Anda di halaman 1dari 52

TNJAUAN PU8TAKA

Ka;iav ratva.i aav Reritati.a.i Kebi;a/av Peverivtab Di


iaavg Koera.i aav |KM

2.1. Kebi]akan Publik
ebuah kebijakan adalah sebuah rencana tindakan yang sengaja dibuat untuk
memandu keputusan dan mencapai tujuan-tujuan yang rasional. 1erminologi
kebijakan dapat diaplikasikan kepada pemerintahan, organisasi dan kelompok di sektor
swasta, dan indiidu. Kebijakan berbeda dari peraturan atau hukum. Jika hukum
dapat menyuruh atau melarang perilaku tertentu, maka kebijakan hanya memberikan
panduan bertindak menuju hal-hal yang paling mungkin dilakukan untuk mencapai
hasil yang diharapkan.
Kebijakan atau Studi Kebijakan biasanya juga mengacu pada proses pembuatan
keputusan-keputusan penting dalam sebuah organisasi, termasuk identiikasi dari
beragam alternati, dan pemilihan salah satu diantaranya berdasarkan dampak yang
akan dihasilkan. Kebijakan dapat diahami sebagai mekanisme politik, manajemen,
keuangan, dan administrasi untuk mengatur untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Bab
2
S

Bab 2. Tin]auan Pustaka
11
11

2.1.1. Definisi Kebi]akan


Deinisi dari kebijakan dan kajian-kajian yang dilakukan dalam wilayah kebijakan
umumnya dilaksanakan dari sudut pandang kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah,
atau kebijakan publik. Beberapa deinisi dan karakteristik kunci dari kebijakan telah
diidentiikasi, dan kebanyakan berada dalam kerangka perumusan kebijakan
pemerintah. Meskipun kebijakan dapat juga diaplikasikan dalam organisasi lain,
seperti perusahaan dan organisasi nirlaba, namun okus dari kebijakan selalu pada
pemerintahan.
Menurut \illiam Jenkins dalam Policy Analysis: A Political and Organizational
Perspectie ,198,, sebuah kebijakan adalah a set o interrelated decisions taken by a
political actor or group o actors concerning the selection o goals and the means o
achieing them within a speciied situation where those decisions should, in principle,
be within the power o those actors to achiee` - ,satu set keputusan yang saling
berhubungan yang dilakukan oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor
mempertimbangkan pemilihan dari tujuan dan cara untuk mencapainya dalam situasi
tertentu dimana keputusan tersebut harus, secara prinsip, ada dalam lingkup kekuasaan
yang dapat dicapai oleh aktor-aktor tersebut,.
Menurut 1homas Birkland in .v vtroavctiov to tbe Potic, Proce.. ,2001,, tidak ada
consensus yang jelas tentang deinisi kebijakan. Birkland kemudian menyebutkan
beberapa deinisi dari kebijakan sebagai berikut,
1erminologi kebijakan publik merujuk pada tindakan pemerintah dan
keinginan yang menentukan tindakan-tindakan tersebut ,"1be terv vbtic otic,
atra,. refer. to tbe actiov. of gorervvevt ava tbe ivtevtiov. tbat aetervive tbo.e actiov.",. -
Clarke L. Cochran, et al.
Kebijakan publik adalah hasil dari perjuangan dalam pemerintahan melawan
siapa memperoleh apa ,"Pvbtic otic, i. tbe ovtcove of tbe .trvggte iv gorervvevt orer
rbo get. rbat".,-Clarke L. Cochran, et al.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
12
12

Kebijakan publik adalah apapun yang pemerintah pilih untuk melakukan atau
untuk tidak melakukan. ,Public policy is "!baterer gorervvevt. cboo.e to ao or vot to
ao", -1homas Dye
Kebijakan publik meliputi keputusan politik untuk mengimplementasikan
program-program untuk mencapai tujuan masyarakat ,"Pvbtic otic, cov.i.t. of
otiticat aeci.iov. for ivtevevtivg rograv. to acbiere .ocietat goat."., -Charles L.
Cochran and Lloise l. Malone
Secara sederhana, kebijakan publik adalah keseluruhan kegiatan pemerintah,
baik yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung, yang mempengaruhi
kehidupan warganegara ,"Stated most simply, public policy is the sum o
goernment actiities, whether acting directly or through agents, as it has an
inluence on the lie o citizens"., -B. Guy Peters
Berbeda dengan kajian politik yang telah memiliki sejarah yang panjang, maka kajian
sistematik mengenai kebijakan publik baru dimulai di abad ke 20 ini. \aitu ketika
ilmuwan politik Charles Merriam mencoba menghubungkan antara teori dan praktik
politik untuk memahami kegiatan pemerintah. Beberapa pihak berpendapat saat
tersebut merupakan milestone awal dari ilmu kajian kebijakan publik.
2.1.2. Dampak dari Kebi]akan
Dampak yang Diharapkan
1ujuan dari sebuah kebijakan dapat beragam tergantung dari organisasi dan konteks
pembuatannya. Secara umum, kebijakan biasanya dibuat dalam rangka menghindari
dampak negati yang telah dikenali dalam organisasi, atau untuk mendorong dampak
positi,beneit.
Kebijakan pembelian perusahaan dapat menjadi contoh bagaimana sebuah organisasi
berusaha menghindari dampak negati. Banyak perusahaan besar memiliki kebijakan
bahwa semua pembelian diatas nilai tertentu harus dilakukan melalui proses tertentu.
Dengan mensyaratkan standar proses pembelian melalui kebijakan, organisasi dapat
membatasi kemubaziran dan menstandarkan cara pembelian dilakukan.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
13
13

Negara bagian Caliornia di Amerika Serikat memberikan contoh kebijakan yang


mendorong dampak positi,beneit. Saat ini, populasi kendaraan hybrid di Caliornia
meningkat pesat, hal ini didorong oleh kebijakan pemerintah setempat untuk memberi
potongan pajak sebesar USD 1500 dan memperbolehkan kendaraan jenis hybrid
menggunakan jalur Busway. Dalam kasus ini, organisasi ,pemerintah negara bagian
Caliornia, menciptakan dampak menguntungkan ,meningkatnya pemilikan kendaraan
hybrid, melalui kebijakan ,pengurangan pajak, pembolehan jalur busway,.
Dampak yang Tidak Diharapkan
Kebijakan kadang kala memiliki eek sampingan atau konsekuensi yang tidak
diharapkan. Karena lingkungan yang dicoba dimanipulasi oleh kebijakan adalah sistem
yang adapti dan kompleks ,misalnya pemerintahan, masyarakat, perusahaan besar,,
maka perubahan kebijakan dapat memberikan hasil yang berlawanan. Misalnya,
pemerintah ingin membuat kebijakan untuk menaikkan pajak, dengan harapan
meningkatkan penerimaan dari pajak. 1ergantung dari besarnya tingkat kenaikan,
kebijakan ini dapat menghasilkan dampak menurunnya penerimaan pajak karena
terjadinya capital light atau karena kenaikan pajak begitu tinggi, warganegara menjadi
memilih untuk menerima uang yang tidak terkena pajak.
Proses ormulasi kebijakan biasanya meliputi tahapan penilaian semua kemungkinan
dampak yang mungkin terjadi, untuk memperkecil eek samping ini. Namun, dalam
lingkungan yang adapti ini, hampir tidak mungkin menduga seluruh kemungkinan
yang akan terjadi.
2.1.3. 8iklus Kebi]akan
Dalam ilmu politik, siklus kebijakan adalah alat yang digunakan untuk menganalisis
perkembangan sebuah butir kebijakan. Siklus kebijakan dapat pula merujuk pada
pendekatan tahapan yang dilaksanakan untuk menyusun sebuah kebijakan. Setidaknya
ada dua siklus yang dapat diketahui dari kajian literatur yang dilakukan, salah satu ersi
yang siklus adalah sebagai berikut: ,1, Penetapan agenda ,identiikasi masalah,, ,2,
Penyusunan kebijakan, ,3, Pembuatan keputusan, ,4, Implementasi kebijakan, dan ,5,
Analisis dan ealuasi kebijakan ,lanjutkan atau hentikan,

Bab 2. Tin]auan Pustaka
14
14

Sedangkan siklus lain yang juga dapat digunakan adalah sebagai berikut ,Peter
Bridgman dan Glyn Dais, adalah ,1, Identiikasi issue, ,2, Analisis kebijakan, ,3,
Pengembangan instrumen kebijakan, ,4, Konsultasi ,dapat memasuki semua proses,,
,5, Koordinasi, ,6, Pembuatan keputusan, ,, Implementasi, dan ,8, Laluasi.
Regulatory mpact Analysis
Konsep regulatory impact analysis, atau RIA, adalah juga urutan-urutan sistematis dari
siklus kebijakan ini. Dalam RIA siklus yang dilalui biasanya adalah ,1, perumusan
masalah, ,2, identiikasi tujuan, ,3, identiikasi alternati penyelesaian masalah, ,4,
analisis manaat dan biaya, ,5, Komunikasi dengan stakeholder ,dapat dilaksanakan di
semua tahapan,, ,6, Penentuan opsi terbaik dalam menyelesaikan masalah, dan ,,
perumusan strategi implementasi kebijakan. Dalam RIA, antara langkah ke dua dan ke
tiga dapat diselipkan kegiatan penilaian resiko sebagai tambahan inormasi kepada
proses penciptaan alternati penyelesaian.
Disamping untuk tujuan penyusunan kebijakan, RIA juga dapat digunakan untuk
melakukan reiew kebijakan. Penjelasan mengenai reiew dan analisis kebijakan akan
disajikan lebih banyak dalam sub bab 2.2.
2.1.4. si Kebi]akan
Kebijakan biasanya diumumkan melalui dokumen tertulis resmi. Dokumen tersebut
memiliki ormat standar. Meskipun ormat dapat berbeda, dokumen kebijakan
biasanya meliputi komponen-komponen berikut:
Sebuah pernyataan tu]uan, yang meringkaskan mengapa organisasi
mengeluarkan kebijakan dan dampak yang diharapkan terjadi.
Sebuah pernyataan ruang lingkup dan penerapannya, menggambarkan siapa
yang terkena kebijakan dan tindakan apa yang diharapkan dilakukan oleh
kebijakan. Bagian ini juga akan menunjukkan pengecualian dari kebijakan
terhadap orang, organisasi, atau tindakan tertentu.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
15
15

Tanggal efektif yang menunjukkan kapan kebijakan akan mulai diterapkan.


Kebijakan dapat pula diberlakukan surut meskipun jarang terjadi.
Bagian penanggung]awab, menunjukkan pihak-pihak dan organisasi mana
saja yang bertanggung jawab untuk menjalankan kebijakan.
Bagian pernyataan kebi]akan adalah bagian utama yang mencantumkan
secara rinci peraturan, persyaratan, atau modiikasi terhadap perilaku organisasi
yang ingin dicapai oleh kebijakan.
Beberapa kebijakan kadang mencantumkan bagian tambahan berupa:
Latar belakang yang memaparkan kenapa kebijakan disusun, dan
Definisi yang mencantumkan deinisi dari konsep-konsep,terminologi utama
yang ada dalam kebijakan untuk menghindari salah pengertian dari pembaca
kebijakan
2.1.5. Tipologi Kebi]akan
Kebijakan diharapkan dapat mempengaruhi dunia nyata, dengan memandu keputusan
yang akan dibuat. Baik tertulis ataupun tidak, semua organisasi memiliki kebijakan
yang dapat diidentiikasi.
Kebijakan dapat diklasiikasikan dalam beberapa typology. Secara umum, kebijakan
yang dikelompokkan menurut dampaknya terhadap anggota organisasi akan memiliki
bentuk distributie, regulasi, atau konstituen.
Kebi]akan Distributif
Kebijakan distributie atau alokati membagikan barang dan jasa kepada anggota
organisasi, termasuk juga membagikan biaya barang,jasa diantara anggota organisasi.
Misalnya kebijakan pemerintah dalam pendidikan dan pembangunan jalan raya.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
16
1

Kebi]akan Regulasi
Kebijakan regulasi, atau mandate, adalah kebijakan yang membatasi sekelompok
indiidu dan lembaga, atau sebaliknya, memaksa jenis perilaku tertentu. Kebijakan
regulasi biasanya paling berhasil dijalankan jika perilaku baik,mendukung dapat dengan
mudah dipantau dan perilaku buruk,menentang dapat dengan mudah diatur dan
dihukum dengan denda atau sanksi. Contoh kebijakan regulasi yang seharusnya
berhasil dilaksanakan adalah kebijakan pembatasan kecepatan di jalan raya.
Kebi]akan Konstituen
Kebijakan konstituen menghasilkan kelompok yang memiliki kekuatan eksekuti
karena hukum.
Kebi]akan Campuran
Kebijakan adalah dinamis, mereka tidak hanya datar tujuan atau hukum yang statis.
Cetak biru kebijakan harus diimplementasikan, kadang dengan hasil yang tidak
diharapkan. Kebijakan sosial adalah kebijakan yang dilaksanakan di masyarakat dan
kadang bentuknya telah berubah dari apa yang dibicarakan dalam tahapan legislasi.
2.1.6. Kebi]akan, Kebi]akan Publik dan Kebi]akan
Pemerintah
Ketika terminologi kebijakan digunakan, maka ia dapat merujuk pada:
Kebijakan resmi pemerintah ,undang-undang atau peraturan yang mengatur
bagaimana hukum harus dijalankan, - ini yang umumnya terjadi.
Ide dan tujuan umum dari maniesto politik dan selebaran
Kebijakan perusahaan atau organisasi untuk topik tertentu
Berdasarkan kumpulan deinisi dan penjelasan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa
terminologi kebijakan lebih banyak mengacu pada pengertian kebijakan publik, yang
merupakan produk hukum pemerintah dalam memandu warganegaranya untuk

Bab 2. Tin]auan Pustaka
17
17

mencapai tujuan-tujuan tertentu. Karena itu kebijakan publik, biasanya, sama dengan
kebijakan pemerintah.
Jenis Kebi]akan Pemerintah di ndonesia
Di Indonesia, Kebijakan Pemerintah kemudian diwujudkan dalam bentuk tata
peraturan perundang-undangan yang diharapkan dapat memandu jalannya pelaksanaan
kenegaraan, pemerintahan, perlindungan masyarakat, dan pembangunan. Kebijakan
pemerintah ini meliputi:
Undang-Undang Dasar
Undang-Undang
Peraturan Pemerintah
Keputusan Presiden
Peraturan Presiden
Instruksi Presiden
Peraturan dan keputusan Menteri
Peraturan Daerah
Dan peraturan-peraturan lain yang bermaksud memandu perilaku warganegara
untuk mencapai tujuan pembangunan tertentu, yang lebih rendah tingkatannya
2.2. Analisis Kebi]akan Publik
Menurut Dunn, analisis kebijakan adalah aktiitas intelektual dan praktis yang
ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan
pengetahuan tentang dan dalam proses kebijakan. Analisis kebijakan adalah disiplin
ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode pengkajian dalam konteks

Bab 2. Tin]auan Pustaka
18
18

argumentasi dan debat politik untuk menciptakan secara kritis menilai dan
mengkomunikasikan pengetahuan yang relean dengan kebijakan. Analisis kebijakan
adalah suatu aktiitas intelektual yang dilakukan dalam proses politik. Analisis
kebijakan tidak dimaksudkan menggantikan politik dan membangun elit teknokratis.
Menurut \eimer & Vining, ada 2 alasan dilakukannya analisis kebijakan yaitu ,1,
Kegagalan pasar ,market ailure,. Diidentiikasi meliputi : barang publik, eksternalitas,
monopoli natural, dan inormasi yang asimetris, dan ,2, Kegagalan pemerintah
,goernment ailures,.
Analisis kebijakan diletakkan pada konteks sistem kebijakan, yang dapat digambarkan
sebagai berikut:
Bagan 2. 1. Sistem Kebijakan Publik





Metode analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai
dalam pemecahan masalah manusia, yaitu:
1. Definisi: menghasilkan inormasi mengenai kondisi-kondisi yang
menimbulkan masalah kebijakan
2. Prediksi: menyediakan inormasi mengenai konsekuensi di masa
mendatang dari penerapan alternati kebijakan, termasuk jika tidak
melakukan sesuatu.
3. Preskripsi: menyediakan inormasi mengenai nilai konsekuensi alternati
kebijakan di masa mendatang.
Pelaku
Kebijakan
Lingkungan
Kebijakan
Kebijakan
Publik

Bab 2. Tin]auan Pustaka
19
19

4. Deskripsi: menghasilkan inormasi tentang konsekuensi sekarang dan


masa lalu dari diterapkannya alternati kebijakan
5. Evaluasi: kegunaan alternati kebijakan dalam memecahkan masalah.
Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin ilmu dengan tujuan
memberikan inormasi yang bersiat deskripti, ealuati dan,atau preskripti. Analisis
kebijakan menjawab tiga macam pertanyaan, yaitu:
1. Nilai, yang pencapaiannya merupakan tolok ukur utama untuk menilai
apakah suatu masalah sudah teratasi
2. lakta, yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan
pencapaian nilai-nilai
3. 1indakan, yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai.
Analis kebijakan dapat menggunakan salah satu atau kombinasi dari ketiga pendekatan
analisis ini, yaitu empiris, aluati dan,atau normati. Ketiga pendekatan tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
1abel 2. 1. Pendekatan Dalam Analisis Kebijakan Publik
PLNDLKA1AN PLR1AN\AAN U1AMA 1IPL INlORMASI
Lmpiris Adakah dan akankah ada ,akta, Deskripti dan preskripti
Valuati Apa manaatnya ,nilai, Laluati
Normati Apakah yang harus diperbuat ,aksi, Preskripti

Analisis kebijakan juga dapat dibedakan menjadi analisis ro.e/tif atau e o.t yang
merupakan produksi dan transormasi inormasi .ebetvv aksi kebijakan dimulai dan
diimplementasikan, dan transormasi inormasi .e.vaab aksi kebijakan. Di antara
keduanya, Dunn menyebutkan analisis terivtegra.i, yaitu produksi dan transormasi
inormasi bai/ .ebetvv vavvv .e.vaab aksi kebijakan.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
20
20

Argumen Kebi]akan
Argumen kebijakan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu yang desainati ,ae.igvatire,
- yang okus pada akta-akta empirik, ealuati - mempersoalkan nilai-nilai, dan
adokati - mempersoalkan tindakan. Di sini akan terlihat bahwa terdapat kesejajaran
antara ae.aivatif dan ae./ritif, persamaan dalam eratvatif, dan kesejajaran antara aaro/atif
dan re./ritif.
Menurut Dunn, argumen kebijakan berisikan enam unsur, yaitu IC\BRQ, ,1,
inormasi yang relean dengan kebijakan ,I ~ ivforvatiov,, ,2, pernyataan kebijakan ,C
~ Ctaiv,, ,3, pembenaran ,\ ~ rarravt,, atau ,4, dukungan ,B ~ bac/ivg,. Atau, ,5,
sanggahan ,R ~ rebvtat,, dan ,6, syarat ,Q ~ qvatifier,. Sementara itu cara argumen
kebijakan dibagi menjadi delapan, yaitu:
1. Otoritati, yaitu pernyataan kebijakan yang didasarkan pada argumen pihak
berwenang.
2. Statistikal, didasarkan pada argumen sampel dari populasi yang menjadi
target kebijakan.
3. Klasiikasional, yang didasarkan pada klasiikasi target kebijakan.
4. intuiti, yang didasarkan pada pengetahuan terpendam` pembuat
kebijakan.
5. Analisentrik, yang didasarkan pada metodologi yang dianggap alid.
6. Lksplanatorik, yang didasarkan pada hubungan sebab-akibat.
7. Pragmatis, yang didasarkan pada analogi-analogi atau kasus-kasus yang
sama.
8. Kritik-nilai, didasarkan pada etika atau berkenaan dengan nilai bai/ dan
bvrv/.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
21
21

2.2.1. Proses Analisis Kebi]akan


Langkah umum dalam melakukan analisis kebijakan adalah ,1, perumusan masalah, ,2,
identiikasi tujuan, ,3, identiikasi alternati penyelesaian masalah, ,4, analisis manaat
dan biaya, ,5, Komunikasi dengan stakeholder ,dapat dilaksanakan di semua tahapan,,
,6, Penentuan opsi terbaik dalam menyelesaikan masalah, ,, perumusan strategi
implementasi kebijakan dan ,8, memonitor dan mengealuasi kebijakan. Dalam RIA,
antara langkah ke dua dan ke tiga dapat diselipkan kegiatan penilaian resiko sebagai
tambahan inormasi kepada proses penciptaan alternati penyelesaian.
Tahap 1: Merumuskan Masalah
Masalah kebijakan adalah nilai, kebutuhan atau kesempatan yang belum terpenuhi,
yang dapat diidentiikasi, untuk kemudian diperbaiki atau dicapai melalui tindakan
publik. Masalah kebijakan mempunyai beberapa ciri, yaitu: ,1, 1erdapat saling
ketergantungan antar masalah kebijakan, ,2, Mempunyai subyektiitas, ,3, Buatan
manusia, karena merupakan produk penilaian subyekti dari manusia., ,4, Bersiat
dinamis.
lase-ase perumusan masalah kebijakan dapat disusun sebagai berikut: ,1, Pencarian
masalah, ,2, Pendeinisian masalah, ,3, Spesiikasi masalah, dan ,4, Pengenalan
masalah.
Dalam pelaksanaan pemahaman masalah, \eimar dan Vining menyarankan perlunya
raming yang okus pada 2 kemungkinan a/ar va.atab, apakah goernment ailure
ataukah market ailure dalam pola aeci.iov tree berikut. Kegiatan raming ini dapat
dibantu dengan menggunakan aeci.iov tree seperti yang disajikan dalam bagan 2.2.
Tahap 2: dentifikasi tu]uan {sasaran} kebi]akan
Dalam tahap ini analis kebijakan berusaha mengetahui sasaran yang ingin dicapai
pemerintah melalui penerbitan kebijakan. Dalam beberapa kasus, sasaran suatu
kebijakan tentu saja adalah untuk menyelesaikan masalah` yang sudah diidentiikasi
pada tahap tersebut di atas. Namun dalam banyak kasus, suatu masalah` mungkin
cukup pelik dan rumit sehingga tidak bisa diselesaikan hanya dengan satu tindakan
,kebijakan, saja. Dalam keadaan demikian, maka kebijakan pemerintah biasanya dibuat

Bab 2. Tin]auan Pustaka
22
22

memang hanya ditujukan untuk mengatasi .ebagiav dari masalah yang dihadapi. Oleh
karena itu, analis kebijakan harus mengidentiikasikan dengan jelas sasaran yang ingin
dicapai oleh kebijakan tersebut.
Bagan 2. 2. Deci.iov 1ree \eimar-Vining










Pertanyaan yang perlu dicarikan jawabnya, antara lain, Apakah tujuan ,sasaran,
pemerintah dalam menerbitkan kebijakan Apakah sasaran kebijakan tersebut untuk
menyelesaikan .ebagiav dari, atau keseluruhan, permasalahan yang dihadapi ,problem
biasanya cukup kompleks, sehingga diperlukan beberapa kebijakan untuk
menyelesaikan problem secara menyeluruh,. Selain itu, analis juga perlu melihat apakah
pemerintah memiliki kewenangan mengeluarkan kebijakan tersebut dan apakah
kebijakan tersebut konsisten dengan undang-undang dan peraturan lainnya.
Identiikasi sasaran ini kadang membutuhkan kegiatan peramalan atau foreca.tivg untuk
membuat inormasi aktual tentang situasi sosial di masa depan atas dasar inormasi
yang telah ada tentang masalah kebijakan. Peramalan menjadi penting agar alternati
No
\es
No
\es
No
\es
No
\es
\es
No
No
\es
Does theory
suggest there would
be market ailure i
operating market
Does goernment
interention correct
market ailure
Goernment ailure : consider
deregulation, legalization,
priatization, etc
Analysis o type and nature o
goernment ailure
Goernment works! Search or
incremental improements
Market ailure and goernment ailure :
search or superior goernment
interentions and compare their costs
to the costs o market ailure
Is there eidence o
market ailure
Market ailure
Market optimal
Is there also passie`
goernment ailure
Market ailure : compare
costs o market ailure to
costs o optimal
goernment interention
Market can be improed by
eliminating goernment
ailure
Market \orks! Let it alone Also goernment ailure
Analysis traditional
market ailure and
other limitations o the
competite ramework
Is there an
operational
market

Bab 2. Tin]auan Pustaka
23
23

yang dibuat menjadi semakin relean dengan situasi yang akan dihadapi ketika
kebijakan benar-benar diimplementasikan. Peramalan mengambil tiga bentuk, yaitu:
Peramalan ekstrapolasi, yaitu ramalan yang didasarkan atas ekstrapolasi hari ini
ke masa depan. Produknya disebut proyeksi. 1eknik yang digunakan antara
lain analisis antar-waktu, estimasi tren linear, pembibitan eksponensial,
transormasi data, dan katastroi metodologi. Peramalan ini menggunakan tiga
asumsi dasar, yaitu: persistensi ,pola yang diamati di masa lampau akan tetap
ditemui di masa depan,, keteraturan ,isi di masa lalu sebagaimana ditunjukkan
oleh kecenderungan akan terulang secara ajeg di masa depan, dan reliabilitas-
aliditas data.
Peramalan teoritis, yaitu ramalan yang didasarkan pada suatu teori, dan
produknya disebut prediksi. 1eknik yang digunakan antara lain pemetaan teori,
model kausal, analisis regresi, estimasi titik dan interal, dan analisis korelasi.
Apabila peramalan ekstrapolati menggunakan logika ivav/tif, peramalan
teoritis menggunakan logika aeav/tif.
Peramalan penilaian pendapat, yaitu ramalan yang didasarkan pada penilaian
para ahli atau pakar, dan produknya disebut perkiraan ,cov;evctvre,. 1eknik yang
digunakan antara lain Delphi kebijakan, analisis dampak silang dan penilaian
isibilitas ,kelayakan,. 1eknik peramalan penilaian pendapat ,;vagvevtat
foreca.tivg, berusaha memperoleh dan mensintesiskan pendapat-pendapat para
ahli. Logika yang digunakan bersiat retroav/tif karena analisis dimulai dengan
dugaan tentang suatu keadaan, dan kemudian berbalik ke data atau asumsi
yang digunakan untuk mendukung dugaan tersebut. Meskipun pada praktiknya
ketiga logika tersebut ,indukti, dedukti dan retrodukti, tidak dipisahkan satu
sama lain.
Dalam hal peramalan, ada sejumlah tantangan yang dihadapi, yaitu yang berkenaan
dengan akurasi ramalan, kondisi komparati masa depan dan konteks.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
24
24

Tahap 3: Penilaian risiko


Pada tahap ini, analis melakukan a..e..vevt terhadap risiko yang mungkin timbul dalam
berbagai .cevario ,risiko jika .tatv. qvo dan risiko jika pemerintah mengeluarkan
kebijakan,. Risiko adalah erevt. atau circvv.tavce. ,kejadian atau keadaan, yang dapat
mempengaruhi,menghalangi tercapainya tujuan. Pemilihan perlu tidaknya pemerintah
melalukan interensi dapat ditentukan dengan melihat besarnya ,vagvitvae, risiko.
Magvitvae of ri./ merupakan kombinasi antara kemungkinan terjadinya risiko tersebut
;robabitit,) dan besarnya dampak jika risiko tersebut terjadi ,ivact,. Penilaian risiko ini
dapat dilakukan secara kuantitati maupun kualitati.
Penilaian risiko dapat dilakukan pada tahapan perumusan masalah, identiikasi tujuan,
maupun pada tahapan pemilihan alternati. Pada tahapan pemilihan alternati, a..e..vevt
dan pengukuran risiko bermanaat untuk melihat alternati manakah yang paling baik
dalam mengurangi risiko.
Penilaian risiko ini belum tentu harus dilakukan pada setiap reiew regulasi. Dalam
kebanyakan kasus, tahap ini tidak perlu dilakukan secara eksplisit. Oleh karena itu,
manual ini tidak membahas penilaian risiko dalam satu bab tersendiri. Penilaian risiko
dijelaskan dalam lampiran manual reiew regulasi ini.
Tahap 4: dentifikasi alternatif {opsi} penyelesaian masalah
Pada tahap ini, analis kebijakan me-reiew pengembangan alternati tindakan ,opsi,
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah diidentiikasi.
lokus reiew dalam tahap ini adalah melihat apakah pemerintah telah
mempertimbangkan seluruh opsi ,alternati tindakan, yang tersedia.
Analis kebijakan juga harus memperhatikan apakah terdapat cara ,alternati tindakan,
lain yang lebih baik dan lebih jelas, yang dapat digunakan pemerintah untuk mencapai
tujuannya Bagaimana dengan alternati tidak melakukan apa-apa ,ao votbivg,. Dengan
melihat alternati penyelesaian masalah lainnya, kita dapat membandingkan dan
mempertimbangkan alternati manakah yang lebih baik dalam mencapai hasil yang
diinginkan.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
25
25

Tahap 5: Analisis manfaat dan biaya {costs/benefits}


Dalam tahap ini, analis kebijakan melakukan a..e..vevt atas manaat dan biaya
,keuntungan dan kerugian, untuk setiap opsi atau alternati tindakan yang penting,
dilihat dari sudut pandang pemerintah, masyarakat, konsumen, pelaku usaha, dan
ekonomi secara keseluruhan.
Analis kebijakan perlu mencari jawaban atas pertanyaan berikut ini:
a. Bagaimana pelaksanaan ,implementasi, kebijakan dalam prakteknya Untuk
menjawab pertanyaan ini, analis kebijakan perlu berbicara dengan pihak-pihak yang
terpengaruh oleh kebijakan, dan melakukan pengumpulan data.
b. Manaat apa sajakah yang diperoleh dari kebijakan tersebut
Apakah membuahkan hasil ,manaat, yang diinginkan oleh
pemerintah
Apakah menghasilkan manaat lainnya Jika ya, apakah manaat
tersebut
c. Biaya ,dampak, apa saja yang timbul dari ,implementasi, kebijakan tersebut
Biaya ,dampak, apakah yang harus ditanggung oleh pemerintah,
masyarakat, konsumen, pelaku usaha, dan ekonomi secara
keseluruhan
d. Apakah manaat kebijakan lebih besar dari biayanya
Pada analisis solusi, \eimar-Vining memilih untuk menggunakan ivte trvctvre
Coat.,.ttervatire. Matri seperti contoh seperti tampak dalam tabel 2.2:
Sebagai catatan, Preaictea ivact ava it. ratvatiov dapat dibuat secara kuantitati, ataupun
kalau tidak memungkinkan, dibuat kualitati dengan vitai atau criteria oor, gooa, dan
ecettevt.


Bab 2. Tin]auan Pustaka
26
2

1abel 2. 2. Matriks Alternati 1ujuan


GOAL CRI1LRIA POLIC\ AL1LRNA1IVL
Policy I ,Status Quo, Policy II Policy III
Goal A Criterion A1 Predicted Impact
and its aluation
Predicted Impact
and its aluation
Predicted Impact
and its aluation
Criterion A2 Predicted Impact
and its aluation
Predicted Impact
and its aluation
Predicted Impact
and its aluation
Criterion A3 Predicted Impact
and its aluation
Predicted Impact
and its aluation
Predicted Impact
and its aluation
Goal B Criterion B1 Predicted Impact
and its aluation
Predicted Impact
and its aluation
Predicted Impact
and its aluation
Criterion B2 Predicted Impact
and its aluation
Predicted Impact
and its aluation
Predicted Impact
and its aluation
Goal C Criterion C1 Predicted Impact
and its aluation
Predicted Impact
and its aluation
Predicted Impact
and its aluation

Tahap 6: Komunikasi {konsultasi} dengan stakeholders
Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang secara terus-menerus dikomunikasikan
kepada para .ta/ebotaer., terutama pelaksana yang menjalankan kebijakan di lapangan.
Konsultasi ini harus dilakukan dari mulai tahap awal perumusan kebijakan sampai
dengan tahap implementasi dan monitoring pelaksanaan kebijakan. Dalam model kita,
konsultasi sudah mulai dilakukan dalam tahap identiikasi masalah. Konsultasi pada
tahap ini bertujuan untuk memastikan bahwa pemerintah menangani masalah yang
tepat, dan bahwa persepsi pemerintah terhadap masalah yang dihadapi sama dengan
persepsi masyarakat, pelaku usaha, maupun .ta/ebotaer. lainnya.
Konsultasi pada tahap pengembangan alternati ,.te , terutama bertujuan untuk
mendapatkan masukkan mengenai o.i yang dapat dipilih, dan untuk menguji apakah
opsi tertentu dapat dijalankan secara layak ,ror/abte,. Dalam tahap analisis
costs,beneit ,.te 1,, konsultasi terutama bertujuan untuk mendapatkan masukkan
mengenai biaya ,kerugian atau kesulitan, dan manaat ,keuntungan, dari setiap opsi,
dan untuk mendapatkan /ovfirva.i apakah biaya,manaat yang diharapkan benar-benar
terwujud dalam praktiknya.
Tahap 7: Penentuan opsi {alternatif kebi]akan} terbaik
Setelah mempertimbangkan berbagai kemungkinan opsi tindakan, dan setelah
membandingkan berbagai biaya dan manaat dari opsi tersebut, maka tahap selanjutnya

Bab 2. Tin]auan Pustaka
27
27

adalah memilih opsi tindakan yang terbaik untuk mencapai sasaran dan menyelesaikan
masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. lungsi analis dalam tahap ini adalah
memastikan bahwa pemerintah telah membandingkan semua co.t.,bevefit. dan memilih
opsi yang paling eisien dan eekti.
\eimar-Vining memilih menggunakan model bevefitco.t. Dalam model ini kebijakan
harus dapat dikuantiikasi secara moneter ;vovetiea). 1ahapan dari model ini adalah :
1. Mengidentiikasikan ivact yang relean, setiap ivact diberikan klasiikasi
bevefit dan co.t bagi masing-masing.
2. Menghitung secara moneter ;vovetiea) impact tersebut, perhitungannya
antara lain menggunakan pendekatan oortvvit, co.t, rittivgve.. to a,, dan
aluasi output.
3. Melakukan diskon untuk ariable waktu dan risiko ,ai.covvtivg for tive ava
ri./,, dilakukan untuk menghitung koreksi impact yang dihitung secara
moneter tersebut di masa depan dengan mempertimbangkan actor waktu
dan risiko.
4. Memilih alternati kebijakan, merupakan langkah yang paling penting.
Karenanya, \eimar-Vining mengembangkan matriks pilihan kebijakan
sebagai berikut :
1abel 2. 3. Matriks Pilihan Kebijakan \eimar-Vining
COS1S
,millions o
dollars,
BLNLlI1S
,million o dollars,
NL1 BLNLlI1S
,millions o
dollars,
BLNLlI1S ,
COS1S
No Project 0 0 0 n.a
Project A 1 10 9 10
Project B 10 30 20 3
Project C 4 8 4 2
Project D 2 4 2 2
Project C and D 21 14 3
Project L 10 8 -2 0,8


Bab 2. Tin]auan Pustaka
28
28

\eimar-Vining mengemukakan bahwa karena eisiensi adalah .ati.atvv,a tujuan yang


relean, analis seharusnya memilih /ovbiva.i /ebi;a/av yang memaksimalkan bevefit.
Dalam contoh matriks diatas, kebijakan yang dipilih adalah Proyek A,B, C, dan D yang
memberikan vet bevefit. US>43 juta.
Apabila hanya memungkinkan .atv /ebi;a/av, dipilih Proyek B karena mempunyai
vavfaat sebesar US>20 juta. Apabila biaya yang tersedia maksimal US>10 juta, dipilih
Proyek A, C, dan D dengan vet bevefit. US>23 juta.
Metode lain untuk menentukan alternatie kebijakan yaitu eravatav dan eratva.i.
Analisis peramalan: e/.traota.i, voaetivg, dan ivtvitif. 1eknik peramalan ekstrapolasi yaitu
membuat proyeksi masa depan dengan menggunakan data masa kini dan tren yang
ada. Peramalan modeling teoritis, yaitu peramalan yang menggunakan pendekatan teori
tertentu. Sedangkan peramalan ivtvitif dilakukan dengan melakukan interiew kepada
ahli ,pakar, dengan dua prinsip utama, yaitu wawancara kepada yang benar-benar
mempunyai keahlian yang berkenaan dengan kebijakan, dan prinsip anonimitas.
1eknik ealuasi yang digunakan adalah:
1. 1eknik ai.covvtivg, yang menghitung uture alue impact dari suatu
kebijakan.
2. 1eknik tbree vea.vre. of efficievc,, yaitu teknik ealuasi yang
mengkombinasikan tiga ukuran eisiensi, yaitu ^ett Pre.evt 1atve, bevefit. co.t
ratio, dan ivtervat rate of retvrv. Ketiga ukuran ini sangat mudah ditemui pada
teknik pengambilan kebijakan inestasi atau restrukturisasi bisnis.
3. 1eknik .vati.i. ev.itirita., yaitu proses yang digunakan untuk menemukan
asumsi-asumsi yang bersiat kritikal atau sensitie terhadap analisis
Sensitiitas kebijakan perlu dianalisis berkenaan dengan penerimaan dari para aktor-
aktor politik. Proses ini disebut Analisis Politik. Analisis kelayakan politik ini menilai
aktor, motiasi, keyakinan, sumber daya, keeektian, dan lokasi.
Selain metode-metode analisis di atas, Patton dan Saicky memasukkan Analisis
Implementasi` bagian dari analisis kebijakan. Mengingat setiap alternatie kebijakan

Bab 2. Tin]auan Pustaka
29
29

harus dapat diimplementasikan maka Patton dan Saicky menegaskan bahwa


implementasi adalah bagian dari proses kebijakan.
Soren \inter ,1990, mengidentiikasikan empat ariable kunci yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi, yaitu ,1, proses ormasi kebijakan, ,2, perilaku organisasi
pelaku implementasi, ,3, perilaku birokrat pelaksana di tingkat bawah ,.treetteret
bvreavcrat.,, ,4, respons kelompok target kebijakan dan perubahan dalam masyarakat.
Keterbatasan Rasionalitas dalam Pemilihan Kebijakan
1ugas membuat rekomendasi kebijakan mengharuskan analis kebijakan menentukan
alternati yang terbaik dan vevgaa. Karenanya, prosedur analisis kebijakan berkaitan
dengan masalah etika dan moral. Rekomendasi pada dasarnya adalah pernyataan
adokasi, dan adokasi mempunyai empat pertanyaan yang harus dijawab, yaitu: ,1,
Apakah pernyataan adokasi tersebut dapat ditindaklanjuti ,actiovabte,, ,2, Apakah
pernyataan adokasi bersiat prospekti, ,3, Apakah pernyataan adokasi bermuatan
`nilai` - selain akta, dan ,4, Apakah pernyataan adokasi bersiat etika
Isu yang kemudian berkembang adalah aaro/a.ivvttiteret dari analis kebijakan, yaitu
banyaknya kepentingan yang harus dipertimbangkan dalam memilih alternati
kebijakan.
Dalam memutuskan alternati kebijakan, salah satu pendekatan yang paling banyak
digunakan adalah ra.iovatita.. Namun, rasionalitas juga berarti vvttira.iovatita., yang
berarti terdapat dasar-dasar rasional ganda yang mendasari sebagian besar pilihan-
pilihan kebijakan, yaitu:
Di luar kelima model rasionalitas tersebut, Dunn menyarankan rasionalitas /ovrebev.if,
yang merupakan upaya menyingkronkan seluruh model rasionalitas di atas. Selain itu,
terdapat juga model inkremental
1
terputus-putus. Dunn juga mempromosikan Datit
/evv.tabitav .rror yang mengatakan bahwa mustahil untuk mendapatkan pilihan
terbaik melalui prosedur mengagregasikan pilihan-pilihan indiidu. Oleh karena itu,

1
Inkremental adalah kebijakan yang hanya memberikan perubahan dalam bentuk penambahan sedikit-sedikit` dari
kebijakan yang ada.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
30
30

diperlukan keterlibatan pakar untuk melakukan pilihan rasional transiti yang kemudian
dikembangkan menjadi pilihan kolekti.
Dunn juga mengemukakan keterbatasan pendekatan rasionalitas dengan menggunakan
pemikiran ahli administrasi publik lerbert A. Simon, yang memperkenalkan teori
bovvaea ratiovatit,. Dikatakannya bahwa ,aavivi.tratire) bebarior i. aetervivea b, tbe irratiovat
ava vovratiovat etevevt. tbat bovva tbe area of ratiovatit,. Simon memperkenalkan konsep
yang lebih moderat, yaitu .ati.factor, dan .vfficievc,.
2
Di sini, pengambilan alternati tidak
dipaksakan pada alternati terbaik maksimal, namun alternati yang terbukti akan
menghasilkan kenaikan manaat yang paling memuaskan.
Akhirnya, untuk rekomendasi kebijakan terdapat enam kriteria utama, yaitu:
a. Lektiitas, berkenaan dengan apakah suatu alternati mencapai hasil yang
diharapkan
b. Lisiensi, berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan
tingkat eektiitas yang dikehendaki.
c. Kecukupan, berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat eektiitas memuaskan
kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah.
d. Keadilan ;eqvit,), berkenaan dengan pemerataan distribusi manaat kebijakan.
e. Responsiitas, berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan
kebutuhan, preerensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi
target kebijakan.
. Kelayakan ,aroriateve..,, berkenaan dengan pertanyaan apakah kebijakan tersebut
tepat untuk suatu masyarakat.
Pendekatan dalam membuat rekomendasi dapat dibuat dengan beberapa pilihan.
Pertama, vbtic cboice ersus rirate cboice. Pendekatannya adalah mempertanyakan
apakah kebijakan dilakukan dengan pendekatan pemerintah atau swasta,pasar. Apakah

2
lerbert A. Simon, 194, .avivi.tratire ebarior: . tva, of Deci.iovMa/ivg Proce.. iv .avivi.tratire Orgaviatiov, New
\ork: lree Press.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
31
31

diselesaikan dengan interensi pemerintah atau diserahkan pada mekanisme pasar.


Kedua, pendekatan evararav ersus ervivtaav. Ketiga, itibav vbti/ murni. Keempat,
avati.i. co.tbevefit yang menghitung dalam ukuran moneter. Kelima, analisis co.t
effectireve.., sama dengan co.tbevefit, namun perbandingannya dengan eektiitas
kebijakan.
Tahap 8: Perumusan strategi adopsi dan implementasi kebi]akan
Setelah opsi dipilih, tahap selanjutnya adalah merumuskan strategi untuk mengadopsi
dan mengimplementasikan kebijakan di lapangan. Strategi implementasi mencakup
penatausahaan ,administrasi, kebijakan, sosialisasi kebijakan, dan monitoring
pelaksanaan kebijakan.
Adopsi adalah ketika kebijakan diterima secara legal-ormal. Langkah yang diperlukan
agar hasil analisis dapat diadopsi :
Pertava, melakukan penilaian kelayakan politik dan sekaligus mempengaruhi isibilitas
politik. Untuk itu seorang analis perlu :
1. Identiikasi aktor politik yang relean.
2. Memahami motiasi dan keyakinan aktor-aktor tersebut.
3. Melakukan penilaian sumber daya aktor politik tersebut
4. menutup arena` agar nasihat,saran menjadi fea.ibte secara politik.
Keava, seorang analis kebijakan perlu menguasai beberapa strategi politik agar adisnya
diadopsi, yaitu :
1. Koota.i, membuat klien yakin bahwa saran kebijakan adalah bagian dari
ide klien`. Model ini tidak dapat Anda lakukan jika sebagai analis Anda
menghendaki untuk ikut memiliki ide` tersebut.
2. Kovrovi, melakukan modiikasi agar ide saran kebijakan dapat diterima
secara politik.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
32
32

3. ere.teti/, strategi untuk memperoleh keuntungan dengan cara


memanipulasi lingkungan dari pilihan-pilihan politik.
4. Retori/a, menggunakan bahasa persuasie untuk menyakinkan klien.
Jika adopsi adalah proses legal, Implementasi ibarat er/arivav-nya. Untuk
mendapatkan implementasi yang optimal, yang perlu diperhatikan adalah :
Pertava, mengidentiikasikan actor-aktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan implementasi.
Keava, mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin muncul pada saat implementasi.
Salah satu metode yang belakangan dikembangkan adalah metode .cevariorritivg, yaitu
scenario yang memetakan impact kebijakan.
3 langkah merumuskan .cevariorritivg :
1. menulis scenario yang mengacu pada otic, ovtcove. ,bukan output,,
2. memberikan kritisi terhadap scenario dari berbagai perspekti kepentingan
dan karakter perilaku,
3. melakukan reisi scenario sehingga menjadi lebih masuk akal ,plausible,.
Tahap 9: Pemantauan dan Evaluasi Hasil Kebi]akan.
Pemantauan atau vovitorivg merupakan prosedur analisis kebijakan yang digunakan
untuk memberikan inormasi tentang sebab dan akibat kebijakan publik. Pemantauan,
setidaknya memainkan empat ungsi dalam analisis kebijakan, yaitu e/.tava.i, a/vvtav.i,
everi/.aav dan /eatvbav ;covtiavce).
lasil kebijakan dibedakan antara keluaran ,ovtvt,, yaitu produk layanan yang diterima
kelompok sasaran kebijakan, dan impak ,ivact,, yaitu perubahan perilaku yang nyata
pada kelompok sasaran kebijakan.
Dunn membedakan jenis tindakan kebijakan menjadi dua, yaitu /ebi;a/av regvtatif dan
/ebi;a/av ato/atif . Kebijakan regulati merupakan tindakan kebijakan yang dirancang
untuk menjamin kepatuhan terhadap standar atau prosedur tertentu. Sedangkan

Bab 2. Tin]auan Pustaka
33
33

kebijakan alokati merupakan tindakan mengalokasikan sumberdaya tertentu pada


sasaran kebijakan. Baik kebijakan regulati maupun alokati dapat memberikan akibat
yang bersiat distributi dan redistributi.
Laluasi mempunyai arti yang menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap
hasil kebijakan dan program. Secara umum istilah ealuasi dapat disamakan dengan
penaksiran ,appraisal,, pemberian angka ,rating, dan penilaian ,assessment,, kata-kata
yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya.
Dalam arti yang lebih spesiik, ealuasi berkenaan dengan produksi inormasi
mengenai nilai atau manaat hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada kenyataannya
mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut memberi sumbangan pada tujuan atau
sasaran. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai
tingkat kinerja yang bermakna, yang berarti bahwa masalah-masalah kebijakan dibuat
jelas atau diatasi.
Laluasi memainkan sejumlah ungsi utama dalam analisis kebijakan. Pertama, dan
yang paling penting, ealuasi memberi inormasi yang alid dan dapat dipercaya
mengenai kinerja kebijakan, yaitu, seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah
dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini, ealuasi mengungkapkan
seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu ,misalnya, perbaikan kesehatan, dan target
tertentu.
Kedua, ealuasi memberi sumbangan pada klariikasi dan kritik terhadap nilai-nilai
yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendeinisikan
dan mengoperasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara
sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah yang dituju.
Dalam menanyakan kepantasan tujuan dan sasaran, analis dapat menguji alternati.
sumber nilai maupun landasan mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas ,teknis,
ekonomis, legal, sosial, substanti,.
Ketiga, ealuasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan
lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Inormasi tentang tidak
memadainya kinerja kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang
masalah kebijakan, sebagai contoh, dengan menunjukkan bahwa tujuan dan target

Bab 2. Tin]auan Pustaka
34
34

perlu dideinisikan ulang. Laluasi dapat pula menyumbang pada deinisi alternati
kebijakan yang baru atau reisi kebijakan dengan menunjukkan bahwa alternati
kebijakan yang diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain.
Jika pemantauan menekankan pada pembentukan premis-premis aktual mengenai
kebijakan publik, maka ealuasi menekankan pada penciptaan premis-premis nilai
dengan kebutuhan untuk menjawab pertanyaan: `apa perbedaan yang dibuat` Kriteria
untuk ealuasi diterapkan secara retrospekti ,e o.t,, sementara kriteria untuk
rekomendasi diterapkan secara prospekti ,e avte,. Kriteria ealuasi kebijakan sama
dengan kriteria rekomendasi kebijakan
Mengingat kurang jelasnya arti ealuasi di dalam analisis kebijakan, menjadi sangat
penting untuk membedakan beberapa pendekatan dalam ealuasi kebijakan, yaitu
ealuasi semu, ealuasi ormal, dan ealuasi teoritis keputusan.
Laluasi Semu. Laluasi semu ;P.evao ratvatiov) adalah pendekatan yang
menggunakan metode-metode deskripti untuk menghasilkan inormasi yang
alid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk
menanyakan tentang manaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap
indiidu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan. Asumsi utama dari
ealuasi semu adalah bahwa ukuran tentang manaat atau nilai merupakan
sesuatu yang dapat terbukti sendiri ;.etf eriaevt) atau tidak kontroersial.
Dalam ealuasi semu secara khusus diterapkan macam-macam metode
,rancangan eksperimental-semu, kuesioner, random sampling, teknik statistik ,
untuk menjelaskan ariasi hasil kebijakan sebagai produk dari ariabel masukan
dan proses. Namun setiap kebijakan yang ada diterima begitu saja sebagai
tujuan yang tepat.
Laluasi lormal. Laluasi lormal ;orvat ratvatiov) merupakan pendekatan
yang menggunakan metode deskripti untuk menghasilkan inormasi yang
alid dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi mengealuasi
hasil tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan
secara ormal oleh pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsi
utama dari ealuasi ormal adalah bahwa tujuan dan target diumumkan secara

Bab 2. Tin]auan Pustaka
35
35

ormal adalah merupakan ukuran yang tepat untuk manaat atau nilai kebijakan
program.
Dalam ealuasi ormal digunakan berbagai macam metode yang sama seperti yang
dipakai dalam ealuasi semu dan tujuannya adalah identik yaitu untuk
menghasilkan inormasi yang alid dan dapat dipercaya mengenai ariasi-ariasi
hasil kebijakan dan dampak yang dapat dilacak dari masukan dan proses
kebijakan. Meskipun demikian perbedaanya adalah bahwa ealuasi ormal
menggunakan undang-undang, dokumen-dokumen program, dan wawancara
dengan pembuat kebijakan dan administrator untuk mengidentiikasikan,
mendeinisikan dan menspesiikasikan tujuan dan target kebijakan. Kelayakan
dari tujuan dan target yang diumumkan secara ormal tersebut tidak ditanyakan.
Dalam ealuasi ormal jenis-jenis kriteria ealuati yang paling sering digunakan
adalah eektiitas dan eisiensi.
Laluasi Keputusan 1eoritis. Laluasi Keputusan 1eoritis ,Decision-
1heoretic Laluation, adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode
deskripti untuk menghasilkan inormasi yang dapat dipertanggungjawabkan
dan alid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh
berbagai macam pelaku kebijakan. Perbedaan pokok antara ealuasi teoritis
keputusan di satu sisi, dan ealuasi semu dan ealuasi ormal di sisi lainnya,
adalah bahwa ealuasi keputusan teoritis berusaha untuk memunculkan dan
membuat eksplisit tujuan dan target dari pelaku kebijakan baik yang
tersembunyi atau dinyatakan. Ini berarti bahwa tujuan dan target dari para
pembuat kebijakan dan administrator merupakan salah satu sumber nilai,
karena semua pihak yang mempunyai andil dalam memormulasikan dan
mengimplementasikan kebijakan dilibatkan dalam merumuskan tujuan dan
target di mana kinerja nantinya akan di ukur.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
36
3

2.3. 8truktur, Tingkah Laku dan Kiner]a Pasar


{8tructure-Conduct-Performance - 8CP}
Paradigma struktur-conduct-perormance adalah sebuah paradigma dalam ilmu
ekonomi industri yang digunakan untuk menghubungkan elemen-elemen struktur
pasar dengan perilaku ,conduct, dan kinerja ,perormance, dunia usaha.
8truktur, mengacu pada struktur pasar yang biasanya dideinisikan oleh rasio
konsentrasi pasar. Rasio konsentrasi pasar adalah rasio yang mengukur distribusi
pangsa pasar dalam industri. Sebuah industri yang 0 pangsa pasarnya dikuasai oleh
hanya 2 perusahaan dalam industri, dapat disebut memiliki struktur pasar yang sangat
terkonsentrasi. Conduct adalah perilaku perusahaan dalam industri. Perilaku ini dapat
bersiat persaingan ,competitie, atau kerjasama ,collusie,, seperti misalnya dalam
penetapan harga, iklan, produksi, dan predation. Sedangkan performance atau kinerja
adalah ukuran eisiensi sosial yang biasanya dideinisikan oleh rasio market power
,dimana semakin besar kekuatan pasar semakin rendah eisiensi sosial,. Ukuran kinerja
yang lain adalah keuntungan perusahaan dalam industri.
Paradigma SCP didasarkan pada beberapa hipotesis yaitu
1. Struktur mempengaruhi conduct ,semakin rendah konsentrasi - semakin
tinggi tingkat persaingan di pasar,,
2. Conduct mempengaruhi perormance ,semakin tinggi tingkat kompetisi -
semakin rendah market power,semakin rendah keuntungan perusahaan,,
dan
3. Struktur mempengaruhi perormance ,semakin rendah konsentrasi pasar -
semakin rendah tingkat kolusi,semakin tinggi tingkat kompetisi - semakin
rendah market power,.
lasil hipotesis 1, 2, dan 3 baik secara langsung ataupun tidak menunjukkan struktur
pasar mempengaruhi kinerja perusahaan dalam industri.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
37
37

lubungan antara struktur pasar dengan kinerja industri dapat dijelaskan dengan tiga
macam hipotesis. lipotesis pertama yang kemudian lebih dikenal dengan nama
traaitiovat b,otbe.i. menyebutkan adanya hubungan positi antara konsentrasi industri
dengan tingkat proitabilitas. lipotesis kedua yang kemudian dikenal dengan nama
efficievt .trvctvre b,otbe.i. menyatakan bahwa konsentrasi industri tidaklah terjadi secara
acak tetapi lebih merupakan hasil dari eisiensi perusahaan. Perusahaan yang memiliki
keunggulan komparati dalam produksi akan lebih eisien sehingga pangsa pasar yang
dikuasainya juga semakin besar atau pasar menjadi lebih terkonsentrasi. lipotesis yang
ketiga lebih dikenal dengan nama roavct aifferevtiatiov b,otbe.i. menyebutkan bahwa
besarnya pangsa pasar disebabkan oleh adanya dierensiasi produk.
2.4. Perkembangan Kebi]akan Pengembangan
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Jika sejarah upaya pengembangan KUKM diamati dari dulu hingga sekarang, maka
tampak bahwa setiap rezim memiliki okus dan orientasi kebijakan yang berbeda dalam
upaya pengembangan Koperasi dan UKM yang dilakukannya. Akibatnya,
kesinambungan program menjadi masalah dalam upaya pengembangan Koperasi dan
UKM, terlebih di saat pemerintah cepat berganti seperti sekarang ini.
Jejak perkembangan koperasi dan UKM sebenarnya dapat dipaparkan mulai masa pra
kolonial hingga masa reormasi saat ini. Jika dapat diambil, maka Indonesia
sebenarnya memiliki beberapa milestone perkembangan koperasi dan UKM.
Setidaknya ada 11 tonggak perkembangan yang dapat ditetapkan yaitu ,1, Masa pra
kolonial, ,2, masa VOC, ,3, masa lindia Belanda, ,4, masa pendudukan Jepang, ,5,
masa menjelang kemerdekaan, ,6, masa awal kemerdekaan, ,, masa pasca dekrit
presiden kembali ke UUD 1945, ,8, masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno, ,9,
masa orde baru, ,10, masa krisis ekonomi, dan ,11, masa reormasi.
Masing-masing masa memiliki tujuan pengembangan kepada koperasi dan UMKM
yang berbeda, berikut ini sekilas penjelasannya ,Iskandar Soesilo, 200,, Masngudi
1990,.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
38
38

2.4.1. Masa Pra Kolonial/Masa Kera]aan


Dalam masa pra kolonial, kegiatan usaha mikro kecil dan menengah mulai tumbuh
secara alamiah setelah masyarakat berpindah dari sistem pertukaran barang ke sistem
jual beli menggunakan mata uang.
Geliat ekonomi rakyat mulai terlihat jelas dengan berdirinya kerajaan-kerajaan yang
mulai melakukan perdagangan internasional, seperti misalnya kerajaan Sriwijaya,
Majapahit, dan Mataram. Pada masa ini cenderung berkembang dua corak
perekonomian, yaitu perekonomian istana, yang menguasai perdagangan dan
perekonomian yang lebih besar, dan perekonomian desa yang dijalankan oleh rakyat
untuk menghidupi dirinya sendiri dan untuk menjalankan perintah perekonomian
istana.
Pada masa kerajaan-kerajaan di Indonesia, kegiatan ekonomi seluruhnya ditangani oleh
pribumi nenek moyang kita, karena pada masa itu belum banyak bangsa
asing,pendatang yang menetap dan melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi di
Nusantara.
2.4.2. Masa VOC
Perdagangan internasional yang telah dibangun dalam masa kerajaan menemui bentuk
tata niaga eodal yang dikembangkan oleh bangsa-bangsa Lropa dalam melakukan
perdagangan dengan bangsa-bangsa di wilayah Asia dan Arika. Ujung dari bentuk
tata-niaga ini adalah penguasaan lahan, dominasi melalui kekuatan politik dan
kekerasan pada beberapa kasus.
Dalam masa ini, usaha besar` atau perekonomian istana diambil alih. Usaha skala
menengah kemudian diberikan kepada golongan timur asing, sedangkan usaha skala
kecil sisanya diberikan kepada rakyat. Pada masa ini, ekonomi rakyat hanya menjadi
sub-ordinasi dari sistem ekonomi penjajah dan sengaja dibiarkan tetap kerdil agar
ketergantungan kepada kelompok usaha besar tidak mudah lepas.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
39
39

2.4.3. Masa Hindia Belanda


Masa lindia Belanda melanjutkan dominasi VOC terhadap tata niaga komoditas
pertanian Nusantara ditandai dengan mulai
Upaya dominasi VOC untuk menguasai tata niaga komoditas perdagangan
internasional Nusantara terus berlangsung hingga dan dilanjutkan oleh pemerintahan
lindia Belanda. Kali ini dalam bentuk penjajahan.
Pada masa kolonialisme tersebut, pemerintah lindia Belanda cenderung berlaku tidak
adil, tidak ada perlindungan terhadap usaha kecil , para pelaku berada dalam sistem
pasar bebas yang didominasi pengusaha besar yang umumnya adalah dari kelompok
pendatang ,Lropa, Cina, Arab, dan India,. Pemerintah lindia Belanda lebih
mendorong usaha besar untuk menguasai seluruh aspek dan sektor perekonomian,
mulai dari kegiatan produksi ,mendirikan perkebunan-perkebunan besar,, pengolahan
,mendirikan pabrik-pabrik pengolahan,, perdagangan dan pasar.
Culture 8telsell {1830-1900}
Keterpurukan ekonomi rakyat semakin diperparah dengan diberlakukannya tanam
paksa ,culture stelsell, sekitar tahun 1830-1900. Masa ini ditandai dengan tumbuhnya
banyak perkebunan besar dan pabrik-pabrik yang memerlukan lahan dan tenaga kerja
yang besar. Kondisi ini membawa implikasi sosial ekonomi yang luas.
Ketentuan tanam paksa merangsang migrasi masyarakat pedesaan ke pusat-pusat
pertumbuhan yaitu tempat perkebunan dan pabrik pengolahan. Usaha ekonomi rakyat
yang pada masa itu kebanyakan bergerak di sektor pertanian semakin terlantar karena
kekurangan lahan, tenaga kerja, kesempatan dan waktu. Kejadian ini membuat usaha
kecil dan masyarakat pedesaan menyesuaikan diri dengan mulai menggeser usaha dari
produksi komoditas pertanian ,on arm, menjadi kegiatan-kegiatan yang bukan
produksi komoditas pertanian ,o arm, seperti berdagang dan mengolah komoditas
pertanian untuk dijual sebagai makanan. Usaha warung tumbuh pesat, yang juga
menandakan pertumbuhan usaha kecil yang pesat di sekitar pusat-pusat pertumbuhan
yang kemudian berkembang menjadi pasar-pasar. Usaha non pertanian seperti tenun,
batik, dan lain-lain semakin berkembang dan tumbuh pesat. Sehingga ada yang

Bab 2. Tin]auan Pustaka
40
40

berpendapat bahwa proses industrialisasi di pedesaan, yang sekaligus menandai awal


pertumbuhan usaha kecil dan menengah pribumi di Nusantara, mulai bergulir pada
akhir abad ke 18 tersebut.
Diakhir abad 19 tersebut tercatat munculnya sebuah lembaga keuangan yang
dijalankan dengan semangat nilai koperasi. Lembaga keuangan ini adalah Bank
Bantuan dan Simpanan yang didirikan oleh patih R. Aria \iriaatmaja di Purwokerto.
Kendati Bank Bantuan dan Simpanan ditujukan untuk pegawai pemerintah, tetapi ia
memberikan suatu catatan penting pelaksanaan rintisan lembaga pembiayaan yang
diselenggarakan dengan nilai koperasi.
Politik Etis dan Awal Pembangunan Usaha Rakyat {1900-1930}
Pembangunan usaha dalam masa lindia Belanda terjadi ketika pemerintahan lindia
Belanda, karena tekanan negara Lropa dan tujuan lainnya, melaksanakan politik etis
kepada negara-negara jajahannya. Dalam kerangka politik etis, pemerintahan lindia
Belanda membangun beberapa sekolah kejuruan dan pembangunan inrastruktur
seperti jalan dan jalur kereta api. Periode politik etis ini berlangsung sejak sekitar tahun
1900 hingga masa resesi ekonomi dunia terjadi di tahun 1930. Dalam periode ini
banyak terjadi perubahan penting dalam ekonomi dunia ,akibat perang dunia pertama,
dan suasana kebatinan masyarakat Indonesia ,kebangkitan nasional,.
Dalam periode ini perkembangan usaha kecil tidak banyak mengalami perubahan,
kedudukannya dalam sistem perekonomian kolonial tetap sebagai subordinasi yang
tidak dapat berkembang dan tidak menjamin kehidupan yang layak bagi pelakunya.
Majunya tingkat pendidikan dan pengetahuan dari kelompok pribumi telah
menciptakan kelas sosial tersendiri dalam masyarakat Indonesia. Mereka adalah
kelompok berada dan berpendidikan yang tinggal di perkotaan. 1okoh-tokoh dari
kelas sosial ini kemudian membuat beberapa partai dan perkumpulan yang berasaskan
semangat nasionalisme atau keagamaan, baik di bidang politik maupun perdagangan,
seperti misalnya Budi Utomo dan Sarekat Dagang Islam.
Sarekat Dagang Islam dimotori oleh Dr \ahidin Sudiro lusodo, menjalin kemitraan
usaha antara usaha besar dan usaha kecil di kalangan pribumi, misalnya kemitraan

Bab 2. Tin]auan Pustaka
41
41

antara produsen bahan mori dengan para pengrajin dan pedagang batik. Dari adanya
pola kemitraan yang dibangun oleh pengusaha besar pribumi ini, ekonomi rakyat mulai
mengalami proses komersialisasi dan industrialisasi. lubungan ini menyadarkan
tokoh-tokoh pergerakan saat itu mengenai kemampuan usaha mikro dan kecil untuk
mempertahankan kehidupan masyarakat.
Berkembangnya usaha kecil ini tidak lepas dari dampak perang dunia pertama yang
mengakibatkan terputusnya hubungan antara pemerintahan di tanah jajahan ,lindia
Belanda, dengan negara Belanda.
Sebagian pakar berpendapat bahwa bentuk lembaga seperti koperasi mulai muncul
pada periode kebangkitan nasional ini. Banyak berkembangnya lembaga seperti
koperasi mendorong pemerintahan lindia Belanda untuk menetapkan Peraturan
Perkumpulan Koperasi pada tahun 1915 atau Staatsblad nomor 431 tahun 1915.
Penetapan peraturan ini diikuti dengan pembentukan Komisi Koperasi yang dipimpin
oleh Pro. Dr. Jl Boeke. lasil kerja komisi tersebut melahirkan Peraturan
Perkumpulan Koperasi nomor 91 tahun 192 yang khusus berlaku bagi pribumi.
Pemerintah lindia Belanda pada saat itu juga membentuk Dana Jaminan ,garantie
und, dengan modal awal dari pemerintah sebesar l 120.000 untuk menjadi dana
penjaminan bagi koperasi yang meminjam uang atau kredit pada Bank Rakyat.
Dengan berlakunya undang-undang tersebut, maka dibentuklah sebuah organisasi
pemerintah dengan nama Jawatan Koperasi. Pendirian organisasi ini menandai secara
resmi keterlibatan pemerintah terhadap koperasi di Indonesia. Dengan berdirinya
Jawatan Koperasi, koperasi wajib mendatarkan diri ke jawatan ini.
Krisis Ekonomi Dunia Hingga pendudukan Jepang
Pada tahun 1930 hingga 1945, dunia menghadapi dua kejadian besar yaitu krisis
ekonomi yang melanda hampir semua negara dunia dan perang dunia kedua.
Perkembangan koperasi dan usaha kecil di Indonesia tetap sebagai subordinasi dari
sistem perekonomian kolonial. Kendatipun demikian ada beberapa catatan yang dapat
dilakukan.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
42
42

Pada tahun 1933 pemerintah lindia Belanda mengeluarkan Staatsblad nomor 108,
yaitu peraturan koperasi yang berlaku khusus bagi orang Lropa. 1ahun 1936 krisis
ekonomi dunia berakhir dan pemerintah lindia Belanda melakukan dealuasi mata
uang nya. Dealuasi mata uang membuat komoditas dalam negeri menjadi lebih jauh
murah dibanding komoditas yang menggunakan komponen luar negeri. lal ini
membuat industri kecil yang kebanyakan dijalankan oleh pribumi berkembang dengan
pesat sehingga membawa proses pemulihan kehidupan ekonomi. Beberapa industri
yang maju pesat adalah batik, tekstil, rokok kretek dan juga tenun. Catatan pengusaha
berhasil adalah Nitisemito yang mampu mengembangkan rokok pribumi hingga
mempekerjakan 10.000 orang di pabrik nya.
2.4.4. Masa Pendudukan Jepang
Masa pendudukan Jepang di Indonesia berlangsung sejak tahun 1942 hingga tahun
1945. Dalam pemerintahan Jepang undang-undang nomor 91 tahun 192 tetap
berlaku. Koperasi pada masa ini digunakan pemerintah Jepang untuk mendistribusikan
barang-barang kebutuhan rakyat dari pemerintah. Setelah barang habis didistribusikan,
koperasi memperoleh tugas membeli barang-barang dari rakyat seperti kapas, jarak,
iles-iles, dan lain-lain untuk kebutuhan perang. Dalam masa pemerintahannya
pemerintahan Jepang sempat melaksanakan pelatihan perkoperasian bagi pegawai
pemerintah di tahun 1945.
Kondisi perang yang tidak menentu membuat ekonomi rakyat tidak dapat tumbuh
dengan baik. Semua kegiatan ekonomi diarahkan untuk keberhasilan perang yang
dilakukan oleh pihak Jepang.
2.4.5. Masa Men]elang Kemerdekaan
Menjelang Kemerdekaan diwarnai dengan dinamika tokoh-tokoh nasional untuk
melahirkan suatu pemikiran mewujudkan sistem perekonomian yang tepat untuk
dibangun kelak di alam kemerdekaan. lasil pemikiran tersebut memberikan inspirasi
kepada mereka untuk membangun sistem ekonomi yang dapat mewujudkan
kemakmuran bersama dalam masyarakat. lasil pemikiran tersebut selanjutnya

Bab 2. Tin]auan Pustaka
43
43

disepakati untuk memasukkan nya ke dalam rumusan rancangan undang-undang dasar


yang saat itu tengah disusun.. Inti dari pemikiran tersebut adalah kesepakatan dari para
pendiri bangsa ini untuk memuat Pasal 33 pada UUD 1945 sebagai dasar dalam
membangun perekonomian nasional yang bercorak kerakyatan. Konsep tersebut
memuat dasar-dasar demokrasi ekonomi menuju terwujudnya sistem ekonomi rakyat.
2.4.6. Masa Awal Kemerdekaan
Di awal Kemerdekaan, koperasi dan ekonomi rakyat memperoleh landasan yang amat
kuat dengan lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pasal 33 yang secara
tegas mengamanatkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan asas kekeluargaan. Dalam penjelasan kemudian disebutkan bahwa
bangun usaha yang sesuai dengan itu adalah koperasi.
Kendati memiliki dasar dan semangat yang kuat, dalam periode ini koperasi tidak
otomatis tumbuh dengan signiikan. lal ini karena pengetahuan masyarakat terhadap
bentuk usaha koperasi masih kurang. Dalam masa awal ini muncul berbagai jenis
koperasi terutama yang bersiat satu tujuan seperti koperasi nelayan, koperasi batik,
koperasi kopra, dan lain-lain. Dalam periode ini urusan koperasi diserahkan pada
Jawatan Koperasi.
Di tahun 194 gerakan koperasi Indonesia menyelenggarakan Kongres Koperasi
Indonesia yang pertama di 1asikmalaya yang menyepakati beberapa keputusan penting
seperti:
1. Menyepakati bahwa kemakmuran rakyat harus dilaksanakan sesuai pasal
33 UUD 1945 dengan koperasi sebagai alat pelaksananya.
2. Menyepakati pembentukan Bank Koperasi Sentral
3. Meningkatkan pendidikan koperasi di kalangan masyarakat
4. Memutuskan tanggal 12 Juli sebagai lari Koperasi Indonesia dan
diperingati setiap tahun
5. Membentuk Serikat Organisasi Koperasi Republik Indonesia ,SOKRI,

Bab 2. Tin]auan Pustaka
44
44

Di tahun 1949 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang nomor 19 tahun 1949.


Undang-undang ini pada dasarnya sama dengan UU nomor 91,192 yang berintikan
berbagai peraturan dasar tentang pembangunan dan kegiatan usaha koperasi.
Perbedaan dari ke dua undang-undang tersebut adalah tidak adanya lagi perbedaan
antara koperasi untuk kalangan usaha besar ,yang dulu ditujukan untuk orang Lropa
dan kelompok pendatang lainnya, dengan koperasi bagi kelompok masyarakat
Pribumi.
Pada tahun 1950, ketika NKRI menjadi Republik Indonesia Serikat ,RIS,, jiwa pasal 33
UUD 1945 tetap hidup dalam pasal 38 UUDS 1950. Dalam sistem negara Serikat,
Jawatan Koperasi mulai menyelenggarakan berbagai kursus teknis dan memberikan
penyuluhan mengenai perkoperasian. Untuk memberi dorongan kepada masyarakat
bung latta ,sebagai wakil presiden, selalu memberikan pidato radio pada setiap hari
koperasi 12 Juli. Kebiasaan ini terus berlanjut hingga sekarang.
Berbagai gambaran mengenai pembangunan koperasi di awal era kemerdekaan
mengindikasikan pemerintah memberikan dorongan yang cukup besar bagi tumbuh
berkembangnya lembaga koperasi. Sejak tahun 1951 pemerintah mengembangkan
koperasi dengan pendekatan bottom-up dengan berbagai bentuk bantuan atau
kemudahan yang mendukung usaha koperasi.
Pada tahun 1953, gerakan koperasi kembali menyelenggarakan Kongres Koperasi ke
dua di Bandung pada tanggal 15-1 Juli 1953. Dalam kongres ini beberapa kalangan
menilai peraturan perkoperasian yang ada terlalu berbau kolonial dan tidak cocok lagi
dengan alam kemerdekaan sehingga perlu diganti. Kongres ini kemudian memutuskan
untuk:
1. Membubarkan SOKRI dan mendirikan Dewan Koperasi Indonesia ,DKI,
2. Mewajibkan DKI mendirikan Sekolah Menengah Koperasi
3. Membentuk panitia yang akan memberi arahan kepada pemerintah
tentang konsep Undang-Undang Koperasi
4. Mengangkat Bung latta sebagai Bapak Koperasi Indonesia

Bab 2. Tin]auan Pustaka
45
45

Pada tahun 1956, gerakan koperasi kembali melaksanakan kongres yang ke tiga di
Jakarta untuk menuntaskan rancangan Undang-Undang Koperasi yang baru.
Pada tanggal 2 September 1958 lahir Undang-Undang Koperasi nomor 9 tahun 1958
yang dinilai telah mendorong koperasi dibangun secara bottom up. Beberapa jenis
koperasi tertentu, seperti koperasi kopra, koperasi batik, koperasi perikanan dan lain-
lain yang benar-benar tumbuh atas prakarsa masyarakat, nampak mulai tumbuh
dengan baik. UU juga menuntut kewajiban pemerintah untuk melakukan bimbingan
kepada koperasi.
Catatan diatas menunjukkan beberapa tonggak dalam pengembangan koperasi dan
UKM di Indonesia mulai dari awal Kemerdekaan hingga masa berlakunya UUDS
1950, yaitu:
Pembentukan koperasi pada umumnya dikembangkan berdasarkan
pendekatan dari bawah-ke-atas ,bottom up, serta bertumpu pada sendi-sendi
dasar koperasi yang termuat pada masing-masing anggaran dasar koperasi.
Dari sisi jumlah, koperasi tumbuh secara moderat dengan citra yang baik.
Pemerintah dituntut untuk melakukan pembinaan seperti pelaksanaan
pendidikan koperasi, pelatihan dan penyuluhan
Gerakan koperasi secara konsisten memberikan perhatian pada pendidikan
dan bank untuk masyarakat koperasi
Secara umum dorongan yang diberikan kepada ekonomi rakyat pada awal era
kemerdekaan memang belum banyak yang dapat dilaksanakan secara eekti oleh
pemerintah. Ketika Pro. Dr. Sumitro menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan
Perindustrian tahun 1950-1951, pernah melansir gagasan Sumitro Plan`, yang
dimaksudkan untuk mendorong perkembangan industri kecil. Beliau juga mengajukan
Program Benteng` yang dimaksudkan untuk membentuk kelas menengah pedagang
pribumi. Namun gagasan besar tersebut ternyata belum sempat berlanjut karena usia
Kabinet hanya berlangsung enam setengah bulan saja.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
46
4

2.4.7. Masa Paska Dekrit Presiden Kembali ke UUD


1945
Pada tanggal 6-10 September 1959 gerakan koperasi menyelenggarakan kongres ke IV
di Surakarta yang kemudian menetapkan R. Panji Soeroso sebagai ketua Dekopin.
Pada tahun 1959 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah ,PP, nomor 60
tahun 1959. PP tersebut menyatakan UU nomor 9 tahun 1958 tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dalam PP tersebut secara eksplisit
ditugaskan bahwa salah satu ungsi koperasi adalah sebagai alat untuk melaksanakan
ekonomi terpimpin berdasarkan sosialisme ala Indonesia`. Berdasarkan ungsi
tersebut pemerintah berkewajiban mengambil sikap lebih akti dalam membina
koperasi, sesuai demokrasi terpimpin, yaitu menumbuhkan, mendorong, membimbing,
melindungi dan mengawasi gerakan koperasi.
Sikap akti tersebut kemudian tercermin dalam berbagai kebijakan pemerintah saat itu
antara lain dengan:
Mengeluarkan PP nomor 10 tahun 1959 tentang larangan bagi pedagang kecil
dan eceran yang bersiat asing di luar ibu kota daerah Swatantra I dan II
,propinsi dan kabupaten,kota pada saat itu, dan keresidenan. \ang boleh
melakukan pemindahan hak dan yang menjadi pedagang kecil dan eceran
adalah pengusaha-pengusaha nasional yang berkoperasi
Menerbitkan Instruksi Mentri Muda Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan
nomor 1 tahun 1959 tentang Sapta Usaha 1ama yang antara lain mewajibkan
pemberian pelajaran untuk menabung dan berkoperasi di sekolah-sekolah
Menerbitkan inpres nomor 2 tahun 1960 tentang pembentukan Badan
Penggerak Koperasi ,Bapengkop,. Instruksi tersebut ditujukan kepada hampir
semua menteri yang intinya agar secara koordinati menumbuhkan dan
memperluas gerakan koperasi di segala bidang kehidupan masyarakat.
Menerbitkan Inpres nomor 3 tahun 1960 tentang Pendidikan Koperasi

Bab 2. Tin]auan Pustaka
47
47

Kebijakan-kebijakan tersebut menunjukkan betapa kuatnya peran pemerintah dalam


membangun koperasi. Manaat yang dirasakan adalah berkembangnya jumlah
koperasi dan jumlah anggota koperasi. Sebagai ilustrasi, jika pada tahun 1951 jumlah
koperasi tercatat 5.0 unit, maka pada tahun 1964 menjadi 62.36 unit dan pada
tahun 1965 tercatat 4.049 unit koperasi yang ada di seluruh tanah air.
Catatan lain pada masa tersebut adalah masuknya organisasi dan kepentingan politik
kedalam tubuh koperasi. Dalam situasi yang demikian itu, gerakan koperasi
melaksanakan Musyawarah Nasional Koperasi ,Munaskop, I di Surabaya tanggal 21-2
April 1960 dan memutuskan antara lain:
peran koperasi sebagai alat ekonomi terpimpin
membentuk Kesatuan Organisasi Koperasi Seluruh Indonesia ,KOKSI,
Pada masa tersebut pemerintah mulai menggalakkan pendidikan koperasi dengan
mendirikan 11 Akademi Koperasi ,Akop, dan 21 Sekolah Koperasi Menengah Atas
,SKOPMA,.
Catatan yang dapat ditarik dari masa 1950-1960 adalah
Keberpihakan pemerintah kepada koperasi dan UKM amat besar
Koperasi diberi ruang gerak yang amat luas
pendidikan koperasi mendapat perhatian yang cukup besar di berbagai daerah
pemerintah dituntut akti mendorong koperasi
koperasi dituntut ikut melaksanakan ekonomi terpimpin
munculnya pengaruh organisasi politik pada koperasi
jumlah dan anggota koperasi bertambah secara pesat

Bab 2. Tin]auan Pustaka
48
48

2.4.8. Masa Akhir Pemerintahan Presiden 8ukarno


Pada tanggal 2 Agustus 1965 dikeluarkan Undang-Undang nomor 14 tahun 1965
menggantikan UU nomor 9 tahun 1958. Dalam UU ini secara eksplisit ditugaskan
tentang ungsi koperasi sebagai organisasi ekonomi sekaligus sebagai alat reolusi.
Pada tanggal 2 hingga 8 Agustus 1965 diselenggarakan Musyawarah Nasional Koperasi
,Munaskop, II di Istora Senayan Jakarta, yang antara lain menetapkan Bung Karno
,Presiden RI saat itu, sebagai Bapak Koperasi sekaligus sebagai Pimpinan 1ertinggi
gerakan Koperasi Indonesia.
Penetapan presiden sebagai pimpinan tertinggi gerakan koperasi membawa banyak
pejabat-pejabat pemerintah yang duduk langsung dalam kepengurusan koperasi.
Dengan demikian dalam masa ini:
Koperasi mulai bersinggungan dengan kegiatan politik praktis
Kepengurusan koperasi diamanatkan untuk mencerminkan kekuatan progresi
reolusioner saat itu dan berjiwa manipol
Koperasi telah menjelma menjadi alat politik dan mulai menyimpang dari
hakikat koperasi sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan bersama.
2.4.9. Masa Orde Baru
1967
Pembangunan perkoperasian di awal Pemerintahan Orde Baru ditandai dengan
dikeluarkannya UU nomor 12 tahun 196 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian di
Indonesia. Penerbitan UU ini ditujukan untuk memberikan landasan baru yang kokoh
dan mengembalikan koperasi pada prinsip-prinsip, sendi-sendi dasar dan nilai-nilai
murni koperasi.
Pada akhir 196 dimulai penataan kembali koperasi melalui ,1, pendataan ulang
koperasi, hasilnya dari 64.000-an koperasi yang ada hanya 45.000-an yang memenuhi
syarat untuk diberikan Badan lukum Koperasi, dan ,2, penertiban dan penyehatan

Bab 2. Tin]auan Pustaka
49
49

aspek kelembagaan dan usaha koperasi. Ke dua langkah ini membuat pada akhir tahun
1969, jumlah koperasi yang ada tinggal sekitar 13.349 unit saja dengan anggota
perorangan sekitar 2.23.056 orang.
1973
Langkah strategis yang diambil adalah membangun Pusat Latihan dan Pendidikan
Perkoperasian ,Puslatpenkop, di Jakarta dan beberapa Balai Latihan Koperasi
,Balatkop, di hampir setiap Ibukota propinsi dan pada tahun 193, pemerintah
mengeluarkan Inpres nomor 4 tahun 193 yang atas dasarnya dibangun Badan Usaha
Unit Desa ,BUUD, yang menjadi cikal bakal Koperasi Unit Desa ,KUD,.
Dua langkah ini mulai menata koperasi dan unit usaha yang ada di pedesaan. Sebelum
ada BUUD,KUD, koperasi dipedesaan pada umumnya banyak jumlahnya, dalam
bidang usaha yang beragam, namun memiliki ukuran yang kecil ,anggota, modal, skala
usaha, sehingga kurang eisien. BUUD,KUD mempersatukan koperasi-koperasi kecil
menjadi koperasi yang dapat bekerja dalam skala usaha yang lebih besar yaitu KUD
yang bersiat multiguna.
Sesuai dengan konsep \ilayah Unit Desa ,\ilud, yang dikemukan oleh Pro. Ir.
Sudarsono yang pada waktu itu menjabat Menteri Pertanian, BUUD bersama BRI
Unit Desa dan Penyuluh Pertanian Lapangan ,PPL,, sebagai unsur \ilud, mulai
dilibatkan dalam program Bimbingan Massal ,Bimas,.
Pada dasarnya Inpres 4,193 telah mendorong koperasi pedesaan menjadi koperasi
pertanian yang kegiatan utamanya adalah bisnis komoditi tanaman pangan, ikut
melakukan kegiatan pangan untuk stok nasional, kegiatan usaha penyaluran pupuk
bersubsidi, obat-obatan dan benih. lampir 100 kebutuhan pupuk petani disalurkan
melalui BUUD,KUD setiap tahunnya.
1978-1979
Inpres 4,193 kemudian disempurnakan oleh Inpres 2 tahun 198. Dalam Inpres
2,198 BUUD,KUD terus didorong untuk menjadi koperasi pertanian yang serba
usaha. Kegiatan usaha KUD semakin melebar pada komoditas pertanian lainnya di
luar pangan seperti penanganan tata niaga cengkih, tebu rakyat intensiikasi, kayu
manis, anili, coklat, sawit, rotan, peternakan sapi, kambing, dan domba, peternakan

Bab 2. Tin]auan Pustaka
50
50

unggas. Lebah madu, perikanan dan sebagainya. Usaha pertanian yang akat menonjol
adalah persusuan, cengkih dan tebu rakyat intensiikasi.
Seiring dengan perkembangan usaha yang ditanganinya, pada tahun 198 KUD di
daerah mulai membentuk Pusat KUD ,Puskud, di tingkat propinsi. Selanjutnya pada
tahun 199 Puskud secara bersama-sama mendirikan Induk KUD ,Inkud,.
1984
Inpres 2,198 kemudian disempurnakan lagi oleh Inpres nomor 4 tahun 1984. Inpres
ini untuk mendorong KUD menjadi kopersi pedesaan yang serba usaha dengan bidang
usaha yang lebih luas hingga non pertanian. Beberapa usaha KUD di bidang non
pertanian adalah Kredit Canda Kulak ,KCK,, simpan pinjam kelistrikan, \arung serba
ada ,\aserda,, angkutan pedesaan dan angkutan hasil pertanian, pertambangan rakyat,
industri kecil serta kerajinan.
1989
Pada tahun 1989 dikenalkan program Petugas Konsultasi Koperasi Lapangan ,PPKL,
yang tujuannya untuk memberikan pendampingan, konsultasi dan adokasi kepada
koperasi.
Pemerintah kemudian membentuk Departemen Koperasi dengan dua Direktorat
Jenderal ,Ditjen, yaitu ,1, Ditjen Kelembagaan Koperasi, yang mengurusi koperasi dan
,2, Ditjen Bina Usaha Koperasi.
Pada Kabinet Pembangunan V, Departemen Koperasi berubah menjadi Departemen
Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil ,PPK,.
Dalam masa ini didirikan pula beberapa lembaga penunjang pengembangan koperasi,
antara lain:
1. Lembaga Penjamin Kredit ,191,
2. Bank Umum Koperasi ,190,
3. Koperasi Asuransi Indonesia ,1980,
4. Koperasi Jasa Audit ,1983,

Bab 2. Tin]auan Pustaka
51
51

5. Institut Manajemen Koperasi Indonesia ,IKOPIN, ,1982,


Dalam rangka mempercepat pemberdayaan koperasi, pemerintah membagi tiga
tahapan pembanguan koperasi yaitu tahap oisialisasi, deoisialisasi dan otonomi.
Pada tahap Oisialisasi pemerintah mengambil peran pembinaan yang lebih besar
dibanding peran yang dimainkan gerakan koperasi sendiri. Inisitai untuk mendirikan
koperasi sering berasal dari pemerintah.
Pada tahap deoisialisasi peran pemerintah mulai dikurangi dan mulai mengedepankan
peran gerakan koperasi. Sedangkan dalam tahap otonomi, berbagai keputusan,
langkah dan gerak membangun koperasi lebih banyak diperankan oleh koperasi
sendiri. Dalam tahapn ini pemerintah lebih bersikap memberi dukungan, pemihakan
dan kepedulian pada kemajuan koperasi dan UKM.
Dengan demikian. Secara makro peran pemerintah akan mengarah pada tahap phasing
out sejalan dengan semakin menguatnya kemandirian koperasi. Meskipun demikian
secara mikro indiidual koperasi, peran pemerintah tetap dapat dilakukan secara
proporsional sesuai dengan kondisi pertumbuhan dan perkembangan masing-masing
koperasi. Pentahapan tersebut secara grais dapat dilihat dalam gambar berikut.
Gambar 2. 1. 1ahapan Pengembangan Koperasi







1ahap
Deoisialisasi
1ahap
Otonomi
1ahap
Oisialisasi
Arah
Pengembangan
Koperasi
Peran Pemerintah Peran Koperasi

Bab 2. Tin]auan Pustaka
52
52

Pada tahun 1992, diterbitkan UU nomor 25 tahun 1992 tentang Koperasi. Undang-
undang ini diharapkan dapat mempersiapkan koperasi menyingsong abad 21.
Dengan terbentuknya Departemen Koperasi dan PPK maka pada tahun 1993 urusan
pembinaan usaha kecil menjadi salah satu tanggung jawab pemerintah. Untuk itu pada
tahun 1995 dikeluarkan UU Usaha Kecil yang dilengkapi dengan PP nomor 32 tahun
1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil.
Pada tahun 1998 terjadi perubahan nomenklatur dimana Departemen Koperasi dan
PPK menjadi Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah ,UKM,.
Sedangkan sebagai landasan pengembangan UKM pemerintah mengeluarkan Inpres
nomor 10 tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah.
Beberapa asilitas kredit dan pembiayaan yang mempengaruhi perkembangan koperasi
dan usaha kecil pada masa ini adalah:
1ahun 1969. lasilitasi Kredit Industri Kecil ,KIK, dan Kredit Modal Kerja
Permanen ,KMKP,.
1ahun 1982. Kredit Lkspor dan Kredit Likuiditas Bank Indonesia
Program Perkebunan Rakyat plasma inti
Program Peremajaan, Rehabilitasi 1anaman Lkspor ,PRP1L,
Skim Kredit Khusus untuk usaha kecil dan koperasi seperti untuk perumahan
rakyat, Keppres 14A tahun 1980, kredit untuk guru, kredit untuk mahasiswa.
Kebijakan paket Juni 1983 yang antara lain mengatur penghapusan pagu
kredit perbankan, kebebasan perbankan untuk mengatur kebijakan perkreditan
masing-masing, serta penyediaan KLBI untuk kegiatan yang berprioritas tinggi
seperti swasembada pangan, ekspor non migas dan perkebunan,
pengembangan usaha kecil dan koperasi dalam kerangka KIK dan KMKP.
Memperluas kredit mini menjadi Kredit Umum Pedesaan ,Kupedes, yang
dilakukan oleh BRI.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
53
53

Menyediakan pembiayaan bagi usaha kecil dalam bentuk Kredit Modal Kerja
berdasarkan Keppres 29 tahun 1984
Kredit kepada Penyuluh Pertanian
Kebijakan tahun 1986 yang menetapkan kegiatan plasma dan inti pada PIR
1rans dapat didukung dengan KLBI
Paket Kebijakan 2 Oktober 1988 yang melakukan deregulasi lanjutan atas
kelembagaan perbankan
Kebijakan tahun 1989 yang merupakan penyempurnaan skim kredit ekspor
Paket Kebijakan Januari 1990 yang mengubah kebijakan perkreditan dari
pendekatan subsidized selected credit policy` menjadi market oriented credit
policy`, dan Bank Indonesia tidak lagi sebagai lender o the irst resort tetapi
menjadi lender o the last resort, mengurangi ketergantungan KLBI, dan
KLBI hanya untuk mendukung kredit kepada koperasi seperti KU1, kredit
KUD, Kredit kepada Koperasi Primer dan Anggotanya ,KKPA,, serta
kewajiban perbankan untuk menyediakan sekurang-kurangnya 20 dari
portolio kreditnya untuk KUMKM.
Paket Kebijakan lebruari 1991
Paket Kebijakan Mei 1993
Pembatasan bantuan teknis dari Bank Indonesia melalui Proyek
Pengembangan Usaha Kecil ,PPUK,
Pengembangan program two step loan` atas beberapa bantuan kredit dari
luar negeri, dan pengembangan Bank Perkreditan Rakyat ,BPS,
Kebijakan lain yang menunjukkan dukungan kepada pengembangan koperasi dan
UKM adalah:
Kebijakan Kemitraan Usaha

Bab 2. Tin]auan Pustaka
54
54

Kebijakan penjualan saham perusahaan swasta kepada koperasi,


Kewajiban penyisihan sebagian laba bersih BUMN untuk pembinaan usaha
kecil dan koperasi
Gerakan kewirausahaan nasional
Sedangkan upaya peningkatan kualitas dan kuantitas koperasi dicapai melalui beberapa
kebijakan seperti:
Mendorong terbentuknya koperasi percontohan tahun 190
Program 42 KUD Model di pertengahan tahun 190-an
Program KUD mandiri dan Koperasi Perkotaan Mandiri tahun 1980-an
Program Penilaian Koperasi terbaik
Dengan demikian secara umum beberapa tonggak pembangunan koperasi dan UKM
pada masa ini adalah:
1. Pada awal orde baru, kebijakan dimulai dengan meluruskan kembali
undang-undang yang ada yang dinilai dapat mendorong koperasi kembali
ke jatidirinya.
2. Dilanjutkan dengan penataan dan penertiban kelembagaan koperasi
dengan melakukan penindakan terhadap koperasi yang tidak
menyesuaikan diri dengan undang-undang koperasi yang baru
3. Penataan Penyatuan koperasi di pedesaan melalui pembangunan BUUD
dan KUD
4. Pembangunan lembaga pendukung usaha dan manajemen seperti:
Lembaga Penjaminan Kredit
Bank Bukopin

Bab 2. Tin]auan Pustaka
55
55

Koperasi Jasa Asuransi


Koperasi Jasa Audit
Institut Manajemen Koperasi
Koperasi-koperasi sekunder
Pusat latihan dan balai latihan koperasi dan UKM
5. Pembangunan koperasi-koperasi perkotaan
6. Mendorong pengembangan koperasi simpan pinjam, koperasi kredit, bank
perkreditan rakyat, sebagai lembaga keuangan alternati dan mikro.
7. Mulai melakukan pembinaan usaha kecil dan menengah
8. Melaksanakan pembinaan kepada KUMKM secara terpadu
9. Kegiatan usaha KUD umumnya bersiat program sehingga pada sisi yang
lain membuat ketergantungan KUD
10. Kegiatan usaha koperasi perkotaan relati tidak bergantung kepada
program pemerintah.
2.4.10. Masa Krisis Ekonomi
Dalam masa krisis ekonomi kelompok usaha mikro, kecil dan menengah sebagai
komponen terbesar dari sistem ekonomi rakyat tampil menjadi penyelamat yang
berperan mendukung penyembuhan perekonomian nasional.
2.4.11. Masa Reformasi
Masa Presiden BJ Habibie
Pada tahun 1999, MPR melalui 1ap MPR nomor IV tahun 1999 tentang GBlN
menetapkan bahwa arah kebijakan pembangunan di bidang ekonomi yaitu

Bab 2. Tin]auan Pustaka
56
5

mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu kepada mekanisme pasar


yang berkeadilan.
Propenas tahun 2000-2004 sebagai penjabaran dari GBlN juga mengamanahkan
tujuh prinsip dalam pembangunan ekonomi, dimana salah satunya adalah,
pembangunan ekonomi dilaksanakan berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan dalam
rangka tercapainya kesejahteraan rakyat yang meningkat, merata dan berkeadilan.
Program yang dikeluarkan untuk mempercepat pembangunan kelompok UMKM
antara lain:
Program Kredit Usaha 1ani ,KU1,. Program ini sebenarnya pernah
dilaksanakan pada tahun 1985 dalam skala yang lebih kecil. Dalam masa
reormasi, program diperluas tidak hanya untuk tanaman pangan tetapi juga
bagi tanaman palawija dan hortikultura. Perbedaan lainnya adalah, pada tahun
1985 kredit disalurkan melalui kelompok, sedangkan pada masa reormasi
kredit disalurkan langsung kepada indiidu petani melalui BRI. Dalam
pelaksanaannya jumlah KU1 yang disalurkan sebesar Rp 8,3 trilyun dan
melibatkan ribuan koperasi dan sekitar 6.000.000 orang petani.
Program distribusi minyak goreng pada tahun 1998. Pusat Koperasi Pasar dan
Pedagang DKI Jakarta dengan dukungan Induk Koperasi Pasar bekerjasama
dengan P1 Dharma Niaga melakukan operasi pasar minyak goreng di Jakarta
dan berhasil meredam gejolak harga minyak goreng di pasaran Jakarta. Dalam
pelaksanaannya Puskoppas memunculkan 133 distributor baru ,6 koppas, 51
koperasi primer, 5 koperasi sekunder, dan 10 yayasan, dan berhasil
menyalurkan 4116,6 ton minyak goreng untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Keberhasilan kasus ini menjadi dasar bagi pembentukan Koperasi Distribusi
Indonesia ,KDI, yang dibentuk oleh gabungan 12 Induk Koperasi yang
memiliki perwakilan di 2 propinsi dengan sekitar 2.500 agen yang terdiri dari
koperasi primer dan UKM.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
57
57

Masa Presiden Abdurrachman Wahid


Dalam masa kepresidenan Abdurrachman \ahid nomenklatur Departemen Koperasi
dan UKM berubah menjadi Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Disamping itu
dibentuk pula Badan Pengembangan Sumberdaya Koperasi dan Pengusaha Kecil dan
Menengah ,BPS-KPKM, dibawah Menteri Koperasi.
Dalam masa tersebut dimulai juga pelaksanaan Otonomi Daerah yang memunculkan
penataan organisasi dan personil jajaran pembina koperasi di tingkat Propinsi dan
Kabupaten,Kota.
Pada tahun 2001, program sentra,klaster, MAP dan layanan pengembangan bisnis
,BDS-P, dimulai.
Dalam masa ini dimulai proses penyusunan undang-undang koperasi yang baru. Ada
dua dra UU, yang dibuat oleh Dekopin dan LSP2I.
Masa Presiden Megawati 8oekarno Putri
Dalam masa pemerintahan presiden Megawati BPS-KPKM dibubarkan dan
kewenangannya dimasukkan ke dalam struktur Kementerian Negara Koperasi dan
UKM.
Program Dana Bergulir mulai diperkenalkan untuk memberi bantuan dan perkuatan
permodalan koperasi dalam mengembangkan usahanya.
Penyaluran bantuan permodalan bagi usaha kecil yang berasal dari sisa dana SUP-005.
Penerbitan Keppres nomor 56 tahun 2002 tanggal 29 Juli 2002 tentang restrukturisasi
kredit UKM yang berjumlah sekitar Rp 21.9 milyar yang berada di Bank Mandiri, Bank
BRI, Bank B1N, Bank BNI 46, Bank-bank non BUMN serta DJPLN.
Masa Presiden 8usilo Bambang Yudhoyono
Dalam masa pemerintahan presiden SB\, GBlN tidak digunakan lagi dalam
pembangunan, sebagai gantinya presiden menggunakan Peraturan Presiden sebagai
pedoman pembangunan. Untuk itu dikeluarkan Perpres nomor tahun 2005 tentang

Bab 2. Tin]auan Pustaka
58
58

Rencana Pembangunan Jangka Menengah ,RPJM, Nasional tahun 2004-1009 sebagai


dokumen yang menjadi landasan sekaligus arah pembangunan nasional.
Perpres kemudian dilengkapi dengan Rencana 1indak Jangka Menengah ,R1JM, yang
disusun secara lintas sektor dan diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Negara
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia nomor
36,Per,M.KUKM,XI,2005 tentang R1JM pemderdayaan koperasi dan usaha kecil
dan usaha menengah tahun 2005-2009.
1ujuan utama pembangunan koperasi dan UKM adalah membangun 0.000 koperasi
berkualitas serta menumbuhkan dan mendorong lahirnya 6.000.000 unit usaha baru.
Program-program yang dijalankan adalah Program Sarjana Pencipta Kerja Mandiri
,Prospek Mandiri,, Program Pemberdayaan Perempuan Keluarga Sehat Sejahtera
,perkasa,, Progrgam Pemberdayaan Usaha Produkti Koperasi dan Usaha Mikro
,P3KUM, Pola Syariah, serta peningkatan upaya promosi usaha melalui pembangunan
Smal and Medium Promotion Center ,SPC, di Jakarta.
Paparan kronologi sejarah pengembangan koperasi dan UKM di Indonesia tersebut
diatas menunjukkan sesungguhnya upaya pengembangan telah diupayakan untuk
dilakukan secara bertahap, misalnya dengan rencana oisialisasi-deoisialisasi-otonomi
dalam pengembangan koperasi yang digulirkan pada masa Orde Baru. Pentahapan ini
sesungguhnya sebuah langkah sistematis yang baik untuk dijalankan, masalahnya
adalah kemampuan Pemerintah untuk menjaga kesinambungan dari pelaksanaan
tahapan tersebut. Misalnya, pada masa pelaksanaan Pelita VII yang lalu seharusnya
Indonesia memasuki tahap deoisialisasi dalam pengembangan koperasi, namun rezim
berganti dan proses pengembangan langsung melompat ke tahapan otonomi. Salah
satu dampaknya adalah, konsep pengembangan KUD menjadi tidak terjaga, di
pedesaan berdiri banyak KUD, kemudian kelompok-kelompok tani yang dulunya
berada di bawah KUD kemudian memisahkan diri dan membentuk koperasi-koperasi
primer petani ,Koptan, yang kecil-kecil. lal ini membuat KUD kehilangan skala
usaha ekonomisnya ,economies o scale, sehingga KUD tidak dapat beroperasi secara
menguntungkan dan bersaing.

Bab 2. Tin]auan Pustaka
59
59

2.5. Esensi Kebi]akan Pemerintah di Bidang


KUKM
Koperasi dan UKM menempati posisi strategis untuk mempercepat perubahan
struktural dalam rangka meningkatkan tara hidup rakyat banyak. Sebagai wadah
kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen, koperasi diharapkan
berperan dalam meningkatkan posisi tawar dan eisiensi ekonomi rakyat, sekaligus
turut memperbaiki kondisi persaingan usaha di pasar melalui dampak eksternalitas
positi yang ditimbulkannya. Sementara itu UMKM berperan dalam memperluas
penyediaan lapangan kerja, memberikan kontribusi yang signiikan terhadap
pertumbuhan ekonomi dan memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan dengan
itu adalah meningkatnya daya saing dan daya tahan ekonomi nasional. Dengan
perspekti peran seperti itu, sasaran umum pemberdayaan koperasi di masa mendatang
adalah:
1. Meningkatnya produktiitas UKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi
dari laju pertumbuhan produktiitas nasional
2. Meningkatnya proporsi usaha kecil ormal
3. Meningkatnya nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah dengan laju
pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya
4. Berungsinya sistem untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis ilmu
pengetahuan dan teknologi
5. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan
jati diri koperasi
Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, maka RPJM 1ahun 2004 - 2009
menetapkan pemberdayaan koperasi dan UKM dilaksanakan dengan arah kebijakan
sebagai berikut:
1. Mengembangkan UKM yang diarahkan untuk memberikan kontribusi
yang signiikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan

Bab 2. Tin]auan Pustaka
60
0

kerja, dan peningkatan daya saing, sedangkan pengembangan usaha skala


mikro lebih diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan
pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
2. Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata
kepemerintahan yang baik ,gooa gorervavce) dan berwawasan gevaer terutama
untuk:
a. Memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan
b. Memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur
perizinan
c. Memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung yang
menjalankan ungsi intermediasi sebagai penyedia jasa pengembangan
usaha, teknologi, manajemen, pemasaran dan inormasi.
3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan
wirausaha baru ber keunggulan untuk mendorong pertumbuhan,
peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja terutama dengan:
a. Meningkatkan perpaduan antara tenaga kerja terdidik dan terampil
dengan adopsi penerapan teknologi
b. Mengembangkan KUKM melalui pendekatan klaster di sektor
agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam
pengelolaan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas
kelembagaan koperasi sebagai wadah organisasi kepentingan usaha
bersama untuk memperoleh eisiensi kolekti
c. Mengembangkan KUKM untuk makin berperan dalam proses
industrialisasi, perkuatan keterkaitan industri, percepatan pengalihan
teknologi dan peningkatan kualitas SDM

Bab 2. Tin]auan Pustaka
61
1

d. Mengintegrasikan pengembangan usaha dalam konteks


pengembangan regional, sesuai dengan karakteristik pengusaha dan
potensi usaha unggulan di setiap daerah
4. Mengembangkan KUKM untuk makin berperan sebagai penyedia barang
dan jasa pada pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk
impor, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak
5. Membangun koperasi yang diarahkan dan diokuskan pada upaya-upaya
untuk: ,i, membenahi dan memperkuat tatanan kelembagaan dan
organisasi koperasi di tingkat makro, meso, maupun mikro, guna
menciptakan iklim dan lingkungan usaha yang kondusi bagi kemajuan
koperasi serta kepastian hukum yang melindungi koperasi dan,atau
anggotanya dari praktek-praktek persaingan usaha yang tidak sehat, ,ii,
meningkatkan pemahaman, kepedulian dan dukungan pemangku
kepentingan kepada koperasi, dan ,iii, meningkatkan kemandirian gerakan
koperasi.
Sasaran dan arah kebijakan pemberdayaan KUKM tersebut di atas kemudian
dijabarkan ke dalam program-program kebijakan pembangunan RPJM yang
merupakan strategi implementasi pada tataran makro, meso dan mikro.

Anda mungkin juga menyukai