Anda di halaman 1dari 8

Nama NIM Prodi/Kelas Mata Kuliah Dosen

: AMIRUDDIN MAULANI : 107046101802 : Muamalat/PS 3 B : Tafsir Ayat Ekonomi : Prof. Dr. H. Muh. Amin Suma., SH. MA. MM

1. A. al-Hadid: 7 Perintah agar beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan menafkahkan sebagian dari harta yang dimiliki di jalan Allah. Karena harta kekayaan yang manusia miliki merupakan amanah yang diberikan Allah kepada manusia. Yang berarti harta kekayaan tersebut adalah milik Allah SWT, dimana harta tersebut merupakan warisan yang berpindah-pindah dari satu tangan ke tangan lain, yang berarti harus disalurkan kepada orang yang berhak menerimanya. B. Lukman: 20 Allah mengingatkan kepada manusia agar selalu memperhatikan tanda-tanda ke-Esa-an dan kekuasaan Allah di alam semesta ini. Dan Allah pun menyuruh kepada manusia untuk memperhatikan dan memahami bahwa Allah lah yang menundukkan dan memberikan semua yang ada di alam ini kepada manusia agar mereka dapat mengambil manfaat dari itu semua (alam semesta). Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang beriman, harus mensyukuri segala nikmat yang berlimpah dari Allah SWT dengan cara memanfaatkan apa yang ada di alam semesta ini. 2. A. al-Baqarah: 267 Allah menjelaskan bahwa barang yang harus dinafkahkan merupakan barang miliknya sendiri, yang baik, yang disenanginya, dan bukan barang yang buruk yang mana dia sendiri tidak menyukai barang tersebut, baik berupa makanan, buah-buahan atau barang-barang maupun binatang ternak dan sebagainya. Dalam ayat ini Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 92,


kamu tidak akan memperoleh kebajikan sebelum kamu menginfakkan sebagian dari harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu, sungguh Allah Maha Mengetahui. Namun demikian, orang yang bersedekah itu pun tidak boleh dipaksa untuk menyedekahkan barang yang baik-baik saja dari apa yang dimilikinya. Rasulullah SAW pernah bersabda kepada Muadz bin Jabbal ketika beliau mengutusnya ke negeri Yaman:

"Beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka berkewajiban untuk bersedekah, diambilkan dari orang-orang kaya mereka, dan diberikan kepada orang fakir mereka. Dan ingatlah, jangan sampai engkau memaksa mereka untuk menyedekahkan barang-barang yang baik saja dari harta mereka." Dari pemaparan di atas dapat dipahami, bahwa Allah swt. sangat mencela (tidak suka) bila barang yang disedekahkan itu merupakan barang-barang yang buruk-buruk. Hal ini bukan pula berarti bahwa barang yang disedekahkan itu harus yang terbaik, melainkan yang pertengahan, yang wajar, dan orang yang menafkahkan itu sendiri menyukainya andaikata dialah yang diberi. Pada akhir ayat ini Allah swt. berfirman, yang artinya sebagai berikut: "Ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji." Ini merupakan suatu peringatan, terutama kepada orang yang suka menafkahkan barang-barang yang buruk, bahwa Allah tidak memerlukan sedekah semacam itu (sedekah barang yang buruk). Dan Ia tidak akan menerimanya sebagai suatu amal kebaikan. Bila seseorang benar-benar ingin berbuat kebaikan dan mencari keridhaan Allah, kenapa ia harus memberikan barang yang buruk, yang mana dia sendiri tidak menyukainya? Allah Maha Kaya, Maha Terpuji dan pujian yang layak bagi Allah ialah bahwa kita rela menafkahkan sesuatu yang baik dari harta milik kita yang dikaruniakan Allah kepada kita. B. al-Mulk: 15 Allah SWT menerangkan bahwa alam ini diciptakan untuk manusia dan memudahkannya untuk keperluan mereka, maka Dia memerintahkan agar mereka berjalan di muka bumi, untuk memperhatikan keindahan alam, berusaha mengolah alam ini, berdagang, beternak, bercocok tanam dan mencari rezeki yang halal, karena semua yang disediakan Allah itu harus diolah dan diusahakan lebih dahulu sebelum dimanfaatkan bagi keperluan hidup manusia. Ayat ini dapat dipahami bahwa: 1. Allah SWT memerintahkan kepada manusia agar berusaha dan mengolah alam semesta untuk kepentingan mereka guna mendapatkan rezeki yang halal. Hal ini berarti bahwa manusia yang tidak mau berusaha dan bersifat pemalas itu bertentangan dengan perintah Allah SWT. 2. Karena berusaha dan mencari rezeki itu termasuk melaksanakan perintah Allah SWT., maka orang yang berusaha dan mencari rezeki itu adalah orang yang menaati perintah Allah. Menaati perintah Allah termasuk ibadah. Dengan perkataan lain bahwa berusaha dan mencari rezeki itu bukan mengurangi ibadah, melainkan memperkuat dan memperbanyak ibadat itu sendiri.

Diriwayatkan oleh Ahmad dari Umar Ibnul Khattab, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah bersabda:


Jika kamu sekalian benar-benar bertawakal kepada Allah dengan sesungguh hati, niscaya kamu akan diberi-Nya rezeki seperti Dia memberi rezeki burung. Pagi-pagi burung itu pergi mencari rezeki dengan perut yang kempis. Petang hari ia kembali ke sarangnya dengan perut yang berisi penuh. (HR. Ahmad dan Umar Ibnul Khattab) Dalam berusaha mencari rezeki, agama Islam memberikan beberapa pedoman: 1. Agar setiap manusia berusaha mencukupkan keperluan dirinya dan keluarganya. Orang yang berangkat dari rumahnya pagi hari untuk berusaha mencari rezeki, termasuk orang yang didoakan oleh Nabi Muhammad SAW agar diberkati Allah SWT:

:
Bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, "Wahai Allah, berkatilah umatku yang berangkat berusaha pagi-pagi". (HR. Tirmidzi). 2. Dalam berusaha itu hendaklah mencari yang halal. Yang dimaksud dengan mencari yang halal ialah mencari rezeki dengan cara-cara yang halal, tidak dengan mencuri, menipu dan sebagainya. Rezeki yang dicari itu adalah rezeki yang halal, tidak yang haram, seperti khamar, bangkai dan sebagainya, sesuai dengan hadis:

: :
Dari Ali bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah Taala ingin melihat hamba-Nya, dalam mencari yang halal" (HR. Al-Tabrani). Dan Hadis:

:
Dari Anas bin Malik R.A. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Mencari rezeki yang halal wajib atas tiap-tiap muslim" (HR. Al-Tabrani). C. al-Jumuah: 10 Pada ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa setelah selesai melaksanakan shalat Jumat boleh bertebaran di muka bumi dengan melaksanakan urusan duniawi, berusaha mencari rezeki yang halal, sesudah menunaikan yang bermanfaat untuk akhirat (shalat Jumat). Hendaklah mengingat Allah sebanyak-banyaknya di dalam mengerjakan usahanya dengan menghindarkan diri dari kecurangan, penyelewengan dan lain-lainnya, karena Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, yang tersembunyi apalagi yang nampak nyata.

3.

An-Nur: 33

Bagi orang-orang yang benar-benar tidak mampu untuk membiayai keperluan perkawinan dan kebutuhan hidup berkeluarga sedang wali dan keluarga mereka tidak pula sanggup membantunya. maka hendaklah menahan diri sampai mereka mempunyai kemampuan untuk itu. Menahan diri artinya menjauhi segala tindakan yang bertentangan dengan kesusilaan apalagi melakukan perzinaan karena perbuatan itu adalah sangat keji dalam pandangan Islam dan termasuk dosa besar. Di antara tujuan anjuran untuk mengawinkan pria dan wanita yang tidak beristri atau bersuami adalah untuk memelihara moral umat dan bersihnya masyarakat dari tindakan-tindakan asusila. Bila pria atau wanita belum dapat kawin tidak menjaga dirinya dan memelihara kebersihan masyarakatnya, tentulah tujuan tersebut tidak akan tercapai. Sebagai suatu cara untuk memelihara diri agar jangan jatuh ke jurang maksiat, Nabi besar memberikan petunjuk dengan sabdanya:


Hai para pemuda! Barangsiapa di antara kamu sanggup kawin, hendaklah ia kawin karena perkawinan itu lebih menjamin terpeliharanya mata dan terpeliharanya kehormatan. Dan barang siapa yang tidak sanggup, maka hendaklah berpuasa, karena berpuasa itu mengurangi naluri siksanya. Maka dianjurkan kepada pemuda-pemuda bahkan kepada semua pria yang tidak beristri dan wanita yang tidak bersuami yang patuh dan taat kepada ajaran agamanya, agar benar-benar menjaga kebersihan diri dan moralnya dari perbuatan terkutuk itu, terutama dengan berpuasa sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW., dan dengan menyibukkan diri pada pekerjaan dan berbagai macam urusan yang banyak faedahnya atau melakukan berbagai macam hobby yang disenangi seperti olahraga, musik dan sebagainya. Kemudian Allah menyuruh kepada para pemilik hamba-sahaya agar memberikan kesempatan kepada budak mereka yang ingin membebaskan dirinya dari perbudakan dengan menebus dirinya dengan harta, bila ternyata budak itu bermaksud baik dan mempunyai sifat jujur dan amanah. Biasanya pembayaran itu dilakukan berangsur-angsur sehingga apabila jumlah pembayaran yang ditentukan sudah lunas maka budak menjadi merdeka. Ini adalah suatu cara yang disyariatkan Islam untuk melenyapkan perbudakan, sebab pada dasarnya Islam tidak mengakui perbudakan karena bertentangan dengan perikemanusian dan bertentangan pula dengan harga diri seseorang yang dalam Islam sangat dihormati, karena semua bani Adam telah dimuliakan oleh Allah sebagai tersebut dalam firman-Nya.


Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka ke daratan dan di lautan, Kami berikan mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Q.S. Al Isra': 70) Maka semua yang bertentangan dengan perikemanusian dan merendahkan kehormatan manusia adalah bertentangan dengan firman Allah tersebut. Tetapi karena pada masa Rasulullah itu semua bangsa mempraktekkan perbudakan, maka dibenarkannya perbudakan itu oleh Nabi Muhammad sebagai hukum darurat dan semen tara. Karena musuh-musuh kaum Muslimin bila mereka mengalahkan kaum Muslimin dalam suatu peperangan mereka menganggap tawanan-tawanan yang terdiri dari kaum Muslimin itu dianggap sebagai budak pula. Karena perbudakan itu bertentangan dengan pokok ajaran Islam maka dimulailah memberantasnya, di antaranya seperti yang tersebut dalam ayat ini. Banyak lagi cara untuk memerdekakan budak itu, seperti kaffarah bersetubuh di bulan puasa atau di waktu ihram kaffarah membunuh, kaffarah melanggar sumpah dan sebagainya. Di samping seruan kepada pemilik hamba sahaya agar memberikan kesempatan kepada budak mereka untuk memerdekakan dirinya, diserukan pula kepada kaum Muslimin umumnya supaya membantu para budak itu dengan harta benda baik berupa zakat sedekah atau derma agar budak itu dalam waktu yang relatif singkat sudah dapat memerdekakan dirinya. Selanjutnya sebagai suatu cara lagi untuk memberantas kemaksiatan dan memelihara masyarakat agar tetap bersih dari segala macam perbuatan yang bertentangan dengan moral dan susila, Allah melarang pula kepada para pemilik hamba sahaya wanita yang memaksa mereka untuk melakukan perbuatan pelacuran sedang budak-budak itu sendiri tidak ingin melakukannya dan ingin supaya tetap bersih dan terpelihara dari perbuatan kotor itu. Bila terjadi juga pemaksaan seperti ini sesudah turunnya ayat ini maka berdosa besarlah para pemilik budak itu. Sedang para budak yang dilacurkan itu tidak bersalah karena mereka harus melaksanakan perintah para pemilik mereka. Mudah-mudahan Allah Yang Maha Penyayang dan Maha Pengampun mengampuni mereka, karena mereka melakukan perbuatan maksiat itu bukan atas kemauan mereka sendiri, tetapi karena dipaksa oleh pemilik mereka.

Demikian peraturan yang diturunkan Allah untuk keharmonisan dan kebersihan suatu masyarakat, bila dijalankan dengan sebaik-baiknya akan terjelmalah masyarakat yang bersih aman dan bahagia jauh dari hal-hal yang membahayakannya. 4. Ali Imran: 14

Dalam ayat ini diterangkan kesesatan manusia yang disebabkan oleh harta dan anak yang dijadikan tumpuan harapan mereka. Adalah keliru kalau manusia menjadikan harta dan anak sebagai tujuan hidupnya. Wanita, anak-anak, emas dan perak, kendaraan, binatang peliharaan, dan semua kekayaan adalah menyenangkan dan dipandang baik oleh manusia dan sangat dicintainya. Dia tidak memandang jelek mencintai benda-benda itu, bahkan dia tidak dapat terhindar dari mencintainya. Amat sedikit sekali orang yang memahami keburukan atau bahayanya, sekalipun bukti-bukti cukup jelas dan banyak yang memperlihatkan keburukan dan bahayanya itu. Dia tidak mau lagi surut dari mencintainya. meskipun sudah menderita disebabkan harta benda kesayangannya itu. Kadang-kadang manusia menyukai sesuatu, padahal dia mengetahui sesuatu itu buruk, dan tidak berguna. Tetapi terserah kepada manusia itu sendiri, sampai di mana ia dapat mempergunakan harta benda itu untuk mengabdi kepada Allah SWT dan mendapatkan keridhaan-Nya. Firman Allah:


Sesungguhnya, Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. (Q.S Al Kahfi: 7) Manusia memandang baik mencintai harta benda tersebut. Tetapi hendaknya manusia menyadari bahwa semua harta benda itu hanya untuk kehidupan duniawi yang tidak kekal. Tak patutlah kiranya harta benda untuk dijadikan manusia sebagai cita-cita dan tujuan terakhir dari kehidupan di dunia yang fana ini, sehingga dia terhalang untuk mempersiapkan diri bagi kehidupan yang sebenamya, yaitu kehidupan di akhirat yang abadi. Bukankah di sisi Allah ada tempat kembali yang baik (surga)? Dan alangkah bahagianya manusia, sekiranya dia mempergunakan harta benda itu dalam batas-batas petunjuk Allah SWT. 5. A. al-Anfal: 28

Allah memperingatkan kaum Muslimin agar supaya mereka mengetahui bahwasanya harta dan anak-anak mereka itu adalah cobaan. Maksudnya ialah bahwa Allah menganugerahkan

harta benda dan anak-anak kepada kaum Muslimin adalah sebagai ujian bagi mereka, apakah harta dan anak-anak itu menambah ketakwaan kepada Allah, mensyukuri nikmat serta melaksanakan hak dan kewajiban seperti yang telah ditentukan Allah atau sebaliknya. Apabila seorang muslim diberi harta kekayaan oleh Allah, kemudian ia mensyukuri Allah atas kekayaan itu dengan membelanjakannya menurut ketentuan-ketentuan Allah berarti ia telah memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan Allah kepada mereka. Tetapi apabila dengan kekayaan yang mereka peroleh kemudian mereka bertambah tamak dan berusaha menambah kekayaannya dengan jalan yang tidak halal serta enggan menafkahkan hartanya, berarti orang tersebut merupakan orang yang mengingkari nikmat Allah. Demikian juga kehidupan manusia dalam masyarakat, harta benda adalah merupakan kebanggaan dalam kehidupan dunia. Sering orang lupa bahwa harta benda itu hanyalah amanah dari Allah yang dititipkan kepada mereka, sehingga mereka kebanyakan tertarik kepada harta kekayaan itu dan melupakan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Demikian juga anak adalah salah satu kesenangan hidup dan menjadi kebanggaan seseorang. Hal ini adalah merupakan cobaan pula terhadap kaum Muslimin. Anak itu harus dididik dengan pendidikan yang baik sehingga menjadi anak yang saleh. Maka apabila seseorang berhasil mendidik anak-anaknya menurut tuntunan agama, berarti anak itu menjadi rahmat yang tak ternilai harganya. Akan tetapi apabila anak itu dibiarkan sehingga menjadi anak yang menuruti hawa nafsunya, tidak mau melaksanakan perintah-perintah agama, maka hal ini menjadi bencana, tidak saja kepada kedua orang tuanya, bahkan kepada masyarakat seluruhnya. Oleh sebab itu wajiblah bagi seorang muslim memelihara diri dari kedua cobaan tersebut. Hendaklah dia mengendalikan harta dan anak untuk dipergunakan dan dididik sesuai dengan tuntunan agama serta menjauhkan diri dari bencana yang ditimbulkan oleh harta dan anak tadi. Di akhir ayat, Allah swt. menegaskan bahwa sesungguhnya di sisi Allah lah pahala yang besar. Maksudnya ialah barang siapa yang mengutamakan keridhaan Allah daripada mencintai harta dan anak-anaknya, maka ia akan mendapat pahala yang besar dari sisi Allah. B. al-Taghabun: 15 Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa cinta terhadap harta dan anak merupakan sebuah cobaan. Kalau kita tidak berhati-hati, akan mendatangkan bencana. Tidak sedikit orang, karena cintanya yang berlebihan kepada harta dan anaknya, berani berbuat yang bukanbukan, melanggar ketentuan agama. Dalam ayat ini harta didahulukan dari anak karena ujian dan bencana harta itu lebih besar, sebagaimana firman Allah dalam ayat lain.

)7) )6(

Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas karena dia melihat dirinya serba cukup. (Q.S Al Alaq: 6-7) dan dijelaskan pula oleh sabda Nabi SAW:


Artinya: Sesungguhnya bagi tiap-tiap umat ada cobaan dan sesungguhnya cobaan umatku (yang berat) ialah harta. (H.R Tabrani dari Ka'ab bin Iyad) Kalau manusia itu dapat menahan diri, tidak akan berlebih cintanya kepada harta dan anaknya, tetapi cintanya kepada Allah lebih besar daripada cintanya kepada yang lainnya. Maka ia akan mendapat pahala yang besar dan berlipat ganda dari Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai