Anda di halaman 1dari 9

Besarnya pembelahan kristal menentukan sifat magnetik suatu ion kompleks.

Ion {Ti(H2O)6]3+, yang hanya mempunyai satu elektron d, selalu paramagnetik. Namun untuk suatu ion dengan beberapa elektron d, situasinya tidak semudah itu. Misalnya, komplek oktahedral [FeF6]3- dan [Fe(CN)6]3- (Gambar 1)

Gambar 1 Diagram tingkat energi untuk ion Fe3+ dan untuk ion kompleks [FeF6]3- dan [Fe(CN Konfigurasi elektron Fe3+ ialah [Ar]3d5 , dan ada dua kemungkinan untuk mendistribusikan kelima elektron d pada orbital-orbital d. Berdasarkan aturan Hund, kestabilan maksimum akan tercapai apabila elektron diletakkan pada orbital terpisah dengan spin paralel. Akan tetapi, susunan ini akan tercapai dengan satu syarat; dua dari lima elektron harus dipromosikan ke orbital dan yang energinya lebih tinggi. Invastasi energi sebesar ini tidak diperlukan jika kelima elektron memasuki orbital . Menurut prinsip larangan Pauli, aka nada hanya satu elektron tak berpasangan dalam kasus ini.

Gambar 2 Diagram orbital untuk kompleks oktahedral spin-tinggi dan spin-rendah untuk masingmasing konfigurasi elektron d4, d5, d6, dan d7. Pembedaan ini tidak dapat dibuat untuk d1, d2, d3, d8 , d9 ,dan d10.

Gambar 2 menunjukkan distribusi elektron di antara orbital-orbital d yang menghasilkan kompleks spin-rendah dan dan spin-tinggi. Susunan sebenarnya dari elektron-elektron ini ditentukan berdasarkan besarnya kestabilan yang didapatkan dengan mempunyai spin paralel maksimum versus investasi energi yang diperlukan untuk mempromosikan elektron ke orbital d yang lebih tinggi. Karena F- adalah ligan medan-lemah, kelima elektron d memasuki lima orbital d dengan spin paralel sehingga terbentuk kompleks spin-tinggi (lihat Gambar 1). Sebaliknya, ion sianida adalah ion medan-kuat, sehingga secara energi kelima elektron memilih berada di orbital rendah karena dan karena itu terbentuklah kompleks spin-rendah. Komplek spin-tinggi lebih paramagnetik daripada komplek spin-rendah. Banyak elektron(atau spin) takberpasangan dapat diketahui melalui pengukuran magnetik, dan pada umumnya hasil percobaan akan mendukung prediksi yang diperoleh berdasarkan pembelahan medan kristal. Namun pembedaan antara kompleks spin-rendah dan spin-tinggi dapat dibuat hanya jika ion logam mengandung lebih dari tiga dan kurang dari delapan elektron d, sperti pada Gambar 2.

2. Sifat Magnetik Keberadaan konfigurasi spin-tinggi dan spin-rendah menyebabkan sifat magnetik pada berbagai senyawa koordinasi. Zat dapat digolongkan sebagai paramagnetik atau diamagnetik berdasarkan apakah zat tersebut ditarik ke dalam medan magnetik atau tidak. Gambar 18.18 menjelaskan eksperimen untuk menunjukkan kerentanan universal zat terhadap pengaruh medan magnetik. Sampel berbentuk tabung digantung sedemikian sehingga dasarnya berada di antara kutub magnet yang sangat kuat tetapi bagian puncaknya di luar medan magnetik. Zat ditimbang dengan sangat cermat lalu ditimbang kembali bila magnetnya disingkirkan. Gaya total pada sampel ternyata berubah akibat keberadaan medan magnetik. Zat yang ditolak oleh medan magnetik nonuniform bobotnya lebih sedikit dan disebut diamagnetik. Dan zat yang ditarik oleh medan magnetik bobotnya lebih tinggi dan disebut paramagnetik. Penimbangan yang baru dijelaskan ini memberikan nilai numeric untuk kerentanan magnetik (magnetic susceptibility) suatu zat, kecenderungannya untuk berinteraksi dengan medan magnetik. Kerentanan suatu diamagnet adalah negatif dan kecil, sementara untuk paramagnet positif dan mungkin cukup besar

Paramagnetisme dikaitkan dengan atom, ion, atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron dengan spin yang tidak berpasang. Zat diamagnetic mempunyai spin dengan semua elektronya berpasangan. Jadi pengukuran kerentanan magnetik menyatakan mana zat yang spin elektronnya tak-berpasangan dan mana yang spin elektronnya semua berpasangan. Jumlah electron tak berpasangan permolekul dalam paramagnet bahkan dapat dihitung berdasarkan besarnya kerentanan magnetik sampel tersebut. Berdasarkan molar, zat dengan dua electron tak berpasangan permolekul ditarik ke dalam medan magnetik lebih kuat dibandingkan zat dengan hanya satu elektron tak-berpasangan permolekul. Fakta ini muncul sehubungan dengan kompleks koordinasi sebab paramagnetisme banyak terjadi di antara kompleks logam transisi, padahal sebagian besar zat kimia lain bersifat diamagnetik. Di antara kompleks ion logam tertentu, jumlah elektron tak-berpasangan, sebagaimana teramati dari kerentanan magnetik, identitas ligannya beragam. Baik maupun mempunyai enam ligan di seputar ion pusat, tetapi yang disebut pertama bersifat diamagnetic (sebab zat itu merupakan kompleks spin-rendah, medan kuat) dan zat yang disebut terakhir adalah paramagnetic karena ada empat electron tak-berpasangan (sebab zat ini merupakan kompleks spin-tinggi,medan lemah). Demikian pula, adalah diamagnetik, tetapi memiliki empat electron tak-berpasangan; kompleks ini juga berkaitan dengan dua konfigurasi . . Sifat Magnetik Unsur Transisi Periode ke Empat Unsur transisi mempunyai siat-sifat khas yang membedakan dari unsur golongan utama, antara lain : Sifat logam, semua unsur transisi tergolong logam dengan titik cair dan titik didih yang relatif tinggi.

Bersifat paramagnetik (sedikit tertarik ke dalam medan magnet). Sifat paramagnetik suatu atom merupakan sifat yang disebabkan karena adanya elektron yang tidak berpasangan (elektron tunggal),sedang sifat feromagnetik ditentukan oleh banyaknya elektron tunggal, semakin banyak elektron tunggalnya maka akan makin bersifat feromagnetik. Unsur transisi periode ke empat dan senyawa-senyawanya umumnya bersifat paramagnetik (apabila ditarik kuat ke dalam medan magnet). Feromagnetisme hanya diperlihatkan oleh beberapa logam, yaitu besi, kobal, dan nikel, serta logam-logam campur tertentu. Zink dan unsur-unsur golongan IIB lainnya (Cd dan Hg) mempunyai titik leleh dan titik didih yang relatif rendah tidak paramagnetik, melainkan bersifat diamagnetik (sedikit ditolak keluar medan magnet). Sifat-sifat khas unsur transisi berkaitan dengan adanya subkulit d yang terisi tidak penuh. Semua unsur transisi periode keempat memenuhi definisi ini, kecuali zink.

3. Magnetisme dalam materi Paramagnetik Bahan paramagnetik ialah bahan-bahan yang memiliki suseptibiltas magnetic Xm yang positif, dan sangat kecil. Paramagnetisme muncul dalam bahan yang atom-atomnya memiliki momen magnetik permanen yang berinteraksi satu sama lain secara sangat lemah. Apabila tidak terdapat medan magnetik luar, momen magnetik ini akan berorientasi acak. Dengan daya medan magnetik luar, momen magnetik ini cenderung menyearahkan sejajar dengan medannya, tetapi ini dilawan oleh kecenderungan momen untuk berorientasi acak akibat gerakan termalnya. Perbandingan momen yang menyearahkan dengan medan ini bergantung pada kekuatan medan dan pada temperaturnya. Pada medan magnetik luar yang kuat pada temperatur yang sangat rendah, hampir seluruh momen akan diserahkan dengan medannya. Dalam keadaan ini kontribusi pada medan magnetik total akibat bahan ini sangat besar, seperti yang diperlihatkan dalam taksiran numerik. Akan tetapi, sekalipun dengan medan magnetik terkuat yang dapat diperoleh di laboratorium, temperatur haruslah serendah beberapa Kelvin untuk memperoleh derajat penyearahan yang tinggi. Telah kita ketahui bahwa energi potensial dipole listrik dengan momen p dalam medan listrik E pada persamaan:

Energi potensial dari suatu dipol magnetik dengan momen m di dalam medan magnetik luar Bdiberikan oleh persamaan yang sama:

Energi potensial apabila momennya sejajar dengan medan ( = 0) dengan demikian lebih rendah dibandingkan apabila momennya sejajar dan berlawanan arah ( = 180o) sebesar 2mB. Untuk

momen magnetik 1 magneton Bohr dan medan magnetik sekuat 1 T, perbedaan energi potensialnya adalah :

Pada temperature normal T=300K, energi termal kT ialah :

yang kira-kira 200 kali lebih besar dari 2mBB. Dengan demikian, sekalipun dalam medan magnetik yang kuatnya 1 T, sebagian besar momen magnetik tersebut akan berorientasi acak karena gerak termalnya. Pada hukum Curie,

Perhatikan bahwa merupakan rasio antara energi maksimum dipol dalam medan magnetik dengan energi termal karakteristiknya dan dengan demikian akan berupa bilangan tanpa dimensi. Hasil bahwa pemagnetan ini terbalik dengan temperatur mutlak ditemukan secara percobaan oleh Pierre Curie dan dikenal hukum Curie. 2. FEROMAGNETISME Bahan feromagnetisme merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas magnetik Xm positif, yang sangat tinggi. Feromagnetisme muncul pada besi murni, kobalt, dan nikel serta paduan dari logam-logam ini. Sifat ini juga dimiliki oleh gadolinium, disprosium, dan beberapa senyawa lain. Dalam bahan-bahan ini sejumlah kecil medan magnetik luar dapat menyebabkan derajat penyearahan yang tinggi pada momen dipol magnetik atomnya. Dalam beberapa kasus, penyearahan ini dapat bertahan sekalipun medan pemagnetannya telah hilang. Ini terjadi karena momen dipol magnetik atom dari bahan-bahan ini mengerahkan gaya-gaya yang kuat pada atom tetangganya sehingga dalam daerah ruang yang sempit, momen ini disearahkan satu sama lain sekalipun medan luarnya tidak ada lagi. Daerah ruang tempat momen dipol megnetik disearahkan ini disebut daerah magnetik. Ukuran suatu ranah biasanya bersifat mikroskopik. Dalam daerah ini, semua momen magnetik disearahkan, tetapi arah penyearahannya beragam dari daerah ke daerah sehingga momen magnetik total dari kepingan mikroskopik bahan feromagnetik ini adalah nol dalam keadaan normal. Apabila medan magnetik luar dikerahkan, batas-batas daerah tersebut dapat bergeser atau arah penyearahan dalam suatu daerah dapat berubah sehingga terdapat momen magnetik mikroskopik total dalam arah medan yang dikerahkan tersebut. Karena derajat penyearahan itu terlalu besar

bahkan untuk medan luar yang lemah, medan magnetik yang dihasilkan dalam bahan ersebut oleh dipol-dipol seringkali jauh lebih besar daripada medan luarnya. 3. DIAMAGNETISME Bahan diamagnetisme merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas magnetik Xm negatif dan sangat kecil. Sifat diamagnet ditemukan oleh Faraday pada tahun 1846 ketika ia mengetahui bahwa sekeping bismuth ditolak oleh kedua kutub magnet, yang memperlihatkan bahwa medan luar dari magnet tersebut menginduksikan suatu momen magnetik pada bismuth dalam arah yang berlawanan dengan medan tersebut. Kita dapat memahami pengaruh ini secara kualitatif dengan menggunakan hukum Lenz. Atom dengan struktur elektron kulit tertutup memiliki momentum sudut total sama dengan nol dan dengan demikian tidak ada momen magnetik permanen totalnya. Bahan-bahan yang memiliki atom yang demikian-bismut, misalnya-merupakan bahan diamagnetik. Sebagaimana yang akan kita lihat kemudian, momen magnetik induksi yang menyebabkan diamagnetisme memiliki besar orde 10-5magneton Bohr. Karena nilai ini jauh lebih rendah daripada momen magnetik permanen atom-atom bahan paramagnetik dan feromagnetik, yang tidak memiliki struktur kulit tertutup, pengaruh diamagnetik pada atom-atom ditutupi oleh penyearahan momen magnetik permanen. Akan tetapi, karena penyebarisan ini menurun terhadap temperatur, semua bahan secara teoritis bersifat diamgnetik pada temperatur yang cukup tinggi. Superkonduktor merupakan diamagnetik yang sempurna, artinya superkonduktor ini memiliki suseptibilitas magnetik -1. apabila superkonduktor ini ditempatkan dalam medan magnetik luar, arus listrik akan diinduksikan pada permukaannnya sehingga medan magnetik total dalam superkonduktor tersebut menjadi nol. Perhatikan batang superkonduktor di dalam solenoida dengan n lilitan per panjang satuan. Apabila solenoidanya dihubungkan dengan sumber ggl sehingga menyalurkan arus I, medan magnetik akibat solenoidanya akan sama dengan . Arus permukaan sebesar nI per panjang satuan yang diinduksikan pada batang superkonduktor akan meniadakan medan akibat solenoida sehingga medan total di dalam superkonduktor sama dengan nol. Magnetisasi, M, (momen magnet per satuan volume) suatu sampel dalam medan magnet, H, berbanding lurus dengan besarnya H, dan tetapan perbandingannya adalah, , yang bergantung pada sampel. M=H disebut dengan suseptibilitas volume dan hasil kali dan volume molar sampel Vm disebut dengan susceptibilitas molar . Dinyatakan dalam persamaan menjadi:

Semua zat memiliki sifat diamagnetik, dan selain diamagnetisme, zat dengan elektron tidak berpasangan juga menunjukkan sifat paramagnetisme, besar sifat paramagnetisme sekitar 100

kali lebih besar daripada sifat diamagnetisme. Hukum Curie menunjukkan bahwa paramagnetisme berbanding terbalik dengan suhu:

T adalah temperatur mutlak dan A dan C adalah konstanta. Dalam metoda Gouy atau Faraday, momen magnet dihitung dari perubahan berat sampel bila digantungkan dalam pengaruh medan magnet. Selain metoda ini, metoda yang lebih sensitif adalah SQUID (superconducting quantum interference device) yang telah banyak digunakan untuk melakukan pengukuran sifat magnet. Paramagnetisme diinduksi oleh momen magnet permanen elektron tak berpasangan dalam molekul dan suseptibilitas molarnya berbanding lurus dengan momentum sudut spin elektron. Paramagnetisme kompleks logam transisi blok d yang memiliki elektron tak berpasangan dengan bilangan kuantum spin 1/2, dan setengah jumlah elektron tak berpasangan adalah bilangan kuantum spin total S. Oleh karena itu, momen magnet hanya berdasarkan spin secara teori dapat diturunkan mengikuti persamaan:

Banyak kompleks logam 3d menunjukkan kecocokan yang baik antara momen magnet yang diukur dengan neraca magnetik dan yang dihasilkan dari persamaan di atas. Hubungan antara jumlah elektron yang tak berpasangan dan suseptibilitas magnet kompleks diberikan di Tabel 6.3. Karena kecocokan ini dimungkinkan untuk menghitung jumlah elektron yang tidak berpasangan dari hasil pengukuran magnetiknya. Misalnya, misalnya kompleks Fe3+ d5 dengan momen magnet sekitar 1.7 B adalah kompleks spin rendah dengan satu elektron tak berpasangan, tetapi Fe3+d5 dengan momen magnet sekitar 5.9 B adalah kompleks spin tinggi dengan 5 elektron tak berpasangan.

Walaupun, momen magnetik yang terukur tidak lagi cocok dengan nilai spin saja bila kontribusi momentum sudut pada momen magnet total semakin besar. Khususnya dalam kompleks logam 5d, perbedaan antara yang diukur dan dihitung semakin besar. Beberapa material padatan paramagnetik menjadi feromagnetik pada temperatur rendah membentuk domain magnetik, yang di dalamnya ribuan spin elektron paralel satu sama lain. Suhu transisi paramagnetik-feromagnetik disebut suhu Curie. Bila spin tersusun antiparalel satu sama lain, bahan menjadi antiferomagnetik, dan suhu transisi paramagnetik-anti-feromagnetik disebutsuhu Neel. Bahan menjadi ferimagnetik bila spinnya tidak tepat saling menghilangkan, sehingga masih ada kemagnetannya. Kini, usaha untuk membuat ion logam paramagnetik tersusun untuk menginduksi interaksi feromagnetik antar spin-spinnya. Efek ini tidak mungkin dalam kompleks monointi.

SIFAT MAGNETIK ZAT PADAT http://fisikaunlam06.blogspot.com/ diakses 26 maret 2012 08:42 Kemagnetan
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-anorganik-universitas/kimia-logamtransisi/kemagnetan/ http://geofisikamanado.blogspot.com/2009/05/cara-pengukuran-metode-magnetik.html

Anda mungkin juga menyukai