Anda di halaman 1dari 5

Teori Sosiologis, Budaya dan Spritual Menua Oleh Hamdana Eka Putri, 0906493363

Manusia adalah makhluk yang kompleks. Tidak bisa diandang dalam sisi biologis atau psikologis saja. Selain dua hal itu ada aspek dalam diri manusia yang juga mempengaruhi hidup manusia yaitunya aspek sosiologis, budaya dan spiritual. Aspek-aspek ini juga dimiliki oleh golongan uasi tua. Berikut penjelasan terkait aspek tersebut. I. Teori Sosiologis Teori sosiologis berbeda dengan teori biologis, teori sosiologis lebih menekankan kepada peran dan hubungan masing-masing individu dalam kehidupannya nanti. Ada beberapa teori sosiologis menua, yaitunya: a) Disengangement Theory Teori disengangement diperkenalkan oleh Cumming dan Henry pada tahun 1961 (Lueckenotte, A.G, 1996). Teori ini memandang seseorang yang telah tua sebagai tugas perkembangannya dan lansia itu sendiri, mereka memiliki norma sendiri. Seseorang yang telah lanjut usia akan menarik diri dari lingkungan dan lingkungannya pun mendukung hal ini. Akan tetapi ide tentang menarik diri dari lingkungan ini banyak ditentang oleh masyarakat luas karena menarik diri dari lingkungan dan mengurangi interaksi sosial tidak dapat diterima begitu saja oleh masyarakat luas. Namun teori ini dapat digunakan untuk menjelaskan penyebaran usia lanjut yang produktif dan yang sudah tidak produktif. b) Activity Theory Havinghurst dan Albrecht (1953) dalam Miller menyatakan bahwa ada hubungan antara peranan seseorang dalam partisipasi social dengan kualitas hidupnya usia lanjut. Teori ini mengemukakan bahwa seseorang yang aktif dapat meningkatkan kondisi psikologis dan sosiologisnya (Miller, C. A, 2004 ). Teori ini mempercayai konsep diri dapat diperoleh seseorang dari aktivitasnya dan hilangnya atau berubahnya peran seseorang dalam lingkungannya dapat berdampak negative pada dirinya. Teori ini memandang aktivitas sebagai sesuatu yang penting untuk dipertahankan oleh seseorang terutama lansia untuk mencapai

kepuasan hidupnya.. Akan tetapi mereka mengungkapkan bahwa kualitas dari aktivitas yang dijalani lebih penting dari jumlah aktivitas tersebut, dalam hal ini dapat diartikan bahwa aktivitas yang berkualitas lebih baik daripada aktivitas yang banyak tetapi kurang berkualitas. Kesibukan akan pekerjaan tidak mutlak dapat meningkatkan harga diri seseorang akan tetapi melakukan aktivitas yang berarti dan berguna bagi orang lain lah yang dapat membantu seseorang untuk meningakatkan harga dirinya. c) Continuity Theory Dalam proses menuju dewasa induvidu mengembakan kebiasaan-kebiasaan, komitmen, pilihan menjadi karakteristik personal masing-masing. Semuanya itu tetap dipelihara pada saat individu itu telah dewasa sampai mengalami proses penuaan. Dalam daur kehidupan ada interaksi yang konstan antara pilihan hidup seseorang dengan pengalamannya selama hidup, serta biologis dan kapasitas psikologis. Teori kontinuiti ini lebih menekankan bagaimana orang lanjut usia melanjutkan sisa hidupnya. Dalam teori ini individu akan tetap memiliki strategi koping yang sama seperti apa yang dikembangkannya selama masa hidupnya. d) Age Stratification Theory dan Age Integration Theory Teori ini awalnya dikemukakan oleh Riley dan koleganya (1972), teori menjelaskan adanya interpedensi antara umur, orang yang telah lanjut usia dengan proses sosial. Individu dan peranannya dalam kelompok masyarakat dapat berubah-ubah dan dapat mempengaruhi satu sama lainnya. Menurut teori ini seseorang yang telah lanjut usia dipandang sebagai bagian dari masyarakat dan anggota dari proses sosial. Teori ini menekankan beberapa konsep di bawah ini: a. Orang yang telah mengikuti atau masuk dalam suatu perkumpulan masyarakat adalah orang yang telah berumur secara sosial, secara biologis dan secara psikologis. b. kelompok baru dilahirkan terus menerus dan masing-masingnya mengalami kejadian dan kisah-kisah masing-masing. c. Sebuah masyarakat dapat dibagi mejadi beberapa strata sesuai dengan umur dan peran d. Masyarakat dapat berubah dengan sendirinya sama dengan dengan orang-orang di dalamnya dan peran mereka dalam masing-masing strata.

e. Adanya hubungan yang dinamis antara proses penuaan seseorang dengan proses perubahan sosial. e) Person-Environment Fit Theory Teori ini mempertimbangkan adanya hubungan antara kompetensi personal dengan lingkungan (Lawton, 1982 dalam). Menurut teori ini kompetensi personal termasuk hal-hal berikut yang secara kolektif berkontribusi dalam kemampuan seseorang, yaitunya: kekuatan ego, kemampuan motorik, kesehatan biologis, kapasitas kognitif, dan kapasitas presepsi sensori. Lawton menegaskan setiap tingkatan kom[etensi seseorang , selalu ada tingkatan tuntutan lingkungan, atau tekanan dari lingkungas. Orang yang memiliki kompetensi yang kurang hanya bisa mentoleransi tekanan yang rendah dari lingkungan sebaliknya orang-orang yang memiliki tingkat kompetensi yang tinggi dapat mentoleransi tingkat tekanan yang tinggi dari lingkungannya. Teori ini sering digunakan dalam perencanaan lingkungan yang cocok bagi lansia dengan ketidakmampuan. II. Teori Subcultural Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Rose pada awal tahun 1960, ia menyatakan seseorang usia lanjut sebagai sebuah kelompok atau golongan memilki norma mereka sendiri, harapan (ekspektasi), kepercayaan, dan kebiasaan sendiri bahkan mereka memiliki kebudayaan sendiri (Rose, 1965 dalam Miller, C. A, 2004 ). Teori ini juga berpendapat bahw agolongatn tua tidak begitu banyak yang terintegrasi dengan masyarakat luas disbanding kelompok umur lainnya. Rose mengemukakan hsil dari subkultural orang-orang dengan usia lanjut ini adalah untuk meningkatkan citra dirinya dan perubahan pengertian yang negative tentang budaya penuaan. Terdapat hubungan antara partisipasi dalam kelompok dan proses penyesuaian diri dengan penuaan.

III. Teori Spritual Spritualitas memiliki satu tujuan dalam hidup seseorang yaitunya untuk menentukan jalan yang tepat untuk dijalani dalam hidup, bagaimana berinteraksi sesamanya, dirinya sendiri, dan kepada dunia luas (Wright. L.M, 2005). Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa spritualitas sangat penting dimiliki oleh semua orang untuk mendapatkan tujuan hidup dan kepauasan hidup. Penelitian longitudinal Duke tentang penuaan menemukan bahwa sikap keagamaan seseorang dan kepuasan hidup tetap bersamaan . Akan tetapi hubungan antara

hubungan antara sikap keagamaan, perasaan berguna bagi orang lain, kegiatan yang menyenangkan dan penyesuaian diri pribadi terus berkembang (Balzer and Palmore 1976 dalam Moberg, D. O, 2001). Atchley juga mencoba menggunakan pendekatan religius untuk menggambarkan spiritualitas sebagai 'koneksi dengan dasar dari keberadaan' 'keheningan batin yang mendalam', 'wawasan', 'kasih sayang', 'transendensi diri pribadi', 'transformasi'. Dia juga menilai keyakinan peran spiritual dalam mengatasi masalah kemudian hari, khususnya yang berkaitan dengan pengalaman hidup, sekarat dan kematian (http://www.medscape.com/viewarticle/740654_3).

Dari penjelasan di atas dapatlah kita tahu bahwa orang-orang lanjut usia pun memilki aspek sosiologis, budaya, dan spiritual dalam dirinya. Aspek ini tidak sama dengan golongan usia lainnya. Orang dengan uasi yang lebih tua memilii cara sendiri untuk dapat mempertahankan citra dirinya sehingga dapat mencapai kepuasaan hidup di sisa usianya. Oleh karena itu seorang perawat harus mampu memandang seorang yang telah berusia lanjut sebagai indivudu yang kompleks juga. Seorang perawat harus mengenal bagaimana seorang lansia berkomunikasi dengan sesamanya, apakan ia mengalami penurunan aktivitas atau tetap menjalakan aktivitas seperti basanya. Perawat juga harus bias mengkaji aktivitas apa yang sebaiknya dilakukan oleh mereka terutama bagi orang lanjut usia yang mengalami ketidakmampuan dan lingkungan seperti apa yang cocok untuk mereka. Dengan mengetahui konsep sosiologis, budaya dan spiritual menua perawat daoat membantu orang lanjut usia untuk tetap mempertahankan citra dirinya dan menemukan kepuasan hidup mereka sendiri.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. Spirituality and Aging: Psychological & Gerontological Theories of Resurgence of Spirituality with Aging. http://www.medscape.com/viewarticle/740654_3. diunduh tanggal 21 Februari 2012 pukul 15.45 WIB. Lueckenotte, A.G. 1996. Gerontologic Nursing. St. Louis: Mosby. Miller, C. A. 2004. Nursing for Wellness in Older Adults : Theory and Practice 4th edition. Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins. Moberg, D. O. 2001. Aging and Spirituality. Binghamton: The Haworth Pastoral press. http://books.google.co.id/books/about/Aging_and_spirituality.html?id=X4i3jK2cf1YC&r edir_esc=y. diunduh tanggal 21 Februari 2012 pukul 15. 37 WIB. Wright. L.M. 2005. Sprituality, Suffering, and Illness: Ideas for Healing. Philadelphia: F.A . Davis Company.

Anda mungkin juga menyukai