Anda di halaman 1dari 8

Klasikasi Multispekral Menggunakan Data Citra Satelit ALOS Dan Data Batimetri Untuk Identikasi Objek Dasar Perairan

Dangkal
Bayu Prayudha Pusat Penelitian Oseanogra - LIPI Jln. Pasir Putih I/No. 1, Ancol Timur email: byu30des@gmail.com
Ringkasan Shallow waters ecosystem mapping has necessary for coastal and sea waters management. This research try to used multispectral classication for both ALOS imagery data and bathimetry data. Digital interpretation by Articial Neural Net classication, and ROI (Region Of Interest) sample evaluation by TD (Transformed Divergen) separability has been used as method for this research. The result has shown that: 1) AVNIR module in ALOS imagery capable to supply shallow waters bottom type information, 2) ANN classication for both ALOS imagery data and bathimetry data better than ANN classication for ALOS imagery data itself, and 3) Mutispectral classication for both ALOS imagery data and bathimetry data obtain 69.57% of accuracy.

Pendahuluan

Informasi mengenai objek dasar perairan dangkal merupakan informasi yang penting untuk mengetahui tipe ekosistem pada perairan dangkal tersebut, yang pada akhirnya bermanfaat sebagai bahan untuk pengelolaan daerah pesisir dan wilayah laut. Empat ekosistem yang menjadi pedoman didalam pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan lautan antara lain; 1) ekosistem terumbu karang, 2) ekosistem padang lamun, 3) ekosistem mangrove, dan 4) ekosistem estuaria (Dahuri, 1996). Ekosistem terumbu karang bermanfaat sebagai peredam ombak alami, mempertahankan garis pantai dari abrasi, sebagai sumber bahan makanan dan obat-obatan, serta dapat dijadikan objek wisata alam. Untuk biota, ekosistem terumbu karang berperan sebagai tempat mencari makan, perlindungan, dan sebagai daerah asuhan bagi biota pada stadia muda. Begitu juga pada ekosistem padang lamun, bermanfaat sebagai sumber makanan dan obat-obatan. Ikan sebagai tangkapan nelayan banyak terdapat pada ekosistem ini (BAKOSURTANAL, 2008). Ekosistem terumbu karang dan padang lamun merupakan ekosistem yang umumnya terdapat di perairan dangkal. Oleh karena itu, perlu dilakukan inventarisasi data yang dapat menggambarkan pola distribusinya secara spasial. Untuk mendapatkan informasi ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Dengan menggunakan spektrum tampak (visible) dan inframerah dekat dari satelit LANDSAT TM/MSS atau SPOT, dapat dilakukan deteksi terhadap kualitas air, klasikasi hutan bakau, pemetaan perairan dangkal, dan deteksi polusi tumpahan minyak (Dahuri, 1996). Sejalan dengan perkembangan teknologi penginderaan jauh, saat ini tersedia satelit ALOS yang memiliki 3 sensor utama yaitu: 1) PRISM yang dapat merekam pada julat gelombang tampak dengan resolusi spasial 2.5 meter, 2) AVNIR yang dapat merekam pada julat gelombang tampak hingga inframerah dekat dan memiliki resolusi spasial 10 meter, dan 3) PALSAR yang merupakan sensor perekam radar (ALOS/JAXA, 2006). Dengan sensor yang dibawa pada PRISM dan AVNIR, memungkinkan untuk melakukan identikasi objek dasar perairan dangkal. Spesikasi citra satelit ALOS dapat dilihat pada tabel 1.
PIT MAPIN XVII, Bandung 10-12-2008

69

Tabel 1: Spesikasi citra satelit ALOS Parameters Launch date End of commissioning phase Design life Orbit Altitude Inclination Data rate Repeat cycle On-board recorder Specication 24 Januart 2006 23 October 2006 3 - 5 years Sun-synchronous sub-recurrent 691.65 Km (at equator) 98.16 240 Mbps (via Data Relay Technology Satellite) 120 Mbps (Direct Transmission) 46 days 90 Gbytes

Pembedaan objek pada citra satelit dapat dilakukan secara visual melalui teknik interpretasi maupun melalui teknik interpretasi secara digital. Teknik interpretasi secara digital dilakukan dengan jalan menganalisis tiap nilai digital yang ditampilkan pada setiap piksel dari citra satelit. Posisi dari tiap piksel dipresentasikan pada sistem koordinat xy, contohnya pada citra Landsat, koordinat asal berada pada pojok kiri atas citra. Tiap piksel memiliki nilai numerik yang disebut dengan nilai digital yang menunjukkan intensitas energi elektromagnetik yang terukur yang berasal dari pantulan, hamburan, atau pancaran dari obyek yang diindera. Nilai digital memiliki julat dari 0 sampai nilai tertinggi pada tingkat keabuan tertentu. Nilai digital terekam sebagai seri data bits, yang mampu mengkombinasikan angka 1 dan 0 secara bertingkat. Misalnya, untuk seri data 8-bit akan mampu menampilkan 256 tingkat keabuan pada citra hitam putih (28 = 256 tingkat kecerahan), nilai minimum atau nol akan ditampilkan gelap pada citra dan nilai maksimum atau 256 akan ditampilkan dengan warna putih atau cerah (Sabins Jr, 1987). Lyzenga, 1981 dalam Campbell, 1996, menjelaskan mengenai teknik penajaman objek dasar perairan dangkal dengan mengurangi DN (Digital Number) dengan objek perairan dalam, dengan asumsi bahwa semakin dalam laut maka objek yang berada di dasarnya semakin tidak terlihat sehingga pada laut dalam DN akan bernilai 0 (nol). Julat gelombang yang digunakan untuk identikasi objek dasar perairan dangkal ini adalah julat gelombang tampak. Dengan menghilangkan gangguan pada kolom air agar objek dasar perairan semakin tampak jelas, maka algoritma Lyzenga berusaha untuk menghilangkan gangguan tersebut dengan koesien atenuasi. Tetapi, algoritma tersebut mensyaratkan kondisi perairan yang relatif jernih (Jerlov Water, tipe I hingga II). Sagawa, et al. (2007) berusaha menambahkan indeks baru pada algoritma Lyzenga yaitu indeks reektan (pantulan). Indeks ini memasukkan unsur pengurangan hamburan yang disebabkan oleh kondisi atmosr dan permukaan air. Algoritma tersebut merupakan teknik untuk mempertajam objek dasar perairan, interpretasinya diserahkan pada interpreter atau pengguna. Permasalahannya adalah, bagaimana jika pembedaan objek dasar perairan dilakukan berdasarkan teknik klasikasi multispektral yang memungkinkan interpretasi dilakukan secara digital ? dan bagaimana jika unsur interpretasi lain dapat dimasukkan ke dalam klasikasi multispektral yang sebelumnya hanya dilakukan pada nilai digital citra saja ? Pada penelitian ini akan dicoba teknik interpretasi digital dengan menggunakan klasikasi multispektral pada citra satelit ALOS dengan data tambahan berupa data kedalaman (batimetri) untuk menjawab permasalahan tersebut diatas.

70

Maksud dan tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Memanfaatkan integrasi citra satelit ALOS dan data bathimetri untuk pemetaan objek dasar perairan dangkal. 2. Mengetahui separabilitas sampel ROI untuk klasikasi multispektral data citra satelit ALOS dan data batimetri.

Metode penelitian

Metode yang digunakan untuk pemetaan objek dasar perairan dangkal pada tulisan ini adalah metode interpretasi citra secara digital menggunakan klasikasi multispektral terbimbing (supervised). Algoritma klasikasi multispektral yang digunakan adalah algoritma Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Pada saat ini, JST merupakan algortima yang akurat untuk klasikasi multispektral, karena didesain untuk mensimulasikan proses pembelanjaran (learning process) seperti kerja jaringan syaraf pada otak manusia untuk membedakan dan mengklasikasikan suatu objek melalui hubungan-hubungan antara masukan (input) dan keluaran (output) (Campbell, 1996). Pada JST, pengelompokan nilai digital piksel tidak hanya berdasarkan pada bentuk-bentuk tertentu, tetapi berdasarkan pada kecenderungan pola yang terbentuk pada ruang spektral. Data yang digunakan untuk membuat peta perairan dangkal pada penelitian ini adalah data citra satelit ALOS perekaman 27 Agustus 2006 daerah Tanjung Merah, Kota Bitung dan data raster batimetri yang berupa citra kedalaman yang diturunkan dari interpolasi raster titiktitik kedalaman dari peta navigasi laut JANHIDROS. Data untuk uji akurasi digunakan data sekunder titik survei lapangan tahun 2004 hingga 2005 dari laboratorium remote sensing Pusat Penelitian Oseanogra LIPI. Data kedalaman digunakan untuk membedakan objek berdasarkan keberadaannya pada kedalaman tertentu. Jadi pada penelitian ini, selain membedakan objek berdasarkan nilai digital pada citra satelit yang ditunjukkan oleh perbedaan rona dan warna juga dimasukkan unsur situs yang melalui asumsi perbedaan kedalaman. Karena untuk objek lamun dan karang memiliki rona yang hampir sama sehingga sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Dengan menggunakan asumsi bahwa lamun tumbuh pada perairan yang lebih dangkal daripada karang, dan karang biasanya hidup pada daerah yang lebih dalam diwilayah tubir terumbu, maka diharapkan hasil interpretasi dapat lebih tajam. Dalam klasikasi multispektral terbimbing, dilakukan pengambilan sampel pada tiap nilai digital yang dikelompokkan berdasarkan klasikasi tertentu. Sampel ini dijadikan dasar oleh algoritma untuk dilakukan perhitungan klasikasi nilai digital (Jensen, 1996). Pada pengambilan sampel perlu dilakukan secara cermat dan hati-hati, karena hal ini berpengaruh terhadap akurasi hasil klasikasi. Campbell (2002) dalam Danoedoro (2004) melaporkan temuan beberapa peneliti lain, yang pernah menyimpulkan bahwa pemilihan sampel lebih berpengaruh terhadap akurasi hasil klasikasi daripada pemilihan algoritma klasikasi itu sendiri. Evaluasi tingkat separabilitas sampel dapat dilakukan melalui metode pengukuran Transformed Divergen (TD), dan jarak Jeries-Matusita (JM). Nilai yang dihasilkan dari evaluasi tersebut berkisar antara 0 hingga 2. Nilai indeks lebih dari 1,9 memiliki arti bahwa sampel memiliki separabilitas (keterpisahan) yang baik. Jika nilai separabilitas kurang dari 1, maka sampel tersebut harus dikelompokkan menjadi satu kelompok kelas, karena separabilitasnya sangat buruk (Richards, 1999).

71

4
4.1

Hasil dan Pembahasan


Pra-pemrosesan

Citra satelit ALOS (Gambar 2) yang digunakan pada penelitian ini adalah citra hasil perekaman sensor AVNIR yang terdiri dari 4 saluran/julat panjang gelombang. Saluran 1, 2, dan 3 berturut adalah julat panjang gelombang biru, hijau, dan merah, sedangkan saluran 4 adalah julat panjang gelombang inframerah dekat. Citra yang digunakan memiliki level 1B, sehingga sudah terkoreksi radiometrik dan geometrik secara sistematik. Meskipun demikian, koreksi radiometrik tetap dilakukan kembali karena pada daerah bayangan bernilai digital lebih dari 0 (nol). Dari histogram dapat diketahui nilai minimal dari nilai digital citra tersebut. Nilai minimal ini digunakan sebagai nilai pengurang untuk nilai digital seluruh liputan citra.

Gambar 1: Contoh pengambilan nilai digital pada batas air dan daratan pada saluran 4 citra satelit ALOS Saluran 4 pada citra ALOS digunakan untuk memisahkan objek daratan dengan perairan. Teknik yang digunakan adalah teknik masking, dengan jalan mencari nilai digital rata-rata batas objek darat dan air yang terdapat pada ujung garis pantai (Gambar 1). Melalui teknik masking, nilai digital batas air dan daratan tadi digunakan sebagai ambang untuk pembuatan layer masking. Layer masking tersebut merupakan layer untuk memotong citra yang memiliki nilai dibawah nilai batas darat dan air, sehingga didapatkan nilai objek pada perairan yang nilainya lebih kecil dari nilai digital batas darat dan air. Data batimetri didapatkan dari peta navigasi JANHIDROS yang berupa peta hasil scan dan kemudian di digitisasi pada objek-objek titik kedalaman sehingga dihasilkan data spasial titik kedalaman yang merupakan data DEM (Digital Elevation Model). Data ini kemudian di interpolasi menjadi sebuah data raster batimetri dengan resolusi spasial yang disesuaikan dengan resolusi spasial citra ALOS yaitu 10 meter (Gambar 3). Penyesuaian resolusi ini dimaksudkan agar kedua data tadi dapat digabungkan manjadi satu dataset dengan jalan layer stacking.

72

Gambar 2: Citra satelit ALOS Komposit 321 (True color)

Gambar 3: Data batimetri yang dihasilkan dari hasil interpolasi raster)

4.2

Uji separabilitas

Pengambilan sampel nilai digital atau ROI (Region Of Interest) dilakukan dengan mengelompokkan nilai-nilai digital sesuai dengan kategorisasi atau pengkelasan objek tertentu yang memiliki sifat hampir sama (homogen). Penentuan sifat yang homogen tidak hanya berdasarkan pada rona atau warna saja tetapi juga berdasarkan pertimbangan faktor kedalaman. Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk mempertajam hasil interpretasi, yang pada dasarnya unsur interpretasi terdiri dari 9 unsur, yaitu rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, tinggi, bayangan, situs, dan asosiasi, dan ditambah unsur tambahan yaitu pengetahuan mengenai daerah yang dikaji (local knowledge) (Sutanto, 1994). Pada interpretasi visual, 9 unsur ini memungkinkan untuk terpenuhi, tetapi untuk interpretasi secara digital yang berbasiskan pada nilai digital yang mempresentasikan perbedaan warna, 9 unsur tersebut hanya terpenuhi pada unsur rona/warna saja. Perhitungan indeks separabilitas TD dilakukan pada kondisi yang berbeda, 1) kondisi pertama pada sampel ROI yang hanya menggunakan saluran 3, 2, dan 1 citra satelit ALOS dan 2) kondisi kedua pada sampel ROI yang menggunakan saluran 3, 2, 1, dan ditambah dengan data raster batimetri. Dari hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa nilai minimal indeks separabilitas pada kondisi pertama jauh lebih buruk daripada kondisi kedua. Pada kondisi pertama, indeks separabilitas hanya didapatkan pada angka 1.72984077 yang merupakan sampel ROI pasangan objek karang dan lamun. Pada kondisi kedua, nilai minimum indeks separabilitas didapatkan pada angka 1.93947045. Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi kedua, indeks separabilitas

73

berada di atas ambang baik yaitu 1,9, dan jelas lebih baik daripada di kondisi pertama. Hasil pasangan sampel ROI lainnya pada kondisi kedua dan pertama dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 2. Karena indeks separabilitas pada kondisi kedua lebih baik daripada kondisi pertama, maka klasikasi multispektral selanjutnya dilakukan pada dataset citra kondisi kedua. Tabel 2: Indeks Separabilitas Transformed Divergence pada pasangan ROI sampel untuk citra satelit ALOS Band 3, 2, 1 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Nama ROI sampel Karang Karang Karang lamun Lamun lamun Pasir Pasir Pasir Pecahan Karang Pecahan Karang Pecahan Karang Nama ROI sampel pasangan yang dihitung lamun Pasir Pecahan karang Karang Pasir Pecahan karang Karang Lamun Pecahan Karang Karang Lamun Pasir Indeks Separabilitas (TD) 1.72984077 1.99995011 1.99997672 1.72984077 1.99062248 2.00000000 1.99995011 1.99062248 2.00000000 1.99997672 2.00000000 2.00000000

Tabel 3: Indeks Separabilitas Transformed Divergence pada pasangan ROI sampel untuk citra satelit ALOS Band 3, 2, 1 dan data batimetri No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Nama ROI sampel Karang Karang Karang lamun Lamun lamun Pasir Pasir Pasir Pecahan Karang Pecahan Karang Pecahan Karang Nama ROI sampel pasangan yang dihitung lamun Pasir Pecahan karang Karang Pasir Pecahan karang Karang Lamun Pecahan Karang Karang Lamun Pasir Indeks Separabilitas (TD) 1.93947045 1.99999997 1.99998645 1.93947045 1.99844425 2.00000000 1.99999997 1.99844425 2.00000000 1.99998645 2.00000000 2.00000000

4.3

Hasil klasikasi multispektral

Dari proses klasikasi multispektral dengan menggunakan JST, didapatkan hasil berupa peta sebaran objek dasar perairan dangkal pada Pesisir Desa Tanjung Merah, Kecamatan Bitung Tengah, Kota Bitung. Secara visual dapat dilihat pada hasil bahwa sebagian besar objek pada dasar perairan ditutupi oleh lamun. Objek karang terdapat pada ujung tubir dan beberapa ditemui pada rataan terumbu. Karang pada daerah ini jumlahnya tidak banyak karena rataan 74

terumbunya sempit dan kedalamannya relatif dangkal antara 50 cm hingga 4 meter. Sebagian besar karang pada daerah ini berasosiasi dengan lamun, kecuali pada daerah tubir karang hidup relatif baik tutupannya. Luasan tiap objek dasar perairan yang dihasilkan dari hasil klasikasi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4: Luasan tutupan dasar perairan dangkal No 1 2 3 4 Klasikasi Karang Lamun Pasir Pecahan karang Total luas Luas (Ha.) 9.46 54.68 24.07 17.51 105.72

Uji akurasi menggunakan 46 titik survei pada hasil klasikasi menunjukkan bahwa tingkat akurasi yang didapatkan oleh klasikasi multispektral citra satelit ALOS dan data batimetri secara keseluruhan adalah sebesar 69,57%. Hal ini masih jauh dari nilai ambang akurasi yang disebutkan oleh Campbell (1983) pada Danoedoro (2004), yaitu sebesar 85%. Tetapi, untuk objek dasar perairan dan dengan menggunakan citra satelit ALOS yang memiliki resolusi 10 meter, tingkat akurasi yang dihasilkan pada penelitian ini sudah cukup baik. Hal ini diperkuat juga apabila citra sebelum klasikasi dibandingkan secara visual dengan hasil klasikasi, hasil yang terlihat sudah cukup mewakili objek yang diidentikasi. Oleh karena itu, agar tingkat kepercayaan hasil lebih baik maka perlu lebih banyak lagi titik sampel uji lapangan untuk menghitung akurasi dan validasi dari metode ini.

Kesimpulan dan Saran

Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: 1. Citra satelit ALOS mampu menyediakan informasi mengenai objek dasar perairan dangkal dengan memanfaatkan saluran 1, 2, dan 3 pada sensor AVNIR. 2. Klasikasi multispektral JST dengan penggabungan data citra satelit ALOS dan data batimetri berdasarkan uji separabilitas pada sampel ROI memiliki nilai yang lebih baik daripada hanya memanfaatkan data citra satelit ALOS. 3. Hasil klasikasi multispektral untuk pembedaan objek dasar perairan dangkal pada citra satelit ALOS dan data batimetri memiliki tingkat akurasi sebesar 69,57%. Untuk mempertajam hasil interpretasi secara digital, pada penelitian selanjutnya perlu juga ditambahkan unsur interpretasi lainnya yang memungkinkan untuk di sajikan secara spasial (keruangan).

75

Daftar Pustaka
Bakosurtanal. 2008. Pulau Marore Pulau Kawio: Gerbang Utara Nusantara. Cibinong: Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Bakosurtanal. Campbell, J.B. 1996. Introduction to Remote Sensing. London: Taylor & Francis. Dahuri. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita. Danoedoro. 2004. Klasikasi Penutup Lahan secara Rinci: Pengalaman dengan Citra LANDSAT ETM+ dan Quickbird. Sains Informasi Geogras: Dari Perolehan dan Analisa Citra hingga Pemetaan dan Pemodelan Spasial, pp. 147 - 176. JAXA. 2006. Advanced Land Observing Satelit (ALOS). http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS/cd alos/ eng/alos2.htm. Jensen, John R. 1996. Introductory Digital Image Processing : A Remote Sensing Perspective. New Jersey : Prentice-Hall, Inc. Richards, J.A. 1999. Remote Sensing Digital Image Analysis. Berlin: Springer-Verlag, p. 240. Sabins Jr, Floyd F. 1987. Remote Sensing : Principles and Interpretation. New York : W. H. Freeman and Company. Sagawa, et al. 2007. A New Application Method for Lyzengas Optical Model. www.ceg.ncl.ac.uk/ rspsoc2007/papers/188.pdf. Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, pp. 120 - 142.

76

Anda mungkin juga menyukai

  • Sosial
    Sosial
    Dokumen97 halaman
    Sosial
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Panduan Devinfo
    Panduan Devinfo
    Dokumen29 halaman
    Panduan Devinfo
    Satrio Wibowo
    0% (1)
  • Tabel Lampiran (Suseda 2009)
    Tabel Lampiran (Suseda 2009)
    Dokumen313 halaman
    Tabel Lampiran (Suseda 2009)
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Tabel Lampiran (Suseda 2009)
    Tabel Lampiran (Suseda 2009)
    Dokumen535 halaman
    Tabel Lampiran (Suseda 2009)
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • UUStatistik
    UUStatistik
    Dokumen16 halaman
    UUStatistik
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • UU No.52-2009
    UU No.52-2009
    Dokumen24 halaman
    UU No.52-2009
    Ismi Adzani
    Belum ada peringkat
  • Perdagangan
    Perdagangan
    Dokumen7 halaman
    Perdagangan
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Geografi
    Geografi
    Dokumen10 halaman
    Geografi
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Industri
    Industri
    Dokumen65 halaman
    Industri
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Sup Lemen
    Sup Lemen
    Dokumen3 halaman
    Sup Lemen
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Per Banding An
    Per Banding An
    Dokumen34 halaman
    Per Banding An
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • DU01-Dalam Angka Kab Bogor 2008
    DU01-Dalam Angka Kab Bogor 2008
    Dokumen307 halaman
    DU01-Dalam Angka Kab Bogor 2008
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • PDRB
    PDRB
    Dokumen31 halaman
    PDRB
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Perhubungan
    Perhubungan
    Dokumen37 halaman
    Perhubungan
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Industri
    Industri
    Dokumen57 halaman
    Industri
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Perdagangan
    Perdagangan
    Dokumen7 halaman
    Perdagangan
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Sosial
    Sosial
    Dokumen112 halaman
    Sosial
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Dda 2003 Konsumsi
    Dda 2003 Konsumsi
    Dokumen17 halaman
    Dda 2003 Konsumsi
    Aryane Lopulalan
    Belum ada peringkat
  • PDRB
    PDRB
    Dokumen30 halaman
    PDRB
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Pendu Duk
    Pendu Duk
    Dokumen49 halaman
    Pendu Duk
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Buku Saku Ihr 2005 PDF
    Buku Saku Ihr 2005 PDF
    Dokumen101 halaman
    Buku Saku Ihr 2005 PDF
    vivadelavida
    Belum ada peringkat
  • Geografi
    Geografi
    Dokumen13 halaman
    Geografi
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Demografi
    Demografi
    Dokumen44 halaman
    Demografi
    Asna Fauziah
    Belum ada peringkat
  • Keuangan
    Keuangan
    Dokumen54 halaman
    Keuangan
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Bonus Demografi
    Bonus Demografi
    Dokumen13 halaman
    Bonus Demografi
    Satrio Wibowo
    Belum ada peringkat