Anda di halaman 1dari 16

KAJIAN PENGEMBANGAN BAHAN BAKAR NABATI DI KABUPATEN KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR

Oleh : ARIEF NUR WAHYUNI 07/2559346/PPN/3197

PROGRAM STUDI AGRONOMI BIDANG ILMU PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2007

I. PENDAHULUAN

Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang bersifat non renewabel disebabkan dari semakin menipisnya cadangan minyak bumi. Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM). Kondisi ini memicu kenaikan biaya hidup dan naiknya biaya produksi. Oleh karena itu perlu dicari sumber-sumber bahan bakar alternatif yang bersifat renewable (terbaharukan). Dunia sedang dilanda demam penggunaan bahan bakar nabati sebagai pengganti bahan bakar minyak Bahan bakar nabati adalah minyak yang dapat diekstrak dari produk tumbuh-tumbuhan dan limbah biomassa. Ada beberapa tananaman yang bisa digunakan sebagai bahan bakar nabati misal : tebu, jagung, dan ketela yang mampu menghasilkan bahan bakar sekelas premium, sedangkan minyak buah jarak sebagai pengganti minyak tanah dan solar. Pada tahun 2006 Pemerintah Indonesia melalui Perpres No 5 Tahun 2006 perihal Kebijakan Energi Nasional yang bertujuan mengembangkan energi yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat secara murah dan terjangkau. Dunia usaha diharapkan bisa bersaing di pasar dalam dan luar negeri. Pemanfaatan bahan bakar nabati atau bahan bakar dari tanaman ini sebagai energi alternatif yang terbarukan Sebagai daerah pemekaran dari Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Kutai Timur dihadapkan pada berbagai tantangan antara lain

meningkatkan daya saing wilayah. Potensi semberdaya alam (SDA) maupun

sumberdaya manusia (SDM) perlu dikelola seefektif dan seefisien mungkin untuk kemakmuran masyarakat dan negara secara berkelanjutan. Pembangunan yang dilakukan di daerah ini masih berbasis pada sumber daya alam yang tidak

diperbaharui yaitu batubara dan minyak bumi. Sumber-sumber tersebut secara teknis dan ekonomis akan kehilangann kemampuannya untuk menunjang pembangunan. Oleh diperbaharui. karena itu, perlu dicari potensi sumber daya yang dapat

PEMBAHASAN

Potensi dan Kondisi Kabupaten Kutai Timur Kabupaten Kutai Timur berada antara 115 05626 BT-11805819 dan 10171-105239 LU. Secara geologi, Kuai Timur dibentuk oleh bahan endapan yang umumnya endapan pasir yang kemudian mengalami pelipatan akibat proses tektonik. Bentang alam wilayah Kutai Timur didominasi oleh wilayah pegunungann (45%), daerah bergelombang dan perbukitaan (40%) dan daerah dataran (15%). Jenis tanah sebagian besar tergolong podsolik merah kuning yang miskin unsur hara, mineral dan bahan organik. Kabupaten Kutai Timur beriklim tropis dengan suhu udara rata-rata 300 C, curah hujan tahunan rata-rata 1.788 mm. Kabupaten Kutai Timur terdiri atas 11 kecamatan. Berdasarkan komoditas unggulan yang dianalisis sesuai untuk diusahakan maka dikembangkan 4 wilayah pengembangaan agribisnis (WPA). WPA I meliputi kecamatan : Muara Bengkal, Muara Ancalong, dan Busang komoditas unggulannya pisang, kelapa, dan rambutan. WPA II meliputi kecamatan : Muara Wahau, Telen, dan Kombeng komoditas unggulannya kelapa sawit, padi, jagung, dan nenas. WPA III meliputi kecamatan : Bengalon, Sangkulirang, dan Kaliorang komoditas unggulannya kelapa sawit dan jati. WPA IV meliputi kecamatan Sandaran berpotensi untuk budidaya perikanan. Pada tahun 2007, untuk masing-masing daerah sedang dicoba untuk dikembangkan tanaman jarak pagar.

B.

Pengembangan

Tanaman

Kelapa

Sawit

(Elaeis

guineensis

Jacq)

Perkembangan luas areal kelapa sawit dari tahun ke tahun terus meningkat. Minyak sawit dan minyak inti sawit umumnya digunakan untuk pangan dan non pangan. Dari segi pangan, minyak sawit atau minyak inti sawit digunakan sebagai bahan untuk membuat minyak goreng, lemak pangan, margarin, lemak khusus, kue, biskuit, atau es krim. Pada produksi non pangan minyak sawit atau minyak inti sawit digunakan sebagai bahan untuk membut sabun, deterjen, surfaktan, pelunak, pelapis, pelumas, bahan bakar mesin diesel, atau kosmetik (Sunarko, 2007). Permintaan minyak nabati dunia memiliki tren meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 3,01% per tahun. Penemuan teknologi baru di bidang pengolahan minyak terutama menyangkut sumber energi alternatif pengganti minyak bumi semakin meningkatkan potensi permintaan atas minyak nabati dunia termasuk minyak kelapa sawit. Minyak sawit sendiri memiliki keunggulan kompetitif yang kuat terhadap jenis minyak lainnya, mengingat kelapa sawit memiliki tingkat produktivitas paling tinggi, dan ekologi kelapa sawit yang dapat dikembangkan pada beberapa negara tropis (Erningpraja dan Kurniawan, 2005). Pengembangan lahan di Kabupaten Kutai Timur yaitu: luas lahan potensiil +- 1,28 juta hektar, baru diusahakan +-51,3 ribu hektar meliputi lahan untuk tanaman pangan +- 43,7 ribu hektar dan perkebunan +-7,6 ribu hektar. Tanaman perkebunan yang diusahakan yaitu kelapa sawit (3,4 ribu ha),kakao (2,2 ribu ha), karet (1,1 ribu ha), lada (152 ha), dan kopi (534 ha) (Anonim, 2002). Kriteria kesesuaian lahan untuk kelapa sawit :

No

Karakteristik lahan Tanpa Curah hujan (mm) Bulan kering (bulan) Ketinggian di atas permukaan laut (m) 1.750-3.000 <1 0-200

Intensitas Faktor Pembataas Ringan 1.750-1.500 1-2 200-300 Sedang 1.500-1.250 2-3 300-400 Berat <1.2500 >3 >400

1. 2. 3.

4.

Bentuk wilayah / Datarkemiringan lahan berombak (%) Keadaan efektif (cm) Tekstur tanah >100 Geluh debuan; geluh lempung pasiran; geluh lempung debuan; geluh lempungan Baik;sedang

Berombakbergelom bang 100-75 Leempung; lempung pasiran; geluh pasiran; geluh

Bergelom bangberbukit 75-50 Pasir geluh; debu

Berbukitbergu nung <50 Lem pung berat; pasir

6. 7.

8.

Kelas drainase

Agak terhambat; agak cepat

Cepat; terhambat

Sangat cepat; sangat terham bat;terge nang

9.

Kemasaman tanah (pH)

5,0-6,0

4,0-5,0 6,0- 3,5-4,0 6,5- <3,5 >7,0 6,5 7,0

Sumber : Buana et al., 2004)

Penggunaan minyak sawit sebagai bahan bakar nabati dimungkinkan masih mengalami hambatan mengingat minyak sawit ini edible (dapat dimakan) dan masih baiknya harga CPO dunia. Peningkatan harga minyak mentah dunia juga mendorong naiknya harga CPO dunia. Hal ini akan mendorong perusahaan kelapa sawit dalam negeri untuk mengekspor produk CPO daripada mengembangkannya menjadi bahan bakar nabati di dalam negeri. Apabila CPO masih diorientasikan untuk diekspor maka penggunaan limbah biomassa kelapa sawit dapat didorong untuk digunakan sebagai alternatif bahan bakar. Meningkatnya harga BBM dan gas serta isu pelestarian lingkungan telah meningkatkan pamor biomassa dan limbah biomassa ssebagai salah satu sumber energi alternatif. Biomassa adalah bahan organik yang merupakan hasil kegiatan fotosintesis baik berupa produk maupun buangannya. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana cara meningkatkan pemanfaatan limbah tersebut sehingga lebih efisien dan memberikan nilai ekonomis tinggi. Tentu saja diperlukan pengetahuan yang cukup tinggi tentang teknologi serta kearifan memanfaatkannya. Pemanfaatan biomassa tidak dapat mengandalkan swadaya dan kreatifitas masyarakat semata tetapi perlu ditunjang oleh kebijakan yang mendukung dan infrastruktur yang memadai dan berorientasi ke masa depan. Manfaat penggunaan biomassa juga dapat mendorong penghematan ekonomi/ sumber daya lokal yang ada dan mempercepat pengembangan ekonomi yang sehat di daerah tersebut.

Jenis limbah yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit antara lain : Jenis komoditi CPO (Crude Palm Oil) Minyak inti sawit Limbah produksi / pengolahan Pelepah dan batang pohon yang tidak produktif, tandan buah kosong, serat. Cangkang sawit

Jenis limbah Tandan buah kosong Sabut sawit, Cangkang sawit

Potensi 20% ton FFB 20% ton FFB 70 kg/ton FFB Pupuk

Pemanfaatan

Bahan bakar tungku boiler Pengeras jalan kebun

FFB= tandan buah sawit (Sumber : Agustina, 2004). Perusahaan swasta yang mengelola tanaman kelapa sawit di Kutai Timur antara lain: PT Astra Agro Lestari dan PT Matra. Perusahaan-perusahaan tersebut memiliki pabrik pengolahan minyak sawit. Tandan kosong sawit (TKS) sebagai limbah padat biasanya hanya dibakar di incinerator dan abu hasil pembakarannya digunakan sebagai pupuk tanamn sawit di perkebunan. Semakin meluasnya areal perkebunan kelapa sawit dan meningkatnya kegiatan industri pengolahan minyak sawit maka potensi limbah padat kelapa sawit akan semakin besar. Pusat Penelitian Kelapa Sawit di Medan telah memanfaatkan teknologi biokonversi pada limbah TKS, meskipun hal ini belum dilakukan di Kutai Timur. Usaha ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan cara pemanfaatan yang selama ini dilakukan.

Limbah tandan kosong dapat dihidrolisis menghasilkan gula-gula sederhana yang selanjutnya dapat difermentasikan menjadi asam-asam organik, pelarut etanol, aseton, butanol, protein sel tunggal, xanthan, zat antibiotika dan berbagai produk lainnya. Pelarut aseton-butanol-etanol (ABE) dalam dunia industri sangat luas penggunannya, diantaranya sebagai pelarut bahan kimia dan pelapis. Campuran pelarut ABE juga dapat digunakan sebagai alternatif pengganti minyak bumi untuk bahan bakar mesin. Produksi ABE secara konvensial dari produk samping minyak bumi mulai menurun akibat krisis minyak bumi (Said et al., 1994). Masalah utama dalam pemanfaatan tandan kosong sawit (TKS) menjadi gula sederhana adalah adanya senyawa lignin dan hemiselulose seehingga senyawa tersebut perlu dibuang sebelum dilakukan hidolisis enzimatis. Kandungan silika yang tinggi pada TKS juga menghambat hidrolisis enzimatis. Lignin, hemiselulose, dan silika dapat dihilangkan antara lain dengan cara memberikan perlakuan TKS pada suhu 121 0C dengan larutan asam dan alkali pada beberapa konsentrasi (Darnoko, et al., 1994). Substrat hasil delignifikasi dihidrolisis dengan menggunakan kombinasi enzim selulase dan selobiosee (NOVOZIM). Proses selanjutnya setelah hidrolisis adalah fermentasi ABE. Fermentasi ABE dilakukan dengan tahapan sebagai bereikut : aktivasi spora Clostridium acetobutylicum, propagsi kultur

mikroorganisme, dan selanjutnya fermentasi ABE pada subtrat hidrolisat TKS yang diberi nutrien (Said, 1994).

KESIMPULAN

1.

Pembangunan Kabupaten Kutai Timur yang dewasa ini berbasis pada batubara dan migas sedang berupaya mencari alternatif bahan bakar yang sifatnya dapat diperbaharui.

2.

Penggunaan biomassa dari tanaman kelapa sawit dapat didorong untuk digunakan sebagai bahan bakar nabati.

3.

Teknik pemanfaatan limbah kelapa sawit perlu terus dipelajari sehingga dapat memberikan nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara pemanfaatan yang selama ini dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA Agustina, E.S. 2004. Potensi Limbah Biomassa (Pertanian dan Perkebunan) Sebagai Sumber Energi dan Pupuk, Sebuah Tinjauan Alternatif Pemanfaatan Limbah Biomassa. Proceeding Simposium Nasional Pertanian Organik. Bogor. Buana, L., D. Sihaan dan S. Adiputra. 2004. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Darnoko, K. Pamin dan E.G. Said. 1994. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan terhadap Struktur Ultra Tandan Kosong Sawit. Buletin Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2(4):229-233. Erningpraja, L. dan A. Kurniawan. 2005. Prospek Usaha dan Titik Jenuh Pengembangan Areal Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Warta PPKS 13(2):21-30. Said, E. G. et al., 1994 Kajian Awal Fermentasi Aseton-Etanol dari Hidrolisat Tandan Kosong Sawit Pada Kultur Curah. Buletin Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2(3):175-188.

C. Pengembangaan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) Pemanfaatan minyak jarak pagar sebagai bahan bio-diesel merupakan alternatif untuk mengurangi tekanan permintaan bahan bakar minyak dan penghematan penggunaan cadangan devisa. Minyak jarak pagar selain merupakan sumber minyak terbarukan (reneweble fuels) juga termasuk non edible oil sehingga tidak bersaing dengan kebutuhan konsumsi manusia seperti pada minyak kelapa sawit, minyak jagung dan lain-lain Secara agronomis tanaman jarak pagar dapat beradaptasi dengan lahan dan agroklimat di Indonesia, bahkan pada kondisi kering dan pada lahan marginal/kritis. Keungulan lain dari jarak pagar sehingga direkomendasikan sebagai bahan baku biodiesel antara lain : tahan terhadap kekeringan, tidak terlalu memerlukan perawatan, dapat beradaptasi terhadap berbagai cuaca, pertumbuhannya cepat, dapat dipanen pada umur 6-8 bulan. Tanaman ini juga dapat berproduksi sampai umur 50 tahun, berproduksi sepanjang tahun dan dapat digunakan sebagai tanaman penghijauan/ reboisasi (Anonim, 2007). Penyebaran tanaman terletak antara 40o LS sampai 50o LU.Tinggi yang optimal adalah 0 2000 meter dari permukaan laut. Diperlukan iklim yang kering dan panas terutama pada saat berbuah. Tanaman jarak pagar tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis. Suhu optimum 20o C sampai 35o C. Curah hujan yang optimal 300 1200 mm per tahun. Pada saat berbunga dan berbuah membutuhkan bulan kering minimal 3 bulan.

Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk meningkatkan produksi jarak pagar persatuan luas, antara lain : pemakaian bibit unggul , penggarapan tanah sesuai dengan baku teknis yang ditentukan, penanaman tepat waktu, penggunaan pupuk secara tepat dalam hal, jenis, jumlah, waktu, cara dan tempat, perlindungan tanaman dari gulma, hama, penyakit yang merugikan, pengairan sesuai kebutuhan, dan pemanenan dan pengolahan hasil yang baik dan tepat. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur melalui Dinas Perkebunan mulai bulan Februari 2007 aktif mengembangkan tanaman jarak pagar dengan membuat

demplot-demplot dan masih terus dilakukan penelitian untuk mencari daerah pengembangan yang sesuai. Di beberapa kecamatan petani juga dibina dalam pengembangan tanaman jarak pagar ini dengan pendampingan para petugas penyuluh lapangan setempat. Pengembangan tanaman jarak pagar masih termasuk baru di Kabupaten Kutai Timur sehingga masih banyak ditemui kendala. Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan tanaman jarak pagar di Kabupaten Kutai Timur, antara lain : b. Masalah teknis meliputi : budidaya, penyediaan benih, kualitas benih, dan kadar minyak yang dihasilkan. c. Keadaan tanah dengan pH 4,7 memerlukan penelitian yang lebih mendalam agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan dapat menghasilkan. d. Penanganan pasca panen meliputi : pemasaran hasil panen dan pengolahan hasil

panen merupakan kendala paling besar karena di Kaputen ini belum tersedia pabrik pengolahan minyak jarak sehingga hasil harus dibawa keluar daerah atau biji yang dihasilkan belum diolah sebagai bahan bakar tetapi masih dijual sebagai benih. e. Sosial : status lahan yang tidak jelas dan merubah cara pandang masyarakat terhadap komoditas tanaman yang baru. Alternatif penyeselaian masalah antara lain : a. Penyediaan benih yang berkualitas dapat didatangkan dari Puslitbang perkebunan Asembagus Jawa Timur yang menghasilkan benih untuk lahan kering. b. Pada tahap awal pengembangan, petani dapat dibantu melalui pemberian subsidi dari benih hingga perawatan dalam satu tahun. c. Pengolahan hasil petani dapat dibantu pengadaan alat pres sederhana untuk mengolah buah jarak sehinga dapat dihasilkan minyak jarak kasar (Crude Jratopha Curcas (CJC)). d. Pemasaran dapat dilakukan melalui koperasi petani dan dikelola bersama dengan instansi yang berkait. e. Pengembangan budidaya tanaman jarak pada skala luas dapat diarahkan pada lahan kritis bukan pada lahan pangan.

Anda mungkin juga menyukai