Anda di halaman 1dari 12

HUKUM PERJANJIAN

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan memperoleh Nilai Mata Kuliah Hukum Komersial

Disusun oleh : Rizki Akbar Putra Karina Maliasari Titi Safitri 105020201111016 105020201111023 105020201111035

JURUSAN MANEJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

HUKUM PERJANJIAN
A. Pengertian Hukum Perjanjian
Dalam hukum asing terdapat istilah overeenkomst (bahasa Belanda), contract/agrrement (bahasa Inggris), inilah dalam hukum kita dikenal sebagai kontrak atau perjanjian. Umumnya dikatakan bahwa istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang sama, sehingga tidak mengherankan apabila istilah tersebut digunakan bergantian. a) Pengertian hukum menurut para ahli Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih yang saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Menurut J. Satrio, perjanjian mempunyai arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya pernikahan, perjanjian kawin, dan lain-lain, sedangkan dalam arti sempit perjanjian hanya ditujukan kepada hubunganhubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja. Menurut Rutten, perjanjian adalah hukum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung daripersesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbale balik. b) Pengertian hukum menurut berbagai sumber Menurut Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Menurut adat, perjanjian adalah dimana pemilik rumah memberikan izin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (pembayaran dimuka).

c) Hukum Perjanjian dan Hukum Perikatan Hukum perjanjian sering diartikan sama dengan hukum perikatan, tetapi sebenarnya keduanya berbeda namum saling berhubungan. Hukum perjanjian dilakukan apabila dalam sebuah peristiwa seseorang mengikrarkan janji kepada pihak lain atau terdapat dua pihak yang saling berjanji satu sama lain untuk melakukan sesuatu hal. Sedangkan, hukum perikatan dilakukan apabila dua pihak melakukan hubungan hukum. Hubungan ini memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memberikan tuntutan atau memenuhi tuntutan tersebut. Kesimpulannya, hukum perjanjian akan menimbulkan hukum perikatan. Artinya, tidak akan ada kesepakatan yang mengikat seseorang jika tidak ada perjanjian tertentu yang disepakati oleh masing-masing pihak. Perjanjian sering disebut juga sebagai persetujuan, karena kedua belah pihak setuju untuk melakukan sesuatu. Sedangkan kontrak adalah perjanjian yang sifatnya tertulis.

B. Macam-macam Perjanjian
a) Perjanjian Dengan Cuma-Cuma dan Perjanjian Dengan Beban Perjanjian dengan Cuma-Cuma adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (pasal 1314 ayat 2 KUHPerdata). Perjanjian Dengan Beban adalah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. b) Perjanjian Sepihak dan Perjanjian Timbal Balik Perjanjian Sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja. Perjanjian Timbal Balik adalah suatu perjanjian yang member kewajiban dan hak kepada kedua belak pihak. c) Perjanjian Konsensuil, Formil, dan Riil Perjanjian Konsensuil adalah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.

Perjanjian Formil adalah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian Riil, adalah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan. d) Perjanjian Bernama, Tidak Bernama, dan Campuran Perjanjian Bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang-Undang telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus. Perjanjian Tidak Bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian Campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.

C. Syarat Sah Perjanjian


Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPerdata, ada 4 syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu : 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu, timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh 3 hal, yaitu : o Paksaan o Penipuan, dan o Kekeliruan Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. 2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Pada saat penyusunan kontrak/perjanjian, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam Pasal 1330 KUHPerdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada di bawah pengampunan. 3) Mengenai suatu hal tertentu

Secara yuridis, suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira. 4) Suatu sebab yang halal Suatu sebab yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian, sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi. Perjanjian tanpa sebab yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Syarat pertama dan kedua adalah kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat-syarat subyektif. Sedangkan syarat ketiga dan keempat dinamakan syarat obyektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.

D. Pelaksanaan Kontrak
Pada umumnya dikatakan bahwa yang mempunyai tugas untuk melaksanakan perjanjian adalah mereka yang menjadi subyek dalam perjanjian itu. Salah satu pasal yang berhubungan langsung dengan pelaksanaannya ialah pasal 1138 ayat 3 yang berbunyi : Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan etiket baik. Dari pasal tersebut terkesan hanya terletak pada fase atau berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian, tidak ada fase-fase lainnya dalam proses pembentukan perjanjian. Hal-hal yang mengikat dalam kaitan dengan pelaksanaan perjanjian antara lain : Segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang. Hal-hal yang menurut kebiasaan sesuatu yang diperjanjikan itu dapat menyingkirkan suatu pasal undang-undang yang merupakan hukum pelengkap. Bila suatu hal tidak diatur oleh/dalam undang-undang dan belum juga dalam kebiasaan karena kemungkinan belum ada, tidak begitu banyak

dihadapi

dalam

praktek,

maka

harus

diciptakan

penyelesaian

menurut/dengan berpedoman pada kepatutan.

E. Saat Lahirnya Perjanjian


Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi : a) Kesempatan penarikan kembali penawaran b) Penentuan resiko c) Saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa d) Menentukan tempat terjadinya perjanjian Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu : a) Teori Pernyataan Menurut teori ini, perjanjian telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain perjanjian itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan. b) Teori Pengiriman Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya perjanjian. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya perjanjian. c) Teori Pengetahuan Menurut teori ini saat lahirnya perjanjian adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan. d) Teori Penerimaan Menurut teori ini saat lahirnya perjanjian adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Terutama adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya perjanjian.

F. Asas Dalam Perjanjian


1) Asas Terbuka

Hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar UU, ketertiban umum dan kesusilaan. Sistem terbuka, disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1) : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya. 2) Asas Konsensualitas Pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Asas konsensualitas lazim disimpulkan dalam pasal 1320 KUHPerdata. 3) Asas Kepribadian Suatu perjanjian diatur dalam pasal 1315 KUHPerdata, yang menjelaskan bahwa tidak ada seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri. Suatu perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang membuatnya dan tidak mengikat orang lain (pihak ketiga). 4) Asas Kepatutan Pelaksanaan fungsi, yaitu : Fungsi Melarang, artinya bahwa suatu perjanjian yang bertentangan dengan asas kepatutan itu dilarang atau tidak dapat dibenarkan. Contoh : dilarang membuat kontrak pinjam-meminjam uang dengan bunga yang tinggi, yang bertentangan dengan asas kepatutan. Fungsi Menambah, artinya suatu perjanjian dapat ditambah dengan atau dilaksanakan dengan asas kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas kepatutan adalah untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan suatu perjanjian yang tanpa isian tersebut, maka tujuan dibuatnya perjanjian tidak akan tercapai. perjanjian harus sesuai dengan asas kepatutan, pemberlakuan asas tersebut dalam suatu perjanjian mengandung dua

G. Standar Perjanjian
a) Menurut Mariam Darus, standar perjanjian terbagi dua yaitu : Perjanjian Standar Umum, artinya perjanjian yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.

Perjanjian

Standar

Khusus,

artinya

perjanjian

standar

yang

ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkannya sepihak oleh pemerintah. b) Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya perjanjian baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena perjanjian baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan. Suatu perjanjian harus berisi : Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat perjanjian Subyek dan jangka waktu perjanjian Lingkup perjanjian Dasar-dasar pelaksanaan perjanjian Pembatalan perjanjian

H. Akibat Perjanjian
Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan melakukan perjanjian, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.

I. Berakhirnya Perjanjian
Perjanjian berakhir dapat disebabkan karena 2 sebab, yaitu pembatalan perjanjian dan perjanjian yang memang sudah habis waktunya. a) Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena :

Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan kewajibannya. Terkait resolusi atau perintah pengadilan. Terlibat hukum. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian. b) Berakhirnya Perjanjian Perjanjian berakhir karena : Ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian Para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa Tertentu maka persetujuan akan hapus atau secara financial tidak dapat memenuhi

J. PERBEDAAN ANTARA PERJANJIAN HUKUM PUBLIK DAN HUKUM PRIVAT


Berbeda dengan perjanjian dalam hukum privat yang sah dan mengikat para pihak sejak adanya kata sepakat, namun dalam hukum publik kata sepakat hanya menunjukkan kesaksian naskah perjanjian, bukan keabsahan perjanjian. Dan setelah perjanjian itu sah, tidak serta merta mengikat para pihak apabila para pihak belum melakukan ratifikasi. Tahapan pembuatan perjanjian meliputi : a. Perundingan dimana negara mengirimkan utusannya ke suatukonferensi bilateral maupun multilateral. b. penerimaan naskah perjanjian (adoption of the text) adalah penerimaan isi c. naskah perjanjian oleh peserta konferensi yang ditentukan dengan persetujuan dari semua peserta melalui pemungutan suara kesaksian naskah perjanjian (authentication of the text), merupakan suatu tindakan formal yang menyatakan bahwa naskah perjanjian tersebut telah diterima konferensi.

d. persetujuan mengikatkan diri (consent to the bound), diberikan dalam bermacam cara tergantung pada permufakatan para pihak pada waktu mengadakan perjanjian, dimana cara untuk menyatakan persetujuan adalah dengan penandatanganan dan pengesahan melalui ratifikasi. Akibat perjanjian 1) Bagi negara pihak : Pasal 26 Konvensi Wina menyatakan bahwa tiaptiap perjanjian yang berlaku mengikat negara-negara pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik atau in good faith. Pelaksanaan perjanjian itu dilakukan oleh organ-organ negara yang harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaannya. Daya ikat perjanjian didasarkan pada prinsip pacta sunt servanda. 2) Bagi negara lain : Berbeda dengan perjanjian dalam lapangan hokum privat yang tidak boleh menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak ketiga, perjanjian internasional dapat menimbulkan akibat bagi pihak ketiga atas persetujuan mereka, dapat memberikan hak kepada negaranegara ketiga atau mempunyai akibat pada negara ketiga tanpa persetujuan negara tersebut (contoh : Pasal 2 (6) Piagam PBB yang menyatakan bahwa negara-negara bukan anggota PBB harus bertindak sesuai dengan asas PBB sejauh mungkin bila dianggap perlu untuk perdamaian dan keamanan internasional). Pasal 35 Konvensi Wina mengatur bahwa perjanjian internasional dapat menimbulkan akibat bagi pihak ketiga berupa kewajiban atas persetujuan mereka dimana persetujuan tersebut diwujudkan dalam bentuk tertulis. Berakhirnya perjanjian (1) Sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sendiri; (2) Atas persetujuan kemudian yang dituangkan dalam perjanjian tersendiri. (3) Akibat peristiwa-peristiwa tertentu yaitu tidak dilaksanakannya perjanjian, perubahan kendaraan yang bersifat mendasar pada negara anggota, timbulnya norma hukum internasional yang baru, perang.

Sedangkan dalam perjanjian hukum privat, terdapat 10 cara hapusnya suatu perjanjian. Yaitu : 1. Pembayaran 2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan penitipan. 3. Pembaharuan hutang 4. Perjumpaan hutang atau kompensasi 5. Percampuran hutan 6. Pembebasan hutang 7. Musnahnya barang yang terhutang 8. Kebatalan / pembatalan 9. Berlakunya suatu syarat batal 10. Lewatnya batas waktu Dalam perjanjian yang ditinjau dari sudut hukum privat, dapat terjadi wanprestasi. Wanprestasi adalah alpa atau lalai. Atau juga melanggar perjanjian, yaitu apabila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Wanprestasi dapat berupa : a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat. d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Ada 4 akibat yang dapat terjadi jika salah satu pihak melakukan wanprestasi yaitu : a. Membayar kerugian yang diderita oleh pihak lain berupa ganti-rugi. b. Dilakukan pembatalan perjanjian. c. Peralihan resiko. d. Membayar biaya perkara jika sampai berperkara dimuka hakim.

K.

PEDOMAN PERJANJIAN :

PENTING

DALAM

MENAFSIRKAN

1. Jika kata-kata dalam perjanjian jelas, maka tidak diperkenankan menyimpangkan dengan penafsiran. 2. Jika mengandung banyak penafsiran, maka harus diselidiki maksud perjanjian oleh kedua pihak, dari pada memegang teguh arti katakata 3. Jika janji berisi dua pengertian, maka harus dipilih pengertian yang memungkinkan janji dilaksanakan 4. Jika kata-kata mengandung dua pengertian, maka dipilih pengertian yang selaras dengan sifat perjanjian 5. Apa yang meragukan, harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan 6. Tiap janji harus ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya

L. KESIMPULAN
Perjanjian, baik ditinjau dari sudut hukum privat maupun publik, sama sama memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak yang memperjanjikan jika sudah memenuhi syarat syarat yang ditentukan untuk dinyatakan sah. Namun berbeda dengan perjanjian yang berlaku dalam lapangan hukum privat yang hanya mengikat kedua belah pihak, dalam lapangan hukum publik perjanjian mengikat bukan hanya kedua belah pihak namun juga pihak ketiga. Selain itu subjek perjanjian dalam lapangan hukum privat adalah individu atau badan hukum, sementara subjek perjanjian dalam lapangan hukum publik adalah subjek hukum internasional yaitu negara, organisasi internasional dan gerakan-gerakan pembebasan. Perbedaan Perikatan dan Perjanjian pada prinsipnya perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain dan yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut. Sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua pihak saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Berangkat dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian akan menimbulkan perikatan.

Anda mungkin juga menyukai