Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaat sumberdaya alam tersebut. DAS di beberapa tempat di Indonesia memikul beban amat berat sehubungan dengan tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumberdaya alamnya yang intensif sehingga terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin menurun dengan indikasi meningkatnya kejadian tanah longsor, erosi dan sedimentasi, banjir, dan kekeringan (Caesari, 2006). Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menerima hujan, menampung, meyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut. Selain itu DAS juga merupakan suatu ekosistem dimana di dalamnya terjadi suatu proses interaksi antara faktor-faktor biotik, nonabiotik, dan manusia. Sebagai suatu ekosistem, maka setiap ada masukan ke dalamnya, proses yang terjadi dapat dievaluasi berdasarkan keluaran dari sistem tersebut (Suripin, 2002). Fungsi DAS dapat didasarkan dari tiga aspek hutan (vegetasi, kondisi tanah dan penggunaan lahan) yang saling berhubungan untuk mempengaruhi aliran dan kualitas air. Ketiga aspek tersebut adalah : 1. Vegetasi Pohon dan tumbuhan bawah akan meminimumkan penutupan lahan

Universitas Sumatera Utara

Pohon berperan dalam proses transpirasi sepanjang tahun dibandingkan dengan kebanyakan vegetasi dan konsumsi air tahunan sering melebihi vegetasi lain Kanopi pohon mengintersep curah hujan dibandingkan dengan vegetasi lain dan curah hujan ini dikembalikan secara langsung melalui evaporasi langsung 2. Kondisi Tanah Tanah hutan dengan berbagai tipe memiliki rata-rata infiltrasi yang tinggi dan adanya komponen yang membuat porositas tanah besar (aktivitas biologi tanah dan penjalaran akar) 3. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan yang memperhitungkan konservasi dan adanya permukaan bumi yang tidak rata dapat berfungsi sebagai penyedia air sementara dan sebagai penghambat sedimen.

Fungsi hidrologis DAS sangat dipengaruhi jumlah curah hujan yang diterima, geologi yang mendasari dan bentuk lahan. Fungsi hidrologis yang dimaksud termasuk kapasitas DAS untuk: 1. mengalirkan air; 2. menyangga kejadian puncak hujan; 3. melepas air secara bertahap; 4. memelihara kualitas air dan 5. mengurangi pembuangan massa (seperti tanah longsor)

Universitas Sumatera Utara

Erosi Indonesia yang merupakan daerah tropis dengan rata-rata curah hujan melebihi 1500 mm per tahun, maka air merupakan penyebab utama terjadinya erosi. Keadaan erosi ini lebih mudah terjadi disebabkan karena banyaknya tanahtanah di Indonesia yang berasal dari abu vulkanis dengan jenis tanah yang dominan Ultisol dan Oksisol (Kartasoepoetra, 1991). Erosi lahan saat ini merupakan salah satu masalah paling serius di dunia karena dapat mengancam lingkungan pertanian dan lingkungan alami lainnya (Wijesekera dan Samarakoon, 2001). Lahan-lahan pertanian yang terus-menerus ditanami (fallow), dan tanpa disertai cara pengelolaan tanaman, tanah dan air yang baik dan tepat, khususnya di daerah-daerah basah dengan curah hujan yang melebihi 1500 mm per tahun, akan mengalami penurunan produktivitas tanah. Penurunan produktivitas ini dapat disebabkan oleh menurunnya kesuburan tanah, dimana unsur hara yang terdapat pada lapisan tanah atas hilang bersamaan dengan terjadinya proses-proses erosi (Suripin, 2002). Erosi tanah mempengaruhi produktivitas lahan kering yang biasanya didominasi Daerah Aliran Sungai (DAS) bagian hulu dan juga akan memberikan dampak negatif di Daerah Aliran Sungai (DAS) bagian hilir (Asdak, 1995). DAS secara umum berfungsi sebagai penampung air hujan (tadahan), daerah resapan, daerah penyimpanan air dan pengaliran air yang wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian tengah, bagian hilir, wilayah lindung, dan wilayah budaya.

Universitas Sumatera Utara

Proses Terjadinya Erosi Proses erosi diawali oleh terjadinya penghancuran agregat-agregat tanah sebagai pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih besar daripada daya tahan tanah. Hancuran dari tanah ini, terutama yang halus akan menyumbat pori-pori tanah, sehingga kapasitas infiltrasi tanah menurun dan air mengalir di permukaan tanah yang disebut sebagai limpasan permukaan (runoff). Limpasan permukaan mempunyai energi untuk mengikis dan mengangkut partikel-partikel tanah yang telah dihancurkan atau dilewatinya. Selanjutnya jika tenaga limpasan permukaan sudah tidak lagi mengangkut bahan-bahan hancuran tersebut, maka bahan-bahan ini akan diendapkan (Rahim, 2000). Erosi tanah dan sedimentasi merupakan sumber awal terjadinya polusi dan penurunan kualitas air di suatu tempat. Lingkungan, ekonomi, dan dampak estetis lainnya yang disebabkan oleh proses tersebut menjadikan berbagai dampak tersebut menjadi masalah suatu daerah yang begitu penting. Erosi tanah disebabkan oleh banyak faktor alam seperti aliran permukaan dan angin. Hal itu dipercepat dengan tindakan pengolahan tanah seperti produksi pertanian yang intensif, bangunan, dan berbagai pengembangan lainnya. Ketika praktek penggunaan lahan tidak sesuai dengan prosedur, maka berbagai akibat akan terjadi, yaitu penurunan kualitas air, dampak negatif terhadap ikan dan hutan, penurunan unsur hara tanah (Ali dan Li, 2007).

Bentuk-Bentuk Erosi Suripin (2002) membagi jenis erosi berdasarkan bentuknya menjadi:

Universitas Sumatera Utara

1. Erosi percikan (splash erosion) adalah terlepas dan terlemparnya partikelpartikel tanah akibat dari pukulan butiran air hujan secara langsung. 2. Erosi aliran permukaan (overland flow erosion) Erosi aliran permukaan akan terjadi hanya dan jika intensitas dan/atau lamanya hujan melebihi kapasitas infiltrasi atau kapasitas simpan air tanah. 3. Erosi alur (rill erosion) Erosi alur terbentuk pada jarak tertentu ke arah bawah lereng sebagai akibat terkonsentrasinya aliran permukaan sehingga membentuk alur-alur kecil. 4. Erosi parit/selokan (gully erosion) Proses terjadinya erosi parit, atau yang lebih dikenal juga sebagai ravine, sama dengan erosi alur, sehingga pada mulanya parit ini dianggap sebagai perkembangan lanjut dari erosi alur. Proses pembentukan parit dimulai dengan pembentukan depresi (depression) pada lereng sebagai akibat adanya bagian lahan yang gundul atau tanaman penutupnya jarang akibat pembakaran atau perumputan. Air permukaan terkonsentrasi pada bagian ini sehingga depresi semakin besar dan beberapa depresi menyatu dan membentuk saluran baru 5. Erosi tebing ( stream bank erosion) Erosi tebing sungai adalah erosi yang terjadi akibat pengikisan tebing olah air yang mengalir dari bagian atas tebing atau terjangan arus air sungai yang kuat. Erosi tebing akan semakin hebat jika tumbuhan penutup tebing telah rusak atau pengolahan lahan terlalu dekat dengan tebing. 6. Erosi internal (internal or subsurface erosion) Erosi internal adalah proses terangkutnya partikel-partikel tanah ke bawah masuk ke celah-celah atau pori-pori akibat adanya aliran bawah permukaan.

Universitas Sumatera Utara

Akibat erosi ini tanah menjadi kedap air dan udara, sehingga menurunkan kapasitas infiltrasi dan meningkatkan aliran permukaan atau erosi alur. 7. Tanah longsor (land slide) Tanah longsor merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan massa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif besar. Berbeda dengan jenis erosi yang lain, pada tanah longsor pengangkutan tanah terjadi sekaligus dalam jumlah yang besar.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Erosi Pada dasarnya erosi dipengaruhi oleh tiga faktor utama, meliputi (1) Energi: hujan, air limpasan, angin, kemiringan, dan panjang lereng, (2) Ketahanan: erodibilitas tanah (ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah), dan (3) Proteksi: penutupan tanah baik oleh vegetasi atau lainnya serta ada atau tidaknya tindakan konservasi. Pengaruh vegetasi berbeda-beda, bergantung pada jenis tanaman, perakaran, tinggi tanaman, tajuk, dan tingkat pertumbuhan dan musim. Pengaruh musim sebenarnya erat hubungannya dengan pengelolaan lahan dan/atau tanaman (Rahim, 2000). Erosi merupakan suatu peristiwa yang kompleks karena banyak faktor yang dapat menjadi penyebabnya. Menurut (Belaid dan Karteris, 1995) terdapat enam faktor penyebab terjadinya erosi, yaitu : 1. Batuan 2. Tanah 3. Kemiringan lereng 4. Curah hujan

Universitas Sumatera Utara

5. Daerah penyangga 6. Penutupan/penggunaan tanah Universal Soil Loss Equation (USLE) Model penduga erosi USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) bekerja sama dengan Universitas Purdue pada tahun 1954

(Kurnia, 1997 dalam Hidayat, 2003). Metoda USLE yang dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith tahun 1978 adalah metoda yang paling umum digunakan untuk memprakirakan besarnya erosi. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, maka dapat dibuat model penduga erosi dengan menggunakan data curah hujan, tanah, topografi dan pengelolaan lahan. Miller et al. (2003) memprediksi besarnya erosi lahan yang terjadi dengan menggunakan model penduga erosi Universal Soil Loss Equation (USLE) berikut : A=RxKxLxSxCxP Dimana: A R K L S C P = laju erosi lahan (ton/ha/thn) = faktor erosivitas hujan (rainfall-runoff erosivity) = faktor erodibilitas tanah (soil erodibility) = faktor panjang (slope length) = kemiringan lereng (slope steepness) = faktor pengelolaan tanaman (cropping management) = faktor konservasi lahan

Universitas Sumatera Utara

Pada awalnya model penduga erosi USLE dikembangkan sebagai alat bantu para ahli konservasi tanah untuk merencanakan kegiatan usahatani pada suatu landscape (skala usahatani). Akan tetapi mulai tahun 1970, model ini menjadi sangat populer sebagai model penduga erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur (rill erosion) dalam rangka mengaplikasikan kebijakan konservasi tanah. Model ini juga pada awalnya digunakan untuk menduga erosi dari lahanlahan pertanian, tetapi kemudian digunakan pada daerah-daerah penggembalaan, hutan, pemukiman, tempat rekreasi, erosi tebing jalan tol, daerah pertambangan dan lain-lain (Wischmeier, 1976 dalam Hidayat, 2003).

Faktor Erosivitas (R) Erosivitas hujan merupakan daya hujan untuk melakukan erosi terhadap tanah. Faktor erosivitas (R) merupakan faktor penting dalam pemodelan erosi. Erosivitas dapat dihitung dengan menggunakan rata-rata curah hujan tahunan yang diperoleh dari berbagai stasiun curah hujan yang tersedia

(Miller, et al. 2003).

Faktor Erodibilitas (K) Erodibilitas atau kepekaan tanah adalah kemampuan tanah untuk mengalami erosi. Nilai erodibilitas tanah sangat dipengaruhi data struktur tanah, bahan organik, tekstur, dan permeabilitas tanah (Segel dan Putuhena, 2005). Erodibilitas tanah, atau faktor kepekaan erosi tanah, yang merupakan daya tahan tanah baik terhadap penglepasan dan pengangkutan, terutama tergantung pada sifat-sifat tanah, seperti tekstur, stabilitas agregat, kekuatan geser, kapasitas

Universitas Sumatera Utara

infiltrasi, kandungan bahan organik dan kimiawi juga tergantung pada posisi topografi, kemiringan lereng dan gangguan oleh manusia (Suripin, 2002).

Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) Faktor topografi adalah salah satu faktor yang menentukan besarnya erosi yang terjadi. Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang lereng mengacu pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi sedimen (Asdak, 1995).

Faktor Penutupan dan Pengelolaan Tanaman (C) Faktor C menunjukkan keseluruhan pengaruh dari vegetasi, serasah, keadaan permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Oleh karenanya, besarnya angka C tidak selalu sama dalam kurun waktu satu tahun (Asdak, 1995).

Faktor Tindakan Konservasi Tanah (P) Pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi dianggap berbeda dari pengaruh yang ditimbulkan oleh aktivitas pengelolaan tanaman (C), oleh karenanya dalam rumus USLE faktor P tersebut dipisahkan dari faktor C (Asdak, 1995). Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah (P) adalah nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konsevasi tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan

Universitas Sumatera Utara

konservasi. Termasuk dalam tindakan konservasi tanah adalah penanaman dalam strip, pengelolaan tanah menurut kontur, guludan dan teras (Suripin, 2002).

Sistem Informasi Geografis (SIG) Pengertian Sistem Informasi Geografis sangat bervariasi dan berbeda-beda mengikuti perkembangan teknologi. Salah satu definisi yang dikemukakan adalah suatu sistem informasi yang dapat menyusun, menyimpan, mendapatkan kembali, meneliti/menganalisa, dan memetakan data (Falbo et al. 2002 dalam Segel dan Putuhena, 2005). Selain itu, Nuarsa (2005) juga menyatakan SIG merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengelola (masukan, manajemen, proses, dan keluaran) data spasial atau data yang bereferensi geografis. Setiap data yang merujuk lokasi di permukaan bumi dapat disebut sebagai data spasial bereferensi geografis. Misalnya data kepadatan penduduk suatu daerah, data jaringan jalan suatu kota, data distribusi lokasi pengambilan sampel, dan sebagainya. Data GIS dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu data grafis dan data atribut atau tabular. Data grafis adalah data yang menggambarkan bentuk atau kenampakan objek di permukaan bumi. Sedangkan data tabular adalah data deskriptif yang menyatakan nilai dari data grafis tersebut (Nuarsa, 2005). Kelebihan dari Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah mampu mengolah informasi spasial secara bersamaan dengan cepat dan tepat, walaupun input peta analog yang digunakan mempunyai timgkat ketelitian/skala yang berbeda (Miller et al. 2003). Hal ini dimungkinkan karena SIG mampu memproyeksikan data spasial tersebut menjadi satu sistem proyeksi yang sama. Selain itu SIG dapat

Universitas Sumatera Utara

menggabungkan data dengan format yang berbeda, misalnya format raster dari klasifikasi data satelit dengan vektor dari proses digitasi.

Sistem Informasi Geografis dalam Permodelan Laju Erosi Interaksi antara USLE dan SIG mampu memprediksi laju erosi secara spasial dengan cepat dan segmentasi luasan (elemen) sesuai yang dikehendaki. Parameter USLE dihitung secara individual untuk tiap-tiap elemen, dan merupakan data masukan bagi SIG. Dari tiap-tiap parameter USLE dapat digambarkan dalam peta tematik (thematic map) sehingga akan terbentuk lima peta tematik, yaitu peta erosivitas hujan-R, peta erodibilitas tanah-K, peta kemiringan dan panjang lereng-LS, peta manajemen dan kontrol erosi tanamanCP. Peta laju erosi dapat diperoleh dengan menampalkan (overlay) kelima peta tematik dari parameter USLE tersebut (Suripin, 2002). Data spasial tingkat erosi diperoleh dari pengolahan data spasial sistem lahan (land system). Setiap poligon (unit pemetaan) land system mempunyai data atribut yang salah satunya berisikan informasi tentang bahaya erosi. Tingkat bahaya erosi pada setiap land system diklasifikasikan menjadi enam kelas yaitu: 1. Sistem lahan tererosi (eroded land system) 2. Sistem lahan yang mengandung bahaya erosi amat sangat tinggi (extremely severe erosion hazard) 3. Sistem lahan yang mengandung bahaya erosi amat tinggi (very severe erosion hazard) 4. Sistem lahan yang mengandung bahaya erosi sangat tinggi (severe erosion hazard)

Universitas Sumatera Utara

5. Sistem lahan yang mengandung bahaya erosi sedang (moderately severe erosion hazard) 6. Sistem lahan yang mengandung bahaya erosi ringan (slight erosion hazard)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai