Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KELOMPOK MATAKULIAH KAJIAN MEDIA

REVIEW BUKU BAB 1 AND 2

MEDIATING THE MESSAGE: THEORIES OF INFLUENCES ON MASS MEDIA CONTENT (Oleh Pamela J Shoemaker and Stephen D Reese, New York : Longman Publisher, Edisi ke-2, 1991)

Dosen : Dr. Eny Maryani, M.Si

Disusun Oleh : Gun Gun Heryanto (NPM: 170230087002) Aep Wahyudin (NPM: 170130087006) Abdul Halik (NPM: 170130087010) Qadaruddin (NPM: 170130087011) Enjang (NPM: 170130087013) PROGRAM DOKTOR ILMU KOMUNIKASI UNPAD BANDUNG TAHUN 2009

BAB I STUDI PENGARUH DALAM ISI MEDIA

Buku Mediating The Message karya Pamela J Shoemaker dan Stephen D Reese ini merupakan buku mengenai isi media dan berbagai pengaruh yang membentuknya. Perspektif yang digunakan berbeda dari pandangan umum yang kerap digunakan dalam buku-buku mengenai penelitian komunikasi massa, yang cenderung menggunakan isi media sebagai point permulaan. Beberapa studi biasanya bertanya: melalui proses apa pesan diterima dan dipahami oleh audiens? Dampak apa saja yang ditimbulkan media bagi audiens? Dengan mengambil fokus pada isi media, Pamela dan Reese mempertanyakan: apa saja faktor-faktor inside dan outside dari organisasi media yang mempengaruhi isi media? Fakta dimana kita mempertanyakan hal ini menunjukkan, bahwa kita tidak mengasumsikan isi media massa dapat merefleksikan sebuah realitas obyektif. Hal ini tentunya, tidak mencerminkan dunia di sekitar kita. Lebih dari itu, isi media dibentuk oleh sejumlah faktor yang menghasilkan beragam versi berbeda mengenai realitas. Gambar 1.1 Kebanyak buku mengenai riset media massa secara umum meliputi studi tentang proses melalui mana audiens menerima isi media atau tentang efek media bagi seseorang atau masyarakat. Kita percaya bahwa hal ini juga sama-sama penting untuk memahami pengaruh-pengaruh yang membentuk isi media.

STUDI PENGARUH ISI

STUDI PROSES DAN EFEK

Pepngaruh Isi media

Isi Media Massa Sbg Hal yang ditransmisikan Kepada Khalayak

Effect Media Massa Bagi Seseorang atau Masyarakat

Dampak media baik program hiburan maupun berita dan segala aspek informasi berkenaan dengan isi media telah dipelajari secara luas. Sebagai contoh, penelitian telah mengamati kekerasan yang ditampilkan televisi membuat anak lebih agresif dan begitu pula proyeksi hasil Pemilu Presiden oleh jaringan televisi berita membuat warga pantai Barat di AS menjadi kurang minat memilih. Berbagai Hal tersebut, menjadi wilayah studi yang menarik, tetapi kita mengajukan pertanyaan lebih penting lagi: mengapa jaringan televisi memproduksi program yang bisa membuat anak-anak lebih agresif? Mengapa jaringan berita menunjukkan resiko rendahnya pemilih di California? Jawaban-jawabannya, kita percaya, terdapat dalam faktor-faktor perilaku dan orientasi personal dari para pekerja media, professionalisme, kebijakan perusahaan, pola kepemilikan perusahaan, lingkungan ekonomi, pengiklan, dan pengaruh-pengaruh ideologi. BEBERAPA DEFINISI Mari kita mulai dengan pendefinisian apa yang dimaksud dengan isi media. Melalui content, kita memahaminya sebagai susunan kuantitatif dan kualitatif yang lengkap mengenai informasi verbal dan visual yang didistribusikan oleh media massa. Dengan kata lain, isi media merupakan apapun yang muncul di media. Tingkat kuantitatif informasi meliputi atribut-atribut isi media yang dapat diukur dan dihitung- sebagai contohnya, jumlah detik dalam berita televisi, atau jumlah inci kolom di sebuah surat kabar. Kita juga dapat menghitung beberapa hal sebagai sejumlah cerita di suratkabar dalam rentang waktu tertentu, sejumlah perempuan yang muncul di iklan mobil, sejumlah situasi komedi penyiaran dalam 10 tahun terakhir, sejumlah photo majalah yang menunjukkan para Senator Amerika, atau sejumlah waktu pada bagianbagian dimana penyiar berita olahraga menunjukkan pemain sepakbola kulit hitam. Ukuran-ukuran tadi dapat menyediakan informasi penting mengenai jumlah liputan dan beberapa sisi yang menjadi prioritas. Tetapi, mereka tidak dapat menjelaskan pada kita seperti apa liputan itu terjadikualitatiflah yang mencirikan isi. Dua suratkabar mungkin memiliki jumlah inci yang sama persis mengenai berita tentang Israel tetapi menyediakan substansi sajian berita yang sangat berbeda mengenai apa yang terjadi di negara itu. Pengetahuan tentang berapa sering seorang penyiar berita olahraga menunjuk atlet kulit hitam tidak dapat menjelaskan apakah liputan tersebut merefleksikan kejujuran atau prasangka. Mengukur ciri-ciri kualitatif dari isi media sangatlah sulit, tetapi hal ini kerapkali jauh lebih membuka pikiran daripada pengamatan data kuantitatif semata. Banyak ilmuan sosial yang studi tentang media berperhatian pada konsep yang rumit tentang obyektivitas. Seberapa dekat media menghadirkan realitas obyektif? Masalahnya, tentu saja, tidak ada yang dapat menjadi observer obyektif dari realitas. Semua kita menggunakan pengalaman, kepribadian dan pengetahuan kita untuk menafsirkan apa yang kita lihat. Hal terbaik yang dapat kita lakukan kemudian adalah membandingkan realitas media dengan realitas sosialsebuah pandangan yang diarahkan secara sosial, inilah cerminan dari apa yang masyarakat ketahui mengenai dirinya (Fishman, 1980). KEKAYAAN HISTORIS PENELITIAN

Sosiologi Media Istilah Sosiologi Media kadang-kadang diterapkan pada studi yang melihat pengaruh-pengaruh isi media, meski tidak selalu dalam fakta sosiologis. Sejumlah peneliti yang sebelumnya mengkaji efek media, termasuk Shoemaker dan Reese, sekarang dalam pengamatanya lebih pada pertanyaan mengapa sejumlah efek isi produksi ada dan mulai berpengaruh. Meskipun penelitian yang berkenaan dengan penjelasan isi media telah ada sejak permulaan abad ini, penyelidikan ilmiah terhadap pengaruh-pengaruh dalam isi media tidaklah berkembangluas hingga setelah PD II. Studistudi modern dimulai oleh sugesti David Manning White (1950) yang menyatakan bahwa jurnalis bertindak sebagai gatekeeper pesan media. Dimana mereka menyeleksi mulai dari berbagai kejadian dalam sehari yang akan menjadi berita. Tokoh lain adalah Warren Breed, yang mendeskripsikan bagaimana sosok jurnalis menjadi tersosialisikan ke pekerjaannya. Sejak itu, sejumlah studi yang fokus pada kajian pekerja media dan para karyawan mereka, sebaik kajian tentang struktur organisasi dan masyarakat, mempengaruhi isi media. Meskipun sejumlah studi telah berkembang, hanya sedikit yang memberi perhatian pada hubungan teoritis antara mereka. Pendekatan Hipotesis Studi tentang isi yang terlahir 40 tahun terakhir ini telah menyediakan secara substansial lebih banyak data daripada teori, khususnya sebagai perbandingan dengan studi yang diarahkan pada sisi efek sebagaimana tergambar di gambar 1.1. Sangat sedikit studi yang mendefinisikan dan menguji teori secara spesifik. Peneliti biasanya mengemukakan deskripsi singat apa yang mereka harapkan untuk menemukan dan menguji satu atau lebih hipotesis, atau hubungan diantara dua atau lebih variabel yang mensifati beberapa fenomena. Sebagai contoh sebuah hipotesis: semakin kuat bobot berita sebuah kejadian, semakin akan diliput oleh media massa secara terkenal. Ada dua variabel dalam contoh ini, yakni event newsworthiness dan coverage prominence. Kedua variabel itu dapat dihitung. Hipotesis memprediksi bahwa kejadian-kejadian yang secara kuat memiliki bobot berita akan menerima liputan yang populer, di halaman muka surat kabar atau di permulaan pembacaan berita. Berita yang hanya memiliki bobot menengah akan tetap diliput, tetapi hanya di halaman dalam surat kabar atau di bagian tengah pembacaan berita, sementara kejadian yang rendah bobot beritanya tidak akan diliput oleh seluruh media massa. Perspektif Teoritis Para sarjana telah membagi penelitian tentang isi media dalam berbagai perspektif teoritis. Gans (1979) dan Gitlin (1980) mengelompokkan pendekatan-pendekatan ini ke dalam beberapa kategori, yakni:

Isi merefleksikan realitas sosial dengan sedikit distorsi atau tidak ada distorsi. Pendekatan cermin (the mirror approach) untuk penelitian isi media ini berasumsi bahwa media massa menyampaikan refleksi yang akurat mengenai realitas sosial kepada khalayak. Pendekatan efek null (The null effects approach) secara sama menyatakan bahwa isi media merefleksikan realitas, tetapi realitas-realitas isi media yang

dimaksud dilihat sebagai hasil kompromi antara pihak yang menjual informasi kepada media dan siapa yang membelinya; kekuatan-kekuatan ini bertentangan satu dengan yang lainnya dan memproduksi suatu laporan kejadian yang objektif.

Isi dipengaruhi sosialisasi dan sikap para pekerja media. Pendekatan yang berpusat pada komunikator (communicator centered) menyatakan bahwa faktor-faktor intrinsik psikologis dari personel komunikasi, seperti profesionalitas mereka, personal, dan sikap-sikap politik serta pelatihan komunikator profesional, mempengaruhi mereka dalam memproduksi suatu realitas sosial yang sesuai dengan norma-norma kelompok-kelompok sosial, dan dengan mana ide-ide dan perilaku baru diperlakukan sebagai keanehan yang tidak diinginkan.

Isi dipengaruhi rutinitas media. Pendekatan rutin organisasional menyatakan bahwa isi media dipengaruhi oleh cara pekerja media dan organisasi perusahaan menyusun pekerjaan. Para reporter berita diajarkan untuk menulis berita dalam bentuk piramida terbalik, sebagai contoh meletakkan informasi apa yang dianggap sangat penting disampaikan pertama kali dan disusun menurun berdasarkan nilai pentingnya berita, dan oleh karenanya para jurnalis menentukan isi berita.

Isi dipengaruhi oleh institusi dan kekuatan sosial lainnya. Pendekatan ini menyatakan bahwa faktorfaktor eksternal dari komunikator dan organisasikekuatan ekonomi dan budaya, serta audiens mempengaruhi isi. Pendekatan pasar ini, sebagai contoh, menempatkan pengaruh hasrat komunikator untuk memberi kepada audiens apa yang mereka ingin peroleh untuk meyakinkan khalayak luas bagi produk sponsor; pendekatan tanggung jawab sosial menempatkan pengaruh komunikator untuk lebih memberi audiens apa yang mereka butuhkan daripada apa yang mereka inginkan.

Isi merupakan fungsi posisi ideologis dan pengaturan status quo. Hegemoni adalah suatu pendekatan teoritis yang mengakui bahwa isi media dipengaruhi oleh ideologi yang memiliki kekuatan dalam masyarakat.
BAB II DI BALIK PROSES DAN EFEK Kebanyakan buku-buku teori komunikasi massa berkonsentrasi pada proses melalui mana pesan-pesan diterima

dan dipahami oleh audiens, dan mengenai efek dari pesan-pesan yang mungkin diproduksi. Dalam hal ini, pesan itu sendiri dalam istilah ilmu sosial adalah variabel independen, atau penyebab. Efek pesan-pesan tersebut baru kemudian

dinggap sebagai variabel dependen. Dalam buku ini Shoemaker juga Reese mendefinisikan pesan-pesan itu sebagai suatu variabel dependen. Isi media, dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal organisasi media.

FOKUS TRADISIONAL PENELITIAN KOMUNIKASI Shoemaker & Reese mengelompokkan penelitian berdasarkan dua dimensi: level analisis, dan apa yang dikaji. Level Analisis Level analisis dalam penelitian komunikasi dapat dipandang sebagai pembentukan suatu garis kontinum dari mikro ke makrodari unit terkecil pada sebuah sistem ke unit yang terluas. Studi level mikro menguji komunikasi sebagai suatu aktivitas tersusun yang mempengaruhi individu seseorang; studi level makro menguji struktur sosial di balik kontrol seseorangjaringan sosial, organisasi, dan budaya. Level-level itu berfungsi hirarkis: apa yang terjadi di level bawah dipengaruhi oleh apa yang terjadi di level lebih tinggi. Apa yang Dipelajari ? Satu diantara catatan paling awal dan kerapkali dicatat sebagai cara penggambaran proses komunikasi telah dikemukakan oleh Harold Lasswell (1948), yang mengajukan kerangka : siapa mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dengan dampak apa. Studi komunikasi massa telah menguji elemen-elemen tersebut: komunikator (who), isi media (says what), medium (through wich channel) audiens (to whom) dan efek (with what effect). Akan tetapi kebanyakan studi terkonsentrasi dalam dua elemen terakhir yakni audiens dan efek. Banyak studi yang fokus pada lebih dari satu komponen, tetapi ada juga yang lebih fokus pada satu hal melebih perhatiannya pada yang lain. Guna memahami bagaimana hal ini bekerja, mari kita pahami sebuah studi klasik tentang voting yang dipelopori oleh Paul Lazarsfeld dan koleganya di Erie County, Ohio, pada tahun 1949 (Lazarsfeld, Berelson, & Gaudet, 1948). Tiga ribu warganegara telah diwawancarai mengenai kesadaran voting mereka, karakteristik pribadi, dan perhatian yang mereka berikan terhadap suratkabar serta pesan radio mengenai bagian kampanye politik. Para peneliti menyimpulkan, bahwa pesan media telah meneguhkan (tetapi tidak menentukan) carapandang politik masyarakat. Karakteristik anggota audiens ditemukan

menentukan minat terhadap kampanye, dan anggota audiens ditemukan telah menggunakan media secara selektif untuk menyaring pesan politik yang bersebrangan terhadap sikap politiknya yang sudah ada. Dalam studi ini sebagaimana banyak juga yang lain, sejumlah komponen telah terlibat (mengatakan apapesan kampanye; melalui saluran aparadio dan suratkabar; kepada siapapemilih; dengan efek apa peneguhan); bagaimanapun fokus utamanya adalah audiens. Jika kita gunakan kerangka dan faktor-faktor dari Lasswell ke dalam dimensi level analisis kita, maka kita dapat membangun sebuah matrix yang menempatkan landmark (petunjuk) studi komunikasi tahun-tahun sebelumnya. Jelasnya, sejumlah studi terluas (dan dianggap paling berpengaruh) jatuh di kuadran kanan atas dari matrix-di bawah kolom to whom dan with what effect serta dalam baris mikro atau individual. Studi yang kita gunakan dalam gambar 2.1 diidentifikasi oleh Shearon Lowery dan Melvin DeFleur dalam buku mereka, Milstones in Mass Communication Research (1983, 1988, 1995). Catatan, bahwa meskipun banyak studi makro yang implikasi teoritisnya terhubung dengan problem masyarakat luas, studi-studi itu diarahkan pada analisis level individual; kita menggunakan pengukuran variabel yang secara nyata dikerjakan dalam studi, bukan level penteorian mereka, yang menempatkan mereka dalam matrix kita. Hanya tiga dari studi-studi tersebut yang menguji isi media. Mari kita amati beberapa studi singkat Milestone tadi.
SIAPA (Komunikator) Mikro (individual ) Mengatakan apa Melalui Saluran apa (Isi Media) Kepada siapa (Audiens) Dengan Efek apa (Efek)

*The Payne fund studies : motion pictures and youth, 1933 *The invasion from * Seduction of the innocent, 1954 * Violence and the media, content analysis,1969 * Television and Social Behaviour: Media Content and Control, 1971. * Television and Behavior, 1982 Mars, 1940 * Hovlands Experiments In mass Communication,1949 *Radio Research 1942-1943 * Communication and Persuasion,1953

*The Diffusion of * Television and Social Hybred Seed Com,1943 Behavior, 1971 *The Peoples Choice, * Television 1948 Behavior, 1982

* Personal Influence 1955 *Television in the Lives * Television and Of Our Children, 1961 Behavior, 1982

* Violence and the Media, Audience Survey 1969 * Television and Social Behavior. 1971 --TV in Day-to-Day Life

Makro/ Sistem Sosial

* The Flow of the information, 1948

* The Agenda Setting Function of the Mass Media, 1972

Gambar 2.1. Pendekatan Matrik untuk Penggambaran Miliestone dalam Riset Komunikasi Politik. STUDI-STUDI UTAMA KOMUNIKASI Isi Media Lowery dan DeFleur mengidentifikasi 3 landmark studi berkenaan dengan isi media dalam buku mereka edisi tahun 1995. Ketiga studi isi ini telah termasuk dalam edisi 1983 dan 1988, tetapi telah dihapus pada tahun 1995. The Seduction of the Innocent dari Frederic Wertham yang menyebabkan kegemparan di masyarakat dengan menghubungkan sebuah analisis isi mengenai seksual dan kekerasan dalam buku komik dengan asumsi beberapa isi komik yang memiliki efek negatif bagi pembaca, terutama menyebabkan peningkatan di kalangan anak remaja. Studi ilmiah tentang isi yang lebih baru adalah analisis George Gerbner mengenai kekerasan dalam laporan sebuah komisi berkenaan dengan penyebab dan pencegahan kekerasan, Violence and The Media (Baker & Ball, 1969). Studi ini juga termasuk riset media profesional the who tetapi yang dilaporkan hanya dua dari 11 laporan dalam volume ini. Analisis isi lainnya oleh Gerbner terdapat dalam bedah laporan umum berikutnya, Television and Social Behavior (Gerbner, 1971). Tahun 1982 sebagai kelanjutan tahun 1971, studi tentang televisi telah melihat literatur yang dipublikasikan sejak laporan

sebelumnya, termasuk studi yang mendefinisikan konsep kekerasan dan penyebabnya mengapa kekerasan hadir dalam program televisi.

Pada Pemirsa Kebanyakan studi Milestone membahas kategori to whom . Yang pertama, The Payne Fund Studies tahun 1993. Tujuan studi ini termasuk pengukuran isi film dan komposisi audiens, dengan obyek utamanya penyebab bagaimana film mempengaruhi anak-anak. Hasil penelitian menjembatani kategori audiens dan efek dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa faktor-faktor asli individual dan situasional memediasi efek film. The invasion from Mars (Cantril, 1940), lebih mudah untuk menempatkan hal ini dalam kategori audiens pada matrik kita. Cantril menelaah faktor audiens yang terhubung dengan prilaku panik melalui wawancara personal dengan audiens yang merupakan anggota dari siaran radio terkenal Orson Welles. The Peoples Choice. Ini merupakan studi di Erie County mengenai studi pemilih (Lazarsfeld et.al, 1948), menguji bentuk keputusan pemilihan, yang fokus utamanya pada kategori-kategori sosial dan predisposisi audiens. Peneliti memulai dengan asumsi bahwa pemilih yang mengubah pilihan secara sadar antara Mei hingga November disebabkan kampanye komunikasi, tetapi studi tidak menunjukkan membuktikkan asumsi itu. Personal Influence (Katz & Lazarsfeld, 1955). Secara sama juga berpengaruh dalam fokus ini. Para peneliti telah mensurvey wanita yang menyebabkan pada siapa mereka meletakkan sejumlah bentuk informasi. Studi ini terdapat dalam analisis level makro yang mengeksplorasi jaringan hubungan, akan tetapi pengukurannya dibatasi pada responden individual. Menggunakan beberapa data dari studi tentang personal influence dan data lain yang dikumpulkan oleh kantor Penelitian Radio Universitas Columbia di tahun 1940an, Herta Herzog menguji cara audiens menggunakan media massa. Studi ini merupakan pendahuluan bagi pendekatan uses and gratification, sebuah penelitian yang sangat terkenal hingga sekarang. Di tahun 1943, wilayah kajian subur lainnya telah mulai berjalanthe diffusion of innovations and of Informations. Bryce Ryan dan Neal Gross

mempublikasikan suatu studi dalam The Diffusion of Hybrid Seed Corn in Two Iowa Communities dalam jurnal Rural Sociology.

Studi dari Schramm, lyle dan Parker mengenai audiens anak-anak, Television in The lives of Our Children (1961) merupakan penyelidikan pertama dalam skala luas mengenai anak dan televisi. Hal ini berdasarkan perbandingan antara individu-individu anak. Penulis fokus pada anak sebagai audiens aktif, penggunaan media televisi oleh anak, dan dalam hal fungsi televisi melayani anak-anak. Laporan The Violence and The Media (1969) menyebutkan studi lebih umum tentang audiens terkait dengan kekerasan media. Survey berkonsentrasi pada norma audiens mengenai kekerasan dan kebiasaan media. TV in Day-to-Day Life: Patern of Use (Comstock & Rubintein, 1971), hal keempat dalam 4 seri volume dalam televisi dan prilaku yang diisukan oleh Kantor Ahli Bedah Umum Amerika, memberi penjelasan lebih tentang audiens dalam hal penggunaan televisi. Studi terakhir dalam kategori to whom mendekatinya dalam analisis level makro. The Flow of Information (DeFluer, Larsen, 1948) menguji bagaimana informasi mengalir melalui sistem sosial. Penulis mempelajari bagaimana slogan termasuk dalam leaflets dijatuhkan dalam komunitas yang terdistorsi oleh audiens. Dalam Efek Studi efek yang terkenal termasuk yang dikembangkan oleh ahli psikologi Carl Hovland selama Perang Dunia II ( Hovland, Lumsdaine & Sheffield, 1949), yang secara sistematik isi, menyebakan pesan yang sangat persuasif. Meskipun komponen lain dalam deksripsi Lasswell mengenai proses komunikasi termasuk dalam studi ini (misalnya kredibilitas komunikator dan struktur argumen dalam pesan), hal-hal itu menarik hanya dalam istilah efek yang diproduksi. Studi lanjutan oleh Hovland mengenai peran sentral persuasi mempengaruhi penelitian komunikasi (Hovland, Janis, Keller, 1953). Studi akhir dalam matrix kita (McCombs & Shaw, 1972), menguji agenda setting media. Peneliti menemukan, media berpotensi memiliki dampak persuasif kognitif melalui penekanan sebuah agenda isu yang mengatakan kepada masyarakat bukan apa yang dipikirkan, tetapi apa yang dipikirkan tentang sesuatu.

Textbook Ada tiga buku yang dapat dijadikan contoh menarik, yakni Mass Communication Theories and Reasearch (Tan, 1985), Mass Media Processes and Effect (Jeffres, 1986), dan Communication Theories: Origins, Methodes, and Uses in The Mass Media (Severin & Tankard, 1992). Ketiga buku teks memulai dengan bab yang berkenaan dengan sifat alami teori dan penelitian secara umum dan kemudian mencurahkan perhatian mereka mayoritas pada wilayah kajian audiens dan penelitian efek. Tan memilih bagian komunikasi dan persuasi efek, audiens dan kebutuhannya, sosialisasi, serta media dan perubahan sosial (hal ini merupakan pendekatan level makroanalisis). Hanya 6 persen dari buku yang membahas komunikator dan lingkungannya. Jeffers, memilih riset efekbahasan bab tentang sosial, politik, ekonomi dan efek budaya. Hanya satu bab yang membahas audiens, dan isi lain, tetapi banyak tulisan diarahkan pada persepsi audiens mengenai isi media. Kurang lebih 15 persen dari isi buku terdiri dari informasi mengenai industri media, masyarakat, dan organisasi. Severin dan Tankard memilih bagian luas dari teks yang ditulis yakni mengenai metode dan model ilmiah, persepsi dan isu-isu bahasa, pendekatan psikologi-sosial, dan efek media serta penggunaannya. Hanya satu bagian utama yang ada di bagian akhir, berhubungan dengan media sebagai isntitusi. Termasuk bab-bab mengenai kepemilikan media dan media di masyarakat modern. Di bab-bab berikut , bagaimana pun diskusi mengenai peran dan fungsi media masih terhubung dengan efek media, tetapi dalam skala sosial yang lebih besar.
MENGAPA FOKUS KEPADA TRADISIONAL? Kebanyakan arah dari fokus teori komunikasi secara tradisional membahas kepada siapa dan dengan efek apa dan kebanyakan level analisa sudah mengarah kepada level analisis individual atau mikro. Shoemaker & Reese mengajak agar kita memperhatikan masalah yang kedua: mengapa hal tesebut menjadi kasus ? Koteks Ilmu Sosial Jurnalisme dan ilmu sosial keduanya merupakan sistem pengumpulan informasi dan keduanya memiliki banyak kesamaan. Keduanya merupakan aktivitas yang mencoba menghadirkan dunia sebenar mungkin. Keduanya mengklaim obyektivitas, dan karena kealamiahan keduanya menghadirkan sebuah cara pandang yang terbatas. Keduanya tidak dapat dipahami terpisah dari budaya yang memproduksi dan mendukungnya. Ilmu Sosial dan jurnalisme memiliki rutin kebiasaan, pola prosedur yang diterima sebagai acuan bagi para praktisi. Bagi jurnalis, termasuk perannya dalam menjaga informasi, sistem pertahanan, keseimbangan diantara isu cerita, dan kenyataan di dalam sumber yang memiliki otoritas. Untuk ilmu pengetahuan sosial, mereka mencakupi sistem obsevasi, formula hipotesis, dan pengujian data. Cara-cara tersebut dikembangkan untuk membantu para praktisi di dalam mempraktekkan ilmunya guna menafsirkan situasi yang tidak jelas (tuchman,1977,1979; kidder & judd, 1986).

Rutinitas membantu jurnalis menyatakan akurasi dan obyektivitas sementara peneliti menyatakan realibilitas dan validitas ilmiah. Jurnalis mewawancarai sumber yang terpercaya, dan mencegah ekspresi yang melebihi pendapat. Ilmuan sosial menggunakan metode duplikasi. Baik jurnalis maupun ilmuan sosial tentu saja memiliki kelemahan. Misalnya memiliki kecenderungan untuk memiliki bias. Kenyataanya, tidak ada sistem informasi yang secara lengkap dapat memuaskan. Sebagai gantinya, kita bisa mempercayai apa yang Kuhn (1962) katakan sebagai paradigma cara mewakilkan kenyataan berdasarkan luasnya asumsi yang dipertukarkan tentang bagaimana cara mengumpulkan dan mengartikan informasi . Paradigma ini tidak menyediakan kebenaran, melainkan memberi kita informasi berguna melalui cara yang dapat diterima.

Ilmu pengetahuan ilmiah, terutama di dalam bidang sosial, juga termasuk ilmu yang disaring. Ini hanya terfokus kepada pertanyaan yang dianggap penting dalam paradigma yang dimilikinya.Terdapat peningkatan kesadaran yang ada di dalam ilmu sosial sebagaiman juga dalam bidang jurnalisme, jawaban yang kita temukan tergantung pada pertanyaan yang kita tanyakan. Fokus pada Individu Terdapat tiga bias budaya Amerika yang memberi masukan pada orientasi level mikro penelitian komunikasi massa, yakni : budaya, metodologi, dan teoritis. Individualisme sebagai Bias Budaya Ilmu sosial di Amerika berbagi prioritas budaya negara ini secara lebih besar. Satu diantaranya individu lebih utama dari kolektivitas. Yang diidealkan oleh budaya Amerika menekankan pada individualisme. Idealnya paham individualism ini lebih mementingkan kepercayaan diri, aktualisasi diri, dan kebebasan. Orang yang bergantung disebut lemah dan secara psikologis tidak berkembang. Jika tidak dalam hal praktis, hal ini memberi nilai pada pemikir independen atas organisasi. Individualisme tentu juga tergambar dari agama dan norma yang terdapat di Amerika. Penganut agama protestan yang dominan di AS, menekankan pada hubungan personal dengan Tuhan, umumnya orangorang AS menginginkan rumah single-family dengan halamannya begitu pun orang-orang di sekitarnya. Individualisme sebagai Bias Metodologi Metode yang kita kembangkan untuk mengkaji prilaku juga kuat dipengaruhi bias individu dan bekerja berlawanan dengan studi pada struktur sosial yang lebih luas. Teknik statistik yang kita gunakan untuk menganalisis data biasanya didasarkan pada survey responden individual, dengan demikian tiap-tiap orang dapat menjadi kasus. Individu adalah unit analisis. Pertumbuhan metode statistik, berbarengan dengan tumbuhnya profesionalisme ilmu sosial setelah Perang Dunia ke-II, mengarahkan pada hasrat untuk menyusun prosedur penelitian yang lebih terstandarisasi secara ilmiah.

Sosiologi yang kerapkali disebut sebagai tool maker bagi ilmu-ilmu sosial, secara khusus memiliki perhatian dengan pengukuran respon individual melalui survey skala besar dan analisis variabel. Meskipun pendekatan ini memberi pengukuran yang lebih presisi berkenaan dengan beberapa prilaku manusia, hal ini memiliki kesulitan lebih besar dalam menangkap kualitas penelitian mengenai kelompok dan komunitas. Individualisme sebagai Bias Teoritis Kita berteori secara lebih mudah, yakni mengenai hal-hal yang dapat kita ukur. Konsekuensinya, bias-bias metodologi kita mungkin hanya mengembangkan teori pada level mikro. Beberapa pengembangan teori lebih rumit, faktanya bahwa banyak perilaku individual yang secara umum memiliki banyak penyebab. Teoritisi Amerika memiliki kebiasaan pada penjelasan yang sifatnya individual, muncul beberapa kritik hal tersebut sebagai hal yang restriktif.

Setalah Perang Dunia II, penelitian komunikasi mendapat masukan sangat berarti dari bidang psikologi sosial, termasuk kelompom dinamik, norma, hubungan interpersonal, dan perilakuserta menggunakan mereka untuk menjelaskan bagaimana komunikasi massa dimediasi oleh audiens (Delia, 1987). Bagaimana pun psikologi sosial cenderung menjelaskan hal sosial dengan referensi psikologis lebih dari cara-cara lain. Tiga bidang yang terkenal dari penelitian psikologi sosial yakni: androgyny, konsistensi kognitif dan agresi menunjukkan secara lebih jelas hal ini. Androgyny, merupakan kehadiran gangguan kepribadian individu baik untuk laki-laki maupun wanita dan diasumsikan untuk mendefinisikan sebuah standar kesehatan psikologis (Bem, 1974) . Konsistensi Kognitif, individu-individu biasanya memiliki cara pandang tentang perilaku secara konsisten, dan ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu yang dia pikirkan akan menghasilkan tingkat ketidaknyamanan atau disonansi. Ahli psikologi sosial juga melihat faktor individual yang menyebabkan prilaku agresi. Dalam satu garis penelitian yang populer, misalnya, seseorang ditemukan merespon secara lebih agresif jika mereka frustasi, lebih tepatnya kita katakan, jika frustasi dilihat sebagai arbitrary. Kita butuh memahami bahwa: karena kita dapat mengukur prilaku individual, kita jangan menyimpulkannya bahwa faktor-faktor individual sebagai perilaku penyebabnya. Fokus pada Audiens dan Efek Sebagai identifikasi dalam alasan-alasan umum yang telah disampaikan matrik pada level mikro atau individual, kita selanjutnya mengidentifikasi beberapa faktor yang cenderung membatasi topik studi dalam riset teori komunikasi. Sebagaimana kita lihat, fokus dominan secara tradisional terdapat dalam bahasan proses dan efek isi komunikasi sebagaimana digunakan oleh audiens, daripada organisasi, institusi dan akar budaya dari isi media itu. Ilmu Sosial yang Tidak Kritis Riset komunikasi massa sama halnya dengan riste ilmu sosial lainnya dalam pegembangannya telah gagal menguji secara kristis sistem dimana ia telah dikembangkan. Kelemahan ilmu sosial diamati oleh Robert Lynd (1939) dan berlanjut hingga menjadi masalah hari ini. Para ahli ekonomi menghabiskan waktu hanya untuk menguji operasionalisasi sistem ekonomi terkini dan mengevaluasi cara-cara untuk keselarasannya, daripada mengamati sistem alternatif. Begitu

pun dengan ilmu politik, cenderung menyelidiki hal-hal minor dari sistem politik, daripada pengamatan tentang sesuatu yang memiliki dampak luas pada sistem, lagi-lagi juga tidak pada kemungkinan-kemungkinan alternatif. Kritik lynda mengenai ilmu ekonomi dan politik juga dialami oleh penelitian komunikasi massa, yang hingga saat ini hanya terkonsentrasi pada operasionalisasi media sehari-hari dan jarang bertanya soal institusi medianya sendiri. Tentu saja, ilmuan sosial di segala disiplin melakukan fungsi yang berguna dengan bantuan mereka untuk memahami proses berbagai hal yang terdapat dalam ilmu sosial.

Ketidakkritisan dalam penerimaan status quo ini makin nyata dalam tahun-tahun terakhir ini seiring dengan pertumbuhan penting institut riset berorientasi kebijakan dari kelompok pemikir yang mengupah dan mempromosikan pekerjaan analis riset sosial mereka sendiri. Hal ini menimbulkan bias politik dan mereka semakin dekat dengan elit mapan Amerika. Publik bisa melihat para ahli dalam bidang televisi merepresentasikan diri mereka sebagai kelompok pemikir beberapa pusat studi dan strategi internasional yang menerima pendanaan utama dari yayasan konservatif dan kontraktor pertahanan. Dalam analisisnya mengenai pertumbuhan para ahli ini, James Smith mengatakan :mereka harus berbicara kekuasaan dalam konteks politik dan birokratik. Dan mereka harus berbicara kebenaran yang berguna. Klaim mereka untuk berbicara kebenaran harus selalu dilihat secara terang dalam hubungannya mereka dengan kekuasaan. Maka, keahlian para analis ini tergantung tidak pada kecerdasan intelektualnya, tetapi pada statusnya sebagai orang dalam pemerintahan dan keakrabannya dengan para pemain. Masa Awal Patronase Institusional Para ilmuan komunikasi massa dan lembaga-lembaga yang mereka teliti adalah saling-berhubungan erat. Perhatian akademis seringkali pada lembaga-lembaga media besar, dan sejarah awal penelitian komunikasi massa adalah terinspirasi dari sejarah media massa. Salah satu figur utama sebelumnya dalam penelitian komunikasi massa, sosiolog Paul Lazarsfeld, mempelopori Bureau of Applied Research di Univeritas Columbia, dan kata applied (praktis) tidak dipilih dengan mudah. Biro secara aktif mencari pendanaan korporat untuk studi-studi awal mengenai konsumen dan pemilih dari pengguna media, sebaliknya studi-studi tersebut menyediakan pengetahuan praktis kepada para sponsornya. Robert Lynd dan C. Wright Mills, juga berasal dari Fakultas Sosiologi di Columbia. Lynd merupakan orang pertama kemudian Wright Mills yang menyerang model baru penelitian yang melihat pola hubungan aliansi akademik-korporat. Ketergantungan uang kepada pihak luar universitas merupakan masalah. Patronase institusional berpengaruh dalam komunikasi dengan mempromosikan bentuk penelitian yang dilabeli secara administratif. Gitlin menyatakan (1978): Paradigma dominan dalam bidang Ilmu sejak Perang Dunia Ke-II secara jelas menjadi kelompok pemikiran, metode dan penemuan yang diasosiasikan pada Paul F Lazasfeld dan alirannya. Pencarian untuk hal yang spesifik, terukur,

jangka-pendek, individual, mengenai sikap dan prilaku efek dari isi media, dan kesimpulan bahwa media tidak begitu penting dalam informasi opini publik. Masalah yang ditunjukkan oleh penelitian administratifdalam istilah lain, penelitian yang perhatian utamanya berkenaan dengan organisasi media besarfokus pada apa yang audien lakukan terhadap produk media. Pada pertengahan tahun 1930an Lazarsfeld bekerja dalam penelitian radio dengan Frank Stanton, kemudian menjadi Direktur Riset CBS. Pemerintah yang juga menginginkan informasi mengenai efek media. Test eksperimen awal Carl Hovland mengenai persuasi melalui media massa telah didanai oleh Pemerintah AS yang memiliki kebutuhan membangkitkan semangat berjuang para tentara melawan Jerman dan Jepang selama Perang Dunia II. DeFleur and Larsen mengenai Alur Informasi juga telah didanai pemerintah AS (tepatnya oleh Angkatan Udara AS)untuk mengukur efektivitas propaganda . Pola Hubungan Dewasa Ini Organisasi media terus menyediakan bantuan bagi ilmuan untuk mengarahkan penelitian, dan profesional media terus melayani sejumlah kampus dan universitas. Banyak professor di Departemen Studi Komunikasi (dengan beragam sebutannya seperti jurnalis, komunikasi massa, telekomunikasi, radio-TV-Film dll.) telah bekerja di media dan membawa nilai media tersebut ke dalam pengajaran dan riset mereka. RINGKASAN Seperti kita lihat, sejumlah faktor yang mengombinasikan penelitian di matrik yang dibahas di atas, cenderung melalui sebuah pendekatan individual atau level mikro serta berkenaan dengan audiens dan efek media. Teori dan penelitian, secara keseluruhan, tidak berada di ruang vakum. Semua itu merupakan aktivitas manusia, yang dibentuk oleh sejumlah kekuatan budaya yang mempengaruhi aktivitas manusia lainnya. Pertumbuhan substansial lembaga riset dalam organisasi, sosial, ekonomi dan akar budaya dari isi media telah dihadirkan oleh framework teoritis yang teroganisir.

Strategi Jitu menjinakan media


Di negara demokrasi barat seperti Australia , Inggris dan Amerika Serikat para eksekutif korporasi dan organisasi besar tidak dapat lagi bersembunyi dari wartawan dibelakang kata no comment . Media spesialis dam umum memeriksa seluruh wilayah bisnis, perdagangan, industri dan profesi. Diam hanya melahirkan kecurigaan. Jika anda tidak memberitahukan sisi anda terhadap suatu cerita,bagaimanapun juga, media akan tetap memuat cerita tersebut. Sebagai gantinya mereka akan berbicara dengan kompetitor anda. Dan biasanya, anda dan organisasi anda akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan karena menolak berkomentar. Ketika mewawancarai juru bicara organisai dan bisnis, media sering menyesali kurangnya talenta yang baik . Istilah media untuk juru bicara yang dapat memberikan informasinya secara singkat dan jelas dengan cara yang akan menarik audiens. Sangat sering juru bicara berbicara tanpa tujuan dengan penjelasan panjang lebar dan istilah-istilah teknis yang berjalan ke kepala orang biasa. Untuk berhasil dalam wawancara media, anda perlu memahami bagaimana cara mengemas infomasi anda untuk media dan audiens. Dengan memahami media dan menjadi akrab dengan dan mahir dalam teknik wawancara , juru bicara dapat menyambut wawancara media dengan gembira dan menggunakannya sebagai peluang yang positif untuk komunikasi. Di zaman yang kompetitif saat ini, perusahaan, organisasi, dan bahkan instansi atau departement pemerintah seperti kepolisian harus dapat berkomunikasi secara koheren dan efektif dengan pemegang saham mereka dan masyarakat umum. Profesor C. Nortcote Parkinson, yang terkenal karena Hukum Parkinsonnya, mengatakan pada konferensi media di Sydney selama kunjungannya ke Australia : Di dunia saat ini, anda tidak memiliki peluang jika terus berdiam diri. Ada masanya dimana orang-orang yang sangat berdiam diri tidak berhasil memberitahukan pandangan mereka. Sekarang, jika anda tidak berbicara, orang lain akan berbicara dan tidak menguntungkan anda. Orang harus mengatakan pendapatnya dan mengatakannya secara lebih efektif dari lawannya.(Macnamara, 1984:10) Bertahun-tahun melatih juru bicara menghadapi media dan menganalisis wawancara, kini terungkap tiga alasan utama mengapa wawancara tidak berhasil ditinjau dari sudut mengkomunikasikan apa yang ingin dikatakan oleh orang yang diwawancarai : 1. Sikap 2. Ketidakseimbangan 3. Kurang persiapan Untuk berurusan dengan media, anda terlebih dahilu harus memiliki sejumlah pengetahuan tentang mereka. Sejak dari awal, pemahaman anda terhadap kebutuhan, fungsi, peranan media, dan prosedur kerjanya membetuk sikap anda terhadap wartawan dan editor. Sikap, pada gilirannya, secara signifikan akan mempengaruhi wawancara yang anda berikan dan hubungan anda selanjutnya denga media. Jika anda tidak mempercayai atau tidak menyukai wartawan, biasanya ini akan muncul dan akan mempengaruhi urusan anda dengan media. Iklim kecurigaan tidak kondusif bagi hubungan baik atau keberhasilan komunikasi. Salah satu pemilik media Australia, Kerry Packer, sendiri tidak memiliki penggemar wartawan. Packer mengatakan :

ketika media dikritik, reaksinya seketika adalah menyalibkan kritik tersebut. Menyerang si pembawa berita. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan semakin lama semakin sedikit orang yang tertarik berdiri melawan orang media yang sering mengganggu. Pertama itu tidak menghasilkan apa-apa dan, kedua, hanya menarik perhatian kepada anda sendiri yang dinegara ini bukan sesuatu yang ibgin anda lakukan. Sialnya, banyak orang Australia ingin menghancurkan siapa saja yang berhasil. Tidak terkecuali wartawan. Mereka telah menjadi hukum pada diri mereka sendiri. Yang benar adalah wartawan, seperti orang lain, harus bertanggung jawab pada seseorang.(Kelly,1995:28) Peranan media bervariasi secara meluas diseluruh dunia. Di negara komunis, peranan media adalah berfungsi sebagai agen negara . Para pendiri komunisme Stalinis dan Marxis melihat media sebagai alat yang esensial untuk menyepuh dukungan politik dan mendidik rakyat. Di sejumlah negara yang sering berkembang seperti di Asia Tenggara, media melakukan peranan yang dilukiskan sebagai agen pembangunan. Di Indonesia, misalnya pemerintah melihat media sebagai sumbar daya yang kritis untuk membantu dalam mengkomunikasikan pendidikan dan informasi yang vital mengenai isu yang mendasar seperi kesehatan, furifikasi air, pengendalian kelahiran kepada 180 juta penduduk bangasa ini yang tinggal di lebih dari 13.000 pulau. Media diharapkan membantu pemerintah dalam tugasnya mempersatukan dan membangun bangsa, serta meliput peristiwa masional. Dalam demokrasi yang pluralistic, media telah mengadopsi peranan penyanggah (devils advocate). Sangat bermanfaat jika memahami sal istilah penyanggahkarena istilah tersebut menerangkan perilaku media dalam banyak situasi. Istilah ini berasal dari proses penyucian orang suci dalam gereja katolik. Ketika seorang dianggap pantas untuk dinyatakan sebagai orang suci, sekelompok kardinal atau pejabat Gereja ditunjuk untuk mempertimbangkan kasus itu. Guna memastikan keseimbangan dan setiap kesalahan terungkap, seorang kardinal atau seorang yang terkemuka diangkat sebagai penyanggahtanpa memandang pandangan pribadinya mengenai kesucian atau dalam hal lain tentang calon peranannya adalah secara keras mencari pelanggaran, kekurangan,atau kesalahan. Apa itu berita? Jurnalisme berasal dari kata Perancis du jour yang berarti harian. Jurnal adalah notasi tentang apa yang terjadi selama satu hari yang dikumpulkan dan ditulis oleh reporter, disebut dengan Jurnalis. Jurnalisme barat yang modern meninggalkan latar belakang partisan di abad ke-19, ketika para reporter tanpa malu-malu mengangkat tunjuan bahkan secara memihak, partai politik khusus. Apa yang berubah, Saya mendengar anda bertanya ? meskipun tidak mungkin media akan kembali ke gaya Amerika di tahun 1700-an. Misalnya, surat khabar Wasington yang pertama, National Intelligencer didirikan sebagai alat untuk partai Jefferson setelah presiden terpilih Thomas Jefferson memberikan gagasannya kepada editor Samuel Harrington Smith. Penulis dan analis media Amerika, Michael Nelson, juga menjelaskan bagaimana Globe didirikan oleh Andrew Jackson dan diedit oleh lingkaran penasehatnya.(Nelson,1982) Menghindari sifat depensif Jika mendekati media dengan sikap curiga, yang mempercayai bahwa wartawan dan editor dengan sengaja dibiaskan dan merugikan anda, maka anda akan memiliki peluang sedikit bagi keberhasilan hubungan media.sikap defensif meningkatkan permusuhan. Dan ini menciptakan sikap mengalah yang mulai membayangkan bias dalam setiap cerita. Juga terdapat konsep yang disebut jurnalisme klik yang menghasilkan apa yang tampaknya menjadi ideolodi bersama dan konspirasi terorganisir dalam media. Meskipun bukan sesuatu yang seharusnya dibanggakan media, jurnalisma Klik lebih banyak merupakan faktor sifat manusia daripada konspirasi terorganisir. Wartawan seperti professional lain, cenderung mengikuti pemimpin. Jadi ketika seorang reporter atau media yang berpengaruh mengangkat sebuah isu atau mengambil sikap, orang lainnya cenderung mengikuti apa yang kadang-kadang berakhir menjadi pengejaran sesuatu oleh kelompok media.

Jaringan surat kabar, media, dan televisi terkunci dalam persaingan sengit. Juga, sebagian besar wartawan dan editor cenderung menjadi individu independen. Media tidak merugikan anda. Ketika menghadapi media, anda menghadapi institusi yang tidak sempurna bukan tentara yang terorganisir. Apa perbedaan antara wawancara pers, radio dan televisi ? Wawancara pers Wawancara pers dapat jauh lebih santai dan pernyataan dapat lebih panjang. Artikel featur surat khabar dan majalah akan meliput isu secara lebih dalam dan memberikan lebih babyak ruang kepada anda. Sebagian besar wawancara pers memiliki persyratan yang sama dengan media elektronik ditinjau dari sudut kesingkatan dan nilai berita. Sifat wawancara pers yang tampaknya santai dibandingkan dengan wawancara media elektronik dengan mikrofon, kabel, lampu serta rasa urgensi dan ketegangannya seyogianya tidak menidurkan anda kedalam rasa keamanan yang salah. Wartawan pers mungkin memiliki gaya santai, tetapi mereka sama tajamnya dan persyratan mereka sama menuntutnya seperti kolega media elektonik mereka yang lebih glamour. wawancara televisi Televisi dilihat sebagai tantangan besar oleh sebagian besar orang yang diwawancarai dan kebanyakan takut akan wawancara TV. TV lebih menuntut dalam arti audiens melihat anda dan mengejar anda. Bahasa tubuh, pakaian, latar belakang, dan gerakan anda semuanya memberikan konstribusi pada komukasi dengan audiens. Jika kata muncul dengan benar, tetapi anda banyak berkeringat, anda kelihatan tidak dapat dipercaya. Anda harus mengeluarkan suara dan melihat dengan benar. Jika seekor lalat bergerak perlahan dihidung anda, pemirsa akan kehilangan semua yang anda katakana karena mereka terlalu tersita melihat gerakan lalat tersebut. Penampilan termasuk pakaian, rambut dan ekspresi muka penting di TV. wawancara radio Radio seyogianya tidak dipandang sebagai televisi tanpa gambar. Radio memiliki karakteristik dengan manfaat komunikasi yang tidak dapat ditandingi oleh TV. Radio mengudara 24 jam sehari disebagian besar kota dengan berita setiap jam serta banyak kesempatan bagi anda untuk berbicara kepada audiens dalam acara talk show dan talk back. Radio menawarkan ruang lingkup lebih banyak dalam waktu penuh yang tersedia disebagian besar keadaan. Transmisi radio telah berkembang 3 kali lipat dalam 25 tahun silam dengan lebih dari satu miliar radio penerima didunia. Kira-kira satu untuk setiap 4 orang di bumi. Orang mendengar radio ketika mereka sedang berjalan, jogging, melakukan pekerjaan rumah tangga, di pantai, mandi di pancuran dan bercinta.(Deakin University, 1985:5). Radio adalah apa yang terjadi sekarang. Bahkan wawancara yang direkam akan mengudara dalam beberapa jam paling lama. Radio memberikan ilusi hubungan satu untuk satu. Ini dibuktikan dengan pasti dalam hal dimana pendengar telah jatuh cinta dengan penyiar dan kaget mengetahui bahwa orang lain membagi hubungan yang sama. Satu teks menguraikan bahwa radio Sesungguhnya merupakan piranti kita untuk menguping percakapan yang terjadi diantara 2 orang. (King dan Robert, 1973: 24-32) Meskipun demikian, pesan radio merupakan momen suara yang berlalu dengan cepat. Radio bukan medium untuk penjelasan yang kompleks atau daftar fakta dan statistik. Radio dapat sangat intim, mediun yang hangat. Sedangkan media cetak dingin. Kejujuran, kehalusan dan keharuan Ada tiga unsur vital lain dari seluruh wawancara media, kejujuran, ketulusan, dan keharuan atau empati. Anda sebaiknya selalu jujur terhadap media. Ini tidak berarti harus memberitahukan segala hal kepada wartawan. Tetapi seyogianya menceritakan kebenaran dalam apa yang anda katakan. Juga sebaiknya tidak bersifat menghindar dalam menjawab pertanyaan. Dalam media elektronik, audiens akan dapat mendengar atau melihat hal ini dan akan percaya anda sedang menyembunyikan sesuatu yang buruk. Wartawan akan menyadari dan menghampiri untuk menghantamnya..

Sebagian besar wartawan sudah terlatih dalam teknik bertanya. Apakah seseorang menceritakan kebenaran. Beberapa orang terganggu jika ditanyakan pertanyaan serupa atau sama beberapa kali. Pertanyaan yang diulangulang dengan segala dalam bentuk sudut berbeda hanya merupakan salah satu cara memeriksa konsistensi dalam jawaban. You might also like:

Anda mungkin juga menyukai