Anda di halaman 1dari 16

Fungsi

DPR mempunyai fungsi ; legislasi, anggaran, dan pengawasan yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat Legislasi Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Anggaran Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden. Pengawasan Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN. Tugas dan wewenang Sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, Tugas dan Wewenang DPR antara lain:

Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan; Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden Memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan; Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain

Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;

Tugas dan fungsi MPR

Tugas dan wewenang


[sunting] Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar
MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, anggota MPR tidak dapat mengusulkan pengubahan terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan oleh sekurangkurangnya 1/3 (satu pertiga) dari jumlah anggota MPR. Setiap usul pengubahan diajukan secara tertulis dengan menunjukkan secara jelas pasal yang diusulkan diubah beserta alasannya. Usul pengubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan kepada pimpinan MPR. Setelah menerima usul pengubahan, pimpinan MPR memeriksa kelengkapan persyaratannya, yaitu jumlah pengusul dan pasal yang diusulkan diubah yang disertai alasan pengubahan yang paling lama dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari sejak usul diterima pimpinan MPR. Dalam pemeriksaan, pimpinan MPR mengadakan rapat dengan pimpinan fraksi dan pimpinan Kelompok Anggota MPR untuk membahas kelengkapan persyaratan. Jika usul pengubahan tidak memenuhi kelengkapan persyaratan, pimpinan MPR memberitahukan penolakan usul pengubahan secara tertulis kepada pihak pengusul beserta alasannya. Namun, jika pengubahan dinyatakan oleh pimpinan MPR memenuhi kelengkapan persyaratan, pimpinan MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR paling lambat 60 (enam puluh) hari. Anggota MPR menerima salinan usul pengubahan yang telah memenuhi kelengkapan persyaratan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum dilaksanakan sidang paripurna MPR. Sidang paripurna MPR dapat memutuskan pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota ditambah 1 (satu) anggota.

[sunting] Melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum

MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR. Sebelum reformasi, MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara memiliki kewenangan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dengan suara terbanyak, namun sejak reformasi bergulir, kewenangan itu dicabut sendiri oleh MPR. Perubahan kewenangan tersebut diputuskan dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-7 (lanjutan 2) tanggal 09 November 2001, yang memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, Pasal 6A ayat (1).

[sunting] Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diusulkan oleh DPR. MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk memutuskan usul DPR mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak MPR menerima usul. Usul DPR harus dilengkapi dengan putusan Mahkamah Konstitusi bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Keputusan MPR terhadap usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diambil dalam sidang paripurna MPR yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota yang hadir.

[sunting] Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden


Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai berakhir masa jabatannya. Jika terjadi kekosongan jabatan Presiden, MPR segera menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk melantik Wakil Presiden menjadi Presiden. Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang, Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna DPR. Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat,Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.

[sunting] Memilih Wakil Presiden


Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, MPR menyelenggarakan sidang paripurna dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari untuk memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.

[sunting] Memilih Presiden dan Wakil Presiden


Apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, MPR menyelenggarakan sidang paripurna paling lambat 30 (tiga puluh) hari untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya. Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.

Tugas pres wapres

Wewenang, kewajiban, dan hak


Wewenang, kewajiban, dan hak Presiden antara lain:

Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU. Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan yang memaksa) Menetapkan Peraturan Pemerintah Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR Menyatakan keadaan bahaya. Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan UU Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui DPR

Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.

MAHKAMAH KONSTITUSI
Mahkamah Konstitusi RI dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pemikiran mengenai pentingnya suatu mahkamah konstitusi telah muncul dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia sebelum merdeka. Pada saat pembahasan rancangan UUD di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), anggota BPUPKI Prof. Muhammad Yamin telah mengemukakan pendapat bahwa Mahkamah Agung (MA) perlu diberi kewenangan untuk membanding undang-undang. Namun ide ini ditolok oleh Prof. Soepomo berdasarkan dua alasan, pertama, UUD yang sedang disusun pada saat itu (yang kemudian menjadi UUD 1945) tidak menganut paham trias politika. Kedua, pada saat itu jumlah sarjana hukum kita belum banyak dan belum memiliki pengalaman mengenai hal ini.[15] Ide pembentukan Mahkamah konstitusi pada era reformasi, mulai dikemukakan pada masa sidang kedua Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR RI (PAH I BP MPR), yaitu setelah seluruh anggota Badan Pekerja MPR RI melakukan studi banding di 21 negara mengenai konstitusi pada bulan Maret-April tahun 2000. Ide ini belum muncul pada saat perubahan pertama UUD 1945, bahkan belum ada satu pun fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang mengajukan usul itu. Nampaknya para anggota MPR sangat terpengaruh atas temuannya dalam studi banding tersebut. Walaupun demikian pada Sidang Tahunan MPR bulan Agustus tahun 2000, rancangan rumusan mengenai mahkamah konstitusi masih berupa beberapa alternatif dan belum final[16]. Sesuai rancangan tersebut, mahkamah konstitusi di tempatkan dalam lingkungan mahkamah agung, dengan kewenangan untuk melakukan uji materil atas undang-undang; memberikan putusan atas pertentangan antar undang-undang; serta kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang. Ada usulan alternatif, agar di luar kewenangan tersebut mahkamah konstitusi juga diberi kewenangan untuk memberikan putusan atas persengketaan kewenangan antarlembaga negara, antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah. Setelah dibahas kembali pada masa sidang PAH I BP MPR RI tahun 2000/2001, yaitu dalam rangka persiapan draft perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara repbulik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) untuk disahkan pada sidang tahunan 2001, terjadi banyak perubahan mengenai rumusan tentang mahkamah konstitusi. Persoalan pokok yang pertama adalah apakah mahkamah konstitusi ditempatkan di lingkungan mahkamah agung atau ditempatkan terpisah dari lingkungan mahkamah agung tetapi masih dalam rumpun kekuasaan kehakiman, dan persoalan kedua apa saja yang menjadi kewenangan mahkamah konstitusi. Pertama, disepakati bahwa mahkamah konstitusi ditempatkan terpisah dan di luar lingkungan mahkamah agung akan tetapi tetap dalam lingkungan kekuasaan kehakiman, dengan pertimbangan bahwa lembaga ini adalah lembaga yang sangat penting untuk membangun negara yang berdasar sistem konstitusionalisme, sehingga lembaga ini berdiri sejajar dengan lembaga-lembaga negara lainnya yang secara tegas ditentukan kedudukan dan kewenangannya dalam undang-undang dasar. Terdapat kekhawatiran bahwa mahkamah agung tidak akan mampu membawa misi besar

mahkamah konstitusi untuk membangun sistem konstitusionalisme karena pekerjaan mahkamah agung yang pada saat itu tidak mampu menyelesaikan perkara-perkara kasasi dan peninjauan kembali yang menumpuk. Jika ditambah lagi dengan tugas-tugas mahkamah konstitusi dikhawatirkan pekerjaan mahkamah agung akan terbengkalai. Pada sisi lain dibutuhkan satu mahkamah tersendiri yang berdiri sejajar dengan mahkamah agung dan lembaga-lembaga negara lainnya untuk menjalankan tugas mengawal sistem konstitusionalisme Indonesia. Dengan demikian posisi mahkamah konstitusi dalam ketatanegaraan Indonesia menjadi kuat. Kedua, kewenangan mahkamah konstitusi disepakati untuk ditentukan secara limitatif dalam undang-undang dasar. Kesepakatan ini mengandung makna penting, karena mahkamah konstitusi akan menilai konstitusionalitas dari suatu undang-undang atau sengketa antar lembaga negara yang kewenangannya ditentukan dalam undang-undang dasar, karena itu sumber kewenangan mahkamah konstitusi harus langsung dari undang-undang dasar. Dengan demikian tidak ada ada satu lembaga negara yang dapat mempermasalahkan atau menggugurkan putusan mahkamah konstitusi. Pada sisi lain mahkamah konstitusi sebagai lembaga negara pengawal konstitusi tidak melakukan tindakan atau memberikan putusan yang keluar dari kewenangannya yang secara limitatif ditentukan dalam undang-undang dasar. Demikian juga halnya pembentuk undang-undang tidak dapat mengurangi kewenangan mahkamah konstitusi melalui ketentuan undang-undang sehingga melumpuhkan ide dasar pembentukan mahkamah konstitusi. Dengan prinsip inilah dihapus kesepakatan awal yang memungkinkan adanya kewenangan lain mahkamah konstitusi yang ditentukan undang-undang sebagaiman draft awal PAH I BP MPR RI tahun 2000. Menurut UUD 1945, Mahkamah Konstitusi RI, memiliki 4 kewenangan, yaitu : - menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, - memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan undangundang dasar; - memutus pembubaran partai politik; - memutus perselisihan tentang hasil pemlihan umum. Disamping itu dalam rangka proses pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden, atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Konstitusi RI berkewajiban untuk memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atu Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pembentukan mahkamah konstitusi diperlukan untuk menegakkan prinsip negara hukum Indonesia dan prinsip konstitusionalisme. Artinya tidak boleh ada undang-undang dan peraturan perundangundangan lainnya yang bertentangan dengan undang-undang dasar sebagai puncak dari tata urutan perundang-undangan di Indonesia. Dalam rangka pengujian undang-undang terhadap undangundang dasar dibutuhkan sebuah mahkamah dalam rangka menjaga prinsip konstitusionalitas hukum. Tugas mahkamah konstitusilah yang menjaga konstitusionalitas hukum itu.

Pembentukan mahkmah konstitusi juga terkait dengan penataan kembali dan reposisioning lembaga-lembaga negara yang sebelum perubahan UUD 1945 berlandaskan pada supremasi MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang sebelum perubahan berbunyi Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, diubah menjadi Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar, telah membawa implikasi yang sangat luas dan mendasar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Artinya, sebelum perubahan, kedaulatan rakyat berpuncak pada MPR, dan MPR-lah sebagai penyelesaian final atas setiap masalah ketatanegaraan yang muncul baik atas konstitusionalitas dari suatu undang-undang maupun penyelesaian akhir sengketa antar lembaga negara. Dengan dasar konsepsional inilah ketetapan MPR RI No. III Tahun 2000 menentukan bahwa pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar dilakukan oleh MPR dan setiap lembaga negara melaporkan penyelenggaraan kinerjanya kepada MPR setiap tahun. Implikasi perubahan Pasal 1 ayat (2) tersebut, posisi MPR sejajar dengan lembaga-lembaga negara lainnya dan masing-masing lembaga negara adalah pelaksana kedaulatan rakyat sesuai tugas dan kewenangannya yang ditentukan undang-undang dasar. Dengan demikian MPR melaksanakan kedaulatan rakyat untuk mengubah dan menetapkan undang-undang dasar, melantik presiden dan wakil presiden, memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden sesuai ketentuan undang-undang dasar, serta dalam hal-hal tertentu mengangkat presiden dan/atau wakil presiden. Mahkamah konstitusi merupakan pelaksana kedaulatan rakyat untuk menguji konstitusionalitas undangundang terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara yang kewenangannya diatur dalam undang-undang dasar, memutus sengketa pemilihan umum serta memutus pembubaran partai politik. Demikian juga lembaga negara yang lainnya adalah pelaksana kedaulatan rakyat sesuai tugas dan wewenangnya yang ditentukan dalam undangundang dasar. Kewenangan mahkamah konstitusi yang dapat menyatakan tidak mempunyai kekuatan atas suatu undang-undang produk legislatif produk DPR dan Presiden serta memutuskan sengketa antar lembaga negara, menunjukkan posisinya yang lebih tinggi dari lembaga-lembaga negara lainnya. Hal ini wajar saja karena Undang-Undang Dasar memberikan otoritas kepada Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir paling absah dan authentik terhadap konstitusi. Walaupun demikian, pendapat dan penafsiran hukum mahkamah konstitusi yang dapat diterima penafsiran yang dikeluarkan melalui putusannya atas permohonan yang diajukan kepadanya sesuai lingkup kewenangannya untuk mengadili dan memutus suatu perkara. Dengan posisi yang demikian penting itu undang-undang dasar menetapkan kwalifikasi yang sangat ketat bagi anggota mahkamah konstitusi, antara lain memiliki integiritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan. Sembilan orang anggota mahkamah konstitusi juga merepresentasikan tiga unsur lembaga negara yaitu masing-masing-masing 3 orang anggota yang diajukan oleh presiden, DPR dan mahkamah agung. Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan Lembaga Negara Lainnya 1. Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan Presiden

Dalam UUD 1945 hanya ada dua aspek yang secara eksplisit menunjukkan hubungan antara Mahkamah Konstitusi denga Presiden yaitu pada proses pemberhentian presiden dan pada penunjukkan dan penetapan hakim konstitusi. Dalam proses pemberhentian presiden posisi mahkamah konstitusi bersifat pasif, yaitu hanya menunggu pengajuan permintaan pendapat (pendapat hukum) dari DPR, tentang tindakan presiden yang dianggap telah melakukan pelanggaran hukum yang berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, maupun dianggap telah tidak memenuhi syarat sebagai presiden, sebagai syarat untuk dapat mengusulkan pemberhentian presiden kepada MPR. Jika mahkamah konstisui memutuskan bahwa ternyata dari sisi hukum pendapat DPR memiki dasar hukum dan konstitusi sehingga mahkamah konstitusi mengabulkan pendapat DPR, maka DPR dapat mengajukan pengusulan pemberhentian presiden kepada MPR. Sebaliknya jika mahkamah konstitusi tidak membenarkan atau menolak pendapat DPR, maka proses pengusulan pemberhentian itu dihentikan.[17] Disamping itu, 3 dari 9 orang hakim konstitusi diajukan atau ditunjuk oleh Presiden yang menunjukkan adanya representasi lembaga presiden dalam kompisisi anggota mahkamah konstitusi. Tetapi dalam melaksanbakan tugasnya hakim konstitusi yang berasal dari lembaga manapun berkerja secara independen, dan tidak terpengaruh pada pendapat atau pandangan dari lembaga negara yang mengajukannya. Presiden sebagai kepala negara menetapkan pengangkatan para hakim konstitusi yang telah diajukan oleh masing-masing lembaga negara dan mengucapkan sumpah di hadapan presiden. Secara implisit banyak hubungan lainnya yang terbangun antara presiden dengan mahkamah konstitusi terutama terkait dengan posisi presiden sebagai kepala pemerintahan dan penyelenggara administrasi negara. Mahkamah konstitusi akan selalu membutuhkan bantuan pelayanan administrasi dari presiden selaku penyelenggara administrasi negara serta dukungan anggaran dan keuangan serta fasilitas bagi penyelenggaraan tugas dan fungsi mahkamah konstitusi yang ditetapkan oleh presiden bersama dengan DPR.

2. Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan DPR Selain dalam hubungannya dengan penunjukkan 3 orang hakim konstitusi yang diajukan atau ditunjuk oleh DPR, secara eksplisit hubungan antara mahkamah konstitusi dengan DPR hanya terkait dengan proses pemberhentian presiden sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya.

3. Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung Mahkamah konstitusi dan mahkamah agung sama-sama berada dalam lingkungan kekuasaan kehakiman yang merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, kedua lembaga

tersebut harus menghormati prinsip-prinsip yang dianut dalam proses peradilan dan prinsip negara hukum. Walaupun mahkamah agung tidak berwenang untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar bukan berarti dalam memutuskan suatu perkara yang diajukan kepadanya, mahkamah agung tidak berwenang untuk menilai suatu undang-undang bertentangan dengan konstitusi. Dalam menghadapi kasus-kasus konkrit, mahkamah agung dalam rangka menegakkan keadilan dan yang adil (just law) dapat mengesampingkan ketentuan undang-undang yang bertentangan dengan undang-undang dasar. Akan tetapi mahkamah agung tidak dapat menyatakan bahwa ketentuan undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena hal itu adalah kewenangan ekslusif dari mahkamah konstitusi. Artinya ketentuan undang-undang tetap berlaku dan tetap dapat diterapkan oleh lembaga manapun dalam kasus-kasus lain, sepanjang tidak dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh mahkamah konstitusi. Mahkamah konstitusi dengan kewenangannya dapat melakukan pengujian dan menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat atas ketentuan undang-undang yang dijadikan dasar oleh mahkamah agung dalam memutus suatu perkara kasuistis. Akan tetapi mahkamah konstitusi tidak dapat membatalkan putusan mahkamah agung, karena bukan kewenangannya sebagaimana ditentukan undang-undang dasar.

4. Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan lembaga Negara yang Lainnya Mehkamah konstitusi merupakan tempat bagi lembaga-lembaga negara lainnya untuk mengadu dan meminta keputusan mengenai lembaga negara yang mana yang memiliki landasan konstitusionalitas wewenang yang benar jika terjadi sengketa kewenangan antar lembaga negara. Sengketa kewenangan bisa terjadi antara DPR dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), antara presiden dengan DPR atau antara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan presiden dan lainlain. Hal yang masih menjadi soal yang sering dipertanyakan adalah bagimana memutuskannya jika terjadi sengketa kewenangan antara mahkamah konstitusi dengan lembaga negara yang lainnya. Siapa yang harus memutuskan. Secara teori tidak mungkin mahkamah konstitusi yang akan memutuskan sengketa demikian karena akan terjadi conflict of interest, sama halnya dengan seorang hakim yang dilarang untuk memeriksa dan mengadili perkaranya sendiri. Walaupun pada saat perumusan perubahan UUD 1945 di PAH I BP MPR dan pembahasan RUU tentang Mahkamah Konstitusi di DPR masalah ini dibicarakan tetapi tidak ada suatu solusi yang diberikan, kecuali menyerahkan pada praktek ketatanegaraan. Mahkamah konstitusi diharapkan bijak untuk tidak bersengketa kewenangan dengan lembaga negara lainnya atau mengambil kewenangan lembaga negara yang lain. Disnilah kewibawaan mahkamah konstitusi ditunjukkan agar dihormati dalam praktek kenegaraan. Pelakasanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Mahkamah konstitusi pada dasarnya adalah sebuah mahkamah ketatanegaraan yang sesungguhnya adalah sebuah mahkamah politik. Seperti halnya peradilan tata usaha negara yang tidak ada upaya paksa dalam pelaksanaan putusannya kecuali diserahkan pada kepatuhan terhadap hukum dari lembaga atau pejabat negara yang dikenai putusan itu.

Dalam kasus pelaksanaan putusan MPR yang telah memutuskan untuk memberhentikan Presiden Abdurrahman Wahid, orang berpikir bagaimana mengeksekusi putusan itu, karena Presiden Abdurrahman Wahid pada saat itu menyatakan tidak akan meninggalkan istana negara karena menganggap putusan MPR adalah tidak sah. Undang-undang dasar maupun undang-undang tidak menentukan bagaimana eksekusi pelaksanaan putusan lembaga MPR itu. Disnilah ciri khas putusan sebuah peradilan dan lembaga politik yang berbeda dengan peradilan pidana atau perdata yang dapat meminta bantuan alat negara untuk mengekesekusi secara paksa pelaksanaan suatu putusan peradilan. Karena itu saya sangat setuju dengan istilah keadilan dan keadaban yang dikemukan oleh Jimly Asshiddiqy,[18] dalam memahami sila kedua dari Pancasila. Keadilan hanya akan dapat dipahami dengan baik dalam masyarakat yang beradab, dan sebaliknya masyarakat yang beradab pasti akan memahami dan menaati hukum dengan penuh kesadaran tanpa harus dipaksa. Kekuatan sebuah putusan mahkmah konstitusi terkandung dalam putusanya yang menghormati prinsip negara hukum, prinsip konstitusionalisme, keadilan serta kenegarawanan. Putusan demikian memiliki kekuatan politik untuk memperoleh dukungan dari rakyat pemegang kedaulatan. Kesimpulan 1. Mahkamah konstitusi merupakan lembaga negara yang baru yang diintrodusir pada perubahan UUD 1945, untuk menjaga kemurnian konstitusi dengan kewenangan untuk menguji konstitusionalitas suatu undang-undang terhadap undang-undang dasar serta kewenangan lainnya yang terkait dengan fungsinya sebagai the guardian of the constitution, memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus sengketa pemilu, memutus pembubaran partai politik serta mengadili dan memutuskan pendapat DPR mengani usul pemberhentian presiden. 2. Posisi mahkmah konstitusi nampak lebih tinggi dibanding lembaga negara lainnya ketika memutus konstitusionalitas dari suatu ketentuan undang-undang. Walaupun demikian sesungguhnya dalam struktur ketatanegaran RI, posisi mahkamah konstitusi sejajar dengan lembaga negara yang lainnya dengan kewenangan yang secara limitatif diberikan undangundang dasar. 3. Mahkamah konstitusi bersifat pasif, hanya memutus perkara yang diajukan kepadanya dan tidak dapat memberikan fatwa selain dalam hubungan dengan putusan perkara yang diajukan kepadanya sesuai kewenangan yang ditentukan undang-undang dasar. Pelaksanaan putusan mahkmah konstitusi berada ditangan lembaga negara yang dikenai atau terkait putusan itu.

DAFTAS BACAAN

Didit Hariadi Estiko & Suhartono, Mahkamah Konstitusi, Lembaga Negara Baru Pengawal Konstitusi, Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI, 2003. Jimli Asshiddiqy, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, Cet.I, Jakarta: Konstitusi Press, 2005. , Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2005. , Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bahan Ceramah yang disampaikan di Universitas Mataram tanggal 27 Septemebr 2005. - dan Mustafa Fakhry, Mahkamah Konstitusi: Kompilasi Ketentuan UUD, UU dan Peraturan tentang Mahkamah Konstitusi di 78 Negara, Jakarta: PSHTN-FHUI, 2003.

Wewenag Lembaga Negara Wewenang MPR - Megubah dan menetapkan UUD sedagai mana tercantum dalam UUD 1945 pasal 3 ayat 1 - Melantik presiden dan wakil presiden - Memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatan nya Wewenang DPR - Membuat perjanjian dengan luar negri yang menyatakan perdamaian atau perang - Mengajukan RUU yang disebut usul inisyatif - DPR yang mernagkap anggota MPR berwewenang mengawasi presiden dalam melaksanakan haluan Negara, apa bila presiden dianggap tidak melaksanakan haluan Negara Wewenang DPD - Mengajukan rancangan undang undang yang berkaitan dengan otonomi daerah kepada DPR

- Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang undang tersebut Wewenang MA - Mengadili suatu perkara tingkat kasasi - Menguji peraturan perundang undangan di bawah UU terhadap UU - Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang undang tersebut Wewenang MA - Mengadili suatu perkara tingkat kasasi - Menguji peraturan perundang undangn di bawah UU terhadap UU Wewenang MK - Mengadili pada tingkat pertama terakhir dan putusan nya bersifat final untuk menguji UU terhadap UU - Memutus sengketa kewenagan lembaga Negara yang kewenangan nya diberikan oleh UUD Wewenang KY - Memutuskan pengangkatan hakim agung - Mempunyai wewenang lain dalam rangkan menegakkan kehormatan,keluhuran,martabat serta perilaku hukum Wewenang BPK - Meminta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, badan pemerintah atau badan swasta sepanjang tidak bertentangan terhadap undang undang tugas lembaga lembaga Negara Tugas MPR - Mengubah dan menetapkan UUD - Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan MK untuk memberhentikan p-residen dan wakilnya dalam masa jabatanya dan wakil presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan alasannya didalam siding - Melantik presiden dan wakil presiden dalam sidang paripurna MPR Tugas BPK - Memeriksa tanggung jawab keuangan Negara apakah telah digunakan sesuai yang telah disetujui DPR - Memberitahukan kepada DPR hasil hasil pemeriksaan nya Tugas MA - Mengawasi dan memimpin jalannya perelihan pemerintahan pada seluruh tingkat pengadilan - Menguji secara meteril perundang undangan dibawah UU Tugas KY - Mengusulkan calon hakim agung kepada DPR untuk mendapat kan persetujuan dan selanjut nya ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden

Hak Dan Kewajiban Lembaga Negara Hak MPR - Mengajukan usul perubahan pasal pasal UUD - Memilih dan dipilih - Menetapkan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan Kewajiban MPR - Mengamalkan pancasila - Menjaga keutuhan NKRI dan kerukunan nasional Hak DPR - Hak inisyatif - Hak amandemen - Hak budget - Hak bertanya - Hak interplasi - Hak angket - Hak petisi Kewajiban DPR - Mempertahamkan,mengamankan dan mengamalkan UUD 1945 dan pancasila - Bersamasama pihak exsekutif menyusun menyusun anggaran pendapatan dan belanja Negara - Memperhatikan sepenuh nya aspirasi masyarakat dan memajukan tingkat kehidupan rakyat

Tugas Pokok dan Fungsi BPK Berdasarkan Keputusan BPK RI Nomor 39/K/I-VIII.3/7/2007 tanggal 13 Juli 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana BPK RI, Pusat Pendidikan dan Pelatihan atau Pusdiklat adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Ditama Revbang (Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Pemeriksaan Keuangan Negara), yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Ditama Revbang (Pasal 201). Pusdiklat mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan pemeriksaan keuangan negara dalam rangka peningkatan kompetensi/profesionalisme pegawai dan calon pegawai di lingkungan BPK berdasarkan kebijakan pengembangan SDM (Pasal 202). Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Pusdiklat menyelenggarakan fungsi (Pasal 203): Perumusan dan pengevaluasian rencana aksi Pusdiklat dengan

mengidentifikasikan indikator kinerja utama berdasarkan rencana implementasi rencana strategis BPK;Perumusan rencana kegiatan Pusdiklat berdasarkan rencana aksi, serta tugas dan fungsi Pusdiklat;Pelaksanaan kegiatan diklat pada Pusdiklat, Balai Diklat Medan, Balai Diklat Yogyakarta dan balai Diklat Makassar;Pelaksanaan hubungan kerja sama di bidang pendidikan dan pelatihan yang terkait dengan tugas dan fungsi BPK;Pelaksanaan kegiatan lain yang ditugaskan oleh kepala Ditama Revbang;Pelaporan hasil kegiatannya secara berkala kepada Ditama Revbang. Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPK-RI ANGGOTA BPK Jumlah anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang saat ini 7 orang, diusulkan bertambah menjadi 9 orang. Hal itu dilakukan menginsssgat wilayah Indonesia yang terus mengalami pemekaran. "Kan jumlah provinsi bertambah, jumlah kabupaten bertambah. Itu kan memerlukan kinerja dan jumlah orang yang banyak. Makanya, amanat UUD 45 juga dimasukkan dalam RUU ini," ujar Ketua Pansus RUU BPK Aset Ruchimat Sudjana di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (4/10/2006). Usulan itu merupakan bagian dari materi RUU Badan Pemeriksa Keuangan yang kini sedang dalam tahap pembahasan di tingkat Panja. Sembilan anggota BPK yang diusulkan tersebut sudah termasuk ketua dan wakil ketua. Usulan lainnya, anggota dipilih DPR dengan mempertimbangkan masukan dari DPD dan diputuskan melelui Keppres. Masa jabatan anggota BPK selama 5 tahun, namun dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Anggota BPK batas usianya maksimal 67 tahun. Untuk ketua dan wakil ketua dipilih oleh dan dari anggota BPK. Hal-hal lain adalah mengenai pembentukan Majelis Kehormatan Etik BPK yang akan diisi dari anggota BPK dan eksternal. Namun siapa yang akan duduk di dalamnya masih akan dibahas dalam pertemuan berikutnya. Mengenai wewenang, pemerintah dan DPR sepakat tidak akan mengurangi wewenang dalam memeriksa BUMN yang sudah tercatat di bursa. Namun sesuai dengan ketentuan UU Pasar Modal, UU BUMN dan UU PT, laporan keuangan BUMN diperiksa oleh kantor akuntan publik dan hasilnya diserahkan kepada BPK dan dipublikasikan. BPK boleh mengaudit jika BPK mencium ada kerugian negara. "Pemerintah tidak ada keinginan memotong wewenang BPK," ujar Menkeu Sri Mulyani. Pemerintah meminta UU 15/2004 mengenai pemeriksaan, pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diadopsi dalam RUU BPK. Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD (sesuai dengan kewenangannya).

Lembaga nonstruktural (disingkat LNS) adalah lembaga negara di Indonesia yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi sektoral dari lembaga pemerintahan yang sudah ada.[1] LNS bertugas memberi pertimbangan kepada presiden atau menteri, atau dalam rangka koordinasi atau pelaksanaan kegiatan tertentu atau membantu tugas tertentu dari suatu kementerian.

LNS bersifat nonstruktural, dalam arti tidak termasuk dalam struktur organisasi kementerian ataupun lembaga pemerintah nonkementerian. Kepala LNS umumnya ditetapkan oleh presiden, tetapi LNS dapat juga dikepalai oleh menteri, bahkan wakil presiden atau presiden sendiri. Sedangkan nomenklatur yang digunakan antara lain adalah "dewan", "badan", "lembaga", "tim", dan lain-lain.

Berikut adalah daftar LNS di Indonesia. Daftar ini mungkin belum mencakup keseluruhan, karena memang belum terdapat definisi secara formal mengenai LNS yang dapat dijadikan pedoman dalam mendefinisikan suatu lembaga sebagai LNS atau bukan. Pertengahan tahun 2009, LAN mengindentifikasikan jumlah LNS mencapai 92 lembaga.[2] )

Badan Pelaksana APEC Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Badan Pengembangan Ekspor Nasional Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan dan Kerjasama Internasional Badan Pertimbangan Jabatan Nasional (Baperjanas) Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek) Badan Pertimbangan Perfilman Nasional Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Dewan Buku Nasional Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Dewan Gula Indonesia Dewan Kelautan Indonesia Dewan Ketahanan Pangan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Dewan TIK Nasional (Detiknas) Komisi Hukum Nasional (KHN) Komisi Independen Pengusutan Tindak Kekerasan di Aceh Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Komisi Kejaksaan Republik Indonesia Komisi Kepolisian Nasional Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Lembaga Sensor Film (LSF) Tim Bakorlak Inpres 6 Tim Pengembangan Industri Hankam Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)

[sunting] Lembaga independen

Lembaga independen juga sering diklasifikasikan sebagai LNS. Lembaga-lembaga ini dibentuk oleh pemerintah pusat, namun bekerja secara independen. Berikut adalah daftar beberapa lembaga independen:

Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Dewan Pers Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Komisi Pemilihan Umum (KPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komisi Penanggulan Aids Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Komisi Yudisial (KY) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

[sunting] Bekas lembaga nonstruktural


Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi untuk Aceh dan Nias (BRR Aceh-Nias) Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Kebijakan dan Reformasi (UPK3KR)

Anda mungkin juga menyukai