Anda di halaman 1dari 6

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TANGERANG

ESSAY

PENERAPAN AKUNTANSI BIAYA DALAM PERUSAHAAN MANUFAKTUR

Disusun oleh: RAHADIWAN NURRUDIN KUMALA KELAS/NO ABSEN: 2-L / 35 NPM: 103060017301

Mahasiswa Program Diploma III Keuangan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Spesialisasi Akuntansi Pemerintahan

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Akuntansi Biaya pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

2012

PENERAPAN AKUNTANSI BIAYA DALAM PERUSAHAAN MANUFAKTUR

Akuntansi Biaya merupakan cabang ilmu pengetahuan akuntansi yang khusus mempelajari tentang perencanaan, pengendalian, dan evaluasi atas kinerja organisasi dalam menggunakan sumber daya mereka yang terbatas guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya secara efektif dan efisien. Penggunaan sumber daya oleh organisasi merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk mencapai tujuannya. Pada essay ini, penulis membatasi ruang lingkup organisasi hanya pada batas perusahaan (organisasi laba) dengan jenis perusahaan manufaktur. Hal ini dipilih karena perusahaan manufaktur dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan mudah tentang penerapan akuntansi biaya dalam segala bentuk aktifitas yang dilakukan organisasi (Input-Proses-Output). Chapter (2009:11) bahwa, di masa lalu, akuntansi biaya secara luas dinggap sebagai cara perhitungan nilai persediaan dan harga pokok penjualan pada laporan keuangan perusahaan. Hal ini dapat dipahami karena masih sederhananya kondisi internal dan eksternal perusahaan saat itu, apalagi pada perusahaan manufaktur yang sangat dipengaruhi oleh kemajuan iptek. Namun, akuntansi biaya (saat ini) sudah menjelma menjadi bagian dari sistem perencanaan, pengawasan, dan evaluasi atas pengeluaran seluruh biaya untuk mencapai target laba dalam rentang waktu tertentu, baik jangka pendek, menengah, dan panjang. Penulis berpendapat bahwa selama ada biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang bersifat material, maka selama itu pula akuntansi biaya bersifat mandatory bagi perusahaan, termasuk perusahaan manufaktur dalam menjalankan proses bisnisnya. Pada essay ini, penulis akan mengupas tentang peranan akuntansi biaya pada perusahaan manufaktur, yaitu: tahap input sumber daya perusahaan, tahap proses sumber daya perusahaan, dan tahap output dari proses sumber daya perusahaan. Selain itu pula, penulis juga menjelaskan peranan akuntansi biaya dalam proses perencanaan laba (penganggaran), pengawasan, dan evaluasi dalam lingkup manajemen mutu total (total quality management). Pertama, pembuatan cetak biru aktifitas perusahaan manufaktur secara keseluruhan. Hal ini memilki kaitan erat bahwa metode aktifitas manufaktur yang dipilih memiliki hubungan yang erat dengan metode pengukuran biaya yang akan dilakukan dalam proses perencanaan laba dan pengawasan, serta evaluasi biaya keseluruhan. Adapun cetak biru aktifitas perusahaan manufaktur adalah sebagai berikut: (1) Pengklasifikasian biaya tetap dan variable, (2) Pemilihan sistem persediaan yang dibutuhkan (menggunakan metode Just in Time inventory system-jika produk yang dihasilkan bersifat short life cycle, unpredictable demands, dan markdowns of excess inventory atau manufacturing resources planning/MRP-jika produk yang dihasilkan bersifat long-life cyle, dan predictable demands in future), (3) Pemilihan sistem akumulasi biaya Job Order Costing, Process Coasting, atau Backflush Costing, (4) Pemilihan sistem pembebanan biaya overhead pabrik, baik metode volume (tradisional), atau Activity Based Costing, (5) Pembuatan sistem manajemen common cost, joint cost, dan cost of quality, (6) Pembuatan prosedur pengawasan internal dan evaluasi untuk setiap aktifitas perusahaan,

(7) Penetapan metode direct costing atau full costing dalam pelaporan keuangan perusahaan, dan (8) Pemilihan sistem manajemen, baik Management by Exception atau Total Quality Management (terkait dengan fungsi pengawasan dan evaluasi biaya secara keseluruhan). Kedua, perencanaan laba dilakukan untuk menghasilkan living document yang dibawa pada setiap tahapan dan tingkatan manajemen. Pada tahap ini, perusahaan harus menetapkan tujuan laba terlebih dahulu dalam tiga metode, yaitu: priori, posteriori, dan pragmatis. Perusahaan dapat mengadopsi model penganggaran yang biasa dipakai, yaitu: model tradisional/pengeluaran, model PPBS (Planning, Programming, and Budgetting System), model Zero-Based Budgetting, dan Computerized Budgetting (model simulasi computer). Setelah itu, perusahaan harus membuat penganggaran biaya secara periodic (jangka pendek), dalam kurun waktu 18 bulan, meliputi: anggaran penjualan, anggaran produksi, anggaran manufaktur (anggaran bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, overhead pabrik, dan persediaan awal dan akhir), anggaran beban komersial (pemasaran dan administrasi umum), anggaran pendapatan dan biaya lainnya, termasuk tax planning (biasanya menggunakan gross-up method, dimana tunjangan pajak sama dengan pajak yang ditanggung pemberi kerja), anggaran laporan rugi laba, anggaran neraca, anggaran belanja modal, dan anggaran arus kas. Semua komponen aktifitas sebelum aktifitas dijalankan pada periode berjalan harus dirinci beserta biaya standar sebagai acuan penandingan dengan biaya actual pada periode berjalan dalam penganggaran yang bersifat fleksibel. Rencana laba ini menjadi acuan financial yang menjadi living document bagi setiap departemen dalam perusahaan manufaktur yang akan ditandingkan dengan laporan aktifitas actual perusahaan dalam pengawasan dan evaluasi atas deviasi dari standar yang ada. Setelah pembuatan cetak biru keseluruhan aktifitas perusahaan dan perencanaan laba, perusahaan manufaktur mulai menjalankan aktifitas bisnis untuk menghasilkan produk yang dapat dijual di pasaran. Pada era modern ini, perusahaan akan lebih cenderung meminimalkan bahkan menghilangkan biaya persediaan dengan penerapan JIT inventory system dan sistem akumulasi biaya backflush costing, dimana perhitungan biaya yang dibebankan ke produk dilakukan setelah proses produksi. Perusahaan yang menggunakan JIT inventory system, pada umumnya, memiliki sistem arus informasi yang terhubung dengan supplier bahan baku, yaitu VMI (vendor-managed inventory) yang membantu supplier dalam memaksimalkan skedul produksi bahan baku kepada perusahaan manufaktur, dan perusahaan sendiri tidak kehilangan waktu dan biaya dalam proses produksinya hanya karena keterlambatan supplai bahan baku (Pada JIT inventory system, waktu pembelian setara dengan penggunaan bahan baku). Permintaan bahan baku dari inventory (material requisition) dan penggunaan tenaga kerja langsung (time card dan job-time tickets) untuk proses produksi harus sesuai standar yang telah ditetapkan dengan menetapkan allowed budget pada berbagai kapasitas perusahaan yang diperkirakan (allowed budget adalah dasar dari pembuatan flexible budget). Overhead pabrik actual dicatat sebagi bagian actual dari penggunaan biaya yang tidak dapat ditelusuri langsung ke tiap-tiap produk yang dihasilkan (baik tetap maupun variable), sedangkan overhead pabrik yang dibebankan dihitung dengan metode activity based costing (dua tahap) atau volume/traditional costing (satu tahap). Perusahaan manufaktur, biasanya, menggunakan baik metode tradisional atau biaya berdasarkan aktifitas secara bersamaan, dimana metode tradisional bermanfaat untuk pelaporan ekternal dan jangka pendek, dan metode berdasarkan aktifitas berguna untuk pelaporan internal dan jangka panjang. Pada

perusahaan yang divisinya sangat terotomatisasi biasanya membebankan biaya tenaga kerja langsung dan overhead pabrik menjadi satu, yaitu biaya konversi. Penerapan manajemen kualitas total (TQM) oleh perusahaan berdampak pada estimasi biaya mutu yang harus ditiadakan karena secara kontinyu harus berusaha dihapuskan guna mencapai efisiensi produksi. Munculnya defect pada proses produksi atau produk memiliki arti bahwa perusahaan memiliki kesempatan untuk memperbaiki kualitas produksi dan memperbesar laba yang akan dapat dicapai dalam tahun berjalan atau tahun yang akan datang. Pada tahun akhir tahun anggaran, perusahaan harus memilih apakah menggunakan direct costing atau full costing dalam perhitungan laba operasi perusahaan. Jika perusahaan menggunakan CVP (Cost-Volume-Profit Analysis), yaitu analisis mengenai penentuan volume penjualan dan bauran produk yang diperlukan untuk mencapai target laba yang diinginkan, dalam menetapkan target laba dan biaya, maka lebih baik menggunakan direct costing. Hal ini disebabkan metode ini memisahkan antara biaya variable (laba-margin kontribusi) dengan biaya tetap (margin kontribusi-laba operasi). Perlu diketahui juga, perusahaan yang menggunakan CVP Analysis harus juga menentukkan margin pengaman, yaitu seberapa banyak tingkat penjualan dapat turun dari target laba yang ditentukan, karena anggaran penjualan seringkali meleset dari angka penjualan riil. Selain itu pula, perusahaan harus membuat laporan varians guna mengetahui seberapa besar deviasi yang terjadi terhadap standar (dalam allowed budget), baik yang bersifat menguntungkan maupun merugikan. Varians yang terjadi diidentifikasi sebagai penyimpangan dari nilai standar yang ditetapkan. Varians ini memiliki dua komponen, yaitu: varians harga actual-standar dan varians kuantitas actual-standar. Varians dapat terjadi, baik dalam pembelian dan penggunaan bahan baku, pengenaan dan penggunaan tenaga kerja langsung, dan dalam hal efisiensi dan maksimalisasi kapasitas produksi perusahaan. Varians bahan baku dapat berupa: varians harga (material purchase price dan price usage variance), dan varians kuantitas (material inventory variance dan material quantity variance). Varians tenaga kerja langsung dapat berupa: varians tariff/labor rate variance, dan varians efisiensi/labor efficiency variance. Varians overhead pabrik merupakan selisih antara apllied FOH dengan FOH control/actual dan dijabarkan menjadi dua varians besar: varians terkontrol/controllable variance (terdiri atas: spending variance, variable efficiency variance, dan fixed efficiency variance), dan volume variance. Sedangkan, mix variance dan yield variance merupakan penjabaran langsung dari material quantity variance. Seluruh varians-varians tersebut harus harus tersaji dalam laporan varians, dimana untuk bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung dengan overhead pabrik dibuat tersendiri. Varians-varians membuat harga pokok penjualan terkoreksi positif atau negative (jika bersifat immaterial) dan mengoreksi persediaan (jika bersifat material). Perusahaan sering kali dihadapkan pada suatu kondisi dimana harus ada pilihan yang dibuat terkait dengan technical feasibility dan economic viability dari revenue atau capital expenditure. Dalam kondisi semacam ini, perusahaan manufaktur melakukan studi biaya diferensial jika periode akuisisi tidak lebih dari satu tahun dan evaluasi belanja modal untuk periode akuisisi lebih dari satu tahun. Dengan penerapan metode biaya diferensial, perusahaan manufaktur akan mampu melakukan analisis secara mendalam mengenai berbagai pilihan yang terkait proyek atau aktifitas yang akan dilakukan dalam jangka waktu satu periode dengan memanfaatkan cost-benefit analysis. Salah satu contoh

penerapan studi biaya diferensial ini adalah sewaktu perusahaan menerima inquiry dari pelanggan dalam hal penambahan pesanan atau pengenaan harga khusus dengan jumlah pembelian tertentu, feasibilitas rencana proyek pembangunan pabrik atau perluasan jaringan distribusi, pilihan menghentikan atau meneruskan fasilitas produksi yang ada, bahkan menentukkan produk yang akan diproduksi. Dengan kombinasi pemrograman linier, maka akan dihasilkan keputusan yang lebih baik terkait masalah alokasi sumber daya perusahaan dalam jangka pendek. Selain itu pula, perusahaan manufaktur dalam memonitor jalannya proyek terkait pembangunan fasilitas produksi dan lainnya menggunakan metode PERT (Program Evaluation and Review Technique) dan PERT/Biaya. Pada metode ini, perusahaan akan menentukkan critical path sebagai waktu maksimal penyelesaian proyek dengan mengombinasikan dengan total biaya yang harus dikeluarkan untuk keseluruhan proyek. Setiap titik aktifitas dari poryek akan dievaluasi berkaitan dengan biaya actual dengan estimasi/standard, dan waktu estimasi dengan standar. Percepatan atau pelambatan proses pengerjakan proyek tergantung pada cost-benefit ratio analysis yang harus dilakukan sebelumnya. Tahap ketiga adalah pengawasan/controlling. Perusahaan terkadang masih menggunakan pola Management by Exceptions guna efektifitas kerja pengawasan dari pihak manajemen. Dengan pola ini, manajemen tidak perlu membuang-buang waktu, tenaga, dan biaya untuk melakukan semua pengawasan di semua titik, tetapi cukup melakukan pengawasan secara intensif pada titik yang membutuhkan pengawasan dan bahkan perbaikan segera. Akan tetapi, pola ini tidak berlaku pada perusahaan manufaktur besar yang lebih memilih menggunakan pola Total Quality Mangement. Pola baru ini menekankan pada terminasi semua bentuk ketidakefektifan dalam setiap lini produksi secara kontinyu dan berkesinambungan. Dengan kata lain, segala bentuk kegagalan/in-efektifitas dan inefisiensi produksi harus dianggap sebagai peluang untuk melakukan perbaikan guna meningkatkan kualitas proses dan produk, dan tidak diperbolehkannya menganggarkan biaya mutu dalam allowed budget, karena setiap biaya mutu harus dicantumkan nol persen sebagai bentuk tujuan dari pola ini. Selain melalui penerapan pola manajemen yang baku, perusahaan harus membuat struktur organisasi yang jelas terkait pertanggung jawaban dan akuntabilitas bawahan kepada atasan. Kinerja kontroler sebagai pusat pengendalian biaya dan aktifitas financial perusahaan juga harus dioptimalkan, sehingga pengawasan internal dapat mencegah penyimpangan-penyimpangan yang bersifat financial maupun non-finansial. Tahap keempat adalah evaluasi, yaitu suatu proses kelanjutan dari pengawasan yang berkaitan erat dengan problem solving dari fraud atau defect management yang ditemukan dalam tahap pengawasan. Evaluasi oleh manajemen puncak harus dilakukan secara berkala guna memacu dan mengawasi tingkatan manajemen dibawahnya untuk bekerja sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pada umumnya, proses evaluasi total terhadap kinerja perusahaan dilakukan dengan menggunakan Balanced Scorecard. Alat ini menggunakan empat perspektif yang dianggap mewakili keseluruhan aktifitas perusahaan, meliputi: perspektif financial, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Dengan alat ini, perusahaan dapat mengukur tingkat keberhasilan strategi perusahaan dan evaluasi kinerja perusahaan secara menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA

Charter, K. William,(2009), Akuntansi Biaya (Cost Accounting), Buku Satu Edisi Empat Belas, Jakarta: Salemba Empat-Canage Learning.

Charter, K. William,(2009), Akuntansi Biaya (Cost Accounting), Buku Dua Edisi Empat Belas, Jakarta: Salemba Empat-Canage Learning.

Romney, Marshall B. dan Paul John Steinbart, (2006), Sistem Informasi Akuntansi (Accounting Information System), Buku Satu, Edisi Sembilan, Jakarta: Salemba Empat-Canage Learning.

Anda mungkin juga menyukai