Anda di halaman 1dari 4

Analisa Keuangan

Analisis kelayakan finansial dilakukan ini untuk mengetahui kelayakan usaha peternakan ulat sutera dari sisi finansial menguntungkan atau tidak. Dalam penelitian ini, analisis kelayakan finansial menggunakan 4 kriteria kelayakan usaha yaitu Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period. Untuk melakukanvperhitungan, digunakan beberapa asumsi, yaitu: 1. Kandang pemeliharaan ulat sutera merupakan variabel yang memiliki umur ekonomis terlama dalam proyek yaitu 20 tahun. 2. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama usaha, karena persiapan pemeliharaan hanya membutuhkan waktu 6 bulan dan diasumsikan awal investasi berada pada bulan pertama di tahun yang pertama. 3. Dalam 1 tahun terdapat 12 kali musim pemeliharaan ulat sutera, artinya peternakan ini mampu berproduksi kokon setiap satu bulan sekali. 4. Modal yang digunakan dalam usaha ini berasal dari modal sendiri. 5. Penentuan harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga yang berlaku pada saat ini dilakukan dan diasumsikan konstan hingga umur proyek berakhir. 6. Dalam 1 boks bibit terdapat 25.000 ekor ulat sutera. 7. Harga bibit ulat sutera ukuran instar III yang diperoleh diasumsikan tetap sebesar Rp 105.000,- per boks. Jumlah harga pembelian ini sudah termasuk pembelian dus sebagai wadah bibit ulat sutera. Dus yang ada akan dipakai kembali untuk membawa kokon hasil produksi ke CV Batu Gede. 8. Penyusutan barang investasi menggunakan metode garis lurus. Perhitungan beban penyusutan dilakukan untuk perhitungan laba-rugi yang akan menghasilkan besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar oleh pemilik usaha setiap tahunnya. 9. Perhitungan besarnya pajak penghasilan berdasarkan Pasal 17 Undangundang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Tarif Umum PPh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap. 10. Tingkat keberhasilan pemeliharaan ulat sutera sebesar 80% dari jumlah bibit awal. Penentuan besarnya tingkat keberhasilan berdasarkan pengalaman usaha selama ini.

11. Tingkat suku bunga yang digunakan dalam analisis adalah tingkat suku bunga deposito rata-rata Bank Indonesia pada tahun 2008, yaitu sebesar 9%. Tingkat suku bunga diasumsikan konstan selama masa umur proyek. 12. Harga jual kokon basah rata-rata per musim pemeliharaan yang dipakai adalah Rp 23.000,- per Kg. Kokon yang dihasilkan pada usaha kondisi saat ini adalah kokon grade B. 13. Upah tenaga kerja merupakan sistem bagi hasil dengan proporsi ??

Variabel kompor digunakan untuk menghangatkan suhu di dalam kandang pada saat musim hujan. Selain itu, kompor juga digunakan untuk kegiatan sehari-hari pemilik. Dalam satu tahun, pemakaian kompor untuk usaha ini selama 4 bulan, sehingga nilai variabel kompor pada usaha ini adalah 25 persen dari nilai belinya. Variabel motor digunakan untuk pengangkutan bibit ulat sutera, pengangkutan pakan murbei untuk ulat sutera, dan pengangkutan hasil kokon ke CV Batu Gede.

Manfaat yang diterima pada usaha peternakan ulat sutera berasal dari penerimaan penjualan kokon. Setiap bulannya, jumlah kokon yang dihasilkan bervariasi antara 30 Kg 40 Kg. Harga kokon yang diterima setiap panen berkisar antara Rp 18.000,- Rp 25.000,-. Besarnya penerimaan penjualan didapat dari perkalian antara jumlah rata-rata produksi kokon per tahun dikalikan dengan harga jual rata-rata kokon yang diterima berdasarkan kualitas yang dihasilkan. Besarnya penerimaan penjualan kokon yang diterima selama umur proyek berlangsung sebesar Rp 156.170.000,-. Rincian penjualan kokon per tahun dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Jumlah Penerimaan Penjualan

Berdasarkan pengalaman usaha selama ini, harga jual kokon tertinggi yang diterima adalah sebesar Rp 25.000,- per kilogram atau peningkatan sekitar 8,6 persen dari harga jual kokon ratarata per kilogramnya. Di Indonesia, harga jual kokon tertinggi pada kondisi normal per kilogramnya adalah Rp 30.000.

Dengan luas lahan murbei 2 Ha, dalam satu musim pemeliharaan, kokon yang dihasilkan ratarata sebesar 35 Kg atau dengan 1 boks bibit ulat sutera. Sedangkan dalam kondisi optimal, berdasarkan penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan hasil dari beberapa literature dalam 2 Ha lahan murbei, jumlah ulat sutera yang dapat dipelihara maksimal sebanyak 4 boks atau mampu menghasilkan rata-rata kokon 140 Kg dalam satu musim pemeliharan.

Pada 10 musim pertama pemeliharaan ulat sutera, usaha ini mampu memelihara 3 boks ulat sutera dalam satu musimnya, namun karena keterbatasan pakan murbei, pemeliharaan ulat sutera dikurangi menjadi 1 boks per musimnya. Keterbatasan pakan murbei terjadi akibat pemeliharaan murbei yang belum dilakukan secara baik, sehingga dalam skenario II, akan dilakukan optimalisasi produksi kokon dengan luasan murbei dan kandang pemeliharaan yang ada saat ini. Perbaikan pemeliharaan murbei dilakukan melalui kegiatan irigasi pada musim kemarau, pendangiran, pemupukan, pengapuran, dan pemberian obatobatan yang dilakukan sebanyak 4 kali dalam setahun.

6.2.2.1 Analisis Biaya Arus biaya pada analisis finansial skenario II terdiri dari biaya pra investasi, biaya investasi, dan biaya operasional. Biaya pra investasi yang dikeluarkan pada skenario II sama dengan biaya pra investasi pada skenario I yaitu biaya pelatihan yang besarnya Rp 2.000.000,-. Variabel penyusun biaya investasi pada skenario II sama dengan investasi pada skenario I, hanya terdapat penambahan rak pemeliharaan menjadi 4 buah dan Seriframe menjadi 160 buah.

Besarnya biaya investasi pada skenario II bertambah menjadi Rp 26.495.000,-. Biaya investasi yang dikeluarkan pada skenario II dapat dilihat pada Tabel 21.

Biaya variabel yang dilkeluarkan pada skenario II terdiri dari bahan bakar, biaya pembelian bibit ulat sutera ukuran instar III, dan biaya pembelian popson. Ulat sutera yang dipelihara dalam satu musim pemeliharaan adalah 4 boks, sehingga pada tahun pertama, jumlah boks ulat sutera yang dipelihara selama 6 kali musim pemeliharaan adalah 24 boks. Sedangkan pada tahun ke-2 hingga

tahun ke-15, jumlah ulat sutera yang dipelihara selama 12 kali musim pemeliharaan per tahunnya adalah 48 boks. Besarnya biaya variabel yang dikeluarkan setiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel 24.

Manfaat yang diterima pada usaha peternakan ulat sutera Desa Karyasari berasal dari penerimaan penjualan kokon. Jumlah produksi kokon rata-rata yang dihasilkan menjadi meningkat. Pada tahun pertama, kokon yang dihasilkan sebanyak 840 Kg, dan pada tahun ke-2 hingga tahun ke15, kokon yang dihasilkan sebanyak 1.680 Kg. Penerimaan penjualan kokon diperoleh dari perkalian jumlah produksi kokon yang dihasilkan dengan harga jual rata-rata Rp 23.000 kokon per kilogram. Besarnya penerimaan penjualan kokon skenario II sampai akhir umur proyek berakhir adalah Rp 520.280.000,-. Besarnya penerimaan penjualan kokon per tahunnya dapat dilihat pada Tabel 25.

Manfaat lain yang dihasilkan dalam usaha peternakan ulat sutera scenario II adalah nilai sisa yang dihasilkan dari investasi yang sudah dikeluarkan. Pada skenario II terdapat penambahan nilai sisa untuk variabel seriframe. Penambahan nilai sisa di akhir umur proyek pada seriframe terjadi karena jumlah seriframe yang dipakai pada skenario II sebanyak 160 buah. Besarnya nilai sisa di akhir umur proyek adalah Rp 18.925.000,-. Penambahan nilai sisa seriframe terjadi pada akhir umur ekonomis seriframe. Besarnya nilai sisa pada tahun ke-10 adalah Rp 1.700.000,-. Besarnya nilai sisa untuk skenario II dapat dilihat pada Tabel 26.

Anda mungkin juga menyukai