Anda di halaman 1dari 14

Tugas Terstruktur 1 Bendungan dan Waduk DR. Ir.

Pitojo Tri Juwono, MT

1. UMUM Bendungan Gintung awalnya adalah merupakan sebuah situ yang berfungsi untuk pariwisata air, pengendalian banjir dan konservasi sumber daya air di sekitar Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Situ ini terletak di Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Pada tanggal 27 Maret 2009 sekitar pukul 02.00 dini hari terjadi bencana jebolnya tanggul Situ Gintung yang menggenangi kawasan Desa Cireundeu, Kecamatan Ciputat, Jakarta Selatan, menimbulkan korban meninggal 91 orang (sampai berita terakhir tanggal 28 Maret 2009), serta kerugian material masyarakat sekitar. Situ dengan volume tampungan 2,1 juta m3 tersebut berada di perbatasan Jakarta Selatan dan Kabupaten Ciputat Selatan, menempati lahan seluas 31 hektar yang berkurang menjadi 21,4 hektar akibat pendangkalan (Sumber : Data dari BBWS Ciliwung Cisadane) Pasca keruntuhan tanggul dan bangunan pelimpah, Situ Gintung sebagai sarana tampungan air dari daerah aliran sungainya (DAS), dengan luas 22,79 Hadan kapasitas tampungan air 690.561 m3 menjadi tidak dapat berfungsi lagi. Hujan yang terjadi pada DAS langsung mengalir ke hilir situ menuju sungai Pesanggrahan sebagai sungai induknya. DAS Situ Gintung seluas 3,2 km merupakan daerah perdesaan dan perkotaan yang tidak mempunyai alur sungai secara khusus. Sumber air Situ Gintung merupakan air hujan yang mengalir melalui saluran drainase kawasan permukiman dan drainase jalan raya. Hilangnya fungsi Situ Gintung mempunyai dampak hilangnya konservasi sumber daya air di wilayah kelurahan Cireundeu, hilangnya fungsi pengendalian banjir dan berkurangnya obyek wisata air disekitar wilayah DKI Jakarta. Upaya untuk mengembalikan fungsi Situ Gintung atau bahkan meningkatkan fungsinya sudah dilakukan studi atau perencanaan secara komprehensif yang menghasilkan konsep desain rehabilitasi dan rekonstruksi Bendungan Gintung dengan peningkatan fungsi sebagai pencegah banjir di daerah hilir dan juga berfungsi sebagai penyedia air baku di daerah Ciputat Timur dan daerah Tangerang Selatan, pariwisata, perikanan darat, serta konservasi air tanah. Menurut penyelidikan yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), curah hujan yang tinggi bukan merupakan faktor utama penyebab terjadinya jebolnya tanggul Situ Gintung tetapi lebih dikarenakan adanya indikasi erosi buluh (piping) yang disebabkan karena kurangnya pemeliharaan dari pengelola.

Eric Virgiawan A 116060400111004

Tugas Terstruktur 1 Bendungan dan Waduk DR. Ir. Pitojo Tri Juwono, MT

2. GAMBARAN SINGKAT BENDUNGAN GINTUNG Bendungan Gintung merupakan bagian dari DAS Kali Angke dan Pesanggrahan, setelah jebolnya Bendungan ini pada 27 Maret 2009, maka sejak April Juni 2009 telah dilakukan perencanaan rehabilitasinya, dan mulai dilakukan pelaksanaan konstruksi pada 3 Desember 2009. Bendungan Gintung mulai diisi pada awal tahun 2011 dan siap untuk beroperasi setelah dinyatakan layak oleh KKB. Manfaat Bendungan Gintung : 1. Pengendalian banjir 2. Pemenuhan air baku. 3. Pariwisata Data Bendungan Gintung adalah sebagai berikut : 1) Waduk Daerah Aliran Sungai Debit rata-rata tahunan Muka Air Normal (NWL) - (musim kemarau) - (musim hujan) Muka Air Normal (NWL) Muka Air Rendah (LWL) Muka Air Banjir Kapasitas Tampungan FSL Kapasitas Tampungan Effektif Kapasitas Tampungan MOL Kapasitas Tampungan Mati Luas Daerah Genangan (HWL) Debit Banjir rancangan Q 1000 th Debit Outflow Q 1000 th Debit Banjir Rancangan Q PMF Debit Outflow Q PMF Debit Inflow Q 50 th Debit Outflow Q 50 th
Eric Virgiawan A 116060400111004

: 32,70 : 75,00 : El. 38,371m : El. 36,621 m : El. 34,071 m : El. 28,971 m : El. 40,071 m

km2 l/detik

: 0,720 juta m3 pada elevasi 38,871 m : 0,619 juta m3 : 0,101 juta m3 : 0,068 juta m3 : 22,92 ha : 114,10 m3/detik : 91,40 m3/detik : 124,30 m3/detik : 113,30 m3/detik : : 65,10 m3/detik 49,70 m3/detik

Tugas Terstruktur 1 Bendungan dan Waduk DR. Ir. Pitojo Tri Juwono, MT

Debit Inflow Q 100 th Debit Outflow Q 100 th 2) Bendungan Tipe Elevasi Puncak Bendungan Tinggi Bendungan dari fondasi terdalam Panjang Puncak Bendungan Lebar Puncak Bendungan Elevasi lantai muka pelimpah Kemiringan Hulu Kemiringan Hilir 3) Pelimpah Tipe Elevasi Ambang Gergaji Panjang Ambang Lebar Efektif pelimpah El muka air banjir pada Q100th El muka air banjir pada Qpmf Kemiringan Hulu Kemiringan Hilir Jumlah Pintu Pengendali Banjir Dimensi pintu Elevasi ambang pintu

: :

75,80 m3/detik 59,10 m3/detik

: Urugan tanah Homogen dengan Geotekstil dibagian hulu bendungan : El. 41,371 m : 15,00 m : 180.00 m : 5,0 m : El. 31,371 m : 1:3 : 1 : 2.5

: Pelimpah tipe Gergaji (dilengkapi pintu Pengendali banjir) : El. 38,871 m : 15,0 m : 11,2 m : El. 40,071 m : El. 40.771 m : 1 :0 (Tegak) : 1:1 : 2 (dua) unit di kiri pelimpah. : 1,00 m (lebar) x 2,25 m (tinggi) : El. 36,621 m

4) Saluran Pengeluaran Bawah (Bottom Outlet) Tipe Elevasi Dasar Diameter konduit
Eric Virgiawan A 116060400111004

: Konduit dilengkapi dengan gate valve dibagian hilir : El. 29,371 m : 1m

Tugas Terstruktur 1 Bendungan dan Waduk DR. Ir. Pitojo Tri Juwono, MT

Panjang Saluran 5) Peredam Energi Tipe Elevasi Dasar Lebar lantai Panjang Saluran Elevasi ambang Tinggi Ambang Debit Outflow Q 100 th 6) Saluran Hilir (pembuang) Tipe Penampang saluran Dimensi Saluran Kapasitas saluran Panjang Saluran sungai Pesanggrahan ).

: 56 m

: lantai datar : 25 ,371 m : 15,00 m : 10,00 m : 25,971 m : 0,60 m : 59,10 m3/detik

: Saluran terbuka : Segi Empat : : 6,00 m (lebar) x 2,5 m(tinggi) 49,70 m3/detik (Q 50 th)

: 900,00 m

( Panjang saluran dihitung mulai dari akhir peredam energi sampai pertemuan dengan

3. TANGGAPAN TERHADAP KERUNTUHAN SITU GINTUNG Dari penelitian yang di lakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), bahwa jebolnya tanggul Situ Gintung mengungkapkan bahwa curah hujan yang cukup besar bukan merupakan factor utama dari jebolnya Situ Gintung. Berdasarkan analisis curah hujan untuk kawasan di sekitar situ, curah hujan mencapai 113 ,2 mm per hari. Dari Radar Cuaca Pondok Betung BMKG, curah hujan tersebut terjadi selama dua kali, dengan hujan ekstrim 70 mm per jam. Namun ketika Jakarta sedang di landa hujan besar pada tahun 2007 dengan curah hujan ratarata 275-300 mm/hari, tanggul Situ Gintung masih mampu untuk menahan luapan air dan tidak menyebabkan overtopping. Menurut penelitian terakhir yang dilakukan BPPT pada Desember 2008, mengungkapkan pada jebolnya tanggul Situ Gintung dikarenakan adanya erosi buluh (piping).

Eric Virgiawan A 116060400111004

Tugas Terstruktur 1 Bendungan dan Waduk DR. Ir. Pitojo Tri Juwono, MT

4. PROSES TERJADINYA EROSI BULUH PADA BENDUNGAN URUGAN (PIPING) Apabila terjadi aliran dibawah bendungan dan telah berlangsung lama, kemungkinan aliran tersebut mulai mengangkut partikel tanah dibagian ujung hilir bendungan. Gejala semacam ini disebut sebagai erosi buluh (piping). Erosi berlangsung sedikit demi sedikit dalam waktu yang cukup lama, namum bergerak terus kearah hulu bendungan, sehingga menyebabkan terjadinya lubang dibawah bendungan. Erosi buluh dapat menyebabkan bendungan jebol. Kecepatan pembentukan lubang sangat tergantung pada jenis tanah dibawah bendungan. Sebagai contoh; bendungan yang dibangun diatas batuan keras akan aman terhadap gejala seperti ini, dibandingkan dengan kalau dibangun diatas lapisan pasir atau tanah lepas. Hal ini berarti aliran semacam ini terjadi sangat tergantung konduktifitas hidrolik lapisan tanah. Erosi buluh dapat terjadi pada semua jenis bendungan. 1) Gejala Erosi Rembesan Rembesan adalah aliran air melalui pori-pori yang berada di antara butiran tanah. Erosi rembesan adalah terangkutnya butiran tanah oleh aliran rembesan, sehingga terbetuk lubang-lubang aliran menyerupai buluh banbu atau pipa. Gejala ini popular disebut erosi buluh atau piping, seperti pada Gambar 1.

Gambar 1 Gejala erosi buluh dan pondasi bendungan 2) Faktor Geoteknik dan Hidrolik Erosi Rembesan Secara sederhana, aliran melalui pori-pori diantara butiran-butiran tanah dikemukakan pada Gambar 2. Semakin padat butiran tanah, semakin sulit rembesan mengalir atau semakin kecil ukuran lolos airnya. Pasir dan kerikil merupakan butiran tanah yang mudah meloloskan air, sehingga angka lolos airnya lebih besar dibandingkan lanau dan lempung yang sulit meloloskan air.

Eric Virgiawan A 116060400111004

Tugas Terstruktur 1 Bendungan dan Waduk DR. Ir. Pitojo Tri Juwono, MT

Gambar 2 Aliran rembesan dan ukuran permeabilitas butiran tanah (N. Sivakugan, 2001)

Kuantitas rembesan dapat diestimasi dengan cara menggambarkan flownet yaitu jaringan yang menggambarkan hubungan lintasan aliran rembesan (arah horisontal) dengan jalur tekanan hidrolik yang sama atau garis ekuipotensial seperti Gambar 3. Kemiringan lintasan aliran rembesan ditentukan oleh beda tinggi muka air waduk dan muka air diujung hilir bendungan dibagi panjang lintasan. Jika kemiringan lintasan aliran rembesan yang keluar diujung hilir bendungan (ikeluar) lebih besar dari kemiringan kritis (ic), maka partikel dan butiran tanah diujung hilir bendungan akan tererosi terlebih dahulu seperti Gambar 4.

Gambar 3 Flownet (N. Sivakugan, 2002)

Eric Virgiawan A 116060400111004

Tugas Terstruktur 1 Bendungan dan Waduk DR. Ir. Pitojo Tri Juwono, MT

Gambar 4 Gejala erosi rembesan (N. Sivakugan, 2001) Pengamanan bendungan dari erosi rembesan dapat dilakukan dengan memasang lapisan filter yang berfungsi menahan agar butir tanah tidak tererosi, dan/atau menfasilitasi kelancaran aliran rebesan, sepert Gambar 5

Gambar 5 Desain kriteria lapisan pengaman erosi rembesan (N. Sivakugan, 2002) 3) Erosi Fondasi Bendungan Apabila terjadi aliran rembesan lapisan fondasi bendungan dan telah berlangsung lama, kemungkinan aliran tersebut mulai mengerosi butir-butir tanah. Erosi dimulai dari bagian ujung hilir bendungan dan bergerak ke arah hulu, berlangsung sedikit demi sedikit dalam waktu yang cukup lama, sehingga menyebabkan terjadinya lubang dibawah bendungan. Kecepatan pembentukan lubang sangat tergantung pada jenis tanah dibawah bendungan. Sebagai contoh; bendungan yang dibangun diatas batuan keras akan aman terhadap
Eric Virgiawan A 116060400111004

Tugas Terstruktur 1 Bendungan dan Waduk DR. Ir. Pitojo Tri Juwono, MT

gejala seperti ini, dibandingkan dengan kalau dibangun diatas lapisan pasir atau tanah lepas. Kuantitas aliran rembesan sangat tergantung kemampuan lapisan tanah meloloskan air. Erosi rembesan dapat terjadi pada semua jenis bendungan. Cara yang umum untuk mencegah erosi rembesan adalah dengan memberikan lapisan filter dibagian ujung hilir bendungan seperti Gambar 6. Sehingga aliran air tetap dapat keluar, namun partikel tanah tetap tertahan.

Gambar 6 Gejala erosi buluh dan pencegahannya (J.M.Duncan, 1997) 4) Erosi Tubuh Bendungan Aliran rembesan pada bendungan beton manpu mengerosi material beton dan membuat besi beton berkarat, sehingga dapat menyebabkan bendungan jebol. Penyebab rembesan ditubuh bendungan beton disebabkan oleh adanya sambungan sekmen-sekmen atau retakan-retakan pada struktur bendungan. Semakin sedikit sambungannya, sehingga semakin aman bendungan tersebut terhadap gejala rembesan. Agar tidak terjadi rembesan, setiap sambungan harus diberi penyekat (seal). Selain itu, pemeliharaan bendungan beton harus dilakukan secara periodik dengan menutup retakan-retakan. Aliran rembesan dalam tubuh bendungan dapat mengangkut butiran-butiran tanah pembentuk bendungan urugan. Sebagaimana telah dijelaskan dimuka, erosi dimulai dari bagian lereng terbawah lereng hilir bendungan. Erosi berlangsung perlahan-lahan dalam waktu yang cukup lama. Jika erosi tidak dicegah, maka akan terbentuk lubang-lubang aliran air di tubuh bendungan, sehingga tubuh bendungan keropos dan mudah jebol. Aliran rembesan didalam tubuh bendungan urugan seperti Gambar 7.
Eric Virgiawan A 116060400111004 8

Tugas Terstruktur 1 Bendungan dan Waduk DR. Ir. Pitojo Tri Juwono, MT

Gambar 7 Aliran rembesan (flownet) dalam tubuh bendungan urugan (Tony A. Atallah, 2002) Bendungan urugan yang dibuat dari beberapa jenis lapisan tanah seperti pada Gambar 8, diperlukan pencegahan erosi terhadap lapisan inti (core). Lapisan pengaman (filter) letakan diantara lapisan inti dan urugan bagian hilir bendungan (sheel). Sehingga partikel halus lapisan inti yang tererosi tertahan oleh lapisan penyaring, namun aliran rembesan tetap dapat mengalir keluar bendungan, seperti pada Gambar 9.

Gambar 8 Lapisan filter bendungan urugan (N. Sivakugan, 2001)

Sebelum terjadi aliran rembesan, sesaat setelah bendungan selesai dibangun, batas antara lapisan filter dan lapisan urugan lainnya tampak tegas. Setelah aliran rembesan berlangsung cukup lama, butiran-butiran tanah yang terangkut akan tertahan oleh lapisan filter seperti Gambar 9.

Eric Virgiawan A 116060400111004

Tugas Terstruktur 1 Bendungan dan Waduk DR. Ir. Pitojo Tri Juwono, MT

Gambar 9 Fungsin lapisan filter menahan butiran halus lapisan inti (core) yang tersangkut aliran rembesan (Tony A. Atallah, 2002)

Tindakan Pengamatan dan Pencegahan 1. Pengukuran dan pengamatan rembesan (seepage) untuk timbunan bendungan dilakukan dengan V-Notch. Petugas monitoring harus waspada jika terjadi hal-hal sebagai berikut :

Eric Virgiawan A 116060400111004

10

Tugas Terstruktur 1 Bendungan dan Waduk DR. Ir. Pitojo Tri Juwono, MT

Trend tekanan air pori di pusat dan bagian hilir inti bendungan berubah segera menyesuaikan dengan elevasi muka air waduk dan total tinggi tekanan pori segera merespon elevasi muka air waduk Pengukuran tinggi piezometer tiba-tiba naik atau mempunyai trend yang tidak cocok dengan plot data 2. Apabila terjadi kebocoran yang besar dan tiba-tiba, maka muka air waduk harus diturunkan sampai di bawah daerah yang rusak atau mencapai elevasi yang aman sehingga bocoran besar berhenti (atau pada level yang diperintahkan oleh Pengawas Pusat Operasi Bendungan atau Seksi Operasi dan Pemeliharaan Bendungan) dengan membuka penuh pintu pelimpah, valve bottom outlet seperti disarankan pada buku Pedoman O & P Bendungan, Untuk pelepasan air harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : Sebelum melakukan pelepasan air harus mengaktifkan sistem alarm termasuk pengeras suara (sirine) setidaknya 1/2 jam sebelum pelepasan air waduk sesuai dengan yang disarankan dalam Pedoman OP Bendungan 3. Melaksanakan pengoperasian waduk sampai pada elevasi yang memungkinkan untuk melakukan perbaikan. 4. Jika dipandang perlu, maka harus diambil sampel air waduk dan air rembesan untuk dianalisis kualitas airnya. Analisis ini juga dapat mengidentifikasi bagaimana menyelesaikan permasalahan tersebut. 5. Apabila terjadi pusaran air, segera turunkan muka air waduk dan cari lubang bocoran / pusat pusaran air kemudian segera tutup lubang bocoran tersebut dengan karung-karung pasir. 6. Memonitor terus menerus bacaan / kondisi instrumen pemonitor bendungan dan tingkatkan frekuensi pengamatan. 7. Lakukan perbaikan sementara pada bangunan-bangunan yang rusak untuk mencegah kerusakan struktur, bila perlu dilakukan penyelaman untuk menyelidiki masalah dan kemungkinan pelaksanaan perbaikan. 8. Jika terjadi rekahan maka langkah yang harus dilakukan adalah menurunkan elevasi muka air waduk agar rekahannya mengecil dan mengisi rekahan dengan

Eric Virgiawan A 116060400111004

11

Tugas Terstruktur 1 Bendungan dan Waduk DR. Ir. Pitojo Tri Juwono, MT

material atau benda yang dapat menyumbat rekahan untuk mengurangi kebocoran. Semua tindakan di atas harus dibawah koordinasi dan selalu dilaporkan kepada Koordinator Tim RTD yang akan meneruskan kepada Kepala Tim RTD di Balai Besar Wilayah Sungai setempat dan Balai Bendungan.

Tindakan Pasca Bencana 1. Memonitor terus menerus bacaan / kondisi instrumen pemonitor bendungan dan tingkatkan frekuensi pengamatan. 2. Melakukan pemeriksaan secara terus menerus terhadap daerah yang rusak sampai bocoran yang terjadi berkurang sampai mencapai batas normal 3. Setelah situasi kembali pada kondisi normal, pengendalian yang tepat harus dilaksanakan untuk kembali ke operasi normal waduk.

Eric Virgiawan A 116060400111004

12

Tugas Terstruktur 1 Bendungan dan Waduk DR. Ir. Pitojo Tri Juwono, MT

Gambar 10. Peta Genangan Banjir Akibat Keruntuhan Situ Gintung Pada Tanggal 27 Maret 2009

Eric Virgiawan A 116060400111004

13

Tugas Terstruktur 1 Bendungan dan Waduk DR. Ir. Pitojo Tri Juwono, MT

Daftar Pustaka http://orgawam.wordpress.com/2009/04/03/mengapa-situ-gintung-jebol/ di unduh pada tanggal 7 Januari 2011 pada jam 10.01 WIB. UU No 4 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air DRAFT Revisi Keputusan Dirjen Pengairan No. 108/KPTS/A/1998 tentang Pedoman Klasifikasi Bahaya Bendungan, Maret 2008 PP No 37 Tahun 2010 tentang Bendungan PT. Dehas Inframedia Karsa, Proposal Teknis Dam Break Analysis dan Rencana Tindak Darurat Bendungan Gintung, April 2011. PT. Dehas Inframedia Karsa, Buku Panduan Rencana Tindak Darurat Bendungan Gintung, Oktober 2011. PT. Dehas Inframedia Karsa, Laporan Dam Break Analysis pekerjaan Dam Break Analysis Bendungan Jatigede, Desember 2011.

Eric Virgiawan A 116060400111004

14

Anda mungkin juga menyukai