Anda di halaman 1dari 3

Bencana adalah satu dari sekian banyak misteri di dunia ini yang tidak bisa dijamin waktu terjadinya

dan dampak yang akan ditimbulkannya. Manusia - dengan segala

kesombongan ilmu pengetahuan dan teknologi - hanya mampu mereka - reka dan memprediksi saja, kalaupun nanti hasil dari prediksi itu benar maka itu hanyalah faktor kemujuran semata.

Lepas dari pada itu, saya sangat setuju dengan pepatah " sedia payung sebelum hujan" atau " bek watee saket ek baroe mita wc (Jangan ketika sesak baru mencari WC)." Pada intinya pepatah tersebut menganjurkan agar kita selalu siap siaga terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi. Mencegah memang akan selalu lebih baik dari pada mengobati, namun seandainya bencana itu benar - benar terjadi, seperti halnya tsunami beberapa tahun silam, maka kita dituntut untuk siap dan tidak panik agar dapat segera bangkit dan berperan aktif dalam proses rekonstruksi daerah kita dari segala bidang; mental, infrastruktur, pendidikan dan ekonomi (untuk menyebutkan beberapa saja).

Menyadari bahwa dampak yang akan diakibatkan oleh bencana itu menyentuh beragam aspek kehidupan, maka kita harus siaga dalam segala hal. Musibah tsunami beberapa tahun silam di provinsi Aceh mungkin telah mengajarkan kita bahwa satu hal yang harus diprioritaskan dan ditangani secara serius adalah pembangunan mental para korban bencana. Hal ini harus diletakkan pada barisan depan sejajar dengan bidang kesehatan, ekonomi dan pendidikan. sebagaimana telah kita makluimi bersama, bahwa bencana biasanya identik dengan kerusakan dan kehilangan. Banyak orang orang akan kehilangan harta benda dan sanak keluarga. Hal ini adalah sebuah pukulan telak bagi mental masyarakat yang apabila tidak ditangani dengan serius akan mengakibatkan sesuatu hal yang sangat fatal.

Ini adalah sebuah peluang yang harus kita ambil untuk membuktikan kepada dunia bahwa kita benar - benar provinsi syariah. Agama harus kita hadirkan di dalam relung hati masyrakat agar mereka tidak kehilangan semangat dan harapan hidup. Miris rasanya melihat manyat saudara - saudara kita diangkat oleh orang - orang negeri jauh padahal saudara yang seiman dan seagama masih bisa tersenyum di beberapa daerah lain. Lebih memilukan lagi ketika orang orang dari negeri jauh itu harus memberikan upah kepada kita untuk mengangkat dan membantu saudara - saudara kita yang seiman. Orang - orang dari negeri jauh datang dengan segenap bantuan moral dan materi, tentu sangat susah bagi kita untuk berpikir bahwa mereka datang murni untuk tujuan kemanusian tanpa embel - embel yang lainnya walaupun kita dituntut untuk selalu berpikir positif. Di sini kita di uji apakah kita siap dengan tugas kita sebagai agent - agent islam untuk menjungjung tinggi dan menjawa marwah agama kita. Islam itu adalah aplikasi bukan hanya sekedar teori. Islam itu lebih dekat dengan sosial, bukan semata hubungan pemeluknya dengan sang Khalik. Hal ini bisa dibuktikan bahwa di dalam fiqh islam, kita diperkenankan untuk mempersingkat ibadah wajib kita apabila waktu ibadah itu berbenturan dengan suatu kegiatan sosial yang sangat penting. Kita juga bisa menjumpai bahwa denda denda yang ada dalam agama islam adalah kebanyakan menyangkut hal - hal untuk kemashlahatan umat seperti ; fidyah, dam (bagi yang melaksanakan haji). Allah juga menjamin akan memberikan pahala yang lebih besar terhadap sesuatu ibadah yang bersifat sosial, dibandingkan dengan ibadah secara sendiri.

Tentu saja kita tidak mau kecolongan (lagi). Ketika orang - orang dari negeri jauh datang dengan segala sumbangan yang mereka punya untuk membantu kita. Mereka mengambil anak anak kita yang telah kehilangan keluarganya, memberi mereka makanan, memberikan mereka pakaian, memberikan mereka pendidikan. Lantas, sama halnya dengan yang akan kita lakukan

seandainya kita berada di posisi orang asing tersebut, pasti kita akan mendidik dan mengajarkan anak - anak sesuai dengan pemahaman dan keyakinan kita. Secara tidak langsung, inilah yang dikatakan dakwah. Jadi, seandainya masyarakat kita yang sedang linglung dan galau akibat bencana itu lebih simpati kepada orang - orang jauh itu dan lebih mendengar perkataan mereka ketimbang kita yang saudara sedarah dan seiman, maka hal itu wajar - wajar saja. karena kita tidak ada di saat mereka butuh tangan kita, kita tidak ada di saat mereka ingin mendengar suara kita, kita tidak ada ketika mereka butuh telinga yang setia mendengar cerita kepedihan mereka. Lagi - lagi tanggung jawab ini berada di pundak kita semua. Di sini saya bukan ingin mengatakan bahwa kita anti dengan bantuan asing, tetapi jika orang - orang dari negeri jauh itu berhak bersimpati dan menolong kita yang sedang tertimpa musibah, maka sesunguhnya kita jauh lebih berhak dan bahkan wajib untuk bersimpati dan mengulurkan tangan kita terhadap saudara kita yang ditimpa musibah. Tak perlu kita jauh - jauh untuk berdakwah, jika kita belum mampu untuk mengislamkan diri kita sendiri dan menjaga marwah agama kita di negara kita sendiri.

Oleh karena itu, Peran semua masyarat, Ulama, santri - santri dan orang - orang yang sering berkoar - koar di media terkait masalah agama sangat di nanti oleh masyarakat. Kita harus kompak dalam hal ini, Kalau dinas kesehatan, dina BMCK, dan beberapa Dinas yang lain sudah sering mengadakan penyuluhan terkait antisipasi terhadap kemungkinan bencana, Lantas apa lagi yang ditunggu oleh Dinas Syariat Islam?

Anda mungkin juga menyukai