Anda di halaman 1dari 9

BAB I TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Epilepsi adalah manifestasi klinik yang sangat bervariasi, mulai dari kejang umum,

kejang fokal, penurunan kesadaran, gangguan tingkah laku sampai manifestasi aneh-aneh sulit dimengerti. Prinsip yang harus dipegang ialah terjadi berulang kali dengan pola yang sama, tanpa memperhatikan tempat, waktu dan keadaan. Epilepsi bukanlah homogen, tetapi bervariasi luas dalam bentuk, penyebab dan beratnya. Cetusan abnormal mungkin melibatkan sebagian otak saja (serangan parsial/fokal) atau daerah luas pada kedua belahan otak (serangan umum). A. Definisi Manifestasi gejala klinis dari gangguan lepas muatan listrik yang berlebihan (abnormal) dari sel-sel neuron di otak, yang mendadak paroksismal, dan reversible, dapat mengakibatkan terganggunya kesadaran, sistem motorik, sensorik, vegetatif (otonom) dan psikik. B. Etiologi Penyebab epilepsi terbagi dalam 2 golongan: 1. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan penyebabnya. Diduga gangguan keseimbangan zat kimiawi sel-sel saraf pada area otak yang abnormal, hingga menimbulkan muatan listrik yang abnormal. 2. Epilepsi sekunder yaitu yang penyebabnya diketahui a. Kelainan yang terjadi waktu kehamilan / perkembangan janin

b. Kongenital kromosom, radiasi, obat-obat, teratogenik, infeksi, alkohol, trauma, persalinan. Contoh: hipoxia, partus patologik, trauma pada otak. c. Kelainan metabolisme: hipoglikemi, hipokalsemi. d. Pada anak-anak prasekolah/ kejang demam, trauma, intoksikasi, infeksi meningitis, SSPE (Subacute Sclerosis Panencephalitis) e. 1. 2. 3. f. Pada dewasa Tumor otak Infeksi serebral 4. GPDO 5. Cedera kepala

Penyakit bawaan: Sclerosis tuberosa, neurofibromatosis Kecendrungan diturunkan oleh orang tua C. Epidemiologi Insiden: 0,2-0,7 0/00. Prevalensi: 4-7 0/00. Di Indonesia diperkirakan ada 1-

1,8 juta penderita. Laki-laki lebih sering dari pada perempuan. Serangan pertama pada anak dibawah 4 tahun: + 33% diatas 4-10 tahun: 52%. Usia kebawah + 80%, usia 21 tahun sampai 55 tahun + 15%, usia diatas 1-2%. D. Mekanisme Epilepsi Neuron adalah suatu tempat terjadinya kegiatan listrik dengan adanya potensial membran. Potensial membran, tergantung permeabilitas membtan neuron yang menseleksi ion-ion K, Na, Ca, Cl dari dalam /luar sel neuron. Perbedaan konsentrsai ion-ion menmbulkan potensial membran (terjadi 20 tahun 55 tahun +

depolarisasi,repolarisasi, dst). Serangan epilepsi merupakangangguan fungsi neuron-neuron otak dan tansmisi pada sinaps.

Diagnosis ditegakkan bila serangan lebih dari satu kali dalam kurun waktu 1 tahun. Serangan ini dapat dari anamnesis, jarang yang dilihat. Bia mungkin lakukan pemeriksasan EEG. Setelah didiagnosis tentukan jenis serangan usahakan mencari etiologi. E. Gejala Klinik 1. a. Epilepsi fokal sederhana ( serangan parsial sederhana)

Fokal motor: kesadaran normal Serangan motorik, tonik klonik pada 1 anggota badan bisa berupa spasmus daerah lengan menjalar ke bahu, badan, disebut epilepsi Jackson (Jacksonian March). b. Serangan Adversif yaitu serangan ini dapat berubah dimana kepala berpaling ke arah yang terkena kejang. Lengan memutar mata melirik ke kontralateral lesi, disebabkan menyebarnya cetusan abnormal ke neuron yang berdekatan (fokus di frontalis). c. Fokal sensorik kesadaran utuh timbul kesemutan, kebal, parestesi pada satu anggota badan dapat meluas. Cetusan epileptik ini di daerah rolandik otak yang berperan dalam sensasi. Bisa serangan pucat atau pelebaran pupil (terkena pusat otonom) d. Epilepsi fokal lain yaitu epilepsi ekuivalent dimana kesadaran utuh dengan gejala sakit kepala, sakit perut, pusing secara paroksismal. Bisa kelainan fisik, vegetatif ngompol. e. Epilepsi parsialis kontinua. Kesadaran utuh muncul serangan motorik yang kontinue (status berjam-jam, berhari pada satu anggota) dapat diikuti oleh paralise anggota yang kejang disebut Todd Paralise.

2. Epilepsi umum sekunder, serangan parsial yang berlanjut menjadi serangan umum sekunder. Serangan fokal pada satu anggota badan atau epilepsi fokal kompleks beelanjut menjadi epilepsi umum dengan kesadaran menurun seperti Grand mal. 3. Epilepsi fokal kompleks (Epilepsi lobus temporalis, epilepsi

psikomotor) Serangan fokal disertai gangguan kesadaran (absence), kelainan fungsi luhur. Waktu absence pasien memandang kosong, pucat, gangguan daya ingat dikenal dengan feomena dejavu-jamesvu. Bisa seolah-olah mendengar bunyi-bunyian, bau-bauan, melihat yang aneh. Kelainan motorik: gerakan

automatismus pada jari, mulut, mata, mengunyah, berjalan keliling, menggapai tanpa tujuan berlangsung beberapa detik, berulang. Automatismus bisa terkoordinasi, berlangsung lebih lama kemudian amnesia. 4. Epilepsi Umum a. Grand mall Biasanya kesadaran langsung menurun. Kejang umum kadang-kadang prodromal, mungkin timbul jeritan (epileptic cry). Kejang tonik lebih kurang 10-30 detik (fase tonik), kaku, opistotonus,lalu jatuh, sianosis (spasme otot-otot pernafasan). Disusul fase klonik 30-60 detik ,bunyi nafas mendengkur (stertorous). Mulut berbuih (bercampur darah karena lidah tergigit ), mungkin inkontinensia disusul fase tidur beberapa menit sampai jam fase lemas dan pasien kecapean lupa pada kejadian (amnesia). b. Petit mal (serangan lena absence) Gangguan kesadaran mendadak (absence) 3-10 detik. Bengong, kegiatan motorik terhenti (makan, bicara, jalan) pasien diam tak bereaksi. Apa yang

dipegang telepas. Kadang-kadang kelopak mata berkedip 3 kali perdetik disusul amnesia. Perbedaan petit mal dengan epilepsi temporal lobe Petit mal Etiologi Lama serangan Epilepsi umum sekunder Singkat (biasanya <30dtk) Temporal lobe Semua kelainan fokal idiopatik Lebih lama. Biasanya beberapa detik. Fenomena motorik lain temasuk automatism. Biasanya perlahan Gangguan temporal fokal

Manifetasi klinik Feomena motorik lain Pemulihan EEG Cepat Paku dan gelombag 3 spd

c. Serangan mioklonik Kontraksi kelompok otot anggota gerak,singkat. Bisa serangan tunggal atau berulang. Mulai gerakan halus sampai sentakan hebat. Biasa pasien mendadak jatuh, benda yang dipegang terlontar (flying saucer syndrome). Bisa lateral, sinkron berulang. d. Serangan atonik Sangat jarang kesadaran menurun, terjatuh karena kehilangan tonus otot tidak diikuti gerakan atau serangan tonik klonik, bisa kepala terkulai tibatiba. e. Spasmus infantile, sindrome west Serangan fleksi atau ekstensi kelompok otot secara mendadak dapat terjadi berurutan, disertai teriakan, umumnya pada bayi usia 3-12 bulan, kepala, badan, tangan dan tungkai kiri kanan serentak terfleksi ( seolah-olah seperti sakit perut), biasanya serangan waktu ngantuk. Berulang banyak kali sehari,

disertai gejala sklerosis tuberosa, kelainan metabolik, dll. Mortalitas lebih dari 50% sisanya 50% diikuti dengan mental retardasi, speech gejala sisa neurologi, 50% lagi menjadi epilepsi kronik. Yang khas: gambaran EEG hipsaritmia. f. Kejang demam Epilepsi timbul waktu anak demam > 390C pada umur 4 bulan sampai 5 tahun Kejang singkat Kejang < 15 menit Tidak berulang Tanpa defisit neurologi EEG normal Bila diluar tanda-tanda diatas berarti gejala demam maligna, bisa menjadi epilepsi (5% kejang demam akan menjadi epilepsi). F. Terapi Prinsip pengobatan: a. b. Tujuan: mengendalikan munculnya serangan Srategi:- diagnosis jelas seleksi obat anti epilepsi (OAE) yang tepat sesuai jenis epilepsi seawal mungkin dosis minimal optimal yang efektif, efek samping minimal, mudah didapat, terjangkau. Obat OAE: obat diusahakan tunggal (single drug treatment) Kejang demam sederhana

bila dengan obat I belum efektif ditukar dengan obat II (caranya: obat I diturunkan lalu distop sambil memberikan obat kedua yang pelan-pelan dinaikkan)

bila belum efektif gabung 2 macam obat saja.

Kegagalan disebabkan: a. obat tak cocok b. tak teratur (non compliance) OAE pilihan pertama: 1. Fenobarbital dosis dewasa 2-5mg/kgBB/hr, pemberian 1-2 kali per hari. Untuk grandmall, fokal (kadang-kadang temporal lobus). 2. Fenitoin atau dilantin. Dosis dewasa 200-400mg/hr. Bisa untuk Grandmall dan fokal, tidak diberikan pada petit mall dan kejang demam 3. Karbamazepin (tegretol, teryl). Dosis dewasa 300-1200 mg/hr. Untuk temporal lobus, Grandmall, fokal sederhana. 4. Klonazepam (rivotril, klonopin). Dosis dewasa 3 x 0,5-2 mg/hr. 5. Valproat (leptilan, depakote, epilin). Diberikan untuk Grandmall, fokal petit. Untuk dewasa 3-10 mg/kgBB/hr. 6. Nitrazepam (mogadon, dumolid, nipam). Dosis dewasa 3x5 mg. OAE pilihan II 1. Gabapentin: neurontin. Dewasa 300-1200 mg/hr. untuk epilepsi fokal,umum sekunder. 2. Lamotrigin (lamietal). Dosis dewasa 50-400 mg/hr untuk grandmall, fokal, umum sekunder. 3. Topiramete (topamax). Dosis dewasa 50-400 mg/hr c. ada faktor pencetus d. cari proses aktif di otak

4. Okskarbazepin (trileptal). Dosis dewasa 300-3000 mg/hr

G. Status Epileptikus Status epileptikus merupakan keadaan emergency neurologi yang membutuhkan pertolongan segera. Pada status epileptikus, si penderita telah mengalami bangkitan-bangkitan kejang tonik dan kejang klonik berulangkali, tanpa siuman kembali di saat-saat antar bangkitan. Suatu status epileptikus misalnya akan dapat timbul bila pengobatan dengan luminal pada penderita epilepsi dihentikan secara mendadak. Suatu status epileptikus harus selalu kita pandang sebagai suatu keadaan darurat dan bangkitan itu harus segera dihentikan. Suatu status epileptikus yang tidak dapat dikendalikan, dapat menimbulkan keadaan yang gawat dan dapat membawa maut. Tujuan penatalaksanaan status epileptikus adalah: 1. Pertahankan keadaan umum, sirkulasi darah otak, oksigenasi, kalori. 2. Hentikan kejang

3. Cegah komplikasi: aritmia, aspirasi, infeksi sekunder dan hiperkapnia. Penanganan Status Epileptikus

Sesuai dengan modifikasi protokol American Working Group On Status Epilepticus 1993

Bila setelah menit ke-60 belum teratasi (refrakter), perawatan dilakukan di ICU

< 20 menit

Oksigen lewat nasal, monitor EKG, pernapasan, dan temperatur. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan neurologik.

Ambil sampel darah untuk elektrolit, BUN, glukosa, toksikologi, kadar OAE, gas darah.

Pasang jalur IV dengan larutan NaCl 0,9% dengan tetesan lambat. Berikan 50 ml Glukosa 40% dan 100 mg Tiamin IV/IM. Lakukan rencana EEG bila ada. Berikab Diazepam 0,3 mg/kgBB IV (kecepatan 5 mg/menit) sampai maksimum 20 mg, dapat diulang jika masih kejang setelah 5 menit.

Bila kejang teratasi, dilanjutkan dengan fenitoin IV 18 mg/kgBB (kecepatan maks 50 mg/menit) disertai monitor EKG dan tekanan darah selama infus fenitoin. Bila kejang belum teratasi diberikan Fenitoin IV 15-20 mg/kgBB (kecepatan 150 mg/menit).

20-30 menit (jika kejang menetap)


Jika kejang menetap, intubasi, kateter, rekaman EKG, temperatur. Beri fenobarbital, dosis rumat 20 mg/kgBB IV (100 mg/menit).

40-60 menit (jika kejang masih menetap)

Berikan pentobarbital 5 mg/kgBB IV dosis awal, ditambah terus sampai kejang berhenti dengan monitoring EEG, dilanjutkan dengan 1 mg/kg/jam, kecepatan infus lambat setiap 4-6 jam untuk menentukan apakah kejang sudah teratasi dan tidak ada komplikasi terhadap tekanan darah dan nafas.

> 60 menit

Kejang masih menetap (status refrakter) dilakukan anestesia dengan pentobarbital, intubasi, ventilator mekanik.

Anda mungkin juga menyukai