Anda di halaman 1dari 16

Idealisme

Ringkasan

Doktrin idealisme menekankan bahwa apa saja yang diketahui ada itu harus bisa di indera secara mental. Karakter dari doktrin ini berseberangan dengan pemahaman umum yang memandang bahwa pada umumnya, objek fisik seperti meja atau matahari itu terbuat dari sesuatu hal yang sangat berbeda sama sekali dari apa yang kita sebut dengan akal atau pikiran kita. Kita memandang bahwa dunia luar itu merupakan sesuatu yang bebas dan terbuat dari benda fisik yang terbuat dari suatu hal tertentu. Dibandingkan dengan pandangan umum kita, idealisme akan sangat sulit untuk kita yakini. Dalam bab terakhir, Russel menyatakan bahwa cara bagaimana objek fisik itu ada sangat berbeda dengan dalil yang ada secara umum; meskipun sebenarnya dua hal ini benar-benar mempunyai korespondensi yang sama. Bukan hubungan maupun pemahaman umum ini yang mampu menjelaskan kemungkinan untuk secara langsung memahami sifat alamiah yang riil dari dunia luar. Penolakan pada idealisme yang didasarkan bahwa idealisme berseberangan dengan pemahaman umum akan terlihat tergesa-gesa.

Bab ini menelaah ulang dasar dari dalil idealisme ini dibentuk. Russel memulai dengan argumentasi yang diutarakan oleh Bishop Berkeley. Berkeley mengungkapkan filosofinya dalam suatu kerangka teori pengetahuan. Dia menyatakan bahwa objek dari indera kita, yakni data indera kita, harus bergantung pada kita sendiri, ketika kita berhenti mendengarkan, atau merasakan, atau melihat, atau memandang, maka data indera kita tidak akan dapat eksis lagi. Data indera ini mestinya berada dalam suatu bagian tertentu, dalam pikiran kita. Russel juga menerima penjelasan dari Berkeley ini sehingga sejauh ini tetap valid. Meskipun demikian, beberapa ekstrapolasi yang lebih jauh akan membuat ini menjadi tidak valid. Berkeley meneruskan bahwa satu hal yang membuat kita yakin dengan persepsi mereka akan keberadaan suatu hal adalah data indera kita. Karena data indera kita berada di dalam pikiran, maka semua hal yang bisa diketahui itu berada didalam pikiran kita. Realitas merupakan suatu produk dari pikiran kita, dan sesuatu itu kadang tidak ada di dalam pikiran orang lain. Berkeley menyebutnya potongan dari data indera, atau hal yang bisa dengan segera diketahui ini sebagai gagasan. Ingatan dan hal-hal yang diimajinasikan juga bisa diketahui dengan segera dengan adanya ingatan yang bagus dalam pikiran yang bekerja dan inipun juga disebut dengan gagasan. Sesuatu yang mirip dengan pohon muncul, menurut Barkeley, ini karena seseorang mempersepsikan pohon tersebut. Apa yang riil ketika sebuah pohon muncul dalam persepsi, merupakan sebuah gagasan dari suatu idiom filosofis yang terkenal: esse is percipi derives; pohon itu ada karena pohon itu dipersepsikan. Bagaimana jika tidak ada seorang pun yang mempersepsikan adanya pohon tersebut? Berkeley mengakui keyakinan akan dunia luar yang tidak terikat oleh manusia. Filsafatnya menyerukan bahwa dunia dan segala sesuatu didalamnya merupakan suatu gagasan yang muncul dalam pikiran Tuhan. Apa yang kita sebut

dengan sesuatu yang riil merupakan suatu objek fisik atau gagasan yang terus berkesinambungan yang ada dalam pikiran Tuhan. Pikiran kita tercakup dalam persepsi Tuhan, maka dari itu setiap orang yang berbeda akan membedakan persepsi pada objek yang sama ini bersifat variabel namun juga sama karena tiap hal tersebut merupakan potongan dari satu hal yang sama. Tidak ada suatu hal yang bisa mewujud atau bisa diketahui kecuali gagasan tadi. Russel merespons idealisme Barkeley dengan melakukan pembahasan pada kata gagasan. Russel mengklaim bahwa Berkeley menciptakan suatu manfaat dari kata ini yang membuatnya lebih mudah untuk menyakini argumentasi-argumentasi idealisme tahap lanjut. Karena kita berfikir bahwa gagasan ini merupakan suatu hal yang terkait dengan mental, maka ketika kita diberitahu bahwa sebuah pohon juga merupakan suatu gagasan, maka penerapan yang mudah untuk kata gagasan akan menempatkan pohon tersebut di dalam pikiran kita. Russel menyatakan bahwa penjelasan tentang sesuatu itu ada di dalam pikiran ini sulit untuk dipahami. Kita sedang berbicara tentang melibatkan beberapa konsep atau beberapa orang dalam pikiran, ini berarti bahwa pemikiran tentang sesuatu atau orang tersebut berada dalam pikiran kita, bukan berada dalam benda itu sendiri. Maka dari itu, ketika Berkeley mengatakan bahwa pohon tersebut mestinya berada dalam pikiran kita jika kita dapat mengetahui sesuatu tersebut, segala hal yang dia memang benar adalah bahwasannya pemikiran tentang pohon tersebut memang berada dalam pikiran kita. Russel mengatakan bahwa maksud dari Berkeley tersebut merupakan suatu kebingungan yang sangat nyata. Dia berusaha untuk menguraikan penginderaan ketika Berkeley menggunakan data indera dan dunia fisik. Berkeley memperlakukan penjelasan data indera ini sebagai suatu hal yang subjektif, terikat pada manusia untuk bisa ada. Dia melakukan pengamatan ini, kemudian dia mencari untuk membuktikan bahwa segala hal yang bisa diketahui dengan segera itu berada dalam pikiran dan memang hanya berada dalam pikiran saja. Russel menunjukkan bahwa pengamatan tentang keterikatan data indera ini tidak akan membawa pada pembuktian dari hal yang dicari Berkeley. Apa yang dia butuh untuk membuktikan adalah dengan bisa diketaui, maka benda tersebut berada dalam suatu kondisi dalam mental. Russel melanjutkan untuk mempertimbangkan sifat dasar dari gagasan, dengan tujuan untuk menganalisa dasar dari argumen Berkeley. Berkeley mengacu pada dua hal yang berbeda dengan menggunakan kata yang sama, yakni gagasan. Yang pertama adalah hal yang kita bisa sadari, seperti warna dari meja Russel, dan yang lainnya adalah tindakan yang aktual dari keraguan. Sementara itu tindakan yang berikutnya tampak terlihat jelas sebagai suatu sifat mental; pembentukan sesuatu tidak mirip sama sekali dengan ini. Berkeley, namun disangkal oleh Russel, menciptakan efek dari kesepakatan alamiah antara dua nuansa gagasan ini. Kita sepakat bahwa keraguan juga muncul dalam pikiran kita, dan dengan adanya hal ini maka segera kita akan sampai pada pemahaman dalam makna yang lain, bahwasannya hal-hal yang kita pertanyakan itu mrupakan gagasan juga dan terletak di dalam pikiran kita juga. Russel menyebut kesalahan alasan ini dengan equivokasi yang tidak disadari. Kita mendapati diri kita pada ujung suatu keyakinan bahwa apa yang bisa kita pertanyakan itu sebenarnya telah berada di dalam pikiran kita, inilah kesalahan fatal dari argumentasi Barkeley. Russel telah membuat perbedaan antara tindakan dan objek, menggunakan istilah gagasan. Dia kembali kepada hal ini karena dia mengklaim bahwa sistem keseluruhan dari pengetahuan yang kita peroleh ini telah tercakup di dalam pikiran juga. Belajar dan kemudian

menjadi tahu tentang sesuatu itu melibatkan hubungan antara pikiran dengan sesuatu, apapun, selain pikiran itu sendiri. Jika, menurut Barkeley, kita sepakat bahwa segala sesuatu yang bisa ketahui itu berada dalam pikiran, maka kita dengan segera akan membatasi kapasitas manusia untuk meraih pengetahuan. Untuk mengatakan bahwa apa yang kita tahu itu berada dalam pikiran seolah-olah kita bermaksud untuk mengatakan sebelum berada dalam pikiran maka kita berbicara tentang tautologi. Meskipun demikian, hal ini akan membawa kita kesimpulan yang kontradiktif bahwa apa yang sebelumnya belum berada dalam pikiran mungkin tidak ada dalam pikiran dan seperti halnya itu tidak akan berada dalam mental kita. Sifat dari pengetahuan sendiri menolak argumentasi Barkeley. Russel menghapuskan argumentasi Barkeley dari idealisme.

Analisis
Dalam semangat argumentasi yang menentang asumsi idealistis, Russel juga menyerang pandangan umum bahwa apa saja yang relevan bisa saja tidak bermakna penting bagi kita tidak akan pernah menjadi riil. Satu alasan langsung untuk menolak pandangan yang salah ini adalah adanya ketertarikan alamiah manusia tentang hal pengetahuan praktis maupun teoritis. Segala sesuatu yang riil ini mempunyai relevansi yang alami dengan intelektualitas pengatahuan yang paling diinginkan tentang kebenaran dari alam semesta ini. Maka dari itu tidak ada alasan apapun untuk meyakini bahwa ketertarikan manusia tentang pengetahuan akan memasung pengetahuan itu dalam pengalamannya sendiri. Apa saja yang bisa diketahui ini relevan dengan mempraktikan pemahaman, bukan berdasarkan konvensi. Dengan memperhatikan pernyataan kita tidak dapat mengetahui apapun yang ada ketika kita tidak mengetahuinya, maka Russel membedakan dua istilah bahasa yang umum dalam kata tahu. Pertama adalah rasa dimana kita tahu sesuatu hal yang benar pengetahuan tentang kebenaran, yang menggali tentang penilaian serta keyakinan kita. Pemahaman yang lain tentang pengetahuan yang dibedakan oleh Russel adalah pengetahuan tentang sesuatu, dalam hal ini kita dihadapkan pada data indera kita. Walaupun begitu, dimungkinkan bagi kita untuk mendapatkan jenis pengetahuan yang lain dimungkinkan bagi kita untuk mengetahui eksistensi tentang sesuatu yang tidak diketahui atau dipahami oleh siapapun. Jika saya diperlihatkan pada sesuatu, kemudian saya mendapatkan pengetahuan bahwa hal itu ada; walaupun demikian, hal ini tidak berarti bahwa kapanpun ketika saya tahu saya bisa memahami sesuatu bahwa sesuatu tersebut memang ada, maka saya atau orang lain juga harus mengerti tentang sesuatu tersebut. Hal ini lebih mungkin jika Russel melengkapi bahwa ketika saya bisa mendapatkan suatu pengetahuan dari suatu pendeskripsian. Disini, Russel merumuskan sebuah hipotesis yang akan dibawanya dalam beberapa bab berikutnya. Dia menyatakan, dalam suatu hal yang diasumsikan pada beberapa prinsip umum, maka eksistensi dari sesuatu hal yang menjawab deskripsi ini dapat dipahami dari eksistensi sesuatu yang saya ketahui. Dalam bab berikutnya, Russel akan menjelaskan pengetahuan dari pemahaman dan pengetahuan dari pendeskripsian.

Praktik dari filsafat analitis ini muncul dari pandangan analisis Russel pada apa yang kita maksud dengan gagasan atau tahu. Seperti para filsuf bahasa umum di era modern ini, Russel terfokus pada peranan bahwa kata-kata tersebut dalam permasalahan ini berperan dalam kehidupan dari pembicara umum. Analisis Russel, khususnya pada kasus idealisme dari Berkeley ini, keluar dari kebingungan filosofis dengan mengekspos kecenderungan dari kesalahan arah berdasarkan bentuk ketata-bahasaan yang menciptakan pertanyaan atau frasa. Dalam melakukan hal ini, dia mendapatkan suatu pandangan yang bermakna tentang struktur dunia melalui struktur bahasa.

Analisis unsur komunisme dalam novel atheis karya achdiat. K. Mihardja Deskripsi Pemakaian Bahasa dalam Spanduk Iklan Partai Politik di Kabupaten Pamekasan Analisis Struktural Genetik Novel Pangeran Diponegoro Kajian Feminis Marxis dalam Novel Primadona Karya Ahmad Munif Nilai Kemanusiaan dalam Novel Suatu Hari di Stasiun Bekasi Karya Bambang Joko Susilo Kelas Sosial Tokoh Perempuan dalam Novel Tarian Bumi Karya Oka Rasmini Pengaruh Perilaku Fanatisme Beragama terhadap Konflik Antar Agama dalam novel Genesis Karya Ratih Kumala Dimensi Fungsional Keberwacanaan Lisan Anak-anak TKIT Ibnu Abbas, Dukuh, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman Register Kepecintaalaman Bidang Panjat Tebing dalam Federasi Panjat Iebing Indonesia Analisis Penggunaan dan Penyimpangan Prinsip Kesantunan Berbahasa di Bus Kota Yogya (Kajian Sosio Pragmatik) Variasi Bahasa dalam Rubrik Sungguh-sungguh Terjadi dalam Sepekan di Surat Kabar Kedaulatan Rakyat Deskripsi Campur Kode dan Maksim Iklan di Televisi Ragam Bahasa SMS dalam Rubrik Halo Jogja di Harian Jogja Analisis Wacana Iklan HP di Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat Jargon Bahasa waria di Kabupaten Cilacap (Kajian Sosiolinguistik) Kajian Semantik Slogan Iklan Rokok di Televisi Kajian Penyimpangan Aspek Pragmatik dalam Acara Tawa Sutra di ANTV Penggunaan Prinsip Kerja Sama dalam Bahasa Chating Penggunaan Istilah dalam Register Olah Raga Futsal Deiksis Sosial dalam Novel Laskar Pelangi Register Bahasa Orang Laut di Kabupaten Rembang Analisis Wacana Iklan Biro Jodoh pada Koran Kompas Interferensi Gramatikal Bahasa Jawa ke dalam Bahasa indonesia pada Proses Pembelajaran bahasa Indonesia

Register Dakwah dalam Percikan Pening di Harian Jogja Edisi Maret Januari 2009 Kajian Sosio Linguistik Analisis Wacana Pragmatik pada Poster Iklan Kartu seluler Di DIY Spiritualitas Islami dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El-khaliqy (Studi Analisis Smiotik Sastra). Tinjauan Psikologi Sastra Tokoh Utama dalam Naskah Drama Sampek Engtay Karya N. Riantiarno Pertentangan Nilai pada Diri Tokoh Glonggong Karya Junaedi Setyono Aspek Latar Budaya dalam Cerita Komik Jakarta Luar Dalem, Karya Benny and Mice Masalah Moral Kemanusiaan dalam Novel Panggil Aku Jo Unsur-Unsur Sulbarten dalam Novel Bumi Manusia karya Pramudya Ananta Toer Kajian Pskolonial Pembagian Kerja secara Seksual dalam Novel Kembang Jepuin Karya Remy Sylado Stratifikasi Kelas Sosial dalam Novel Bukan Pasar Malam Karya Pramudya Ananta Toer Dampak Psikologi Pembacaan Sebuah Dongeng Semasa Kecil pada Remaja Usia 18-21 Tahun, Study Kasu Mahasiswa UNY Kritik Sosial dalam Novel Midah, Si Manis Bergigi Emas Karya Pramudya Ananta Tour Kritik Sosial dala novel Jala Karya Titis Basino Ajaran Moral dalam Novel Blakanis Karya Arswendo Atmowiloto Citra Sosial Budaya Jawa dalam Novel Bilangan Fu Karya Ayu Utami Eksistensi Wanita dalam Novel Midah, Si Manis Bergigi Emas Karya Pramudya Ananta Tour Representasi Identitas dan Hibriditas dalam Novel Gadis Tangsi Karya Suparto Brata (Kajian Pos Kolonial) Kritik Sosial dalam Kumpulan Cerpen Sampah Bulan Desember Analisis Unsur Penokohan dan Latar Novel Edensor Karya Andrea Hirata Relasi Perempuan Laki-laki dalam Novel Asrama Putri Karya Dewi Linggasari Konflik Psikis pada Tokoh Utama Wanita dalam novel Alivia Karya Langit Kresna Hariadi Potret Wajah Sosial Masysrakat Indonesia dalam Kumpulan Puisi Aku Ingin Menjadi Peluru Karya Wiji Thukul

ANALISIS NOVEL THE ALCHEMIST KARYA PAULO COELHO (KAJIAN FILSAFAT SASTRA DENGAN PENDEKATAN FENOMENOLOGI) Oleh : Abd. Ghofur
Abstrak:

Tulisan ini mencoba menguak fenomena- fenomena yang terdapat pada novel The Alchemist karya Paulo Coelho. Sebuah novel yang menggambarkan seorang tokoh bernama Santiago yang mencoba mengikuti kata hatinya untuk membuktikan mimpi yang selalu mengganggu tidurnya. Dalam tulisan ini penulis menggunakan pendekatan fenomelologi ala Edmund Husserl, seorang filsuf dari Jerman. Dalam artikel ini penulis menemukan bahwa faktor-faktor fenomenologis mempengaruhi Santiago dalam mengambil keputusan dan bertindak. Yang selanjutnya penulis berkesimpulan bahwa Paulo Coelho adalah seorang penulis novel yang mampu mengetengahkan cerita menarik yang sarat dengan falsasah kehidupan Keywords : Fenomenologi, Novel, The Alchemist Pendahuluan Istilah fenomenologi sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun yang menjadi persoalan; apakah hanya sebatas istilah yang sudah lumrah dipakai atau istilah yang bertujuan memperindah bahan pembicaraan saja. Atau pun hanya sebatas pengertian empiris (pengalaman indera-indera kita). Menurut hemat penulis, sudah seyogyanyalah jika kita berbicara mengenai fenomenologi, pasti tidak lepas dari suatu terminologi what is it?(Apa itu?). Terdorong dari kemauan untuk memahami secara lebih mendalam tentang apa itu fenomenologi. Pertanyaan inilah yang selalu terngiang-ngiang dalam benak penulis, sehingga mengantarkan kepada suatu pengertian yang mendalam mengenai konsep Fenomenologi Edmund Husserl. Tulisan ini difokuskan pada analisis novel dengan pendekatan Fenomenologi Menurut Edmund Husserl[1]. Sebab ia tokoh pertama selaku pendiri aliran ini. Ia mempengaruhi filsafat abad XX secara mendalam sampai pada penemuan akan analisa struktur intensi dari tindakan-tindakan mental dan sebagaimana struktur ini terarah pada obyek real dan ideal. Bagi Husserl, Fenomenologi ialah ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak (phenomena). Fenomenologi dengan demikian, merupakan ilmu yang mempelajari, atau apa yang menampakkan diri fenomenon. Karena itu, setiap penelitian atau setiap karya yang membahas cara penampakkan dari apa saja, sudah merupakan fenomenologi. Secara material penulisan artikel ini memiliki tujuan yang mendasar, yaitu sebagai pembuka cakrawala pengetahuan filsafat pada umumnya dan fenomenologi pada khususnya, mengingat pengetahuan filsafat merupakan pengetahuan yang memerlukan energi yang cukup untuk mempelajarinya, dalam hal ini penulis hanya memfokuskan pada novel The Alchemist karya Paulo Coelho. Artikel ini mencoba menguak fenomena-fenomena yang ada pada novel The Alchemist, sejauh mana fenomena tersebut mempengaruhi cerita serta pembaca novel tersebut. Fenomenologi Fenomen atau fenomenon memiliki berbagai arti, yakni: gejala, semu atau lawan bendanya sendiri (penampakan). Dalam filsafat fenomenologi ketiga arti fenomen tersebut di atas tidak

digunakan sama sekali.[2] Menurut para pengikut fenomeologi suatu fenomen tidak perlu harus dapat diamati dengan indera, sebab fenomen dapat juga dilihat atau ditilik secara rohani, tanpa melewati indera. Juga fenomen tidak perlu suatu peristiwa. Untuk sementara dapat dikatakan, bahwa menurut para pengikut filsafat fenomenologi, fenomen adalah apa yang menampakkan diri dalam dirinya sendiri, apa yang menampakkan diri seperti apa adanya, apa yang jelas di hadapan kita. Istilah fenomenologi pernah dipakai juga oleh I. Kant[3] dan G.W.F. Hegel[4], akan tetapi filsfat fenomenologi yang akan kita bicarakan ini memakai istilah tersebut dalam arti yang khas, yaitu sebagai suatu metode berpikir tertentu secara khas. Fenomenologi Husserl menentang habis-habisan tradisi pemikiran yang telah dikembangkan sejak Descartes hingga Hegel. Jika selama itu, pengetahuan dikembangkan lewat konstruksi spekulatif dalam akal budi, maka bagi Huserl, pengetahuan yang sesungguhnya adalah kehadiran data dalam kesadaran akal budi, bukan rekayasa pikiran untuk membentuk teori. Fenomenologi Husserl menekankan pentingnya suatu metode yang tidak memalsukan fenomena, melainkan dapat mendeskripsikan seperti penampilannya. Fenomena yang dimaksud oleh Huserl adalah kehadiran data dalam kesadaran, atau hadirnya sesuatu tertentu dengan cara tertentu dalam kesadaran kita. Fenomena dapat berupa hasil rekaan atau sesuatu yang nyata, gagasan maupun kenyataan. Pendapat Huserl tentang fenomena bukan berarti dia berpihak kepada idealisme atau realisme, juga bukan mensintesiskan keduanya. Fenomenologi Husserl justru bersifat pra-teoritik. Fenomenologi justru menempati posisi sebelum ada pembedaan antara idealisme dan realism. Husserl, seperti filsuf pendahulunya Rene Descartes, memulai perburuannya mencari kepastian dengan menolak terlebih dahulu apa yang disebutnya sikap yang alami, kepercayaan kepada akal sehat kebanyakan orang bahwa objek ada secara lepas dari diri kita di dunia luar, dan bahwa informasi yang kita miliki tentang mereka secara umum dapat diandalkan. Sikap seperti ini hanya akan menerima pengetahuan tentang kebenaran tanpa mempertanyakannya, sementara justru disitulah masalahnya. Jadi tentang apakah kita bisa merasa jelas dan yakin? Meskipun kita tidak dapat meyakini eksistensi dari benda-benda, menurut argument Husserl, ynag dapat kita sadari adalah keyakinan dari cara mereka langsung muncul dalam kesadaran kita, apakah hal sebenarnya yang sedang kita alami ini ilusi atau bukan. Disini dapat kita pahami bahwa fenomena Husserl ini adalah sebuah sistem esensi universal, karena fenomenologi membedakan setiap objek dalam imajinasi sampai ia menemukan apa yang tidak dapat dibedakannya lagi . Dalam hal ini yang ditampilkan dalam pengetahuan fenomenologis bukan hanya, misalnya, pengalaman, cemburu atau warna merah, melainkan tipe atau esensi universal dari objek-objek ini, kecemburuan atau kemarahan sebagaimana adanya. Fenomena dalam Novel The Alchemist Penulis memilih Novel The Alchemist disebabkan bahasa yang digunakan lebih familiar, serta alur cerita yang lebih mudah untuk diikuti. Dalam hal ini penulis mencoba untuk menunjukkan

fenomena yang terdapat pada novel tersebut, dan selanjutnya penulis berusaha menganalisanya dengan menggunakan pendekatan fenomenologis ala Edmund Russerl. Fenomena yang muncul pada salah satu ceita pada novel tersebut adalah bahwa Santiago dalam tidurnya terganggu oleh mimpi yang mengusik tidurnya. Pada cerita tersebut dikisahkan. Malam masih gelap ketika dia terbangun. Dia menengadah, dan melihat bintang-bintang melalui atap yang sudah setengah hancur itu. Aku ingin tidur lagi sebentar, pikirnya. Malam itu mimpi yang sama kembali dialaminya, seperti minggu lalu, dan kali ini pun dia terjaga sebelum mimpi itu berakhir. Hlm 8 Mimpi yang dialami Santiago menjadi titik tolak baginya untuk melangkah, mengikuti kata hatinya, dimana menurutnya mimpi sebagai bahasa dunia. Tetapi selanjutnya berawal dari mimpi itu pulalah Santiago mengalami berbagai cobaan ataupun masalah.[5] Mimpi yang dialami Santiago tersebut mungkin terdengar kelewat abstrak, dan memang begitu adanya. Tetapi justru hal tersebut membuat kebimbangan dalam diri Santiago. Penulis meminjam bahasanya Tery Eagleton mimpi yang menjadi fenomenologis tersebut justru persis berseberangan dengan abstraksi: dalam hal ini ia kembali pada hal-hal yang konkrit, landasan yang kukuh, seperti yang tersirat dalam slogan fenomenologis, yakni kembali ke hal-hal itu sendiri.[6] Hal iti ditunjukkan dengan keputusan yang diambil Santiago dengan mendatangi seorang perempuan Gipsy untuk meramal atau mengartikan arti mimpinya.[7] Apa yang dia dapatkan justru sesuatu yang meragukan, tidak adanya kepuasan bagi Santiago dari apa yang telah disampaikan oleh sang Gipsy tersebut. Selanjutnya dibutuhkan kesadaran manusia itu sendiri (Santiago) untuk menentukan jalan yang akan dia pilih, dimana kesadaran manusia yang kita pahami bukan hanya sebagai pengalaman empiris yang hanya dimiliki orang-orang tertentu saja, tetapi sebagai struktur mendalam dari pikiran itu sendiri[8]. Dengan demikian fenomenologi berusaha memahami kenyataan sebagaimana adanya. Kenyataan itu merupakan kenyataan yang belum ditafsirkan oleh ilmuilmu positif dan filsafat. Selanjutnya pada cerita yang lain dikisahkan Santiago bertemu dengan Raja Salem yang bernama Melkysedek, disitu diceritakan bahwa Santiago kembali terpengaruh dengan keinginan untuk membuktikan apa yang dialami pada mimpi-mimpi malamnya. Dan raja tersebut memberikan dua buah batu sebagai alat bantu manakala Santiago ingin membuat keputusan[9]. Dalam hal ini Al Quran surat Yusuf ayat 67 menyebutkan : 67. dan Yaqub berkata: Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; Namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri.

Gejala yang muncul adalah bahwa disini tingkat kepercayaan seseorang mulai diuji, dalam hal ini sejauh mana tingkat kesadaran seorang manusia diajak untuk mempercayai batu yang notabene merupakan benda mati yang tidak dapat bicara ataupun memberikan keputusan secara akal dan nalar yang pasti. Meskipun dalam Pandangan Imanuel Kant dia menyatakan terdapat sesuatu hal yang memungkinkannya untuk menarik demarkasi antara dunia fenomenal yang berisi hal-hal yang dapat diketahui dan dunia numenal yang memuat hal-hal yang tak dapat diketahui yang berada diluar wilayah yang melampaui dunia fenomenal atau dunia keseharian itu[10]. Seperti halnya Plato, Kant disini juga meminjam mata Allah untuk keluar dari konteks ruang dan waktu, bahwa semua yang ada dan terjadi karena takdir, dan perjalanan hidup seseorang semuanya sudah termaktub. Tentang taqdir juga disebutkan dalam Al Quran 17. Katakanlah: Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu? dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah. Seperti hanlya Santiago menggunakan istilah termaktub dalam novelnya, yang berarti bahwa semua yang terjadi pada semesta ini karena kehendak-Nya. Wallahu alam bi as shawab. Klimaks Dua fenomena yang coba diangkat oleh penulis, menunjukkan bahwa hal tersebut sangat berpengaruh pada jalan cerita yang coba di munculkan oleh Paulo Coelho, terlepas apakah fenomena tersebut sengaja dimunculkan ataukah hanya mengalir mengikuti ide cerita yang terlebih dahulu ada. Namun demikian penulis yakin bahwa fenomena yang terdapat pada novel tersebut diangkat berdasarkan hasil imaginasi seorang penulis yang genius, sehingga mampu memberikan banyak interpretasi yang berbeda-beda bagi pembaca.

[1] Edmund Husserl lahir di Prestejov (dahulu Prossnitz) di Czechoslovakia 8 April 1859 dari keluarga yahudi. Di universitas ia belajar ilmu alam, ilmu falak, matematika, dan filsafat; mulamula di Leipzig kemudian juga di Berlin dan Wina. Di Wina ia tertarik pada filsafat dari Brentano. Dia mengajar di Universitas Halle dari tahun 1886-1901, kemudian di Gottingen sampai tahun 1916 dan akhirnya di Freiburg. Ia juga sebagai dosen tamu di Berlin, London, Paris, dan Amsterdam, dan Prahara. Husserl terkenal dengan metode yang diciptakan olehnya yakni metode Fenomenologi yang oleh murid-muridnya diperkembangkan lebih lanjut. Husserl meninggal tahun 1938 di Freiburg. Untuk menyelamatkan warisan intelektualnya dari kaum Nazi, semua buku dan catatannya dibawa ke Universitas Leuven di Belgia. Periksa, Harry Hamersma, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern, jakarta: Gramedia, 1983, hlm. 114 [2] Baca, Sudarsono, 2001, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta, hlm 340 [3] Immanuel Kant, filsuf Jerman abad XVIII, melakukan pendekatan kembali terhadap masalah diatas setelah memperhatikan kritik-kritik yang dilancarkan oleh Hurne terhadap sudut pandang yang bersifat empiris dan yang bersifat rasional. Baca, Louis Kattsoff, 2004, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana Yogyakarta, hlm. 137

[4] Hegel (1770-1831) ialah puncak gerakan filsafat Jerman yang berawal dari Kant; walaupun ia sering mengkritik Kant, sistem filsafatnya tidak akan pernah muncul kalau tidak ada Kant. Pengaruhnya, kendati kini surut, sangat besar, tidak hanya atau terutama di Jerman. Pada akhir abad kesembilan belas, para filsuf akademik terkemuka, baik di Amerika maupun Britania raya, sangat bercorak Hegelian. Diluar filsafat murni, banyak teolog protestan mengadopsi doktrindoktrinnya, dan filsafatnya tentang sejarah mempengaruhi teori poiltik secara mendalam. Periksa, Bertrand Russel, Sejarah Filsafat barat kaitannya dengan kondisi sosio-politik Zaman Kuno Hingga Sekarang, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hlm 951. [5] Masalah yang timbul ini mungkin karena yang kita temukan, saat kita mencoba menelaah isi benak kita, tak lebih sekedar fenomena acak yang terus menerus berubah, aliran kesadaran yang kacau, dan kita hampir mustahil menemukan kepastian dari keacakan tersebut. Baca, Terry Eagleton, Teori Sastra Sebuah Pegantar Komprehensif, Jalasutra, Yogjakarta & Bandung, 2006, hlm 77 [6] Ibid, hlm 77 [7] Periksa, Novel The Alchemist, hlm 18-19 [8] Untuk memahami keutuhan kesadaran dan tubuh yang disebutnya tubuh-subyek itu, Merleau-Ponty harus mengeksplisitkan penghayatan manusia yang berada pada taraf prareflektif, yakni sebelum didefinisikan oleh filsafat dan ilmu pengetahuan modern, dalam hal ini, sebagai alat analisis, fenomenologi memiliki kemungkinan yang luas untuk mengungkit strujtur-struktur penghayatan yang belum dirumuskan melalui refleksi ilmu-ilmu. Dimana fenomenologi merupakan metode yang berusaha melukiskan apa yang tampak secara langsung bagi kesadaran, yaitu fenomena. [9] Ibid, hlm 40 [10] Baca, F Budi Hardiman, Filsafat Fragmentaris, Kanisius, Yogyakarta, 2007, hlm 5 Like Be the first to like this post.

Analisis Filsafat Manusia Tentang Identitas Diri Manusia Dalam Novel Taiko Karya Evi Yoshikawa

JENIS/BENTUK KOMUNIKASI 1. Komunikasi Asertif Berkomunikasi adalah hal penting yang harus kita lakukan kapan dan dimana saja. Banyak cara berkomunikasi yang dipilih untuk dilakukan masing-masing orang. Salah satunya adalah berkomunikasi dengan cara asertif. Asertivitas adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Dalam bersikap asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam mengekspresikan perasaan, pendapat dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan atau pun merugikan pihak lainnya. Komunikasi Asertif adalah komunikasi yang terbuka, menghargai diri sendiri dan orang lain. Komunikasi assertive tidak menaruh perhatian hanya pada hasil akhir tapi juga hubungan perasaan antar manusia. Tujuan cara berkomunikasi asertif adalah membina hubungan tanpa melakukan penolakan terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, asertifitas bukan strategi untuk semata-mata kepentingan diri sendiri, namun strategi ini memungkinkan anda menyadari bahwa andalah penentu perilaku anda sendiri dan anda dapat memutuskan apa yang anda lakukan atau tidak. Kita juga menyadari kondisi yang sama yang dihadapi orang lain dan tidak berusaha mengendalikan mereka. Bila kita asertif, maka kita bisa mengungkapkan preferences kita mengenai perilaku pihak lain. Kita dapat meminta pihak lain untuk melakukan sesuatu bagi kita atau melakukan suatu pekerjaan namun kita juga sadar apakah mereka akan lakukan atau tidak terserah mereka. Skil asertif ini sulit dipelajari karena banyak dari kita tumbuh tanpa menggunakannya dan seringkali tidak sesuai dengan keinginan kita, karena terkadang kita mendorong orang lain untuk melakukan apa yang ingin kita lakukan dan karena terkadang kita takut akan konflik. Ciri-ciri Komunikasi Asertif adalah: a. Terbuka dan jujur terhadap pendapat diri dan orang lain b. Mendengarkan pendapat orang lain dan memahami c. Menyatakan pendapat pribadi tanpa mengorbankan perasaan orang lain d. Mencari solusi bersama dan keputusan e. Menghargai diri sendiri dan orang lain, mengatasi konflik f. Menyatakan perasaan pribadi, jujur tetapi hati-hati g. Mempertahankan hak diri

Keuntungan dengan berkomunikasi asertif: a. Meningkatkan self esteem dan percaya diri dalam mengekspresikan diri sendiri b. Dapat berhubungan dengan orang lain dengan konflik, kekhawatiran dan penolakan yang lebih sedikit c. Dapat bernegosiasi lebih produktif dengan orang lain d. Membuat kita lebih relax, karena kita tahu bahwa kita hampir bisa mengatasi semua situasi dengan baik e. Membantu kita fokus pada kondisi saat ini,daripada terlalu memperhatikan hal yang terjadi di masa lampau atau masa depan f. Kita dapat mempertahankan penghargaan terhadap diri sendiri tanpa mengacuhkan pihak lain dan ini dapat membangun penghargaan terhadap diri kita dari pihak lain g. Meningkatkan hubungan antar manusia pada pekerjaan dan mengurangi kesalahpahaman h. Meningkatkan keyakinan diri dengan mengurangi godaan untuk menyesuaikan diri dengan standar orang lain dan keinginan mendapat persetujuan mereka i. Membiarkan orang lain menjalankan hidupnya dengan hasil yang mereka pilih, tanpa kita berusaha mengontrol mereka sehingga mengurangi ketegangan yang mungkin timbul j. Merupakan satu-satunya strategi yang memperkaya hubungan kita dengan orang lain Hambatan yang didapat saat mencoba untuk assertive: a. Tindakan dan cara berpikir negatif yg membatasi peluang anda b. Conflict - Takut menghadapi konflik sehingga menghindari tanggapan assertif dalam situasi yang menentukan c. Keterampilan komunikasi - Ketidakmampuan menanggapi berbagai situasi mengakibatkan emosi, pikirkan dan kecemasan yang negatif d. Tradition, education sewaktu kita masih anak-anak Unsur-unsur dalam komunikasi assertive: 1. Terbuka dan jelas - upayakan kamu mengkomunikasikan secara jelas dan spesifik. Misalnya: "saya kurang suka ini" , "Hm.saya menyukai rencana itu, hanya saja mungkin ada beberapa bagian yang bisa ditingkatkan (bahasa halus dari diperbaiki)", "saya punya pendapat yang berbeda yaitu." 2. Langsung Berbicara langsung dengan orangnya, jangan membawa masalah ke orang lain yang tidak berhubungan. 3. Jujur agar orang percaya kepada kamu 4. Tepat dalam bersikap, pastikan memperhitungkan nilai social

dalam berbicara. Terang-terangan mengajak kencan seorang wanita pada saat dia sedang di pesta pernikahannya tentu saja akan membawamu dalam masalah. 5. Tanyakan umpan balik. "Apakah sudah jelas? Atau ada pertanyaan?". Menanyakan umpan balik menjadi bukti bahwa kamu lebih mengutarakan pendapat daripada perintah. Ada 3 langkah untuk menjadi Assertive 1. Jadilah pendengar aktif, dan pastikan kamu menunjukan kepada mereka kalau kamu mendengarkan dan paham (misalnya dengan membuat kontak mata). Jangan memanfaatkan waktu mendengar untuk mempersiapkan serangan balik. 2. Katakanlah apa yang sedang kamu pikirkan dan rasakan. Jangan terlalu memaksa ataupun terlalu meminta maaf. Pada saat berbicara perhatikan body language kamu, pastikan postur tubuhsesuai (seperti berdiri tegak) membuat kontak mata, ekspresi wajah yang sesuai, dan berbicara cukup keras untuk didengar. Nada suara jangan monoton agar orang lain mudah mengikuti-mu dan tidak merasa terganggu atau bosan. 3. Katakanlah apa yang kamu harapkan. Upayakan untuk berani mengatakan ya dan tidak saat kita inginkan, berani membuat sebuah permintaan, dan mengkomunikasi perasaan kita dengan cara terbuka dan langsung. Kita harus belajar untuk mengadaptasikan sifat kita pada beragam situasi kerja, menjaga jaringan pertemanan, dan membangun hubungan yang dekat. Saat membuat pernyataan (langkah 2 dan langkah 3), pastikan: 1. Menggunakan pernyataan saya (statement) dan bukan Anda atau orang Lain 2. Spesifik dan jangan umum 3. Mengekspresikan perasaan dan opini Anda (bertanggung jawab) 4. Tidak menilai orang lain saat tidak diperlukan (menilai bukan untuk tujuan konstruktif) 5. Tidak memperluas / membesar-besarkan masalah 2. Komunikasi Agresif Komunikasi ini dapat mengurangi hak orang lain dan cenderung untuk merendahkan /mengendalikan/menghukum orang lain. Komunikasi ini menenggelamkan hak orang lain. Contoh komunikasi agresif : "Lakukan saja!". Ciri-cirinya komunikasi agresif adalah :

a. Ingin kemauan dan pendapatnya diikuti b. Memaksa orang untuk melakukan hal-hal yang tidak ingin dilakukan c. Keras dan bermusuhan d. Menyerang secara fisik atau verbal e. Interupsi f. Intimidasi g. Ingin menang dengan segala cara h. Suka memakai kambing hitam i. Suka memakai figur "Big Boss" Komunikasi agresif memiliki satu buah sub yaitu Komunikasi Agresif tidak Langsung yang berupaya untuk memaksa orang lain melakukan hal yang kita kehendaki tetapi mereka tidak menghendakinya. Istilah "pisau dibalik topeng senyuman" mungkin cocok dengan komunikasi agresif tidak langsung karena cara-cara mereka umumnya sopan, tenang, manipulative/menjebak, merendahkan orang lain, dan sabotase. Orang yang melakukan aggressive communication mungkin pada awalnya merasa puas, menang/superior dan cenderung untuk mengulangi tindakannya. Tetapi untuk jangka panjangnya mereka dapat merasa bersalah (saat memikirkan tindakannya), malu, dan ditinggalkan teman. Pada akhirnya akan terus menyalahkan orang lain atau system. Balas dendam mungkin dapat dilakukan oleh orang lain yang sebelumnya disudutkan. Gaya Komunikasi dengan Orang Agresif Orang dengan tipe agresif ternyata merupakan orang yang sangat menekan dan merupakan pendengar yang buruk. Mereka selain bukan seorang penyabar melainkan pemarah dan penguasa atas orang lain, mereka juga merupakan orang yang sangat buruk ketika berkomunikasi dengan pihak lain karena kata-kata atau kalimat yang mereka gunakan. Pernyataan mereka kerap membuat kuping orang lain merah dan dalam jangka panjang dapat menghilangkan kesabaran dan toleransi orang lain. Untuk itu, guna menghadapi orang yang demikian, hal-hal berikut dapat dijadikan pedoman agar komunikasi yang dilakukan dapat memetik hasil yang lebih baik: 1. Biarkan mereka bicara sepuasnya. Waktu harus disediakan lebih banyak jika menghadapi orang seperti ini karena tidak mudah untuk menyampaikan pesan kepada mereka yang merasa lebih tahu daripada kita. 2. Tanggapi apa yang mereka sampaikan seperlunya. Jangan berlebihan karena hal ini akan membuat mereka semakin bersemangat berbicara karena merasa mendapat dukungan dan feedback positif. 3. Jangan serang pandangan mereka. Yang bisa dilakukan adalah kita tidak melakukan persetujuan terhadap sesuatu yang tidak benar.

4. Di antara celah-celah pembicaraan orang tersebut, pujilah apa yang tengah disampaikan dan selipkanlah pesan Anda secara halus, misalnya, "Pandangan dan wawasan yang begitu luar biasa yang pernah saya dengar. Hal ini sesuai dengan apa yang ingin saya sampaikan kepada Anda, yaitu: ........................" 5. Sampaikanlah dengan relatif lebih cepat agar tidak dipotong oleh orang tersebut. Melalui pujian di awal, biasanya orang akan tersanjung dan 'melayang' sesaat. Dan pada saat itulah, waktu yang sangat tepat untuk menyelipkan pesan / urusan kita kepada mereka. 6. Jangan berbicara terlalu pelan dan lamban dalam merangkai kata-kata karena mereka tidak akan sabar mendengarkan 'wejangan' kita yang dianggap sesuatu yang tidak sopan buat mereka. Kecepatan berbicara harus ditingkatkan. 7. Tataplah mereka dengan serius ketika mereka menggerak-gerakkan tubuh mereka yang terkadang berlebihan saat berbicara. 8. Jangan pernah tersinggung dengan tindakan orang tipe ini karena memang demikian adanya mereka. So, pahami sebelum berkomunikasi dengan mereka. 9. Memang tidak mudah berkomunikasi dengan orang Agresif. Salahsalah, jika tidak sabar, dapat menimbulkan huru-hara baru. Jika telah diketahui karakter orang agresif berdasarkan daftar kebiasaan mereka di atas, persiapkan diri lebih baik dengan cara mencoba memahami kekurangan dan kelebihan dari orang tipe ini. 10. Dengan pengalaman dan pengetahuan yang cukup, orang seperti ini pasti akan dapat 'ditaklukkan' tanpa perlu harus berdebat atau berperang terlebih dahulu dengan mereka. 3. Komunikasi Pasif Komunikasi ini merupakan lawan dari komunikasi agressive dimana orang tersebut cenderung untuk mengalah dan tidak dapat mempertahankan kepentingannya sendiri. Bahkan hak mereka cenderung dilanggar namum dibiarkan. Mereka cenderung untuk menolak secara pasif (dengan ngomel dibelakang). Ciri-ciri komunikasi pasif ini adalah: 1. Orang yang jarang mengungkapkan keinginan dan kebutuhan atau perasaan 2. Mengikuti tuntutan dan kemauan orang lain, ingin menghindari konflik 3. Tidak mampu mempertahankan hak dan pribadinya 4. Selalu mengedepankan orang lain 5. Minta maaf berlebihan 6. Marah kecewa, frustasi dipendam

7. Tidak tahu apa yang diinginkan 8. Tidak bisa ambil keputusan 9. Selalu mencari-cari alasan atas tindakan Untuk jangka pendek, komunikasi ini bisa mengakibat rasa lega, terhindar dari rasa bersalah, bangga, dan kasihan pada diri sendiri. Namun untuk jangka panjang dapat kehilangan percaya diri dan hormat pada diri sendiri. Gaya Komunikasi dengan Orang Pasif Orang dengan tipe pasif ternyata merupakan orang yang sangat tidak aktif dan terkesan sangat sungkan. Mereka tidak suka peperangan dan selalu mencari jalan damai agar riak pertempuran tidak menimbulkan pertikaian yang tidak berkesudahan. Mereka juga kurang berani menyatakan apa yang mereka inginkan secara terbuka. Sering pula memohon maaf untuk sesuatu yang belum tentu mereka lakukan secara keliru. Tidak memiliki ketegasan dan keberanian menatap lawan bicara. Sering membosankan lawan bicara karena tidak menerapkan variasi suara untuk memperindah ujaran. Dengan karakter orang pasif yang demikian, hal-hal berikut dapat dijadikan pedoman agar komunikasi yang dilakukan dapat memetik hasil yang lebih baik: 1. Bicaralah seperlunya dan mengena langsung ke sasaran karena mereka tidak dapat menerima terlalu banyak hal dalam satu kesempatan. 2. Tanyakan pandangan mereka, jika tidak, mereka akan memilih diam dan setuju dengan apa yang tengah kita sampaikan. 3. Sampaikan kepada mereka bahwa pandangan mereka sangat berharga. 4. Dorong mereka untuk berbicara lebih banyak dengan menggunakan pertanyaan terbuka, seperti: bagaimana dan mengapa. 5. Jangan berbicara terlalu cepat dan keras karena mereka mungkin akan kaget dan makin ciut untuk berbicara lebih banyak. 6. Mintalah mereka menatap kita pada saat berkomunikasi untuk mendapatkan hasil lebih baik. Memang tidak mudah berkomunikasi dengan orang pasif. Dengan segala tindakan mereka yang cenderung menunjukkan ketidakpedulian dan ketidakceriaan terkadang dapat mengundang kebosanan dan kejenuhan orang yang berbicara dengan mereka. Hal terbaik yang perlu diingat adalah bahwa, dorong dan motivasilah mereka untuk berbicara lebih banyak dan lebih variatif lagi dengan memberikan pujian bahwa mereka sanggup melakukannya. Dengan penghargaan diri yang semakin meningkat ditujukan kepada orang-orang pasif ini, niscaya kebiasaan bicara yang kurang mengesankan tadi akan dapat meningkat setahap demi setahap.

Anda mungkin juga menyukai