Anda di halaman 1dari 6

BAB I

ANALISIS SEGMEN PASAR, GAYA HIDUP DAN PERILAKU NASABAH TERHADAP BANK SYARIAH DI WILAYAH SURABAYA

1.1. Latar Belakang Sejarah berdirinya perbankan syariah dikarenakan dua alasan utama yaitu adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank konvensional hukumnya haram dan dari aspek ekonomi dimana penyerahan resiko usaha terhadap salah satu pihak dinilai melanggar norma keadilan. Hadirnya bank syariah di Indonesia didorong oleh keinginan masyarakat Indonesia (terutama masyarakat Islam) yang berpandangan bahwa bunga bank adalah riba. Sejak tahun 1992, industri perbankan syariah di Indonesia mulai berkembang cukup pesat sampai dengan saat ini, bahkan diperkirakan akan terus berkembang pesat di masa yang akan datang

(fies@umy,2009). Istilah Bank Islam atau Bank Syariah merupakan fenomena baru dalam dunia ekonomi modern, kemunculannya seiring dengan upaya gencar yang dilakukan oleh para pakar Islam dalam mendukung ekonomi Islam yang diyakini akan mampu mengganti dan memperbaiki sistem ekonomi konvensional yang berbasis pada bunga. Sistem Bank Syariah menerapkan system bebas bunga (interest free) dalam operasionalnya, dan karena itu rumusan yang paling lazim untuk mendefinisikan Bank Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam dengan

mengacu kepada Al Quran dan Hadist sebagai landasan dasar hukum dan operasional (Karmen P dan M.S Antonio, 1992). Perkembangan perbankan syariah telah memberi pengaruh luas terhadap upaya perbaikan ekonomi umat dan kesadaran baru untuk mengadopsi dan ekspansi lembaga keuangan Islam. Krisis

perbankan yang terjadi sejak tahun 1997 telah membuktikan bahwa bank yang beroperasi dengan prinsip syariah dapat bertahan ditengah gejolak nilai tukar dan tingkat suku bunga yang tinggi. Kesadaran ini didukung oleh karakteristik kegiatan usaha bank syariah yang melarang bunga konvensional, dan pemberlakuan nisbah bagi hasil sebagai pengganti serta melarang transaksi keuangan yang bersifat spekulatif (al Gharar) dan tanpa didasarkan pada kegiatan usaha yang riil (Karem, 2003). Indonesia adalah sebuah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Dari sisi ini patut menjadi potensi asset yang kuat jika dibarengi dengan kualitas sumber daya insani yang memadai. Sayang sekali potensi kependudukan yang begitu besar ternyata tidak secara otomatis memuluskan pelaksanaan sosialisasi

perbankan syariah. Mayoritas masyarakat muslim masih buta tentang Bank Syariah termasuk juga para akademisi, professional, dan bahkan ulama. (Sholahuddin, 2001). Perbankan syariah di Indonesia mengalami perkembangan yang baik. Namun masih banyak kendala dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia yaitu Kendala

Fiqh seperti anggapan para ulama tentang bunga diantaranya halal, haram dan syubhat (Muhammad, 2004); rendahnya sosialisasi perbankan syariah; problem hukum tidak adanya Undang-Undang (UU) yang memberi penjelasan mengenai cara operasional perbankan syariah di Indonesia antara tahun 1992-1998; larangan riba tidak hanya pada umat Islam tapi juga menurut keyakinan Nasrani yang terdapat dalam Lukas 6 : 34-35 sebagai ayat yang mengecam praktek riba (Muhammad, 2004); kurangnya SDM dan keahlian; terbatasnya jaringan kantor bank syariah; kesulitan likuiditas; terjadinya asimetri informasi. (Karem, 2003). Perbankan syariah adalah lembaga investasi dan perbankan yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sumber dana yang didapatkan harus sesuai dengan syara, alokasi investasi yang dilakukakan bertujuan untuk menumbuhkan ekonomi dan sosial masyarakat serta melakukan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan nilainilai syariah. Dari definisi tersebut jelas bahwa perbankan syariah tidak hanya semata-mata mencari keuntungan dalam operasionalnya akan tetapi terdapat nilainilai sosial kemasyarakatan dan spititualisme yang ingin dicapai. Eksistensi perbankan syariah di Indonesia ditandai dengan dibentuknya PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk pada tahun 1991 diprakarsai oleh Majelis ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasionalnya pada tahun 1992. Sewaktu terjadi krisis ekonomi moneter di Indonesia, Bank Muamalat Indonesia dengan sistem syariahnya menjadi satu-satunya bank yang tidak terkena imbas dari krisis ekonomi tersebut.

Konsep Ekonomi Syariah diyakini menjadi sistem imun yang efektif bagi Bank Muamalat Indonesia sehingga tidak terpengaruh oleh gejolak krisis ekonomi pada waktu itu ternyata menarik minat pihak perbankan konvensional untuk mendirikan Bank yang juga memakai sistem syariah. Pada tahun 1999, perbankan syariah berkembang luas dan menjadi tren pada tahun 2004. Hingga hari ini, sudah berdiri tiga bank yang beroperasi dengan sistem syariah atau bank umum syariah. Ketiga bank tersebut adalah Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri (BSM), dan Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI). Belum lagi ditambah dengan Unit Usaha Syariah dari bank-bank konvensional seperti BNI Syariah, BRI Syariah, HSBC Ltd, dll. Bank Pembanguan Daerah (BPD) pun tidak mau ketinggalan untuk membuka Unit Usaha Syariah seperti Bank Sumsel Syariah, dan perbankan syariah Indonesia akan semakin semarak dengan hadirnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Dengan perkembangan yang cukup signifikan ini, perbankan syariah nantinya diharapkan dapat menjadi salah satu pancang perekonomian Indonesia yang kuat dan menjadi solusi terbaik terhadap permasalahan-permasalahan perekonomian yang ada di masyarakat saat ini, terutama bagi mereka yang memiliki Usaha Kecil dan Menengah, yang sangat membutuhkan pinjaman dana dari bank untuk usahanya. (Muhlizar, 2008). Antonio (1999) menyatakan bahwa menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari pokok atau modal secara batil. Riba bukan hanya merupakan persoalan

Islam saja, tetapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan ini. Beberapa penelitian terdahulu yang mendasari penelitian ini adalah Karim Business Consulting (2005), melakukan penelitian tentang segmentasi dan perilaku nasabah terhadap bank syariah di Indonesia dengan pendekatan value graphic map dan service orientation. Penelitian ini menghasilkan tiga seg-mentasi pasar perbankan syariah, yaitu syariah loyalist, floating mass dan conventional loyalist. Pembagian seg-men pasar dilakukan dengan pendekatan kualitatif (Focus Group Discussion and In Depth Interview) Wijaya (2006), melakukan analisis segmen pasar dan perilaku nasabah terhadap bank syariah di wilayah Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta de-ngan membagi segmen pasar perbankan syariah menjadi syariah loyalist, floating more syariah, floating less syariah dan conventional loyalist dengan analisis deskriptif, analisis fak-tor dan analisis klaster. Hasil penelitian menunjukkan bahwa segmen floating more syariah merupakan pasar sasaran yang paling potensial di wilayah DI Yogyakarta dibandingkan segmen-segmen lainnya. Harahap (2003) melakukan pene-litian untuk melihat potensi pendirian BNI Syariah di Kota Bogor dengan mellihat respon masyarakat terhadap beberapa perbankan syariah. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster sampling dan non-probability sampling yaitu dengan teknik quota sampling. BI dan LP IPB (2000) melakukan penelitian tentang potensi, sikap dan perilaku masyarakat terhadap bank syariah di Jawa Barat dengan survei yang dilakukan dengan menggunakan

metode regresi logistic dan analisis deskriptif. Penelitian ini mengatakan bahwa profesionalisme dan jenis pelayanan bank syariah masih berada di bawah bank konvensional dan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah lebih meminati bank syariah karena sistem jemput bola yang diterapkan oleh bank syariah rendah. BI dan CBR Universitas Andalas (2006) melakukan penelitian mengenai identifikasi faktor penentu keputusan konsumen dalam memilih jasa perbankan antara bank syariah dengan bank konvensional. Penelitian dilakukan di 4 wilayah Sumatera Barat dengan kriteria bahwa pada masing-masing wilayah telah beroperasi kedua tipe bank (bank syariah dan bank konvensional) dengan menggunakan analisis statistik deskriptif (tabulasi silang, grafik, rata-rata dan frekuensi), analisis faktor, crosstab analysis. Hasil penelitian ini memberikan informasi tentang pertimbangan responden yang paling dominan di dalam memilih jasa bank syariah, yaitu faktor keyakinan bahwa bunga bank bertentangan dengan agama. Hendrawan (2004) melakukan penelitian di Tebet tentang perilaku nasabah tabungan bank setelah dikeluarkannya fatwa MUI mengenai bunga bank. Penelitian dilakukan dengan metode survey dan metode purposive sampling (hanya nasabah muslim dari seluruh populasi). Responden sebesar 100 orang dan pengambilan sampling dilakukan dengan metode convenience sampling. Data yg diperoleh diolah dengan analisis deskriptif, tabulasi silang, uji chi square, regresi logistic dan metode Thurstone. Penelitian ini mendapatkan bahwa perilaku nasabah muslim pasca fatwa MUI adalah menyesuaikan pola pikirnya dengan pengetahuan yang baru.

Anda mungkin juga menyukai