Pengamatan Pengamatan Sel Sel Radang Sel sel radang akan diamati dengan cara membuat preparat histopatologi. Bhan dan alat yang dipakai antara lain adalah : buffered neutral formalin, paraffin, Mayer, hematoxylin, eosin, alcohol 100% (pekat), 96%, 80%, 50%, xylol, perkat neofren, aquades, cover glass, obyek glass, pisau bedah, incubator suhu 520 C, mikrotom, almari pendingin, mikroskop, dan kaset. Pembuatan preparat histopatologi dilakukan dengan melalui beberapa tahapan antara lain : pemilihan jaringan yang perlu diamati, fiksasi jaringan, pemrosesan jaringan (dehidrasi, clearing, infiltrasi, dan embedding dengan parafin), pemotongan jaringan, dan pewarnaan. Kadaver tikus yang difiksasi pada penelitian infeksi buatan pada luka insisi oleh Streptococcus agalactiae ini adalah diambil pada bagian kulit yang mengalami peradangan akibat infeksi. Kemudian jaringan difiksasi dalam larutan buffered neutral formalin 10% selama 3x24 jam, selanjutnya dilakukan embedding pada paraffin. sebelum dilakukan pemotongan, blok paraffin disimpan terlebih dahulu di dalam almari pendingin agar paraffin menjdai lebih keras sehingga memudahkan pemotongan. Jaringan kemudian dipotong dengan mikrotom dengan ketebalan 3-5 m. Sayatan jaringan diapungkan pada air hangat dengan suhu 60o C, dan selanjutnya dilekatkan pada gelas obyak. Untuk memudahkan pengamatan dibawah mikroskop. Selanjutnya jaringan yang telah dipotong diwarnai. Proses pewarnaan diawali dengan penghilangan parafin meggunakan xylol. setelah jaringan bebas parafin direndam dalam alkohol dengan konsentrasi menurun. dimulai dari alcohol 100%, 96%, 80%, dan seterusnya sampai alkohol 50%. Kemudian irisan jaringan direndam dalam air dan jaringan siap diwarnai dengan Hematoxylin dan Eosin (HE). Untuk membedakan ikatan terhadap warna dilakuakn dengan mengguanakan zat warna alam dan sintetis. Zat warna alam yang digunakan adalah hematoxylin dan zat warna sintetis yang digunakan adalah eosin. Dimana akan hematoxylin mewarnai inti sel menjadi biru sedangkan eosin mewarnai sitoplasma menjadi merah.

Penghitungan Jumlah Leukosit Bahan dan alat : Pipet, kamar hitung, larutan Turk, EDTA, tabung reaksi, akohol 70% dan kapas Pengambilan darah tikus dilakukan dengan cara mengambil menggunakan spuit melalui ekor yang sebelumnya sudah dibersihkan dengan alcohol. Darah diambil sebanyak 2 ml, kemudian ditampung dalam tabung reaksi yang telah berisi antikoagulan EDTA

9 dengan tujuan mencegah terjadinya pembekuan darah. Kemudian ditutup dengan paraffin untuk mencegah kontaminasi. Daeah yang dicampur dengan antikoagulasi dihisap denganpipet hingga tanda 0,5 dan ujung pipet dibersihkan, kemudian pipet diletakkan pada larutan pengencer leukosit (larutan Turk) dan diidi perlahan hingga tanda 11 sehingga didapatkan konsentrasi menjadi 1:20. Pipet yang berisi darah ini dikocok selam 3 menit hingga tercampur homogen, setelah itu sebanyak 2 atau 3 tetes larutan diteteskan dari pipet dibuang sebelum mengisi kamar hitung. Setelah itu larutan diteteskan ke dalam kamar hitung dan biarkan selama 1 menit. Dengan perbesaran rendah jumlah leukosit dihitung dalam 4 kotak sudut kamar hitung darah. Rumus yang dipakai pehitungan adalah : leukosit/cu.mm atau jumlah sel leukosit =Jumlah sel x 200 (larutan 1:20x10) 4 dalam kotak sudut kamar hitung x 50 Tikus Putih = leukosit/cu.mm (Rattus norvegicus) Diferensiasi Leukosit Pemeriksaan dilakukan dengan membuat preparat ulas darah pewarnaan Giemsa 10% selama 30 menit. Sample darah dicampur homogen sebelum diambil dengan pipet Diinfeksi buatan melalui di ujung kapiler, kemudian satu tetes kecil darah diletakkanluka insisigelas alas. Gelas obyek yang = 1 ml kedua diletakkan dengan posisi miring sekitar 450. Kemudian ditarik kesamping dan dibiarkan darah mengalir dengan daya kapiler sehingga mencapai luasan 2/3 gelas obyek pertama. Gelas obyek yang kedua didorong dengan sudut yang sama sehingga membentuk ulasan tipis. Preparat hapus dibiarkan mengering di udara terbuka. Preparat hapusan darah Dosis bakteri dengan pengenceran bakteri terendah difiksasi dengan metil alcohol selamamenginfeksi diambil dan dibiarkan kering di udara. yang masih dapat 3-5 menit, 100% hewan coba Setelah kering preparat direndam dengan pewarnaan Giemsa yang baru selama 15-60 menit. Preparat kemudian dicuci dengan air berkali kali dan dibiarkanmengering di rak. Penghitungan persentase leukosit dilakukan denganDiinfeksi danobyektif 100x, klasifikasi perbesaran diterapi Diinfeksi dan tidak leukosit pada beberapa lapang pandang dan dihitung per 100 leukosit. dengan ekstrak Anredera diterapi dengan ekstrak cordifolia Analisis Data Anredera cordifolia Hasil penelitian ini akan dianalisis dengan uji ANOVA, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf signifikan () = 0,05. Perlakuan dilakukan selama 5 hari efektif post mortem Pemberian terapi dilakukan setiap hari pagi dan sore Tanpa Perlakuan

Tikus dikorbankan Kerangka Operasional ambil jaringan kulit luka

Tikus dikorbankan ambil jaringan kulit normal

Pewanaan HE dan Imunohistokimia Pengamatan Sel Sel Radang, TNF-, IL-1

Uji Statistik

10

I. JADWAL KEGIATAN PROGRAM Tahap Kegiatan I II Bulan III IV V

11 I. Tahap Persiapan a. Studi pustaka orientasi b. Determinasi Tanaman c.Pengumpulan Bahan II. Tahap Pelaksanaan a. Percobaan pendahuluan - Penyiapan ekstrak gendola - Pemekatan ekstrak gendola - Kontrol kualitas ekstrak - Penyiapan Hewan Coba b. Pengujian sample terhadap tikus. III. Tahap Penyalesaian. a. pengumpulan data penelitian b. pengolahan data c. analisa data d. penyusunan laporan akhir e. penyelesaian laporan akhir f. pengumpulan laporan akhir

J. BIAYA PROGRAM No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8. 9. 10. 11. Nama Bahan Tikus Coba Pakan hewan coba Sewa kandang Isolat Streptococcus ATCC Pembuatan histopat Pemeriksaan leukosit Diferensial leukosit Ekstraksi tanaman Koleksi tanaman Transportasi & Komunikasi Laporan JUMLAH Kegunaan Hewan coba (50 ekor) Pemeliharaan Pemeliharaan Infeksi buatan Pengamatan sel radang Penghitungan leukosit Indikasi infeksi Perlakuan penelitian Bahan pustaka & sample Kelancaran penelitian Tujuan akhir penelitian Biaya (X Rp. 1000) 750 250 250 1.300 1.450 600 600 1.000 200 300 300 7.000

K. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2010. TANAMAN OBAT BINAHONG.

12 Ian R, Tizzard. 1987. Pengantar Imunilogi Veteriner. Surabaya. Airlangga University Press. Jawetz, et al., 1995, Mikrobiologi Kedokteran, 218-228, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Johnson, G., et al., 1994, Mikrobiologi dan Imunologi, 32-35, Jakarta. Binarupa Aksara. Khodijah, Siti. Tuasikal B.J.. Sugoro, I.. dan Yusneti, 2006. PERTUMBUHAN Streptococcus agalactiae SEBAGAI BAKTERI PENYEBAB MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH. Jakarta. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Merchant, I.A., and Packer, R.A., 1967. VETERINARY BACTERIOLOGY AND VIROLOGI. Iowa. The Iowa State University Press, U.S.A Setiaji, Ari. 2009. UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK PETROLEUM ETER, ETIL ASETAT DAN ETANOL 70% RHIZOMA BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) TERHADAP Staphylococcus aureus ATCC 25923 DAN Escherichia coli ATCC 11229 SERTA SKRINING FITOKIMIANYA. Surakarta. Spector, W.G., dan Spector, T.D., 1993. PENGANTAR PATOLOGI UMUM. Yogyakarta. GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS. Subronto, 2003. ILMU PENYAKIT TERNAK (Mamalia) 1. Yogyakarta.GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS. Tyasningsih, Wiwiek. dkk.,2010. BUKU AJAR PENYAKIT INFEKSIUS 1. Surabaya. Airlangga University Press. Wahyuni, Agnesia Endang Tri Hastuti. Wibawan, I Wayan Teguh. Michael, Hariyadi Wibowo. 2005. KARAKTERISASI HEMAGLUTININ Streptococcus agalactiae dan Staphylococcus aureus PENYEBAB MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH. Jurnal Sains Veteriner, vol. 23. Wijayani, Cinthya. 2008. Streptococcus agalactiae. Yogyakarta.

L.

LAMPIRAN i. Biodata ketua dan anggota kelompok 1.Ketua Pelaksana Kegiatan

13 a. Nama Lengkap b. NIM c. Fakultas d. Perguruan Tinggi e. Waktu Untuk Kegiatan f. Tanda Tangan : Luthfi Andika Fajrin : 060810373 : Kedokteran Hewan : Universitas Airlangga : 6 minggu :

2.Anggota a. Nama Lengkap b. NIM c. Fakultas d. Perguruan Tinggi e. Waktu Untuk Kegiatan f. Tanda Tangan 3.Anggota a. Nama Lengkap b. NIM c. Fakultas d. Perguruan Tinggi e. Waktu Untuk Kegiatan f. Tanda Tangan 4. Anggota a. Nama Lengkap b. NIM c. Fakultas d. Perguruan Tinggi e. Waktu Untuk Kegiatan f. Tanda Tangan 5.Anggota a. Nama Lengkap b. NIM c. Fakultas d. Perguruan Tinggi e. Waktu Untuk Kegiatan f. Tanda Tangan ii.

: Agung Budianto Achmad : 060810312 : Kedokteran Hewan : Universitas Airlangga : 6 minggu :

: Yossi Aris Munandar : 060810280 : Kedokteran Hewan : Universitas Airlangga : 6 minggu : : Novi Setyaningrum : 060911147 : Kedokteran Hewan : Universitas Airlangga : 6 minggu :

: Resnu Caesia Retorika Galunggung : 060911184 : Kedokteran Hewan : Universitas Airlangga : 6 minggu :

Nama Dan Biodata Dosen Pendamping

14 Nama Lengkap : Dr. Eduardus Bimo Aksono H, Drh., M.Kes Alamat : Jl. Jeruk VII/ No. 420 Pondok Tjandra Indah, Sidoarjo Pekerjaan : Dosen FKH-Unair NIP : 132014464 Pangkat / Golongan : Pembina / IVa Jabatan : Lektor Kepala Bagian : Ilmu Kedokteran Dasar veteriner Fakultas : Kedokteran Hewan Perguruan Tinggi : Universitas Airlangga Bidang Keahlian : Biologi Molekuler Alamat Kantor : FKH-Unair, Kampus Unair Mulyorejo Surabaya Jatim

Mengetahui,

Dr. Eduardus Bimo Aksono H, Drh., M.Kes NIP. 196609201992031003

L.1 CURICULUM VITAE DOSEN PEMBIMBING

Nama Lengkap

: Dr. Eduardus Bimo A.H., Drh., M.Kes

15 Tempat / Tanggal Lahir Agama Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan NIP Pangkat / Golongan Jabatan Bagian Fakultas Perguruan Tinggi Bidang Keahlian Waktu Untuk Kegiatan Alamat Kantor Surabaya : Biak / 20 September 1966 : Katolik : Laki-Laki : Jl. Jeruk VII-420 Pondok Tjandra, Sidoarjo : Dosen : 132014464 : Pembina / IVa : Lektor Kepala : Ilmu Kedokteran Dasar Veteriner : Kedokteran Hewan : Universitas Airlangga : Biologi Molekuler : 15 Jam /minggu : FKH-Unair, Kampus C Unair. Jl.Mulyorejo

Riwayat Pendidikan

Jenjang Pendidikan S1 S2 S3 Courses

Tempat FKH-Unair,Surabaya PPs-Unair,Surabaya PPs-Unair,Surabaya School Medicine, Kobe university, Japan

Tahun Selesai 1991 2006 2005 1999

Gelar Drh

Bidang Studi Kedokteran Hewan

M.Kes Biokimia Dr MIPA Molecular Biology

Riwayat Pekerjaan 1992-1993 : Asisten Ahli Madya dmk Biokimia

16 1993-1997 1997-2007 2007-skrg : Asisten Ahli dmk Biokimia : Lektor : Lektor Kepala

Daftar Penelitian Yang telah Dilakukan

PENGALAMAN PENELITIAN Tahun 1994 Judul Penelitian Pengaruh pemberian yodium intramuskuler terhadap kadar kholesterol total darah tikus putih Potensi asap tembakau terhadap peningkatan kadar melondialdehida (aktivitas peroksidasi lipid) dalam serum darah cavia Potensi klorokuin terhadap penurunan respon imun seluler (aktivitas makrofag dan limfosit-T) pada mencit Identifikasi daerah open reading frame-1 dari virus-TT dengan teknik PCR pada penderita thalasemia sebagai kelompok beresiko tinggi tertular hepatitis di Surabaya Deteksi kerusakan hepar melalui analisis hubungan infeksi virus hepatitis-TT dan kadar alanine aminotrasnferase (ALT) Jabatan Peneliti Utama Peneliti Utama Sumber Dana DIP/OPFUnair DIP/OPFUnair

1997

1998

Peneliti Utama Peneliti Utama

Dosen MudaDikti DIK Rutin Unair

1999

2000

Peneliti Utama

DIK Rutin Unair

17 pada penderita kronik hepatic di Surabaya 2002 Pembakuan daerah resisten rifampin (Gen rpoB) pada penderita kusta tipe multibasiler (MB) di Surabaya dengan teknik PCR Studi genotipe dan keterkaitan virus-TT, Virus baru penyebab hepatitis pada penderita penyakit liver di Surabaya melalui analisis genom hasil PCR Kajian mutu dan khasiat makanan tradisional di Kabupaten Probolinngo, Banyuwangi, Situbondo dan Jember Analisis struktur protein dan epitope dari coat protein white spot baculovirus (WSBV) untuk pembuatan vaksin dan kit diagnostik (Tahun Pertama) Analisis struktur protein dan epitope dari coat protein white spot baculovirus (WSBV) untuk pembuatan vaksin dan kit diagnostik (Tahun Kedua) Konstruksi mutasi daerah resisten rifampin (Gen rpoB) dari Mycobacterium leprae pada penderita lepra di Surabaya melalui analisis genom hasil PCR Pembakuan antobodi monoclonal terhadap coat protein (VP28) spesifik dari white spot baculovirus isolat lokal pada udang windu untuk diagnosis dini (Tahun Pertama) Pembakuan antobodi monoclonal terhadap coat protein (VP28) spesifik dari white spot baculovirus isolat lokal pada udang windu untuk diagnosis dini (Tahun Kedua) Pembakuan Protein Spesifik dari Caligus sp Isolat Lokal pada Ikan Kerapu Tikus sebagai kandidat Vaksin Subunit (Tahun Pertama) Pembakuan Protein Spesifik dari Caligus Sebagai Peneliti Utama Peneliti Utama Dosen MudaDikti

2002

Penelitian Dasar-Dikti

2003

Anggota Peneliti Anggota Peneliti

BKP-Pemprov Jawa Timur Hibah Pasca

2003

2004

Anggota Peneliti

Hibah Pasca

2004

Peneliti Utama

Penelitian Dasar-Dikti

2005

Peneliti Utama

Hibah Bersaing XIIIDikti

2006

Peneliti Utama

Hibah Bersaing XIIIDikti

2006

Anggota Peneliti

Hibah Bersaing XIVDikti Hibah

2007

Anggota

18 sp Isolat Lokal pada Ikan Kerapu Tikus sebagai kandidat Vaksin Subunit (Tahun Kedua) 2007 Pengendalian dan Peningkatan kualitas hidup penderita lepra berbasis aplikasi teknologi molekuler di Kabupaten Lamongan, Propinsi Jawa Timur Pembuatan peptida asal goat zona pelusida-3 sebagai bahan dasar pengembangan imunokontrasepsi (Tahun Pertama) Pembuatan peptida asal goat zona pelusida-3 sebagai bahan dasar pengembangan imunokontrasepsi (Tahun Kedua) Analisisa Genotiping Mycobacterium leprae pada lingkungan daerah endemis kusta di Kabupaten Lamongan Jawa Timur Sebagai salah satu kemungkinan Sumber Penularan Non-Manusia Profil CTL Spesifik HbeAg dan Variabilitatis Gen Penyandi HbeAg Berdasarkan status HbeAg/anti Hbe pada penderita Hepatitis B Kronik Peneliti Bersaing XIVDikti Penerapan IPTEKS di Daerah Endemis Dikti Hibah Bersaing XVDikti Hibah Bersaing XVDikti Penelitian Strategis Nasional 2009

Ketua Peneliti

2007

Anggota Peneliti

2008

Anggota Peneliti

2009

Anggota Peneliti

2009

Anggota Peneliti

Penelitian Strategis Nasional 2009

KARYA TULIS ILMIAH A. Buku/Bab/Jurnal Tahun 2000 Judul Penerbit/Jurnal

Potensi Klorokuin terhadap penurunan aktivitas Media Kedokteran limfosit-T dan makrofag pada mencit Hewan April. Vol. 16. No. 1 (Terakreditasi) Aktivitas peroksidasi lipid dalam serum darah Media Kedokteran cavia sebagai akibat pemaparan asap tembakau Hewan April. Vol. 17. No. 1 (Terakreditasi)

2001

19 2006 Konstruksi mutasi daerah resisten rifampin (Gen rpoB) dari Mycobacterium leprae pada penderita lepra di Surabaya melalui analisis genom hasil PCR Aspek fisiologis pertahanan udang windu (Penaeus monodon) terinfeksi white spot baculovirus (WSBV) yang diberikan protein imunogenik VP28 Genetik molekuler Toll like receptor-2 sebagai kandidat prediktor prognosis infeksi M.leprae Jurnal Hayati, FMIPA Unair, Juni.Vol. 11. No. 3 (Terakreditasi) Majalah Ilmu Faal Indonesia. Oktober Vol. 6 No. 1 (Terakreditasi) Airlangga University Press

2006

2008

B. Makalah/Poster Tahun 2000 Judul Penyelenggara

Genotype analysis of hepatitis-TT virus DNA in TDC Unair dan ICMR patients with liver diseases in Surabaya kobe University, Japan Indonesia (Sebagai Peneliti Utama, Dalam : Seminar on Hepatitis and Diarhhea in the Tropics 2000, ICMR Kobe University-TDC Unair) Surabaya, 14 Oktober 2010

Dr. Eduardus Bimo A.H., Drh., M.Kes NIP. 132014464

Anda mungkin juga menyukai