Anda di halaman 1dari 2

FKIK UNSOED, CATMING Suasana Ruang 4, Gedung B, kompleks FKIK masih nampak sepi saat waktu menunjukkan pukul

l 15.30WIB. Hanya tampak kesibukan pihak Badan Eksekutif Mahasiswa Kesehatan Masyarakat (BEM KESMAS, red.) tengah mempersiapkan segala sesuatu menjelang kajian intelektual Ada Apa Dengan Tarif (Baru) UHC dan beberapa pembicara duduk di baris kursi paling depan. Untuk diketahui, Unit pelayanan kesehatan UNSOED yang semula dikenal dengan Soedirman Health Center (SHC) telah berganti nama menjadi UNSOED Health Center(UHC). Unit ini merupakan salah satu fasilitas kampus UNSOED yang bertujuan melayani kesehatan seluruh mahasiswa UNSOED. Disamping itu, UHC juga melayani masyarakat umum karena merupakan Badan Layanan Umum (BLU). Seperti dilansir BEM KESMAS, SHC tidak hanya berganti nama tetapi juga akan segera memiliki gedung baru yang lebih besar bertempat di lahan lama KOPKUN di seberang pertigaan FISIP. Selain itu UHC juga berniat membangun apotik dan UGD guna menunjang pelayanan. Kebijakan baru pun terjadi dalam hal tarif dimana semula mahasiswa dibebaskan biaya pelayanan selama satu tahun bagi angkatan 2007 hingga empat tahun bagi angatan 2008, dan bagi angkatan 2009 dapat menggunakan jasa layanan kesehatan selama berstatus mahasiswa tanpa pungutan biaya, kini diberlakukan tarif bagi seluruh mahasiswa sebesar Rp10.000,- untuk dokter umum dan Rp12.500,- untuk pelayanan dokter gigi. Acara dimulai sekitar pukul 16.00WIB dengan Arih Diyaning Intiasari, SKm. MPH. bertindak sebagai pembicara pertama. Dijelaskan bahwa SHC atau kini berganti nama menjadi UHC merupakan salah satu bentuk asuransi kesehatan yang disediakan UNSOED bagi seluruh mahasiswanya. Dosen Ekonomi Kesehatan Kesmas ini lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam sebuah asuransi kesehatan, bila premi lebih kecil dibanding biaya layanan maka perusahaan asuransi berhak untuk membebankan kekurangan biaya kepada peserta. Dalam perusahaan asuransi kesehatan, bila premi lebih kecil dibanding biaya layanan maka perusahaan berhak untuk membebankan kekurangan biaya itu kepada peserta dengan mekanisme cost sharing, co payment, atau deductible dengan sepengetahuan peserta di awal kontrak polis disepakati. Terang wanita berjilabab ini ditengah pemaparan materi yang disampaikan. Hal senada juga seolah diamini oleh pembicara selanjutnya, Dr. Joko Mulyanto. Pria yang bertindak sebagai direktur UHC ini memaparkan bahwa memang pada hakikatnya pelayanan UKC tidak gratis. bukan gratis, hanya saja mahasiswa tidak mengetahui bahwa sebenarnya mahasiswa membayar premi yang pembayarannya dilakukan dimuka. Dimasukkan dalam dana paket di awal tahun akademik. Ungkapnya. Tahun akademik 2008-2009, diputuskan universitas dana BPKM masuk dana pendamping, dianggarkan Rp25.000,- per mahasiswa per semester berlaku selama masa studi. Tambahnya. Namun dalam

perjalanannya, dana pendamping angkatan 2008-2009 mulai semester 4 ditarik. Penghapusan dana pendamping ini pula yang menurutnya turut menjadi sebab kenapa akhirnya mahasiswa harus membayar untuk menggunakan fasilitas pelayanan UHC. Ketika ditanya untuk apa alokasi tarif tersebut, Dr. Joko Mulyanto, MSc., menjelaskan bahwa uang tersebut akan digunakan untuk menutupi biaya pengadaan obat. jadi uang sepuluh ribu itu digunakan untuk mensubsidi atau menambahi biaya obat. Karena obat itu komponen biaya yang paling mahal. Ujarnya disela-sela acara. Apakah permi harus diambil dari mahasiswa, apakah tidak bisa diambil dari sumber lain? Lah wong yang pake (obat) mahasiswa kok, kan gitu. Tegas direktur UHC ini. |jey.

Anda mungkin juga menyukai