Anda di halaman 1dari 24

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Maintenance
Maintenance didefinisikan sebagai suatu aktifitas yang
dilakukan agar peralatan atau item dapat dijalankan sesuai dengan
standart performansi semula. Atau juga didefinisikan sebagai
suatu tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu hasil yang
dapat mengembalikan atau mempertahankan item pada kondisi
yang selalu berfungsi. Tujuan dari perawatan adalah
memperpanjang umur pakai peralatan, menjamin tingkat
ketersediaan yang optimal dari fasilitas produksi, menjamin
kesiapan operasional seluruh fasilitas untuk pemakaian darurat
serta menjamin keselamatan operator dan pemkai fasilitas.

2.1.1 Tiga Generasi Manajemen Perawatan
Dalam tahun tahun belakangan ini kemajuan proses
industri mengakibatkan perubahan ekspektasi, penelitian dan
teknik teknik atau metode - metode yang dipakai.
Perkembangan tersebut dapat dibagi dalam 3 generasi. Secara
perlahan berkembang menjadi kewaspadaan dampak failure
terhadap keselamatan dan lingkungan, kewaspadaan terhadap
adanya hubungan antara system maintenance dengan kualitas
produk. Sejak tahun 1930 evolusi dari maintenance dapat dibagi
menjadi tiga generasi, yaitu :
a. Generasi Pertama
- Industri tidak banyak menggunakan mesin sehingga
downtime tidak dianggap penting
- Perlatan yang digunakan pada generasi pertama ini
sangatlah sederhana, reliable sangat mudah untuk
diperbaiki
- Sistematik perawatan tidak diperlukan hanya
dilakukan perawatan sederhan seperti pembersihan,
servis dan pengecekan secara rutin

6
- Tenaga ahli dalam industri ini sangatlah rendah
b. Generasi Kedua
- Tahun 1950, segala tipe masin semakin beragam dan
komplek dimana industri semakin tergantung pada
mesin mesin tersebut
- Downtime menjadi focus yang paling penting.
Dimana muncul ide bahwa failure dari peralatan
dapat dan harus dicegah dimana melaju pada konsep
preventive maintenance.
- Pada tahun 1960, peralatan secara keseluruhan
dilaksanakan pada interval tetap. Biaya perawatan
meningkat perlahan bersamaan dengan biaya operasi.
c. Generasi Ketiga
Pertengahan tahun 70an terjadi perubahan proses didalam
industri dimana diharapkan ekspektasi yang baru,
penelitian terbaru dan pemakaian teknik baru.
Ekspektasi baru :
- Otomasi yang semakin berkembang sehingga lebih
banyak dampak failure yang terjadi
- Biaya perawatan semakin meningkat
Penelitian baru :
- Berhubungan antara umur operasi dan failure
Teknik atau metode baru :
- Pengembangan baru, termasuk peralatan pendukung
keputusan seperti studi hazard, mekanisme failure
dan analisa dampaknya dan system canggih; teknik
perawatan terbaru; desain dari peralatan.
- Pemilihan teknik yang benar yaitu teknik yang
memungkinkan untuk mengembangkan performasi
peralatan dan dapat mereduksi biaya perawatan.

2.1.2 Konsep Dasar Perawatan
Pendekatan perawatan pada dasrnya dapat dibagi menjadi
2 bagian yaitu planned dan unplanned. Berikut ini dapat dilihat
klasifikasi dari pendekatan system perawatan tersebut :

7
1. Planned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan
perawatan yang pelaksanaannya telah direncanakan
terlebih dahulu.
2. Unplanned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan
perawatan yang pelaksanaannya tidaka direncanakan.
3. Preventive Maintenance, suatu system perawatan yang
terjadwal dari suatu peralatan/komponen yang didesain
untuk meningkatkan keandalan suatu mesin serta untuk
mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang tidak
direncanakan sebelumnya.
- Time based Maintenance
Kegiatan perawatan ini berdasarkan periode
waktu, meliputi inspeksi harian, service,
pembersihan harian dan lain sebagainya.
- Condition based Maintenance
Kegiatan perawatan ini menggunakan peralatan
untuk mendiagnosa perubahan kondisi dari
peralatan/asset, dengan tujuam untuk
memprediksi awal penetapan interval waktu
perawatan.
4. Corrective Maintenance, suatu kegiatan perawatan yang
tujuan akhirnya untuk memperbaiki fungsi mesin atau
peralatan.
5. Breakdown Maintenace, yaitu suatu kegiatan perawtan
yang pelaksanaannya menunggu sampai dengan peralatan
tersebut rusak lalu dilakukan perbaikan. Cara ini
dilakukan apabila efek failure tidak bersifat signifikan
terhadap operasi ataupun produksi.
Pemilihan kegiatan perawatan tersebut didasarkan atas
sifat dari kerusakan atau kegagalan pada peralatan, apakah
bersifat terprediksi atau tidak terprediksi. Selain itu juga
pemilihan tersebut didasari atas biaya yang ditanggung apabila
menerapkan salah satu jenis kegiatan perawatan.



8
2.2 Planned Mintenance
Planned maintenance adalah salah satu aspek penunjang
bahwa implementasi TPM dapat berjalan dengan baik. Tahap ini
difokuskan lebih kepada mesin agar terhindar dari kerusakan dan
produk yang dihasilkan bebas cacat sehingga kepuasan konsumen
dapat dijaga. Elemen elemen yang diperhatikan didalam pilar
ini antara lain:
1. preventive maintenance
2. breakdown maintenance
3. corrective maintenance
Dengan planned maintenance diharapkan akan merubah system
perawatan dari rekatif menjadi proaktif dan memberdayakan
bagian perawatan untuk dapat membantu operator untuk
melakukan perawatan yang lebih baik terhadap peralatan/mesin
yang menjadi tanggung jawabnya.

2.2.1 Preventive maintenance(PM)
Preventive maintenance sesuai dengan (Worsham, 2002)
adalah suatu sistem perawatan yang terjadwal dari suatu
peralatan/komponen yang didesain untuk meningkatkan
keandalan mesin serta untuk mengantisipasi segala kegiatan
perawatan yang tidak direncanakan sebelumnya.
Kegiatan preventive maintenance dilakukan erat
kaitannya dalam menghindari suatu system atau peralatan
mengalami kerusakan. Pada kenyatannya mungkin saja tidak
diketahui bagaimana cara untuk menghindari terjadinya
kerusakan. Ada tiga alasan mengapa dilakukan tindakan
preventive maintenance :
1. Menghindari terjadinya kerusakan
2. Mendeteksi awal terjadinya kerusakan
3. Menemukan kerusakan yang tersembunyi
Sedangkan keuntungan dari penerapan preventive
maintenance antara lain adalah sebagai berikut :
1. Mengurangi terjadinya perbaikan (repairs) dan downtime.
2. Meningkatkan umur penggunaan dari peralatan

9
3. Meningkatkan kualitas dari produk
4. Meningkatkan availibilitas dari peralatan
5. Meningkatan kemampuan dari operator, bagian mekanik
dan keselamatan
6. Mengurangi waktu untuk merespon terjadinya kerusakan
yang parah
7. Menjamin peralatan dapat digunakan sesuai dengan
fungsinya
8. Meningkatkan control dari peralatan dan mengurangui
inventory level.
9. Memperbaiki system informasi terhadap
peralatan/komponen
10. Meningkatkan identifikasi dari problem yang dihadapi.

2.3 RCM (Reliability Centered Maintenance)
Secara formal RCM dapat didefinisikan sebagai sebuah
proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus
dilakukan untuk menjamin bahwa beberapa asset fisik dapat
berjalan secara kontinyu melakukan fungsi yang diinginkan
penggunanya dalam konteks operasi sekarang (present
operating).
RCM mengarahkan pada penanganan item agar tetap
andal dalam menjalankan fungsinya dengan tetap mengacu pada
efektifitas biaya perawatan. RCM II merupakan teknik
manajemen perawatan yang mengkombinasikan 2 jenis tindakan
pencegahan yakni preventive maintenance dan predictive
maintenance. Preventive maintenance telah dijelaskan pada
bagian sebelumnya.
Predictive maintenance (PdM) adalah pemeliharaan
berdasarkan penilaian atau analisa kondisi (Condition Base)
komponen komponen mesin atau bahkan mesin secara
keseluruhan. Kondisi itu harus dapat terukur (parameter terukur)
seperti temperature, tekanan, vibrasi, tingkat keausan, tingkat
korosi, tingkat keretakan, sisa umur kekuatan logam, viskositas
minyak pelumas, konduktifitas air pendingin, daya mampu,

10
efisiensi dan lain sebagainya. Parameter parameter terukur ini
secara periodic dimonitor. Apabila ada parameter yang
mengalami gejala memburuk, maka monitor harus diintensifkan
dan diprediksi kapan kerusakan sesungguhnya akan terjadi..
Penelitian mengenai RCM pada dasarnya berusaha
menjawab 7 pertanyaan utama tentang item/peralatan yang
diteliti. Ketujuh pertanyaan mendasar tersebut adalah :
1. Apakah fungsi dan hubungan performansi standar
dari item dalam konteks pada saat ini (system
function)?
2. Bagaimana item/peralatan tersebut rusak dalam
menjalankan fungsinya (functional failure)?
3. Apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi
tersebut (failure mode)?
4. Apakah yang terjadi pada saat terjadi kerusakan
(failure effect)?
5. Bagaimana masing masing kerusakan tersebut
terjadi (failure consequence)?
6. Apakah yang dapat dilakukan untuk memprediksi
atau mencegah masing masing kegagalan tersebut
(proactive task and task interval)?
7. Apakah yang harus dilakukan apabila kegiatan
proaktif yang sesuai tidak berhasil ditemukan?
Reliability Centered Maintenace (RCM) lebih
menitikberatkan pada penggunaan analisa kualitatif untuk
komponen yang dapat menyebabkan kegagalan pada
suatu system. Ketujuh pertanyaan diatas dituangkan
dalam bentuk Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
dan RCM II Decision Diagram yang tergabung dalam
RCM Worksheet.

2.3.1 Fungsi dan standar kinerja
Sebelum memungkinkan untuk menentukan apa yang
harus dilakukan untuk menyakinkan bahwa beberapa asset fisik

11
bekerja sesuai dengan yang diharapkan oleh pengguna dalam
operasi actual, maka harus :
ditemukan apa yang pengguna ingin lakukan
menyakinkan bahwa ini dapat ilakukan dimana
penggunanya akan mengoperasikannya.
Ini yang menjadi alasan langkah pertama dalam proses
RCM adalah mendefinisikan fungsi dari setiap asset disertai
dengan kinerja standar yang diharapkan. Apa yang pengguna
ekspektasikan dalam melakukan penggunaan dikategorikan dalam
tiga funsi yaitu :
Fungsi primer. Merupakan fungsi utama, seperti :
output, kecepatan, kapasitas, kualitas produk, atau
pelanggan.
Fungsi standar. Dimana diharapkan bahwa setiap
asset dapat melakukan lebih dari fungsi primer,
seperti : keselamatan, baik bagi lingkungan,
pengendalian, intregitas struktur, ekonomi, proteksi
atau efisiensi operasi.
Para pengguna dari asset fisik biasanya dalam posisi
terbaik dengan mengetahui secara pasti apa
kontribusi setiap asset secara fisik dan keuangan
dalam organisasi.

2.3.2 Fungsi Sistem dan Failure fungsi
Fungsi system didefinisikan sebagai fungsi dari item yang
diharapkan oleh user tetapi masih berada dalam level kemampuan
dari item tersebut sejak saat dibuat. System maintence hanya
mampu menjaga kondisi item tetap berada dibawah initial
capability dari desain item. Failure fungsi didefinisikan sebagai
kegagalan dari suatu system untuk melaksanakan system function.

2.3.3 Failure Mode and Effect Analysis
Failure Mode and Effect Analysis merupakan suatu
teknik untik mengidentifikasi penyebab kegagalan suatu item

12
tidak mampu melakukan fungsi satndart yang diharapkan oleh
user.
Failure Mode bertujuan untuk menemukan akar
permasalahan (rot cai\use) dari kegagalan yang timbul. Failure
Effect menjelaskan dampak yang ditimbulkan apabila failure
mode terebut terjadi. Proses identifikasi terhadap failure modes,
dan failure effect sangat penting untuk perbaikan performansi dan
mengeliminasi waste.

2.3.4 Dampak dampak Kegagalan (Failure Consequnces)
Dalam Reliability Centered Maintenance, konsekuensi
kegagalan diklasifikasikan dalam 4 bagian, yaitu :
Hidden Failure Consequences, dimana kegagalan
tersebut tidak dapat dibuktikan secara langsung sesaat setelah
kegagalan berlangsung. Diperlukan suatu teknik khusus untuk
mengatasi dampak kegagalan jenis ini.
Safety and Environment Consequences. Safety
consequences terjadi apabila suatu kegagalan fungsi suatu item
mempunyai konsekuensi terhadap keselamatan pekerja/manusi
lainyya. Environment consequences terjadi apabila kegagalan
suatu fungsi item berdampak pada lelestarian lingkungan.
Operational Consequences. Suatu kegagalan dikatakan
memiliki konsekuensi operasional ketika berakibat pada produksi
atau operasional (kualitas produk, pelayanan terhadap konsumen,
atau biaya operasional untuk perbaikan komponen).
Non-Operational Consequences. Bukti kegagalan pada
kategori ini adalah yang bukan tergolong dalam konsekuensi
keselamatan ataupun produksi, jadi kegagalan ini hanya
melibatkan biaya perbaikan komponen.

2.3.5 Proactive Maintenance Task and Initial Interval
Tindakan ini dilakukan sebelum terjadi kegagalan, dalam
rangka untuk menghindarkan item dari kondisi yang dapat
menyebabkan kegagalan (failed state). Kegiatan ini biasa dikenal
dengan predictive dan preventive maintenance. Dalam RCM II

13
predictive maintenance dimasukkan dalam aktivitas Schedulled
On Condition Task, sedangkan preventive maintenance
dimasukkan ke dalam Schedulled Restiration Task ataupun
Schedulled Discard Task.
- Schedulled Restoration Task
Adalah tindakan pemulihan kemampuan item pada saat
atau sebelum batas umur yang ditetapkan, tanpa memperhatikan
kondisinya saat itu. Tindakan ini secara teknik mungkin
dilakukan apabila :
a. Dapat diidentifikasikan umur dimana item tersebut
menunjukkan kemungkinan penambahan kecepatan
terjadinya kondisi kegagalan.
b. Mayoritas dari item dapat bertahan pada umur tersebut
(untuk semua item jika kegagalan memiliki konsekuensi
terhadap keselamatan lingkungan).
c. Memperbaharui dengan sub system yang tahan terhadap
kegagalan tersbut.
Karakteristik kegagalan item dapat dibagi menjadi tiga tahap yang
biasa disebut bathub-shaped, hal ini seperti yang ditunjukkan
pada gambar 2.1. Tiga tahapan tersebut antara lain:
1. Kegagalan awal (infant mortality failures)
Kegagalan awal pada umumnya terjadi pada awal
pengoperasian suatu item. Kegagalan pada tahap ini
ditandai dengan laju kerusakan menurun.
2. Kegagalan acak (random failures)
Kegagalan acak pada umumnya terjadi pada item
yang berjalan normal. Laju kegagalan pada tahap ini
ditandai dengan laju kegagalan yang konstan.
3. Kegagalan usang (wear-out failure)
Pada usia kegunaan tertentu suatu item mengalami
keusangan yang ditandai dengan laju kegagalan yang
semakin meningkat. Untuk mengurangi pengaruh
keusangan ini biasanya dilakukan penggantian
(replacement) beberapa bagian alat atau bahkan
seluruhnya dengan yang baru.

14
Gambar 2.1 Kurva bathup-shaped
Random
Early
Failures
Wear out Failures
Wear out Useful Burn in
(t
- Schedulled Discard Task
Adalah tindakan mengganti item pada saat/sebelum batas
umur yang ditetapkan, tanpa memperhatikan kondisi item pada
saat itu. Tindakan ini secara teknik mungkin dilakukan dalam
kondisi berikut :
a. Dapat diidentifikasikan umur dimana item tersebut
menunjukkan kemungkinan penambahan kecepatan
terjadinya kegagalan.
b. Mayoritas dari item dapat bertahan pada umur tersebut
(untuk semua item jika kegagalan memiliki konsekuensi
terhadap keselamatan lingkungan).
- Schedulled On-Condition Task
Adalah kegiatan pemeriksaan terhadap potensial failure
sehingga tindakan dapat diambil untuk mencegah terjadinya
functional failure. Dimana potensial failure diidentifikasikan
dengan sebuah kondisi yang dapat mengindikasikan sedang
terjadi kegagalan atau proses kegagalan fungsi (functional
failure). Dalam teknik on-condition terdapat 4 kategori utama,
yaitu :

15
a. Conditioning monitoring techniques, yang melibatkan
penggunaan peralatan khusus untuk melakukan
monitoring terhadap kondisi peralatan.
b. Statistical process control, yaitu teknik pencegahan yang
didasarkan atas variasi kualitas produk yang dihasilkan.
c. Primary effect monitoring techniques, yang melibatkan
peralatan seperti gauge yang ada dan peralatan untuk
inspeksi monitoring.
d. Teknik inspeksi berdasarkan human sense dan predictive.

2.3.6 Default Action
Tindakan ini dilakukan ketika sudah berada dalam failed
state, dan dipilih ketika tindakan proactive task yang efektif tidak
mungkin dilakukan. Default Action meliputi :
- Schedulled failure finding, meliputi tindakan
pemeriksaan secara periodic terhadap fungsi fungsi
yang tersembunyi untuk mengetahui apakah item
tersebut telah rusak.
- Re-design, membuat suatu perubahan untuk
membangun kembali kemampuan suatu item. Hal ini
mencakup modifikasi terhadap perangkat keras dan
juga perubahan prosedur.
- Run to failure, membiarkan item beroperasi sampai
terjadi failure karena secara financial tindakan
pencegahan yang dilakukan tidak menguntungkan.

2.3.7 Proposed Task and Initial Interval
Proposed Task berusaha mendeskripsikan tindakan
pencegahan sebagai tindakan nyata untuk menerjemahkan hasil
dari Proactive Task dan Default Action.
Initial Interval merupakan jarak perawatan yang optimal,
terhadap proposed task yang ditemukan.
Can be Done by diisi tentang siapa yang diberikan
tanggung jawab dalam melaksanakan proposed task tersebut.

16
Meliputi pihak pihak yang berkaitan langsung dengan proses
dari peralatan terebut.

2.3.8 Konsep Keandalan
Keandalan dapat didefinisikan sebagai probabilitas kinerja
suatu sistem untuk memenuhi fungsi yang diharapkan dalam
selang waktu tertentu. Sedangkan yang dimaksud failure disini
adalah ketidakmampuan sistem untuk memenuhi fungsinya yang
disebabkan variabel acak yang dipengaruhi oleh waktu.

2.3.8.1 Deskripsi Failure Keandalan
Dalam analisa keandalan, kondisi peralatan yang
melaksanakan tugasnya dibedakan dalam 2 state, yaitu baik dan
rusak. Untuk menyatakan state maka :
Misalnya,
X = state dari peralatan yang merupakan variabel random.
X = 1 , jika peralatan dalam keadaan berfungsi
X = 0 , jika peralatan dalam keadaan rusak
State dari keandalan merupakan proses stokastik, karena
merupakan fungsi dari waktu, dimana,
T = lamanya peralatan beroperasi sebelum failure terjadi
t = masa pakai peralatan
R = merupakan variabel random
Failure dapat juga dinyatakan dengan variabel random T atau
dapat pula dinyatakan dengan proses stokastik x(t). Hubungan
diantara keduanya dinyatakan dengan :
T > t = 1
T t = 0
Sehingga didapat persamaan :
P{x(t) = 1} = P{t>1}
P{x(t) = 0} = P{t1}
P{x(t) = 1} = P{t<1} : probabilitas bahwa peralatan
tersebut masih beroperasi pada saat t (menyatakan fungsi waktu).



17
2.3.8.2 Fungsi Keandalan
Keandalan (Reliability) adalah probabilitas bahwa suatu
peralatan atau sistem peralatan akan beroperasi pada suatu
periode waktu, tanpa mengalami failure dan kondisi lingkungan
tertentu. Bila suatu peralatan yang biasanya beroperasi sampai
waktu tertentu tanpa mengalami failure maka fungsi keandalan
R(t).
R(t) = = P(x>t) dt t f
}

1
) (
R(t) = P (peralatan beroperasi hingga waktu t)
R(t) = 1 P(T t)
Dari persamaan didapat :
R(t) = 1 F(t)
Dimana F(t) adalah fungsi distribusi kumulatif umur (lifetime)
komponen.
a. Laju Kerusakan/Kegagalan
Reliability juga sering dinyatakan dengan laju failure yang
didefinisikan sebagai komponen yang rusak per satuan waktu,
bila komponen sejenis dalam jumlah yang banyak
dioperasikan bersama.
t N t N
N t t N N t N
t
A
A +
=
). 0 ( / ) (
) 0 ( / ) ( ) 0 ( / ) (
lim ) (
Laju failure juga seringkali disebut sebagai hazard. Dimana
hazard dapat dinyakan dengan :
}
=
1
0
) ( ) ( dt t t H _
Sehingga persamaan dari keandalan adalah : R(t) = exp[-H(t)]
b. Mean Time To Failure(MTTF)
Keandalan seringkali dinyatakan dalam bentuk angka yang
menyatakan ekspektasi masa pakai yang dinotasikan dengan
E(t) distribusi Mean Time To Failure (MTTF).

18
}

=
0
). ( dt t R MTTF
c. Model Probabilitas untuk Keandalan
Langkah pertama dalam menghitung keandalan suatu
peralatan yaiotu harus mengetahui model probabilitas, yang
biasa dinyatakan dalam distribusi statistik. Dalam analisa
keandalan ada beberapa distribusi yaitu distribusi
Exponensial, distribusi Weibull, distribusi Lognormal dan
distribusio Normal.
i. Distribusi Exponensial
Distribusi ini paling sering digunakan dalam prakteknya,
dimana failure peralatan disebabkan oleh kerusakan
komponen.
a. Fungsi padat distribusi Exponensial
f(t) = exp [-t] untuk t 0
Dimana adalah rata rata kedatangan dari failure.
b. Fungsi Kumulatif distribusi Exponensial
F(t) = 1 exp[-t]
c. Fungsi keandalan dari distribusi Exponensial
R(t) = exp[-.t]
d. Laju failure dari distribusi Exponensial
ii. Distribusi Weibull
Distribusi ini digunakan untuk keandalan dimana
memiliki parameter bentuk dan parameter skala.
1. Fungsi padat distribusi Weibull dengan 2 parameter.
f(t) =
|
o |
o o|
) ( 1
. ) (
t
e t

Dimana : adalah parameter bentuk
adalah parameter skala
2. Fungsi Kumulatif distribusi Weibull
F(t) =
|
o ) (
1
t
e

3. Fungsi keandalan dari distribusi Weibull


R(t) =
|
o ) ( t
e

4. Laju failure dari distribusi Weibull



19
h(t) =
1
|
|
.
|

\
|
o
| |
o t

iii. Distribusi Lognormal
Distribusi ini digunakan apabila logaritma mengikuti
distribusi normal.
a. Fungsi padat distribusi Lognormal
f(t) =
(

2
2
2
) (log
exp
2
1
o

t o
t
t

Untuk - s s t , dimana adalah rata rata
distribusi.
b. Fungsi Kumulatif distribusi Lognormal
F(t) =
(

}

2
2
2
) (log
exp
2
1
o

t o
t
t

c. Fungsi keandalan dari distribusi Lognormal
R(t) =
(

2
2
2
) (log
exp
2
1
o

t o
t
t
t

d. Laju failure dari distribusi Exponensial
h(t) =
}

t
dt
t
t
2
2
2
2
2
) (log
exp
2
) (log
exp
o

o




2.3.9 Model Matematis Perawatan
Salah satu kelemahan dalam Reliabiliy Centerd
Maintenace II adalah kurangnya unsur optimasi model untuk
menetukan interval perawtan yang optimal.
Dirumuskan bahwa Total Biaya perawatan merupakan
penjumlahan kumulatif biaya kegagalan dan biaya perawatan
maka dapat dihitung :

20
( )
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
+
=
S
TC
C C S
M R
.
. .
q
q
|
|
|
(untuk distribusi
normal)
Dimana :
TC = Total biaya
C
M
= Biaya perawatan
C
R
= Biaya perbaikan
S = Interval waktu perawatan optimal
dan adalah parameter distribusi selang waktu
kerusakan (weilbull)
Untuk memperoleh TC minimum maka
T
T
M
C
d
d
sehingga
diperoleh :
|
|
q
1
1
1
|
|
|
.
|

\
|

= =

C C
C
M R
M
M S

Dimana :
dan adalah parameter distribusi selang waktu
kerusakan
C
M
= Biaya perawatan
C
R
= Biaya perbaikan

2.4 Menentukan Severity, Occurrence, Detection and RPN
Untuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan
maka tim FMEA harus mendefinisikan terlebih dahulu tentang
severity, detection, serta hasil akhirnya yang berupa risk priority
number.


1. Severity
Merangkingkan severity yakni mengidentifikasikan
damoak potensial yang terburuk yang diakibatkan oleh suatu



21
kegagalan. Dampak ini ditentukan berdasarkan tingkat cedera
yang dialami personel, tingkat kerusakan peralatan, akibat pada
produksi dan lama downtime yang terjadi. Tingkatan efek ini
dapat dikelompokkan menjadi :
22
Tabel 2.1 Tingkatan Severity
Ranking Akibat (Effect) Kriteria Verbal Akibat pada Produksi
1
Tidak ada
akibat
Tidak mengakibatkan apa apa (tidak ada akibat) ,
penyesuaian yang diperlukan
Proses berada dalam
pengendalian
2
Akibat sangat
ringan
Mesin tetap neroperasi dan aman, hanya terjadi sangat
sedikit ganggguan peralatan yang tidak berarti. Akibat
hanya dapat diketahui oleh operator yang
berpengalaman.
Proses berada dalam
pengendalian, hanya
membutuhkan sedikit
penyesuaian.
3 Akibat ringan
Mesin tetap beroperasi dan aman, hanya sedikit terjadi
gangguan. Akibat diketahui oleh rata rata operator.
Proses telah berada diluar
pengendalian,
membutuhkan beberapa
penyesuaian.
4 Akibat minor
Mesin tetap beroperasi dan aman, namun terdapat
gangguan kecil. Akibat diketahui oleh semua operator.
Kurang dari 30 menit
downtime atau tidak ada
kehiangan waktu
produksi.
5
Akibat
moderat
Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi menimbulkan
bebarapa kegagalan produk. Operator merasa tidak
puas karena kinerja kurang.
30 60 menit downtime





23
Tabel 2.1 Tingkatan Severity (lanjutan)
6 Akibat
signifikan
Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi menimbulkan
kegagalan produk. Operator merasa sangat tidak puas
dengan kinerja mesin.
1 2 jam downtime
7 Akibat major Mesintetap beroperasi dan aman, tetapi tidak dapat
dijalankan secara penuh. Operator merasa sangat tidak
puas.
2 4 jam downtime
8 Akibat ekstrem Mesin tidak dapat beroperasi, telah kehilangan fungsi
utama mesin.
4 8 jam downtime
9 Akibat serius Mesin gagal beroperasi, serta tiodak sesuai dengan
peraturan keselamatan kerja.
> 8 jam downtime
10 Akibat
berbahaya
Mesin tidak layak dioperasikan, karena dapat
menimbulkan kecelakaan secara tiba tiba,
bertentangan dengan peraturan keselamatan kerja.
> 8 jam downtime


24
2. Occurrence
Frekuensi terjadinya kegagalan (occurrence). Frekuensi
terjadinya kegagalan ini dapat dilihat dalam table 2.6.2 sebagai
berikut :
Tabel 2.2 Tingkatan Occurrence
Ranking Kejadian Kriteria Verbal Tingkat
Kejadian
Kerusakan
1 Hampir
tidak
pernah
Kerusakan hampir
tidak pernah terjadi
Lebih besar
daripada 10.000
jam
2 Remote Kerusakan mesin
jarang terjadi
6.001 10.000
jam operasi
3 Sangat
sedikit
Kerusakan mesin
terjadi sangat sedikit
3.001 6000
jam operasi
4 Sedikit Kerusakan mesin
terjadi sedikit
2.002 3000
jam operasi
5 Rendah Kerusakan mesin
terjadi pada tingkat
rendah
1.001 2000
jam operasi
6 Medium Kerusakan terjadi
pada tingkat
medium
401 1000 jam
operasi
7 Agak
tinggi
Kerusakan terjadi
agak tinggi
101 400 jam
operasi
8 Tinggi Kerusakan terjadi
tinggi
11 100 jam
operasi










25
Tabel 2.2 Tingkatan Occurrence (lanjutan)
9 Sangat
tinggi
Kerusakan terjadi
sangat tinggi
2 10 jam
operasi
10 Hampir
selalu
Kerusakan mesin
selalu terjadi
Kurang dari jam
operasi


3. Detection
Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan
mengendalikan/mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Nilai
detection dapat dilihat dalam table 2.6.3 berikut :
26
Tabel 2..3 Tingkatan Detection
Ranking Akibat Kriteria Verbal
1
Hampir
pasti
Perawatan preventif akan selalu mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme
kegagalan dan mode kegagalan
2
Sangat
Tinggi
Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat tinggi untuk mendeteksi penyebab
potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan
3 Tinggi
Perawatan preventif memiliki kemungkinan tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial
atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan
4
Moderate
Higly
Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderate higly untuk mendeteksi penyebab
potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan
5 Moderate
Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderate untuk mendeteksi penyebab
potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan
6 Rendah
Perawatan preventif memiliki kemungkinan rendah untuk mendeteksi penyebab
potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan
7 Sangat
Rendah
Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat rendah untuk mendeteksi penyebab
potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan
8 Remote Perawatan preventif memiliki kemungkinan remote untuk mendeteksi penyebab
potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan





27
Tabel 2..3 Tingkatan Detection (lanjutan)
9
Very
Remote
Perawatan preventif memiliki kemungkinan very remote untuk mendeteksi penyebab
potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan
10 Tidak Pasti
Perawatan preventif akan selalu tidak mampu untuk mendeteksi penyebab potensial atau
mekanisme kegagalan dan mode kegagalan

28
4. Risk Priority Number (Angka Prioritas Resiko/RPN)
RPN merupakan produk matematis dari keseriusan
effect(severity), kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan
kegagalan yang berhubungan dengan effect (occurrence), dan
kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi pada
pelanggan (detection). RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan
sebagai berikut :

RPN = Severity * Occurrence * Detection

Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan
yang dianggap beresiko inggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan
perbaikan.

Anda mungkin juga menyukai