Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Suatu sistem instruksional yang efisien dan efektif sangat diperlukan untuk melaksanakan kurikulum dalam rangka pendidikan dan pelatihan. Untuk itu diperlukan dukungan sumber-sumber belajar yang tepat dan serasi. Menurut Yusuf Miarso, sumber belajar meliputi semua sumber (data, orang , barang) yang dapat digunakan oleh mahasiswa, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, biasanya dalam situasi informal, untuk memberikan fasilitas belajar.1 Sumber itu meliputi pesan, orang, bahan, peralatan, dan lingkungan. Komponen sistem instruksional adalah sumber-sumber belajar yang disusun terlebih dahulu dalam proses desain atau pemilihan dan pemanfaatan, dan disatukan kedalam sistem instruksional yang lengkap untuk mewujudkan proses belajar yang terkontrol dan bertujuan (Miarso,1986, hlm.9). Pada hakekatnya sistem instruksional jauh lebih luas dibandingkan dengan sumber belajar, bahkan sumber belajar itu tercakup ke dalam suatu sistem instruksional.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. apa pengertian dari model pengajaran PPSI? 2. bagaimana dasar dari sistem Instruksional? 3. bagaimana pola sistem Instruksional? 4. bagaimana langkah langkah model pengajaran pola PPSI?

DR. Umar Hamalik, Pengembangan Kurikulum Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, (Bandung, Trigenda Karya, 1993), Hlm.

5. apa sajakah kelebihan dan kekurangan model pengajaran pola PPSI?

3. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, didapatkan beberapa tujuan penulisan yang akan dicapai sebagai berikut: 1. untuk mengetahui pengertian dari model pengajaran pola PPSI; 2. untuk mengetahui dasar dari sistem Instruksional; 3. untuk mengetahui pola sistem Instruksional; 4. untuk mengetahui langkah langkah model pengajaran pola PPSI; 5. untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan model pengajaran pola PPSI.

BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian PPSI
Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional) adalah model yang dikembangkan di Indonesia untuk mendukung pelaksanaan kurikulum 1975. 2 PPSI berfungsi untuk mengefektifkan perencanaan dan pelaksanaan progam pengajaran secara sistematis, untuk dijadikan sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Model pengembangan PPSI biasa digunakan sebagai pola pengembangan pengajaran dalam rangka kurikulum untuk SD, SMP, SMA, dan kurikulum untuk sekolah sekolah kejuruan. PPSI sebagaimana pola pengembangan pengajaran lainnya yang menggunakan pendekatan sistem, yakni mengutamakan adanya tujuan yang jelas sehingga dapat dikatakan bahwa PPSI menggunakan pendekatan yang berorientasi pada tujuan. Istilah Sistem Instruksional dalam PPSI menunjukkan pada pengertian sebagai suatu kesatuan pengajaran yang terorganisasi yang terdiri atas sejumlah komponen, antara lain: materi, metode, alat, serta evaluasi, dimana semuanya berinteraksi antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. 3 PPSI merupakan langkah langkah pengembangan dan pelaksanaan pengajaran sebagai suatu sistem untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif (Basyiruddin, 2002:83-84).

2. Dasar Sistem Instruksional


Sistem instruksional yang bersifat mendasar dan sederhana terdiri atas komponenkomponen tujuan instruksional, perilaku awal siswa, prosedur instruksional, dan penilaian. Sistem tersebut disajikandalam bentuk bagan4 :

Sanjaya, Wina, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta, Kencana, 2010), hal 75. http://erwin-zhonata.blogspot.com/2011/01/model-pembelajaran-ppsi.html

DR. Umar Hamalik, Pengembangan Kurikulum Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, (Bandung, Trigenda Karya, 1993), Hlm.

Tujuan Instruksional

Perilaku awal siswa

Prosedur instruksional

penilaian

3. Pola Sistem Instruksional


Barry Morris mengemukakan empat pola sistem instruksional sebagai berikut5: 1. Pola instruksional tradisional, yaitu bentuk tatap muka antara guru dan siswa. Guru berperan sebagai sumber tunggal dalam proses belajar mengajar. Pola tersebut disajikan dalam bagan sebagai berikut: bagan Pola Instruksional Tradisional Guru Saja

Tujuan

Isi/materi dan metode

guru

siswa

2.

Pola instruksional tradisional (plus), yaitu bentuk tatap muka antara guru dan siswa yang mana guru masih merupakan komponen utama dalam proses belajar mengajar, namun dibantu oleh alat bantu audiovisual. Pola ini disajikan dalam bagan sebagai berikut: Bagan Pola Instruksional Tradisional Guru + AVA

Tujuan

Isi/materi dan metode

Guru dengan media

Siswa

DR. Umar Hamalik, Pengembangan Kurikulum Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, (Bandung, Trigenda Karya, 1993), Hlm.

3.

Pola instruksional bermedia, yaitu guru terlibat langsung dalam merancang, menilai, dan menyeleksi serta berperan dalam memanfaatkan media. Pelaksanaan proses belajar mengajar melalui tatap muka antara guru dan siswa serta melalui media pembelajaran, yaitu antara media dengan siswa. Pola ini digambarkan dengan bagan sebagai berikut: Bagan Pola Instruksional Guru dengan Media

Guru Tujuan Isi/Materi dan metode Siswa Media

4.

Pola instruksional bermedia, yaitu suatu sistem instruksional yang mengombinasikan bahan, alat, dan teknik dan yang dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. Guru tidak melakukan tatap muka langsung dengan siswa, tetapi siswa sendiri belajar melalui media yang dirancang dan telh disediakan oleh guru. Pola ini digunakan dengan bagan sebagai berikut: Bagan Pola Instruksional Bermedia

Tujuan

Isi/Materi dan metode

Media (saja)

Siswa

5.

Pola

instruksional kombinasi.

Keempat

pola

instruksional tersebut

dapat

dikombinasikan dan digambarkan dengan bagan sebagai berikut:

Bagan Balikan dan Evaluasi Pola Instruksional Kombinasi

Sistem

Tujuan

Isi/Materi dan Metode

Guru Sendiri

Siswa

Guru dengan Media

Media saja

4. Langkah Langkah Model PPSI


Ada lima langkah pokok untuk menyusun desain pengajaran menurut konsep PPSI yang mesti diperhatikan guru sebelum mengajar, yakni sebagai berikut6: 1. Merumuskan tujuan, yakni kemampuan yang harus dicapai oleh siswa. Ada 4 syarat dalam perumusan tujuan ini yakni tujuan harus operasional, artinya tujuan yang dirumuskan harus spesifik atau dapat diukur, berbentuk hasil belajar bukan proses belajar, berbentuk perubahan tingkah laku dan dalam setiap rumusan tujuan hanya satu bentuk tingkah laku.7 Dalam buku pengelolaan pengajaran yang ditulis oleh Ahmad Rohani, merumuskan tujuan ada 2 macam, yakni merumuskan tujuan khusus pengajaran (TKP) atau TIK dengan beranjak dari tujuan umum pengajaran (TUP) atau
6

Drs. Ahmad Rohani HM, M.Pd., Pengelolaan Pengajaran, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hal 86 - 87 Sanjaya, Wina, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta, Kencana, 2010), hal.

TIU yang sudah ada dalam GBPP. TUP/TIU ini biasanya pada setiap topik/ pokok bahasan hanya satu.; 2. setelah guru merumuskan TKP/ TIK menurut kriteria yang benar, guru diharuskan segera mengontrol rumusan TKP/ TIK nya apakah sudah benar kriteria perumusannya ( bersifat operasional, spesifik, tidak bisa disalah tafsirkan, hanya berbentuk satu kemampuan setiap TIK, dapat diukur), yaitu dengan jalan mengembangkan alat evaluasi, baik mengenai prosedur, jenis, dan bentuk evaluasinya. Dalam

pelaksanaannya, evaluasi merupakan langkah terakhir dari kegiatan pengajaran. Akan tetapi, perumusannya harus dilakukan sesuai rumusan TKP yang dibuat. Hal ini dimaksudkan agar segera mengetahui baik tidaknya, atau sesat tidaknya rumusan TKP; 3. menetapkan kegiatan pengajaran (belajar mengajar) apa yang harus dilakukan peserta didik untuk mencapai rumusan TKP yang sudah disusun, kemampuan apa yang harus dihasilkan dalam kegiatan belajar, apa yang mesti diperankan guru dalam pengajaran. Dalam langkah ini hendaknya juga diperhatikan tentang kegiatan yang tidak diperlukan lagi karena sudah dikuasai peserta didik, yaitu dengan mengadakan Input Competence Test ( suatu test tentang kemampuan yang dimiliki peserta didik sehubungan dengan kegiatan pengajaran yang perlu ditempuh); 4. merancang program kegiatan yang meliputi, sebagai berikut: a. materi yang akan diajarkan, b. metode, c. alat, d. sumber, dan e. jadwal/ waktu pelaksanaan pengajaran beberapa jam pertemuan; pelaksanaan program itu sendiri melalui empat sub langkah pelaksanaan pre test (instrumennya sebagai yang dirumuskan langkah kedua, pre test oleh para guru jarang dilaksanakan kecuali mereka calon guru/ praktikan. Hal ini dikarenakan para guru sudah terbiasa menghadapi peserta didiknya). Kemudian pelaksanaan pengajaran atau penyajian materi pelajaran. Yang ketiga adalah mengadakan evaluasi atau post test, (baik pre test maupun post test supaya lebih efisien, cukup dilaksanakan pada setiap akhir topik/ pokok bahasan). Antara instrumen pre test dan post test hendaknya sama tetapi keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Pre test berfungsi menjajaki

kemampuan yang akan diajarkan , sedangkan post test berfungsi mengukur/ mengetahui taraf penguasaan materi yang telah dipelajari. Hasil dari keduanya hendaknya diperbandingkan, apakah terdapat kemajuan dan keberhasilan bagi peserta didik setelah mengikuti proses kegiatan pengajaran. Model mana atau gabungan model mana yang akan dipilih, biasanya ditentukan dinas/departemen atau lembaga atau perguruan tinggi yang bersangkutan. Maksudnya adalah supaya ada kesamaan pola dan pemahaman sehingga memudahkan dalam pengawasan dan pembinaanya. Adapun bentuk pengembanganya ada bermacam-macam. Kalau kita memilih pengajaran individual, maka biasanya bentuk pengembangan yang dipilih adalah Paket Belajar dan atau Modul. Sedangkan dalam pengajaran klasikal, bentuk pengajaran yang dipilih biasanya adalah SAP (Satuan Acara Perkuliahan). Kalau bentuk pengembangan yang dipilih adalah Paket Belajar atau Modul, maka model rancangan yang dipilih biasnya adalah model IDI. Sedangkan SAP biasanya menggunakan model PPSI.8

Slameto, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester (SKS), (Jakarta, Bumi Aksara, 1991), hal.

Model desain pembelajaran PPSI di gambarkan pada gambar berikut9

I. Perumusan Tujuan - Merumuskan TIK - Memenuhi 4 kriteria 1. Menggunakan istilah yang operasional 2. Berbentuk hasil belajar 3. Berbentuk tingkah laku 4. Hanya satu jenis tingkah laku

III. Kegiatan Belajar 1. Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan 2. Menetapkan kegiatan belajar yang tak perlu ditempuh 3. Menetapkan kegiatan yang akan ditempuh

II. Pengembangan alat evaluasi 1. Menentukan jenis tes yang akan digunakan untuk menilai tercapai tidaknya tujuan. 2. Merencanakan pertanyaan (item) untuk menilai masingmasing tujuan.

IV. Pengembangan Progam Kegiatan 1. Merumuskan materi pelajaran 2. Menetapkan metode yang dipakai 3. Alat pelajaran/buku yang dipakai 4. Menyusun jadwal

IV. Pelaksanaan 1. Mengadakan pre tes 2. Menyampaikan materi pelajaran 3. Mengadakan pos tes 4. perbaikan

Sanjaya, Wina, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta, Kencana, 2010), hal.

Adapun pola sistem instruksional menurut Arif S. Sadiman yang terdiri dari empat pola instruksional10, tetapi diringkas oleh Arif dalam satu pola. Hal ini memungkinkan untuk digunakan dan dipilih sesuai kebutuhan dan kecenderungan masing masing sekolah. (1)
Kurikulum

(2)
Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas

(3)
Guru Media

(4)
Guru Media

Alat Peraga

Alat Peraga

Siswa

Dari pola ringkasan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut11: 1. pola kurikulum guru kelas siswa atau peserta didik. Pola ini bersifat konvensional, dimana yang bertindak sebagai sumber penyampai isi kurikulum kepada peserta didik adalah guru (guru kelas). Interaksi antara guru dan peserta didik bersifat tatap muka. Pola ini disebut juga pola presentasi; 2. pola kurikulum guru kelas alat peraga peserta didik. Di sini masih memandang guru (guru kelas) sebagai komponen pengajaran yang utama atau peran utama. Meskipun terdapat sumber belajar tambahan atau penunjang. Alat peraga berfungsi untuk membantu penyajian isi kurikulum kepada peserta didik;

10

Drs. Ahmad Rohani HM, M.Pd., Pengelolaan Pengajaran, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hal 89 Ibid, hal. 89-90

11

10

3. pola kurikulum guru kelas (yang menggunakan alat peraga atau media pengajaran) bekerja sama dengan guru-guru media peserta didik atau siswa. Peserta didik dapat belajar dari guru sekaligus dengan alat peraga media pengajaran. Media di sini bekerja sama menyampaikan isi kurikulum kepada peserta didik. Antara komponen guru dan komponen media terdapat distribusi tanggung jawab; 4. pola kurikulum guru media siswa atau peserta didik. Dalam pola ini interaksi bersifat jarak jauh, bukan tatap muka. Isi kurikulum dipercayakan pada berbagai media pengajaran. Sebagai catatan perlu diperhatikan, bahwa yang dimaksud media pengajaran atau alat peraga dalam pola tersebut harus diartikan secara luas yang berfungsi sebagai sumber sekaligus bahan pengajaran. Empat pola ringkas dari Arif S. Sadiman tersebut, yang sering dipraktikan oleh para guru pada umumnya di sekolah sekolah adalah pola pertama dan pola kedua. Sedangkan pola yang ketiga mestinya yang terbaik, tetapi masih jarang dilakukan guru. Adapun pola yang keempat adalah dipergunakan dan dirancang untuk sistem pengajaran jarak jauh atau sistem terbuka.

5. Kelebihan dan Kelemahan Model PPSI


Setiap pola pengembangan pengajaran memiliki kelebihan dan kelemahan masing masing. Pada model pengembangan PPSI sendiri memiliki kelebihan sebagai berikut12: a. model ini lebih tepat digunakan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran bukan untuk mengembangkan sistem pembelajaran; b. uraiannya tampak lebih lengkap dan sistematis; c. model PPSI ini lebih sering diterapkan di berbagai sekolah. Sedangkan untuk kelemahan dari model PPSI ini adalah sebagai berikut13: a. bagi pendidik memerlukan waktu, tenaga, dan pikiran yang lebih karena guru harus
memberikan pre-test dan post-test untuk setiap unit pelajaran.

12

http://erwin-zhonata.blogspot.com/2011/01/model-pembelajaran-ppsi.html http://erwin-zhonata.blogspot.com/2011/01/model-pembelajaran-ppsi.html

13

11

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumnya, didapatkan kesimpulan sebagai berikut: a. PPSI merupakan langkah langkah pengembangan dan pelaksanaan pengajaran sebagai suatu sistem untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif. b. Sistem instruksional yang bersifat mendasar dan sederhana terdiri atas komponenkomponen tujuan instruksional, perilaku awal siswa, prosedur instruksional, dan penilaian. c. Barry Morris mengemukakan empat pola sistem instruksional sebagai berikut: Pola instruksional tradisional, yaitu bentuk tatap muka antara guru dan siswa. Pola instruksional tradisional (plus), yaitu bentuk tatap muka antara guru dan siswa yang mana guru masih merupakan komponen utama dalam proses belajar mengajar, namun dibantu oleh alat bantu audiovisual. Pola instruksional bermedia, yaitu guru terlibat langsung dalam merancang, menilai, dan menyeleksi serta berperan dalam memanfaatkan media. Pola instruksional bermedia, yaitu suatu sistem instruksional yang mengombinasikan bahan, alat, dan teknik dan yang dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. Pola instruksional kombinasi. d. Langkah langkah pokok menyusun desain pengajaran dengan pola PPSI, anatara lain: Merumuskan tujuan, Mengembangkan alat evaluasi, Menetapkan kegiatan belajar, Mengembangkan progam kegiatan, dan Pelaksanaan. e. Kelebihan model PPSI antara lain: model ini lebih tepat digunakan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran bukan untuk mengembangkan sistem pembelajaran, uraiannya tampak lebih lengkap dan sistematis, dan model PPSI ini lebih sering diterapkan di berbagai sekolah.

12

f. Kelemahan model PPSI antara lain: bagi pendidik memerlukan waktu, tenaga, dan pikiran yang lebih karena guru harus memberikan pre-test dan post-test untuk setiap unit pelajaran.

2. Saran
a. Supaya model PPSI ini dapat mengembangkan pola pola baru, sehingga dapat membantu mempermudah para guru untuk menyusun rancangan pengajaran. b. Supaya makalah ini dapat dikembangkan lagi sesuai dengan perkembangan yang ada.

13

Anda mungkin juga menyukai