UMUM
Jakarta, 10 Mei 2010 Kepada Yang terhormat : 1. Para Pejabat Eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya 2. Sekretaris Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum 3. Para Kepala Dinas Pekerjaan Umum Seluruh Indonesia di Tempat Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Tahun 2010-2014
Perihal :
SURAT EDARAN
Nomor: 03/SE/DC/2010 Dalam rangka melaksanakan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 02/PRT/M/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010-2014, perlu menetapkan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Tahun 2010-2014 dengan Surat Edaran Direktur Jenderal sebagai berikut: a. UMUM Yang dimaksud dengan Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum yang selanjutnya Cipta Karya adalah dokumen perencanaan Kementerian Pekerjaan Umum untuk periode 5 2010 sampai dengan tahun 2014. Direktorat Jenderal Cipta Karya, disebut Renstra Direktorat Jenderal Direktorat Jenderal Cipta Karya, (lima) tahun terhitung sejak tahun
--------------------------------------------------------------------------
b.
DASAR HUKUM 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Undang-Undang Nomor 72 Tahun 1957 tentang Rumah Negara; Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun; Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman; Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Undang-Undang Persampahan; Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014;
13.
14. 15.
ii
--------------------------------------------------------------------------
c.
MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN 1. Renstra Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum meliputi uraian tentang Amanat Undang-Undang, Tugas, Fungsi dan Kewenangan serta Peran Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kondisi dan Tantangan serta Isu Strategis, Visi dan Misi Direktorat Jenderal Cipta Karya, Tujuan, Sasaran, Arah Kebijakan, Strategi, Program, Kegiatan dan Target Capaian yang dilengkapi dengan pendanaan, indikator output, outcome dan Indikator Kinerja Utama (IKU). Renstra Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum merupakan acuan untuk menyusun Rencana Kerja Direktorat Jenderal Cipta Karya yang dijabarkan lebih lanjut oleh setiap Direktorat/Satminkal di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam penyusunan program 5 (lima) tahun masing-masing Direktorat/Satminkal.
2.
d.
RUANG LINGKUP 1. Program, kegiatan, dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan di dalam Renstra Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum harus dijabarkan ke dalam sasaran-sasaran program per wilayah (kota/ kabupaten/provinsi) sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah-nya dan mengacu kepada Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) setiap kota/kabupaten/provinsi. Perwujudan program, kegiatan, dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan di dalam Renstra Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum ini akan dicapai melalui pembiayaan yang bersumber dari dana pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
2.
e.
PELAKSANAAN DAN PEMANTAUAN Sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya, Direktur Bina Program, Direktur Pengembangan Permukiman, Direktur Pengembangan Air Minum, Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Renstra Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum.
--------------------------------------------------------------------------
iii
Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dapat ditindaklanjuti yang menjadi acuan untuk menyusun Rencana Kerja Direktorat Jenderal Cipta Karya yang dijabarkan lebih lanjut oleh setiap Direktorat/Satminkal di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam penyusunan program 5 (lima) tahun masing-masing Direktorat/Satminkal
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Mei 2010 DIREKTUR JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM,
BUDI YUWONO P. Tembusan disampaikan kepada yth: 1. Menteri Pekerjaan Umum (sebagai laporan); 2. Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum; 3. Inspektur Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum;
iv
--------------------------------------------------------------------------
Kata Pengantar Direktur Jenderal Cipta Karya Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 yang tercantum dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2010 maka perlu disusun Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya tahun 2010-2014. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya tahun 2010-2014 dibuat dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010-2014 yang telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 02/PRT/M/2010 tanggal 29 Januari 2010. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya tahun 2010-2014 ini memuat arahan mandat Undang-Undang, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Visi, Misi dan Tujuan Direktorat Jenderal Cipta Karya, serta Rincian Program dan Kegiatan Direktorat Jenderal Cipta Karya tahun 2010-2014. Selanjutnya Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya tahun 2010-2014 dapat menjadi acuan bagi setiap Satminkal/Direktorat di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam menyusun Program dan Kegiatan setiap tahun mulai tahun 2010 hingga tahun 2014. Semoga buku ini bermanfaat sebagai acuan dalam Penyusunan Program, Rencana Kerja serta Anggaran Direktorat Jenderal Cipta Karya mulai tahun 2010, 2011, 2012, 2013 sampai dengan tahun 2014. Jakarta, Mei 2010 Direktur Jenderal Cipta Karya
Budi Yuwono P.
--------------------------------------------------------------------------
Daftar Isi
Surat Keputusan Direktur Jenderal Cipta Karya .......................................................... i Kata Pengantar ............................................................................................................ v Daftar Isi .................................................................................................................. vi Daftar Tabel .............................................................................................................. viii Daftar Gambar .......................................................................................................... viii Daftar Lampiran ......................................................................................................... ix Bab 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1-1 1.1 1.2 1.3 Bab 2 Bab 3 Umum ................................................................................................... 1-1 Mandat Tugas, Fungsi dan Kewenangan .................................................. 1-2 Peran Infrastruktur Permukiman ............................................................. 1-6
ISU STRATEGIS ...................................................................................... 2-1 KONDISI UMUM PENCAPAIAN, PERMASALAHAN DAN TANTANGAN ................................................................................... 3-1 3.1 Kondisi 3.1.1 3.1.2 3.1.3 3.1.4 Umum Pencapaian ...................................................................... 3-1 Pengembangan Permukiman....................................................... 3-1 Penataan Bangunan dan Lingkungan ........................................... 3-6 Penyehatan Lingkungan Permukiman .......................................... 3-8 Pengembangan Air Minum ........................................................ 3-13
Permasalahan Umum ........................................................................... 3-21 Permasalahan Per Sektor ...................................................................... 3-22 Tantangan ........................................................................................... 3-27
--------------------------------------------------------------------------
vi
Bab 4
VISI, MISI DAN TUJUAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PERMUKIMAN............................................................ 4-1 4.1 4.2 4.3 4.4 Visi dan Misi .......................................................................................... 4-1 Tujuan .................................................................................................. 4-3 Sasaran ................................................................................................. 4-4 Indikator Kinerja Utama (IKU) .............................................................. 4-14
Bab 5
ARAHAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI ..................................................... 5-1 5.1 5.2 Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan .............................................................................................. 5-1 Kebijakan dan Strategi Sektor ................................................................. 5-3 5.2.1 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum ................................................................ 5-3 5.2.2 Kebijakan dan Strategi Nsional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan .......................................................... 5-5 5.2.3 Kebijakan dan Strategi Nsional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman ........................................... 5-7 Kebijakan dan Strategi Pembiayaan....................................................... 5-10 Kebijakan dan Strategi Keterpaduan Penanganan Infrastruktur Permukiman ..................................................................... 5-15
PROGRAM DAN KEGIATAN ..................................................................... 6-1 6.1 6.2 Program dan Kegiatan 2010-2014 ........................................................... 6-1 Pendanaan Cipta Karya 2010-2014 .......................................................... 6-9
Bab 7
P E N U T U P ..................................................................................... 7-1
vii
--------------------------------------------------------------------------
Daftar Tabel
Tabel 3.1 : Kondisi Pencapaian Pembangunan Infrastruktur Permukiman 2005 2009 ..... 3-17 Tabel 5.2 : Rencana Proyek KPS Air Minum Tahun 2010-2016 ....................................... 5-12 Tabel 5.3 : Usulan Kegiatan PHLN 2010-2014 ............................................................... 5-13 Tabel 6.1 : Rekapitulasi Ditjen Cipta Karya ................................................................... 6-10 Tabel 6.2 : Sub Bidang Pengembangan Permukiman ..................................................... 6-10 Tabel 6.3 : Sub Bidang Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan ............................ 6-11 Tabel 6.4 : Sub Bidang Penyehatan Lingkungan Permukiman ........................................ 6-12 Tabel 6.5 : Sub Bidang Pengembangan Air Minum ........................................................ 6-12 Tabel 6.6 : Sekretariat Direktorat Jenderal.................................................................... 6-13 Tabel 6.7 : Direktorat Bina Program ............................................................................. 6-13 Tabel 6.8 : Matrik Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya 2010-2014 ............ 6-14
Daftar Gambar
Diagram 5.1 Kedudukan Rencana Program Investasi Jangka Menengah ......................... 5-17
--------------------------------------------------------------------------
viii
Daftar Lampiran
Lampiran-1 : Lampiran-2 : Lampiran-3 : Lampiran-4: Matrik Arahan RPJP Nasional 2005-2025 Dalam Penyusunan RPJMN Bidang Cipta Karya 2010-2014 Matrik Indikator Kinerja Direktorat Jenderal Cipta Karya Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 Rencana
Daftar Rencana Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastrutkur
ix
--------------------------------------------------------------------------
Ba b 1
PENDAHULUAN
1.1 UMUM
Sejalan dengan telah diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 dan juga Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 02/PRT/M/2010 Tentang Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum 2010-2014, maka penyusunan Renstra Direktorat Jenderal Cipta Karya merupakan penjabaran dari kedua dokumen tersebut diatas. Dokumen Renstra Ditjen. Cipta Karya 2010-2014, akan memuat isu strategis, kondisi pencapaian hingga tahun 2014, pemasalahan dan tantangan infrastruktur permukiman, visi, misi dan tujuan, kebijakan dan strategi serta program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Cipta Karya sebagai Satminkal di Kementerian Pekerjaan Umum dalam upaya pencapaian RPJM Nasional. Susunan Renstra Ditjen. Cipta Karya 2010-2014 dimulai dengan pemaparan tentang kondisi dan tantangan penyelenggaraan bidang Cipta Karya; visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan Cipta Karya; strategi penyelenggaraan Cipta Karya; serta program dan kegiatan.
1-1
3.
4.
1-2
--------------------------------------------------------------------------
5.
UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang bertujuan untuk mengatur pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup yang bertujuan untuk mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan. UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang bertujuan untuk mengatur pengelolaan persampahan agar dapat menjamin peningkatan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah menjadi sumber daya (resources). PP No. 16 Tahun 2005 tentang Sistem Penyediaan Air Minum yang bertujuan untuk: (i) mewujudkan pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga terjangkau; (ii) tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa layanan, dan; (iii) tercapainya peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum. PP No 35 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan UU Bangunan Gedung yang bertujuan mengatur ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaran bangunan gedung, peran masyarakat dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) bertujuan sebagai pedoman dalam: (i) penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional; (ii) penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional; (iii) pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional; (iv) perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor; (v) penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; (vi) penataan ruang kawasan strategis nasional, dan; (vii) penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
6.
7.
8.
9.
1-3
10.
Permen PU No. 494/PRT/M/2005 tentang KSNP-Kota yang bertujuan sebagai pedoman untuk penyiapan pengaturan dan rencana pengembangan perkotaan baik di tingkat pusat maupun daerah sesuai dengan kondisi dan potensi setempat. Permen PU No. 20/PRT/M/2006 tentang KSNP-SPAM yang bertujuan sebagai pedoman untuk pengaturan, penyelenggaraan, dan pengembangan sistem penyediaan air minum berkualitas, baik di tingkat pusat, maupun daerah sesuai dengan kondisi daerah setempat. Permen PU No. 21/PRT/M/2006 tentang KSNP-SPP (Sistem Pengelolaan Persampahan) yang bertujuan sebagai pedoman untuk pengaturan, penyelenggaraan, dan pengembangan sistem pengelolaan persampahan yang ramah lingkungan, baik di tingkat pusat, maupun daerah sesuai dengan kondisi daerah setempat. Permen PU No 16//PRT/M/2008 tentang KSNP-SPALP (Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman) bertujuan sebagai pedoman dan arahan dalam penyusunan kebijakan teknis, perencanaan, pemrograman, pelaksanaan, dan pengelolaan dalam penyelenggaraan dan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman, baik bagi pemerintah pusat, maupun daerah, dunia usaha, swasta, dan masyarakat sesuai dengan kondisi setempat.
11.
12.
13.
Selain undang-undang tersebut di atas yang mengatur tugas dan fungsi Ditjen. Cipta Karya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, telah diatur tugas dan kewenangan Ditjen. Cipta Karya. Kewenangan dalam aspek pembangunan di bidang Cipta Karya, pada prinsipnya hampir semua lingkup tugas pelaksanaan pembangunan di bidang ini
1-4
--------------------------------------------------------------------------
merupakan tanggung-jawab pemerintah kabupaten/kota sebagaimana diamanatkan juga dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah Pusat melaksanakan tugas-tugas TURBINWAS dan yang bersifat concurrent atas permintaan daerah dalam upaya pencapaian sasaran pembangunan nasional dan Standar Pelayanan Minimum (SPM). Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/PRT/M/2008 tugas Direktorat Jenderal Cipta Karya adalah merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis bidang Cipta Karya. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut Direktorat Jenderal Cipta Karya menyelenggarakan fungsi yaitu: a) penyusunan kebijakan, program dan anggaran, serta evaluasi kinerja pembangunan bidang Cipta Karya; b) pembinaan teknis dan penyusunan norma, standar, pedoman dan manual (NSPM) untuk air minum, air limbah, persampahan, drainase, terminal, pasar, dan fasos-fasum lainnya; c) fasilitasi pembangunan dan pengelolaan infrastruktur permukiman perkotaan dan perdesaan; d) pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasi air minum dan sanitasi melalui kerjasama pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, serta standardisasi bidang perumahan, air minum, penyehatan lingkungan permukiman, dan tata bangunan; e) penyediaan infrastruktur pekerjaan umum bagi pengembangan kawasan perumahan rakyat; f) fasilitasi pembangunan rumah susun dalam rangka peremajaan kawasan; g) penyediaan infrastruktur permukiman untuk kawasan kumuh/nelayan, perdesaan, daerah perbatasan, kawasan terpencil, dan pulau-pulau kecil; h) penyediaan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin dan rawan air; i) pembinaan teknis dan pengawasan pembangunan bangunan gedung, dan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara; j) penanggulangan darurat dan perbaikan kerusakan infrastruktur permukiman akibat bencana alam dan kerusuhan sosial; dan k) pelaksanaan urusan administrasi Direktorat Jenderal.
1-5
1-6
--------------------------------------------------------------------------
Ba b 2
ISU STRATEGIS
Isu Strategis Pembangunan Bidang Cipta Karya 2010-2014 meliputi isu-isu baru dan penting yang diperkirakan akan memberikan dampak potensial bagi pelayanan prasarana dan sarana permukiman bidang Cipta Karya pada kurun waktu lima tahun mendatang, yaitu meliputi: a. Proporsi penduduk perkotaan yang bertambah
Saat ini arus urbanisasi perkotaan mengalami peningkatan yang amat tajam. Proporsi penduduk yang tinggal di perkotaan meningkat dari 35,9 persen pada tahun 1995 menjadi 48,3 persen pada 2005. Diperkirakan tren yang berkembang akan terus terjadi sehingga sebelum tahun 2010 jumlah penduduk perkotaan secara nasional telah melampaui jumlah penduduk perdesaan, dan diperkirakan pada tahun 2025 nanti 68,3 persen penduduk Indonesia akan mendiami kawasan perkotaan. Fenomena ini bisa kita sikapi melalui dua pendekatan, yaitu sebagai sinyalemen berkembangnya aktivitas di perkotaan yang tentunya merupakan indikasi bangkitnya perekonomian negara. Tetapi di sisi lain, hal ini juga mengindikasikan kuatnya pengaruh kota, sehingga dapat menimbulkan kesenjangan wilayah yang tidak konstruktif antara kota besar-kota menengah atau antara kota-desa. Proses
2-1
urbanisasi yang terjadi saat ini lebih banyak didorong oleh terbatasnya lapangan kerja di daerah perdesaan. b. Angka kemiskinan perkotaan yang masih tinggi.
Urbanisasi yang tinggi seringkali diikuti oleh meningkatnya angka kemiskinan di Indonesia, akibat ketiadaan lapangan pekerjaan, tingginya standar kehidupan di perkotaan dan lain sebagainya. Di tahun 2006 angka kemiskinan di kawasan perkotaan naik menjadi 14,29 juta jiwa dari sebelumnya sebesar 12,4 juta jiwa penduduk pada tahun 2005. Jumlah penduduk miskin yang besar dapat berakibat pada meluasnya kawasan kumuh di perkotaan yang berujung pada ketidakmampuan pemerintah kota menuju kota yang layak huni. Saat ini sekitar 18% atau 21,25 juta jiwa penduduk Indonesia tinggal di kawasan kumuh yang terletak di kawasan perkotaan dengan luas mencapai sekitar 42.500 Hektar. Data BPS menunjukkan bahwa sekitar 14 % dari total perumahan di Indonesia merupakan kawasan kumuh perkotaan, yang rata-rata terletak di bantaran sungai dan tepi pantai. Hal ini menjadi perhatian utama dalam rangka pencapaian MDG tujuan ke tujuh yaitu memastikan keberlanjutan lingkungan hidup dan sasaran ke 11; Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di pemukiman kumuh pada tahun 2020. Kenyataannya rata-rata kawasan kumuh terletak di perkotaan, maka oleh karena itu Pemerintah menaruh perhatian besar pada penanganan kawasan kumuh di kawasan perkotaan. c. Kota Sebagai Engine of Growth
Perkembangan ekonomi perkotaan terkait dengan perkembangan ekonomi nasional dan juga sebaliknya. Dalam studi yang dilakukan Bappenas di tahun 2003 dikemukakan peranan perkotaan yang sangat signifikan sebagai penghela pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya peranan kota-kota besar dengan jumlah
2-2
--------------------------------------------------------------------------
penduduk di atas 700 ribu dan kota menengah dengan jumlah penduduk antara 200 ribu dan 700 ribu. Kota-kota besar dan menengah yang berjumlah 37 kota, atau 9% dari total jumlah daerah, mempunyai sumbangan 40% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Sedangkan bila dipisahkan kota-kota besar saja, yang hanya berjumlah 14 kota saja, atau hanya 3,4% dari total jumlah daerah, mampu menyumbang 30% dari total PDB nasional. Berdasarkan data-data di atas sudah sangat jelas bahwa kota merupakan motor dari pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, ketika terjadi krisis ekonomi, kota sebagai back bone dari kerangka ekonomi nasional juga mengalami kontraksi yang parah.
2-3
d.
Desentralisasi
Era desentralisasi yang berjalan membawa dampak yang teramat besar bagi perkembangan perkotaan di Indonesia. Perubahan ini terlihat pada beberapa kota yang perkembangannya bergerak menjadi lebih besar. Perkembangan ini dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan internal dan eksternal kota. Persebaran kota di Indonesia saat ini lebih banyak terpusat di Pulau Jawa, dengan 32 dari 91 kota administratif berada di pulau Jawa. Angka ini bisa bertambah apabila kita mengidentifikasi pusat-pusat pertumbuhan yang merupakan kawasan perkotaan terletak di wilayah administratif Kabupaten. Pembangunan perkotaan yang pada awalnya dipengaruhi oleh kebijakan Pemerintah Pusat berubah. Saat ini Pemerintah Daerah memegang peranan utama dalam mengarahkan pembangunan perkotaan. Implikasi dari ini, strategi pembangunan perkotaan yang skala nasional tidak bisa serta merta diimplementasikan ke daerah. Pola pembangunan perkotaan saat ini tentunya menekankan kepada optimalisasi sumber daya lokal yang kompetitif. Di satu sisi, Desentralisasi berhasil membawa Pemerintah Daerah dalam nuansa kompetisi yang kondusif untuk mendorong pembangunan perkotaan di masingmasing daerah. Akan tetapi di sisi lain, pembangunan yang ekspansif dan tidak terencana justru membahayakan daya dukung kota, terutama di Kota Besar dan Metropolitan. e. Kerusakan Lingkungan Hidup
Kerusakan lingkungan hidup perkotaan berkaitan dengan meningkatnya penggunaan ruang dan sumber daya alam di permukaan, di bawah dan di atas tanah kawasan perkotaan yang tidak terkendali. Misalnya, penggunaan air tanah yang sudah berlebihan menyebabkan sulitnya masyarakat memperoleh air bersih, sementara penyediaan air bersih oleh PDAM belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat perkotaan. Pemenuhan kebutuhan air bersih oleh masing-masing rumah tangga sekarang sudah ini mengharuskan pemasangan pipa penyedot sampai
2-4
--------------------------------------------------------------------------
puluhan meter di bawah tanah, hal tersebut terasa sulit terutama di lingkungan perumahan padat penduduk seperti kawasan perumnas dan BTN, yang kavling tanahnya kecil-kecil. Demikian pula dengan masalah lalu-lintas di kawasan perkotaan yang belum dapat tertangani dengan baik, sehingga kemacetan lalu-lintas dan kecelakaan lalu-lintas sudah menjadi pemandangan umum sehari-hari. Persoalan tersebut merupakan bagian dari persoalan pemborosan potensi kemampuan Pemerintah Daerah dalam pembangunan perkotaan. Fakta lain yang cukup menonjol yang sedang terjadi sekarang ini adalah adanya kota-kota baru dari semula berupa pusat-pusat permukiman transmigrasi. Kecenderungan ini tentunya akan memakan anggaran pembangunan, yang mungkin saja tidak sebesar biaya yang dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas pelayanan perkotaan yang sudah ada, selain berpotensi merusak keasrian lingkungan hidup. f. Daya Saing Kota dan Demokratisasi
Di era globalisasi saat ini, kota-kota di Indonesia tidak hanya harus bersaing dengan kota di dalam negeri semata, persaingan terjadi dengan kota-kota di skala Asia bahkan dunia. Bentuk persaingan pun bergeser dari yang sebelumnya berkutat pada comparative advantage menuju ke era competitive advantage. Di masa lalu, daya saing sebuah kota ditentukan oleh jumlah tenaga kerja (sumber daya manusia) dan sumber daya alam yang dimiliki. Saat ini variabel bertambah menjadi tingkat kelayakhunian kota yang direpresentasikan dalam infrastruktur pendukung dan pelayanan perkotaan. Sebuah kota harus mampu berlomba-lomba menunjukkan tidak hanya sebagai sebuah kota yang layak huni akan tetapi sebuah kota yang mampu mengedepankan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan kesehariannya. Nilai-nilai demokrasi harus mampu diterjemahkan oleh masing-masing kota. Hal-hal inilah yang kemudian memberikan nilai tambah dan daya saing bagi sebuah kota untuk menarik investasi dari luar.
2-5
g.
Dilihat dari aspek equity dapat dikatakan kondisi perkotaan di Indonesia masih cenderung pada kondisi in-equity. Kota-kota baru dengan pelayanan yang luar biasa, dengan kualitas yang baik, namun di lain pihak masyarakat miskin harus membayar lebih dalam memperoleh pelayanan perkotaan. Aspek budaya, dalam konteks diversity, perlu menjadi pertimbangan dalam pembangunan. Diversity masyarakat perkotaan yang tinggi harus dapat diakomodasi oleh pelayanan perkotaan. Urban heritage saat ini masih dapat dikategorikan belum concern terhadap bangunan bersejarah. Ekologi (dalam kualitas lingkungan yang perlu dipertahankan) dan ekonomi kota diharapkan dapat bertumbuh dan berkembang, dengan daya beli masyarakat yang cukup dalam memenuhi kehidupan yang layak. h. Perubahan Iklim
Perubahan iklim merupakan tantangan bagi kita, dan memang tidak hanya sekarang, namun ini perlu diperhitungkan secara cermat dalam konteks pembangunan perkotaan. Dampak perubahan iklim dengan intensitas hujan yang meningkat, dan meningkatnya permukaan air laut, dapat menyebabkan permasalahan tersendiri. Peran infrastruktur menjadi penting dalam mitigasi perubahan iklim.
2-6
--------------------------------------------------------------------------
i.
Upaya perwujudan RTH sebesar 30% merupakan tantangan besar, komposisi 30% memang merupakan kebijakan yang kondusif bagi lingkungan, namun di lain pihak dianggap merupakan permasalahan yang signifikan dalam menyelenggarakan pembangunan perkotaan. Ini merupakan salah satu tantangan dari perundangan yang menjadi masalah dalam tataran implementasi. j. Modal Sosial
Dalam konteks pembangunan perkotaan saat ini yang menjadi masalah bukan pada modal finansial, namun perlu dilihat pada tataran modal sosial. Apapun yang kita lakukan, apabila aspek modal sosial tidak diperhitungkan, maka investasi yang dilakukan tidak mendorong peningkatan kesejahteraan.
k.
Happiness Index
Tujuan pembangunan harus ditambahkan dengan overall human system well being dengan eco system well being. Hal yang tidak dapat dielakkan adalah pembangunan terintegrasi yang mampu mengintegrasikan human system, ekosistem, yang bermuara pada human-eco happiness. Oleh karena itu dibutuhkan koordinasi yang kuat antar instansi pemerintah, agar mampu meningkatkan efektivitas pembangunan dalam mendorong peningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat dalam merasakan dan menikmati hasil pembangunan yang dilakukan. Pelaksanaan pembangunan harus melihat peningkatan human system, eco system dan human-eco happiness, yang diukur dengan happiness Index. l.
Direktorat Jenderal Cipta Karya harus mampu mendorong branding dan area identity dari sebuah kota dan wilayah. Indonesia yang mempunyai multiple culture
2-7
diversity yang perlu dioptimalkan pada tataran ekonomi. Sumberdaya alam, invovasi, fasionable, local value with modern spirit perlu diintegrasikan dalam ekonomi kreatif
yang mampu mendorong daya saing kota-kota. m.
Participatory Development
Pendekatan participatory development, jangan hanya diartikan dengan self helped, dan untuk itu perlu didukung dengan adanya tenaga pendamping yang mendorong dan memberdayakan masyarakat. Proses pembangunan seringkali tidak mengedepankan local wisdom, sehingga tidak mengakomodasikan budaya lokal. n. Pengembangan Enterpreneurship Secara umum ada tiga tipe pemberian pemerintah kepada masyarakat:
Philantropy, dianggarkan tiap tahun dan dilakukan secara terus menerus; Social entrepreneurship, bagaimana pemerintah membangun, dan
masyarakat kemudian mampu memelihara dan mengembangkan secara mandiri. Isu keberlanjutan yang menjadi penting, dan mengedepankan keberlanjutan hasil pembangunan.
Direktorat Jenderal Cipta Karya diharapkan mampu untuk mengimplementasikan succesfull entrepreneurship yaitu dengan: i) Merubah dengan cara yang baik (change friendly), dengan mendorong masyarakat untuk berubah tanpa menimbulkan konflik; ii) Berorientasi pada kesempatan (opportunity oriented); iii) Inovatif; iv) Banyak Akal; v) Menciptakan nilai baru.
2-8
--------------------------------------------------------------------------
o.
Dalam menjawab tantangan ke depan, kita harus mampu mempertahankan cultural expression yang mampu mendorong berkembangnya ekonomi kreatif yang menjadi daya saing bangsa. Oleh karena itu kedepan harus diupayakan mendukung ekonomi kreatif yang didukung dengan desain yang baik, serta didukung dengan marketing yang terintegrasi. Kebijakan pemerintah diharapkan harus mampu menjembatani dalam mengekplorasi pasar pada tataran internasional. Konsep branding dan packaging menjadi lebih penting dalam mendukung konteks dalam mendorong daya saing ekonomi kota.
2-9
Ba b 3
KONDISI UMUM PENCAPAIAN, PERMASALAHAN DAN TANTANGAN
3-1
tahun 2009. Dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan permukiman, berbagai upaya telah dilakukan diantaranya melalui program Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP) yang sampai dengan saat telah mencapai 802 kelurahan dengan target Renstra 2005-2009 841 kelurahan; sedangkan untuk peningkatan kualitas lingkungan permukiman lainnya juga telah dibangun rumah susun sederhana sewa sebanyak 18.848 unit dari target Renstra 2005-2009 sebanyak 30.000 unit. Penanganan kawasan tertinggal, pengembangan desa potensial melalui agropolitan, dan perencanaan pengembangan kawasan permukiman baik skala kawasan maupun perkotaan belum mencapai sasaran yang diharapkan. Agropolitan merupakan pendekatan pembangunan kawasan berbasis agribisnis melalui pengembangan sektor/komoditas unggulan pertanian/perikanan, dengan tujuan untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat pertumbuhan ekonomi lokal berbasis agribisnis sehingga dapat menjadi lokomotif penggerak perekonomian lokal di kawasan tersebut dan daerah belakangnya. Perkembangan kawasan Agropolitan sampai dengan tahun 2008 telah mencapai 193 kawasan, yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Target pencapaian pembangunan perdesaan potensial melalui agropolitan pada tahun 2005-2009 adalah 347 kawasan, namun hingga saat ini baru tercapai pada 331 kawasan. Dari total kawasan agropolitan, sebanyak 41 kawasan berada di Pulau Jawa dan sisanya tersebar di luar Pulau Jawa. Provinsi
3-2
--------------------------------------------------------------------------
yang memiliki kawasan agropolitan terbanyak adalah Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah sebanyak 11 kawasan. Sementara itu pembangunan kawasan terpilih pusat pengembangan desa bertujuan untuk merangsang pertumbuhan usaha-usaha ekonomi perdesaan melalui penyediaan berbagai fasilitas permukiman, berupa fasilitas air bersih, persampahan, dan sanitasi di desa-desa yang berpotensi untuk berkembang. Sampai dengan saat ini jumlah kawasan yang telah difasilitasi sebanyak 660 kawasan, hal ini telah melebihi target Renstra 2005-2009 yang hanya berjumlah 584 kawasan, sedangkan dukungan infrastruktur perdesaan hingga saat ini sudah mencapai 22.647 desa dari 29.274 desa target Renstra 2005-2009. Selain peningkatan kualitas lingkungan permukiman tersebut diatas, hal lain yang telah dilaksanakan untuk mendukung pengembangan kawasan permukiman khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah dengan memfasilitasi dukungan kawasan perumahan bagi PNS/TNI-Polri/Pekerja sebanyak 600.278 unit dari target Renstra 2005-2009 sebanyak 567.569 unit. Sementara itu penyediaan infrastruktur permukiman bagi kawasan terpencil/pulau kecil dan terluar telah difasilitasi sebanyak 29 Kab/Kota dari target Renstra 2005-2009 sebanyak 11 Kab/Kota, sedangkan penyediaan infrastruktur permukiman untuk kawasan perbatasan sebanyak 181 kawasan dari target Renstra 2005-2009 sebanyak 92 kawasan. Tingkat pemenuhan kebutuhan rumah masih rendah. Diperkirakan sampai dengan tahun 2020, rata-rata setiap tahun terdapat 1,15 juta unit rumah yang perlu difasilitasi. Saat ini pembangunan/pengembangan rumah baru mencapai 600.000 unit per tahun. Jumlah kekurangan rumah (backlog) mengalami peningkatan dari 4,3 juta unit pada tahun 2000 menjadi 5,8 juta unit pada tahun 2004 dan 7,4 juta unit pada akhir tahun 2009. Kondisi tersebut diperkirakan akan terus berakumulasi di masa yang akan datang akibat adanya pertumbuhan rumah tangga baru rata-rata
3-3
sebesar 820.000 unit rumah per tahun. Pemerintah telah melakukan berbagai fasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat berpendapatan rendah melalui penyediaan subsidi kredit pemilikan rumah sederhana sehat (KPRRSH), pengembangan kredit mikro perumahan, pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa), fasilitasi pembangunan rumah susun sederhana milik (rusunami) melalui peran serta swasta, fasilitasi pembangunan baru dan peningkatan kualitas perumahan swadaya. Berdasar kualitas fisik bangunan, pada tahun 2007 rumah tangga yang menempati rumah berlantai bukan tanah telah mencapai 86,29 persen; beratap bukan daun sebanyak 98,8 persen; dan berdinding permanen sebesar 87,6 persen. Selain itu, berdasar kondisi bangunan tempat tinggal, rumah tangga yang menempati rumah dengan kondisi baik mencapai 45,94 persen, kondisi sedang 43,94 persen, kondisi rusak 9,25 persen, dan kondisi rusak berat 0,87 persen. Sementara itu berdasarkan data SUSENAS tahun 2007 masih terdapat 5,9 juta keluarga yang belum memiliki rumah. Jumlah rumah saat ini hanya 51 juta unit. Dari jumlah tersebut hanya 17 juta rumah tergolong layak huni dan 34 juta masih tergolong tidak layak huni yang terbagi sebanyak 40% di perdesaan dan 60% di perkotaan. Berdasar status penguasaan tempat tinggal, pada tahun 2007 terdapat 78,22 persen rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri, sisanya 21,78 persen menempati rumah bukan milik sendiri seperti kontrak, sewa dan rumah orang tua.
3-4
--------------------------------------------------------------------------
Proporsi rumah tangga yang menempati rumah bukan milik sendiri di perkotaan mencapai 32,98 persen jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan yang sebesar 13,28 persen. Semakin terbatasnya lahan dan harga rumah di perkotaan menyebabkan masyarakat cenderung untuk menempati rumah sewa/kontrak. Proporsi rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri di perkotaan mengalami penurunan sebesar 2,71 persen dibandingkan kondisi pada tahun 2004 yang sebesar 80,93 persen. Penurunan ini terkait erat dengan peningkatan harga rumah dan penurunan daya beli masyarakat. Tingginya laju pertumbuhan penduduk di perkotaan, keterbatasan lahan untuk pembangunan perumahan dan permukiman serta meningkatnya harga lahan semakin mempersulit akses masyarakat untuk menempati hunian yang layak dan terjangkau di perkotaan. Masyarakat berpenghasilan rendah cenderung menempati lahan yang bukan miliknya (ilegal) atau menempati hunian di pinggiran kota yang jauh dari lokasi pekerjaan. Masih tingginya biaya pengurusan serta keterbatasan informasi terhadap prosedur sertifikasi dan rencana tata ruang mengakibatkan sebagian masyarakat menempati rumah tanpa memiliki bukti legalitas pemanfaatan lahan dan bangunan serta tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Ditinjau dari aspek kepastian jaminan bermukim, rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri dan telah didukung oleh bukti hukum tanah berupa sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), girik, maupun akta jual beli mengalami peningkatan dari 74,49 persen pada tahun 2004 menjadi 77,94 persen pada tahun 2007. Penyerahan kewenangan pembangunan perumahan yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah belum disertai dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan. Selain itu, koordinasi antarlembaga masih belum berjalan dengan baik, salah satunya
3-5
ditunjukkan dengan belum efektifnya fungsi Badan Koordinasi Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Nasional (BKP4N).
3-6
--------------------------------------------------------------------------
diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung. Disamping itu telah diterbitkan pula berbagai NSPK untuk Bangunan Gedung yang meliputi (1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; (2) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan; (3) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan; (4) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung; (5) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung; dan (5) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung.
3-7
3-8
--------------------------------------------------------------------------
bersih dan sehat (PHBS). Rendahnya kesadaran pelaku akan pengelolaan air limbah yang layak dan rendahnya utilisasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) merupakan penyebab utama terjadinya pencemaran air permukaan. Proporsi rumah tangga yang terlayani dengan sistem air limbah terpusat skala kota telah mencapai 1 persen dan prosentase sistem pelayanan air limbah berbasis masyarakat telah dilakukan di 409 lokasi. Selama periode 2004 hingga 2009 pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota telah dilakukan di Kota Denpasar melalui pendanaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri. Selain itu, sistem pengolahan air limbah terpusat (Instalasi Pengolahan Air Limbah/IPAL) komunal telah dibangun di 217 kota/kabupaten. Proporsi rumah tangga yang terlayani dengan sistem pengolahan setempat dan sistem terpusat skala komunal adalah sebesar 69,3 persen (daerah perkotaan sebanyak 81,8 persen dan perdesaan sebanyak 60 persen). Tingginya angka cakupan tersebut diantaranya merupakan hasil dari kegiatan penyediaan prasarana dan sarana air limbah berbasis masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah bersama dengan lembaga swadaya masyarakat. Kepedulian Pemerintah pada pengelolaan air limbah sekarang berada pada titik tertinggi sejak beberapa tahun terakhir. Namun demikian, peningkatan alokasi pendanaan masih belum mampu untuk membiayai total kebutuhan yang ada. Di sisi lain, skema-skema pembiayaan yang bersumber dari non-pemerintah masih belum dikembangkan, termasuk kerja sama dengan swasta, baik dalam bentuk investasi swasta maupun dana Corporate Social Responsibility (CSR). Institusi pengelola air limbah di daerah saat ini masih belum menerapkan prinsip manajemen yang baik, antara lain pada Perusahaan Daerah ditunjukkan dengan belum adanya manajemen aset dan penyusunan business plan yang absah, serta kurangnya dukungan sumber daya manusia yang berkualitas pada non-Perusda yang mengelola air limbah. Selain itu, masih rendahnya kesediaan membayar
3-9
(willingness to pay) dari masyarakat untuk pelayanan air limbah domestik dan subsidi pemerintah yang tidak dapat diandalkan menjadikan pengelola tidak dapat menutup biaya pelayanannya secara penuh (full-cost recovery). Saat ini payung kebijakan yang mendukung pengelolaan air limbah hanya berupa salah satu pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yaitu pasal 21 ayat (2), yang menyatakan bahwa perlindungan dan pelestarian sumber air salah satunya dilakukan melalui pengaturan sarana dan prasarana sanitasi. Hampir seluruh kota di Indonesia tidak mempunyai pemetaan terhadap kebutuhan infrastruktur dan layanan air limbah serta tidak tersedianya rencana rinci terhadap pemenuhan kebutuhan tersebut. Hal ini mengakibatkan tidak adanya prioritas serta pentahapan yang jelas mengenai pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana air limbah. Dari sisi perencanaan, tengah dikembangkan penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) agar pemerintah daerah memiliki dasar bagi pembangunan sanitasi bagi daerahnya masing-masing. Meningkatnya intensitas curah hujan dalam interval waktu yang semakin pendek yang disebabkan perubahan iklim akibat efek pemanasan global (global warming) dan semakin berkurangnya bidang resapan menjadi faktor penyebab semakin tingginya debit limpasan hujan yang harus ditampung oleh saluran drainase. Belum optimalnya fungsi drainase sebagai pematus air hujan yang mengakibatkan timbulnya genangan, merupakan permasalahan utama yang dihadapi dalam pembangunan drainase. Kelangkaan lokasi untuk pembuangan sampah serta rendahnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya menjadikan saluran drainase sebagai tempat pembuangan sampah. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2007 sebanyak 11,34% rumah tangga masih membuang sampah ke kali/selokan yang menyebabkan mampatnya saluran drainase sehingga menurunkan fungsi saluran drainase yang berimplikasi pada peningkatan luasan kawasan tergenang. Di sisi lain banyak
3-10
--------------------------------------------------------------------------
dijumpai pula bahwa fungsi saluran drainase tidak tegas apakah untuk mengalirkan kelebihan air permukaan atau juga berfungsi sebagai saluran air limbah. Pembuangan air limbah domestik dan air limbah industri rumah tangga ke dalam saluran drainase menyebabkan peningkatan debit air pada saluran drainase. Perencanaan sistem pengelolaan drainase belum didasari dengan adanya suatu rencana induk pengelolaan sistem drainase yang absah. Selain itu, perencanaan sistem drainase saat ini juga belum mengintegrasikan antara sistem drainase primer, sekunder, dan tersier. Sementara itu, ketidakjelasan pengelola sistem drainase, menyebabkan pengabaian kondisi saluran drainase dan minimnya alokasi dana yang dianggarkan untuk operasi dan pemeliharaan sistem. Terbatasnya anggaran pemerintah baik untuk investasi, operasi dan pemeliharaan sistem drainase menjadikan pengelolaan drainase belum berjalan secara optimal. Pada sektor persampahan, pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) masih rendah. Rata-rata volume sampah diperkirakan mencapai 74 juta ton/tahun. Namun dari total timbulan sampah tersebut, proporsi sampah terangkut hanya mencapai 20,63 persen. Belum adanya rencana induk pengelolaan sampah menjadikan belum tersedianya profil dan rencana penanganan sampah di tingkat kabupaten/kota. Ketiadaan rencana induk juga mengakibatkan tidak bersinerginya sistem pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah dengan sistem pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masyarakat, sehingga penanganan sampah belum terintegrasi utuh mulai penanganan dari sumber hingga ke TPA. Sementara upaya meningkatkan kinerja TPA yang berwawasan lingkungan di kota metro/besar sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Banyak TPA yang tidak didesain sebagai sanitary landfill atau mengalami perubahan sistem dari sanitary landfill dan/atau controlled landfill menjadi open dumping. Sementara jumlah Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang menerapkan sanitary landfill mencapai 10 TPA; dan yang menerapkan controlled landfill sebanyak 55 TPA,
3-11
sehingga secara umum belum dikelola menggunakan pendekatan yang ramah lingkungan. Namun demikian telah dibangun TPA berbasis Clean Development Mechanism di 2 (dua) lokasi dan sedang dalam tahap persiapan di 11 lokasi. Dari sisi regulasi, pada tahun 2008 telah diberlakukan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang mewajibkan seluruh TPA dikelola secara sanitary landfill sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan kualitas layanan pengelolaan sampah. Akan tetapi, implementasi Undang-Undang tersebut masih terkendala karena belum tersedianya peraturan-peraturan pendukungnya. Hal ini terlihat dari jumlah TPA di seluruh Indonesia yang mencapai 378 buah dengan luas 1,886.99 Ha, sebanyak 80,6% masih menerapkan metode open dumping, 15,5% menggunakan metode controlled landfill dan hanya 2,8% yang menerapkan metode sanitary
landfill.
Hingga saat ini penanganan sampah masih terfokus pada penanganan timbulan sampah, dan belum pada pengurangan volume sampah dari sumbernya. Upaya untuk mengurangi kuantitas sampah sebesar 20% pada periode 20042009 juga masih belum menunjukkan hasil yang signifikan. Demikian juga halnya dengan infrastruktur pengelolaan persampahan yang ada ternyata tidak sebanding dengan kenaikan timbunan sampah yang meningkat 24% per tahun, diperburuk dengan semakin sulitnya mendapatkan lahan untuk dimanfaatkan sebagai TPA. Sedangkan di sisi yang lain percontohan program 3R (Reduce, Reuse, Recycle) saat ini masih terbatas di 80 kawasan. Rendahnya kesadaran masyarakat dan pemerintah daerah dalam menerapkan prinsip 3R menyebabkan pengurangan volume timbulan sampah kurang signifikan. Selain itu, upaya pengurangan timbulan sampah melalui pemanfaatan teknologi pengolahan sampah belum dikembangkan. Institusi pengelola sampah di daerah saat ini masih belum berfungsi secara profesional, antara lain ditunjukkan dengan belum adanya manajemen aset dan penyusunan business plan yang absah pada Perusahaan Daerah, sedangkan
3-12
--------------------------------------------------------------------------
permasalahan yang muncul pada dinas pengelola sampah bahkan lebih menyeluruh baik berupa alokasi dana yang minim, manajemen yang kurang profesional dan minimnya kualitas sumber daya manusia. Hingga saat ini, sumber pendanaan bagi pengelolaan sampah masih bertumpu pada anggaran pemerintah akibat belum dikembangkannya alternatif sumber pendanaan lainnya, seperti dana masyarakat, kerjasama swasta, baik investasi swasta maupun dana CSR. Secara keseluruhan sampai saat ini prosentase sistem pengelolaan persampahan telah mencapai 54%, masih di bawah target RPJMN (75% pada 2009) dan MDGs (70% pada 2015).
1 2
Sumber: Data BPS 2009 Sumber: Data BPS 2009 3 Sumber: Data BPS 2009
3-13
Akses air minum perpipaan mengalami stagnasi selama kurun waktu 1994-2006, hanya bertambah sekitar 2,18 persen. Pada tahun 2006 yang memiliki akses terhadap sistem perpipaan (PDAM) telah mencapai 18,38 persen dan akses terhadap sistem non-perpipaan terlindungi sebesar 43,57 persen. Pada tahun 2007 pelayanan air minum perkotaan baru mencapai 45% dan perdesaan 10%, sehingga cakupan pelayanan air minum perpipaan nasional menjadi sebesar 20%. Di tahun 2009 cakupan pelayanan air minum di perkotaan meningkat menjadi 47,23% (44,5 juta jiwa) dari 41% di tahun 2004 (34,36 juta jiwa) sementara di perdesaan telah meningkat dari 8% di tahun 2004 (melayani 10,09 juta jiwa), menjadi 11,55% di tahun 2009 (15,2 juta jiwa). Disisi lain, menurut laporan regional terakhir mengenai status pencapaian MDGs untuk kawasan perdesaan, akses masyarakat terhadap sistem pelayanan air bersih non-perpipaan meningkat dari 38,2% (1994), menjadi 43,4% (2000) dan 57,2% (2006). Selain itu, penyediaan air minum berbasis masyarakat yang berpedoman pada Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat saat ini telah berkembang dengan pesat. Kegiatan penyediaan air minum berbasis masyarakat telah dilaksanakan di hampir seluruh wilayah Indonesia dengan menggunakan pendanaan yang bersumber dari anggaran pemerintah maupun pihak lain, seperti lembaga donor, lembaga swadaya masyarakat (LSM), swasta (melalui kegiatan Corporate Social Responsibility) dan masyarakat. Namun dalam implementasinya masih menemui
3-14
--------------------------------------------------------------------------
kendala yakni ketiadaan peraturan yang mengatur pola kerjasama pemerintah dan masyarakat. Faktor lainnya adalah kualitas sumber daya manusia pada lembaga pengelolanya juga masih rendah. Demikian pula halnya keterlibatan swasta hingga tahun 2009 masih tergolong rendah, khususnya pada penyediaan prasarana air minum di wilayah perdesaan dan pinggiran kota. Skema kerjasama pemerintah dengan swasta (KPS) hingga saat ini belum banyak dilaksanakan oleh pemda maupun PDAM. Rendahnya kinerja keuangan PDAM juga menyebabkan PDAM mengalami kesulitan dalam mendapatkan sumber pendanaan dari pihak lain, seperti lembaga donor maupun pihak perbankan. Sementara sumber pendanaan dari pihak swasta seperti dana Corporate Social Responsibility (CSR) masih belum menjadi sumber yang signifikan sehingga pendanaan air minum masih bertumpu pada anggaran Pemerintah. Pada periode 2005-2009 telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Sistem Penyediaan Air Minum sebagai turunan dari UndangUndang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Dalam pelaksanaannya telah dirumuskan Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat, termasuk diantaranya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (KSNP-SPAM), sehingga sistem penyediaan air minum yang efektif dan berkesinambungan telah memiliki rujukan strategis yang jelas. Dalam sektor ini upaya pembinaan terhadap PDAM belum memperlihatkan hasil yang signifikan. seperti tergambar dari 340 PDAM, sekitar 70% kondisinya masih tidak sehat. Ini berarti hanya 79 PDAM yang sehat, sehingga pada tahun 2008, utang non pokok PDAM yang dinyatakan sakit yang mencapai Rp. 3,3 triliun terpaksa dihapuskan. Demikian halnya dengan utang PDAM yang dikategorikan sehat juga dihapus melalui skema debt to swap investment yang mencapai Rp. 1,1 triliun. Dengan demikian, jumlah keseluruhan hutang yang dihapus mencapai Rp. 4,4 triliun.
3-15
Salah satu penyebabnya adalah sebagian besar PDAM masih menerapkan tarif dasar di bawah biaya produksi air minum. Disamping juga kapasitas sumber daya manusia dan pendanaan yang belum memadai, belum diterapkannya prinsip full-cost recovery dan manajemen aset sebagai prasyarat manajemen yang baik, serta belum disusunnya business plan yang absah. Sementara kinerja pengelola air minum dengan target penurunan angka kebocoran secara nasional baru pada kisaran 6-7% sehingga masih diperlukan upaya keras untuk mencapai angka 20% yang ditargetkan sebagai angka kebocoran secara nasional oleh RPJMN 2005-2009. Secara total saat ini belum mampu terpenuhi, termasuk kualitas air minum PDAM masih belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tidak terolahnya limbah domestik dan nondomestik menjadi penyebab utama menurunnya kualitas air baku air minum. Sementara itu, pemanfaatan air yang belum efisien dan masih minimnya pengelolaan air baku pada wilayah hulu dan/atau daerah resapan menjadi penyebab semakin berkurangnya kuantitas air baku air minum. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang kurang bersinergi dengan konsep pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) mengakibatkan pemanfaatan ruang cenderung mengabaikan keberlanjutan ketersediaan air baku bagi daerah hilir. Selain itu, ekstraksi air tanah secara berlebihan oleh rumah tangga dan industri turut mempengaruhi kuantitas dan kualitas air baku. Penerapan teknologi untuk pemanfaatan sumber air alternatif juga belum dijadikan sebagai suatu upaya alternatif dalam menjaga kuantitas dan kualitas air baku.
3-16
--------------------------------------------------------------------------
1 a.
Pembangunan Infrastruktur Permukiman Perdesaan Skala kws 1. Pengembangan kws Agropolitan 2. Pengembangan Prasarana Sarana Perdesaan (DPP/KTP2D) Kws Kws
347 584 89 119 56 161 48 157 78 225 60 47 331 709 95.39% 121.40%
b.
2 a.
Peningkatan Kualitas Permukiman kws Kumuh dan Nelayan Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KPPNPM) Penataan dan Perbaikan Lingkungan Permukiman (NUSSP) Kelurahan
40,648 4,680 7,277 8,991 10,001 11,039 41,988 103.30%
b.
Kelurahan
841
94
348
410
328
164
802
95.36%
Ha Jiwa c. Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Unit
d.
Kelurahan
763
143
155
124
144
255
821
107.60%
3-17
No
Program Utama/Prioritas
Unit
% Capaian
3 a.
Pengembangan kws Perumahan dan Permukiman bagi MBR Dukungan kws Perumahan PNS/TNIPolri/Pekerja Penyediaan Infrastruktur Permukiman 1. kws Terpencil/Pulau Kecil/Terluar Kawasan
41 62 53 47 1 204
Unit
567,569
71,095
108,123
156,400
124,610
140,050
600,278
105.76%
b.
11 92
20 10
28 47
28 44
29 36
1 44
29 181
263.64% 196.74%
b.
Pengelolaan Air Limbah - Penduduk terlayani Pengelolaan Persampahan - Penduduk terlayani Drainase Penataan dan Revitalisasi kws Perkotaan
c.
82 2,608,432 832 63
94 4,750,239 75 30
107.92%
d. e.
102.12% 84.21%
3-18
--------------------------------------------------------------------------
No
Program Utama/Prioritas
Unit
% Capaian
5 a.
Penanggulangan Dampak Konflik Sosial dan Bencana Alam Penanganan Tsunami di Aceh Unit Jiwa
5,500 27,000 24,800 124,500 3,000 15,000 237,655 950,620 6,480 25,920 1,500 7,500 375,868 1,503,472 5,243 20,972 3,503 17,515 9,910 39,640 8,003 40,015 613,523 2,454,092 21,633 86,532 145.51% 148.20% 2473.88% 1971.16%
b.
Pembinaan Teknis Bangunan Gedung, Penataan Bangunan dan Lingkungan Pendamping an Pedoman
304 176 31 71 33 27 102 55 66 4 128 52 360 209 118.42% 118.75%
Keterangan : *) dilaksanakan oleh Pemda DIY dan Jateng dengan dana APBN sebesar Rp 5,4 triliun (sebanyak 613,523 unit)
Berdasarkan Tabel 3.1 di atas dapat disimpulkan bahwa beberapa Program Utama/Prioritas yang tidak mencapai target, yaitu: (i) Program Utama Pembangunan Infrastruktur Permukiman Perdesaan dengan Kegiatan Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Dukungan Infrastruktur Perdesaan; (ii) Program Utama Peningkatan Kualitas Permukiman Kawasan Kumuh dan Nelayan dengan Kegiatan Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa); (iii) Program Utama Fasilitasi Pengembangan Infrastruktur Permukiman Kota dengan Kegiatan Prasarana dan Sarana Air Minum serta Penataan dan Revitalisasi Kawasan Perkotaan. Untuk Kegiatan Pengembangan Kawasan Agropolitan dari target sejumlah 347 kawasan, hanya tercapai 331 kawasan pada tahun 2009, sedangkan Kegiatan
3-19
Dukungan Infrastruktur Perdesaan hanya tercapai 22.647 desa pada tahun 2009 dari target 29.274 desa. Kegiatan Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) dari target 30.000 unit hanya tercapai 18.848 unit. Kegiatan Prasarana dan Sarana Air Minum hanya tercapai 33.707 L/detik (14.900.972 jiwa) dari target 39.879 L/detik (26.800.000 jiwa). Sedangkan Kegiatan Penataan dan Revitalisasi Kawasan Perkotaan dari target 266 kawasan hanya tercapai 224 kawasan. Adapun kendala umum yang dihadapi dalam pencapaian target karena terbatasnya alokasi dana yang diberikan, kurangnya komitmen pemerintah daerah untuk memenuhi Dana Daerah Untuk Pembangunan Bersama (DDUPB) yang dibutuhkan, kurang siapnya ketersediaan lahan serta kurang siapnya pemerintah daerah untuk memenuhi kriteria kesiapan proyek (readiness criteria) yang telah ditetapkan.
3-20
--------------------------------------------------------------------------
3-21
f.
Keterbatasan kapasitas daerah dalam penyelenggaraan infrastruktur keCipta-Karya-an padahal bidang ini sudah menjadi salah satu urusan wajib dari pemerintah daerah.
3-22
--------------------------------------------------------------------------
ii. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara. Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara. Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metro, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia. Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan).
iii. Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau. Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga. iv. Kapasitas Kelembagaan Daerah. c. Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan. Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi. Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.
Penyehatan Lingkungan Permukiman. i. Sektor Air Limbah. Belum optimalnya penanganan air limbah. Tercemarnya badan air khususnya air baku oleh limbah. Belum optimalnya manajemen air limbah. - Belum optimalnya perencanaan. - belum memadainya penyelenggaraan air limbah.
3-23
ii. Sektor Drainase. Kapasitas sistem drainase tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Belum memadainya penyelenggaraan sistem drainase. Makin tingginya timbulan sampah (jumlah penduduk makin tinggi, jumlah sampah per kapita meningkat). Belum optimalnya manajemen persampahan. - belum optimalnya sistem perencanaan (rencana sampai dengan monitoring dan evaluasi). - belum memadainya pengelolaan layanan persampahan (kapasitas, pendanaan dan aset manajemen). - belum memadainya penanganan sampah.
d.
Pengembangan Air Minum. i. Kelembagaan dan peraturan perundangan. Masih rendahnya kapasitas SDM maupun kelembagaan penyelenggara air minum di daerah. Mindset penyelenggaraan, tugas, dan kewenangan dalam pelayanan air minum masih harus dirubah. Lemahnya fungsi lembaga/dinas di daerah terkait penyelenggaraan SPAM sehingga peran pembinaan pengembangan SPAM menjadi sangat lemah. Prinsip pengusahaan belum sepenuhnya diterapkan oleh penyelenggara SPAM (PDAM), termasuk rekruitmen SDM belum terpadu dengan program pengembangan SDM Penyelenggara SPAM. Pemekaran wilayah di beberapa kabupaten/kota mendorong pemekaran badan pengelola SPAM di daerah.
3-24
--------------------------------------------------------------------------
ii. Terbatasnya pendanaan. Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan untuk pengembangan, maupun operasional dan pemeliharaan yang diantaranya disebabkan oleh masih rendahnya tarif dan masih tingginya beban utang. Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung dari pinjaman luar negeri daripada mengembangkan alternatif pendanaan dalam negeri. Komitmen dan prioritas pendanaan dari pemerintah daerah dalam pengembangan SPAM masih rendah. Kapasitas daya dukung air baku di berbagai lokasi semakin terbatas akibat pengelolaan daerah tangkapan air yang kurang baik. Kualitas sumber air baku semakin menurun akibat meningkatnya aktivitas dan kegiatan masyarakat dan industri tidak disertai dengan perlindungan terhadap lingkungan. Adanya peraturan perijinan penggunaan air baku di beberapa daerah yang tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi sehingga pemanfaatan air baku yang lintas wilayah seringkali menimbulkan konflik. Belum mantapnya alokasi penggunaan air baku sehingga menimbulkan konflik kepentingan di tingkat pengguna. Tingkat kehilangan air pada sistem perpipaan berkisar antara 10%-50% dengan kehilangan rata-rata sekitar 37% pada tahun 2004 dan tekanan air pada jaringan distribusi umumnya masih rendah.
3-25
Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas untuk masyarakat menengah ke atas di perkotaan, sementara pelayanan air minum untuk masyarakat miskin selain belum memadai, juga harus membayar lebih mahal. masyarakat dan dunia usaha dalam
Pengembangan Kelembagaan. i. Belum optimalnya perencanaan pengembangan sumber daya manusia. ii. Belum memadainya struktur organisasi yang responsif terhadap tantangan pembangunan bidang Cipta Karya. iii. Belum tersusunnya tata laksana organisasi yang sesuai dengan prinsip good governance untuk meningkatkan daya saing kota/kabupaten. iv. Belum efektifnya pengembangan tim koordinasi pembangunan kota/kabupaten/provinsi dalam pengembangan prasarana bidang Cipta Karya.
3-26
--------------------------------------------------------------------------
3.4 TANTANGAN
Berdasarkan permasalahan dan kondisi yang ada, maka tantangan dalam pembangunan infrastruktur permukiman adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan keterpaduan pembangunan prasaranan dan sarana bidang permukiman (Cipta Karya). b. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap aspek kesehatan. c. Memperluas akses pelayanan prasarana dan sarana bidang permukiman (Cipta Karya). d. Meningkatkan keterlibatan dunia usaha (swasta) dan masyarakat dalam pendanaan pembangunan prasarana dan sarana bidang permukiman (Cipta Karya).
3-27
Ba b 4
VISI, MISI DAN TUJUAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PERMUKIMAN
--------------------------------------------------------------------------
4-1
Berdaya saing, yaitu: permukiman perkotaan dan perdesaan yang dapat menonjolkan kualitas lingkungan permukimannya dengan baik dan mampu bersaing sebagai lingkungan permukiman yang menarik untuk warganya. Berkelanjutan, yaitu: permukiman perkotaan dan perdesaan yang asri, nyaman dan aman sebagai tempat bermukim warganya untuk jangka panjang.
Untuk mencapai visi tersebut, maka Misi Direktorat Jenderal Cipta Karya tahun 2010 2014 adalah: 1. Meningkatkan pembangunan infrastruktur permukiman di perkotaan dan perdesaan untuk mewujudkan permukiman yang layak, berkeadilan sosial, sejahtera, berbudaya, produktif, berdaya saing dan berkelanjutan dalam rangka pengembangan wilayah.
4-2
--------------------------------------------------------------------------
2. Mewujudkan kemandirian daerah melalui peningkatan kapasitas pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur permukiman termasuk pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasinya. 3. Melaksanakan pembinaan dalam penataan kawasan serta pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara yang memenuhi standar keandalan bangunan gedung. 4. Menyediakan infrastruktur permukiman bagi kawasan kumuh/nelayan, daerah perbatasan, kawasan terpencil, pulau-pulau kecil terluar dan daerah tertinggal termasuk penyediaan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin. 5. Mewujudkan organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif dan SDM yang profesional dengan menerapkan prinsip good governance.
4.2 TUJUAN
Sebagai penjabaran atas visi Kementerian Pekerjaan Umum, maka tujuan yang akan dicapai oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam periode lima tahun ke depan meliputi: 1. Meningkatkan kualitas perencanaan, pengembangan, dan pengendalian permukiman demi perwujudan pembangunan yang berkelanjutan (termasuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim). 2. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan cakupan pelayanan (infrastruktur) bidang permukiman (Cipta Karya) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
--------------------------------------------------------------------------
4-3
3. Meningkatkan pembangunan kawasan strategis, wilayah tertinggal dan penanganan kawasan rawan bencana untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah.
4.3 SASARAN
Adapun sasaran berdasarkan 3 (tiga) tujuan Direktorat Jenderal Cipta Karya yang akan dicapai beserta indikator kinerja outcom e -nya meliputi: Tujuan 1 : Meningkatkan kualitas perencanaan, pengembangan, dan pengendalian permukiman demi perwujudan pembangunan yang berkelanjutan (termasuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim).
4-4
--------------------------------------------------------------------------
7. Pendampingan penyusunan NSPK bidang penataan bangunan dan lingkungan oleh Pemda.
--------------------------------------------------------------------------
4-5
d) Tersusunnya Rencana Tindak Sistem Ruang Terbuka Hijau (RTH) di 213 Kab/Kota. e) Tersusunnya Rencana Tindak Pengembangan Tradisional dan Bersejarah sebanyak 160 kawasan. Kawasan Permukiman
4-6
--------------------------------------------------------------------------
c) Meningkatnya kinerja pelayanan drainase di 50 Kab/Kota. 12. Penyusunan NSPK dalam pengembangan pengelolaan persampahan.
--------------------------------------------------------------------------
4-7
4-8
--------------------------------------------------------------------------
d) Terselenggaranya pembinaan hukum dan tersedianya perangkat penataan hukum sebanyak 45 paket. e) Terselenggaranya pembinaan serta penyediaan prasarana dan sarana perlengkapan sebanyak 45 paket. f) Terselenggaranya pembinaan dan pelaksanaan habitat sebanyak 5 paket. g) Tersedianya sarana dan prasarana kantor yang baik dan layak sebanyak 25 paket. 21. Penyusunan kebijakan, program dan anggaran, kerjasama luar negeri dan pola investasi, data informasi serta evaluasi kinerja infrastruktur bidang permukiman.
--------------------------------------------------------------------------
4-9
4-10
--------------------------------------------------------------------------
b) Terfasilitasinya kapasitas produksi air minum terpasang 820 Ibukota Kecamatan (IKK) (8.200 liter/detik). 11. Peningkatan pelayanan air minum terhadap MBR Perdesaan.
--------------------------------------------------------------------------
4-11
b) Terfasilitasinya kawasan dalam kapasitas produksi air minum terpasang di 100 kawasan (960 liter/detik) untuk kawasan pemekaran, pulau terluar, perbatasan, terpencil, KAPET. c) Terfasilitasinya kawasan dalam kapasitas produksi air minum terpasang di 53 kawasan (310 liter/detik) untuk pelabuhan perikanan. Tujuan 3 : Meningkatkan pembangunan kawasan strategis, wilayah tertinggal dan penanganan kawasan rawan bencana untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah.
Sasaran 1. Penanganan kawasan permukiman di kawasan rawan bencana (Sumatera Barat, dll).
4-12
--------------------------------------------------------------------------
b) Meningkatnya kualitas lingkungan hunian untuk masyarakat yang tinggal di kawasan perbatasan dan pulau kecil terluar yang setara dengan 500 Ha sebanyak 102 kawasan. 4. Penyediaan Prasarana dan sarana air minum, air limbah, persampahan dan drainase pada Lokasi Pasca Bencana/Konflik Sosial.
--------------------------------------------------------------------------
4-13
4-14
--------------------------------------------------------------------------
Ba b 5
ARAHAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI
DAN
STRATEGI
NASIONAL
PENGEMBANGAN
Sesuai dengan peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 494/PRT/M/2005 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perkotaan (KSNP-Kota) mempunyai kebijakan dan strategi yaitu: Kebijakan 1 : Pemantapan peran dan fungsi kota dalam pembangunan nasional. Strategi: Penyiapan prasarana dan sarana perkotaan nasional. Kota sebagai simpul pelayanan dalam wilayah. Pengembangan kota-kota berfungsi nasional/internasional. Pengembangan kota-kota khusus berkembang cepat dan kawasan tertinggal. Panduan bagi daerah untuk pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Pengembangan permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial.
Kebijakan 2:
5-1
Strategi: Prasarana dan sarana serta pelayanan dasar yang memadai dan berkeadilan. Perumahan dan permukiman yang layak huni dan terjangkau. Pengembangan pendanaan dan penyediaan tanah bagi pembangunan permukiman secara partisipatif. Pengembangan ekonomi yang berdaya saing global. Penciptaan iklim kehidupan sosial budaya yang saling menghargai, mendukung, serta mengapresiasi budaya dan warisannya. Kebijakan 3: Peningkatan kapasitas manajemen pembangunan perkotaan. Strategi : Peningkatan kapasitas SDM & kelembagaan pusat/daerah dalam pengelolaan pembangunan perkotaan. Peningkatan kapasitas pembiayaan pemerintah daerah. Peningkatan pola dan mekanisme pelibatan stakeholders dalam pembangunan perkotaan. Sistem informasi perkotaan secara nasional dan daerah.
5-2
--------------------------------------------------------------------------
Sesuai dengan peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (KSNP-SPAM) yaitu: Kebijakan 1: Peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan air minum. Strategi: Mengembangkan SPAM dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan minimal untuk memperluas jangkauan pelayanan air minum terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang dilakukan secara bertahap di setiap propinsi. Mengembangkan aset manajemen SPAM dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan. Meningkatkan dan memperluas akses air yang aman melalui non perpipaan terlindungi bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Mengembangkan penyediaan air minum yang terpadu dengan sistem sanitasi. Mengembangkan pelayanan air minum dengan kualitas yang sesuai dengan standar baku mutu. Mengembangkan sistem informasi dan pendataan dalam rangka monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan air minum.
5-3
Kebijakan 2:
Pengembangan pendanaan untuk penyelenggaraan SPAM dari berbagai sumber secara optimal. Strategi: Mengembangkan sumber alternatif pembiayaan melalui penciptaan sistem pembiayaan dan pola investasi. Meningkatkan peran dunia usaha/swasta dan atau masyarakat (koperasi) dalam pembiayaan sarana air minum. Meningkatkan kemampuan finansial PDAM. kelembagaan, peraturan dan perundang-
Kebijakan 3:
Memperkuat peran dan fungsi dinas/instansi di tingkat kabupaten/kota dalam pengembangan SPAM. Menerapkan prinsip-prinsip Good Governance dan Good terutama untuk Corporate Governance penyelenggara/operator SPAM. Melengkapi produk-produk peraturan perundangan dalam penyelenggaraan SPAM.
Kebijakan 4:
Peningkatan penyediaan air baku secara berkelanjutan. Strategi: Konservasi wilayah sungai dan perlindungan sumber air baku. Peningkatan dan penjaminan kuantitas dan kualitas air baku terutama bagi kota metro dan besar. Menyediakan air baku bagi daerah-daerah rawan air.
5-4
--------------------------------------------------------------------------
Kebijakan 5:
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya air melalui pendekatan berbasis wilayah sungai.
Peningkatan peran dan kemitraan dunia usaha, swasta dan masyarakat. Strategi: Meningkatkan pemberdayaan masyarakat khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Menciptakan iklim investasi dengan pola insentif dan kepastian hukum.
NSIONAL
PENGEMBANGAN
SISTEM
Sesuai dengan peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nsional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP) yaitu: Kebijakan 1: Pengurangan timbulan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya. Strategi: Kebijakan 2: Meningkatkan pemahaman masyarakat akan 3R. Mengembangkan dan menerapkan sistem insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan 3R. Mendorong koordinasi lintas sektor (perindustrian dan perdagangan).
Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan.
5-5
Strategi: Kebijakan 3: Meningkatkan pemahaman tentang pengelolaan persampahan sejak dini melalui pendidikan di sekolah. Menyebarluaskan pemahaman tentang persampahan kepada masyarakat umum. pengelolaan
Membina masyarakat khususnya kaum perempuan dalam pengelolaan persampahan. Mendorong peningkatan pengelolaan berbasis masyarakat. Mengembangkan sistem insentif dan iklim yang kondusif bagi dunia usaha/swasta. cakupan pelayanan dan kualitas sistem
dan
sarana
persampahan
Meningkatkan cakupan pelayanan secara terencana dan berkeadilan. Meningkatkan kapasitas sarana persampahan sesuai sasaran pelayanan. Melaksanakan rehabilitasi TPA yang mencemari lingkungan. Mengembangkan TPA ke arah Sanitary Landfill (SLF)/ Controlled Landfill (CLF). Meningkatkan TPA regional. Melaksanakan Litbang dan aplikasi teknologi penanganan sampah tepat guna dan berwawasan lingkungan.
5-6
--------------------------------------------------------------------------
Kebijakan 4:
Pengembangan kelembagaan, peraturan dan perundangan. Strategi: Meningkatkan status dan kapasitas institusi pengelola. Meningkatkan kinerja institusi pengelola. Memisahkan fungsi/unit regulator dan operator. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar stakeholder. Meningkatkan kualitas SDM bidang persampahan. Mendorong pengelolaan kolektif atas prasarana dan sarana regional. Meningkatkan kelengkapan pengelolaan persampahan. produk hukum/NPSM hukum bidang
Kebijakan 5:
Pengembangan alternatif sumber pembiayaan. Strategi: Menyamakan persepsi para pengambil keputusan dalam pengelolaan persampahan dan kebutuhan anggaran. Mendorong peningkatan pemulihan biaya persampahan.
PENGEMBANGAN
SISTEM
Sesuai dengan peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman (KSNP-SPALP) yaitu:
5-7
Kebijakan 1:
Peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah baik sistem on site maupun off site di perkotaan dan perdesaan untuk perbaikan kesehatan masyarakat Strategi: Meningkatkan akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana air limbah sistem setempat (on-site) di perkotaan dan perdesaan melalui sistem komunal. Meningkatkan akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana air limbah sistem terpusat (off-site) di kawasan perkotaan Metropolitan dan Besar.
Kebijakan 2:
Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman. Strategi: Merubah perilaku dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan air limbah permukiman. Mendorong partisipasi dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan dan pengelolaan air limbah permukiman.
Kebijakan 3:
Pengembangan perangkat peraturan perundangan penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman. Strategi: Menyusun perangkat peraturan perundangan yang mendukung penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman.
5-8
--------------------------------------------------------------------------
Kebijakan 4:
Menyebarluaskan informasi peraturan perundangan terkait penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman. Menerapkan peraturan perundangan.
Penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas personil pengelolaan air limbah permukiman. Strategi: Memfasilitasi pembentukan dan perkuatan kelembagaan pengelola air limbah permukiman di tingkat masyarakat. Mendorong pembentukan dan perkuatan institusi pengelola air limbah permukiman di daerah. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar lembaga. Mendorong peningkatan kemauan politik (political will) para pemangku kepentingan untuk memberikan prioritas yang lebih tinggi terhadap pengelolaan air limbah permukiman.
Kebijakan 5:
Peningkatan dan pengembangan alternatif sumber pendanaan pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman. Mendorong berbagai alternatif sumber pembiayaan untuk penyelenggaraan air limbah permukiman. Pembiayaan bersama pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan sistem air limbah perkotaan dengan proporsi pembagian yang disepakati bersama.
5-9
5-10
--------------------------------------------------------------------------
pembangunan yang bersifat tidak pulih biaya (non cost recovery). Untuk kegiatan pulih biaya tidak memerlukan bantuan dana pemerintah pusat (APBN) dan dilakukan dengan pengusahaan dan mandiri oleh swasta dan masyarakat. Untuk kegiatan yang bersifat tidak pulih biaya, maka diperlukan peran pemerintah pusat dan daerah, dimana peran pemerintah pusat hanya sebagai stimulan. Selain pola penyelenggaraan kegiatan pembangunan yag bersifat cost recovery serta non cost recovery Ditjen. Cipta Karya juga menyelenggarakan pembangunan dengan pendekatan pola pemberdayaan khususnya kegiatan yang mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan lingkungannya. Untuk tugas pembangunan ini juga ada melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) berupa bantuan khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan kriteria-kriteria teknis tertentu. Selain itu terdapat pola Hibah, yaitu bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan kegiatan strategis nasional yang mendesak. Kebijakan pembiayaan diarahkan untuk mengoptimalkan sumber-sumber dana bagi dukungan pembinaan dan pengembangan permukiman, yaitu sumber dana nasional (APBN), sumber dana lokal (APBD provinsi, kabupaten, kota), serta sumber dana intenasional (bantuan luar negeri berupa hibah/grant maupun pinjaman/loan) dari lembaga multilateral (World Bank, Asian Development Bank, dll) serta lembaga donor bilateral. Selain itu kebijakan pembiayaan diarahkan untuk dapat memanfaatkan sumber dana non-pemerintah, yaitu sumber dana swasta dan sumber dana masyarakat. Khususnya sumber dana swasta ditempuh dengan mengupayakan pola public private partnership untuk pembiayaan proyek-proyek bidang Cipta Karya, beberapa kegiatan yang sedang ditawarkan untuk pola kerjasama dengan swasta adalah sebagai berikut:
5-11
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kota Bekasi Kota Surakarta Kota dan Kab. Cirebon Kab. Bekasi Kota Bandar Lampung DKI Jakarta, Bekasi, Karawang SPAM Umbulan Kab. Bandung dan Bandung Barat Kab. Bandung Kab. Bandung Barat
Konsesi BOT
33.6 47.2
89.6 20.2
67.2
33.6
224.0 67.4
BOT/Konsesi
4,000
540.0
900.0
360.0
1800.0
Pra FS
Konsesi Konsesi BT
25.8 19.1
68.7 50.8
51.5 38.1
25.8 19.1
Penyusunan Pra FS Penyusunan Pra FS & DED Proses Negosiasi dan Finalisasi PKS
Pemenuhan Persyaratan Pendahuluan, efektif mulai konstruksi Januari 2010: Membangun IPA 900 l/det Sambungan Rumah (SR) 60.000 unit Jaringan pipa 180 km
9.
PROSES TENDER
10.
ROT WTP
320
24.9
35.6
Kab. Tangerang
konsesi
900
75.4
201.1
150.8
75.4
502.7
5-12
--------------------------------------------------------------------------
3 4 5 6 7 8 9 10
Southern Pekanbaru Water Supply Project Incentive Grant for Water Supply Sector Greater Surabaya-Umbulan Water Supply Project (Government Support) Development of Jatiluhur Water Supply Project (Government Support) Makassar Water Supply Development Project (Stage II) Development of Jatigede Water Supply System Water Supply System Development for Banten - Jakarta from Karian Dam IKK Water Supply Program and Small Water Treatment Plant for Water Scarcity Area Water Supply Project in Central Lombok Regency Development for Water Supply System in Greater Pontianak (Government Support) Neighbourhood Development Project Greater Bandung Water Supply & Sanitation Project Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project Phase II (NUSSP 2) Metropolitan Sanitation Management and Health Project Solid Waste Management Improvement Project for Urban Climate Change Program Incentive Grant for Wastewater Sector Kalibanger Polder System
PA PA PA PA PA PA PA PA
Mendukung PPP Mendukung PPP, sudah disetujui oleh Korea termasuk kegiatan yang sudah disetujui oleh Hungaria (USD 50,000)
11 12 13 14 15 16 17 18 19
PA PA PA PA PA PA PA PA PA
15,000 15,000 80,000 200,000 80,000 160,000 250,000 50,000 4,000 Sudah diminati oleh ADB Termasuk kegiatan yang sudah disetujui ADB (USD 39,000) Sudah ada persetujuan awal dari KFW Sedang dievaluasi Pemerintah Belanda Mendukung PPP Sudah disetujui oleh World Bank
5-13
Project Cost (US$ 000) No 20 21 22 Nama Usulan Banda Aceh Sanitation Development Project Community Based Water Supply and Sanitation Project Solid Waste management improvement support project for regional and Metropoliltan Cities Drainage Improvement Support Project for Metropolitan Cities Capacity Building of Drinking Water System Provision Management (SPAM) Project Sector Survey on PDAM Asset Management The Project for Water Service Improvement in Mamminasata Metropolitan Area in South Sulawesi Province "The Project on Building Administration and Enforcement Capacity Development for Seismic Resilience" Phase II Capacity Building for Urban Settlement Development Development of 3R and Domestic Solid Waste Management System Project Project for Capacity Development of Wastewater Sector through reviewing the Wastewater Management Plan in DKI Jakarta Surabaya Sanitary Center and Environmental Education Park Preparation of FS & DED for Sewerage Development Project Master Plan & DED for Drainage in Priority Areas Preparation of FS & DED for Solid Waste Development Project (persiapan pembangunan TPA Regional) Improvement of Septage Treatment Plant Management Program TOTAL PA / TA PA PA PA 264,000 250,000 PINJAMAN HIBAH 18,000
23 24
PA TA
120,000 7,000
25 26
TA TA
4,000 5,000
27
TA
3,000
28 29 30
TA TA TA
31 32 33 34
TA TA TA TA
35
TA 1,994,000
10,000 244,140
5-14
--------------------------------------------------------------------------
KETERPADUAN
PENANGANAN
Kebijakan keterpaduan penanganan infrastruktur permukiman diarahkan untuk menyusun Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten/Kota yang harus disiapkan oleh setiap Kabupaten/Kota. Dokumen ini merupakan keterpaduan penanganan infrastruktur permukiman secara multi sektor, multi sumber dana dan multi tahun. Multi sektor dimaksudkan adalah untuk mencakup keseluruhan keterpaduan Pengembangan Permukiman, Penyehatan Lingkungan Permukiman, Penataan Bangunan dan Lingkungan dan Air Minum. Multi sumber dana dimaksudkan adalah untuk memadukan sumber dana pusat, daerah, swasta, masyarakat. Multi tahun dimaksudkan adalah untuk memadukan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penanganan infrastruktur permukiman dalam kurun waktu lima tahun. Manfaat penyusunan Dokumen Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) bidang Cipta Karya: i) meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pembangunan di Daerah; ii) mewujudkan hasil pembangunan yang lebih optimal melalui perencanaan pembangunan infrastruktur terpadu, sebagai dokumen kelayakan dan kerjasama program dan anggaran pembangunan bidang PU/CK di Daerah antara Pemerintah Pusat, Propinsi, dan Kab/Kota; iii) mendorong pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya di daerah dalam rangka memacu pertumbuhan Kabupaten/Kota dan pemerataan pembangunan; iv) mendukung pencapaian sasaran pembangunan lima tahun bidang Cipta Karya sebagaimana dimaksud dalam Renstra Ditjen. Cipta Karya tahun 2010-2014 dan seterusnya maupun MDG 2015 yang akan datang. Sedangkan muatan dokumen Rencana Program Investasi Jangka Menengah Infrastruktur bidang Cipta Karya dibagi menjadi 6 bagian yang meliputi:
5-15
1. Rencana/Strategi Pembangunan Kota dan Kawasan, pada bagian ini berisi skenario pengembangan kota dan kawasan, serta skenario pembangunan infrastruktur. 2. Program Investasi Jangka Menengah Infrastruktur. Pada bagian ini berisi tentang pendanaan sektor-sektor bidang Cipta Karya yaitu: Pengembangan Permukiman, Penataan Bangunan dan Lingkungan, Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP), dan Pengembangan Air Minum. 3. Keuangan Daerah dan Pembiayaan Program Pembangunan. 4. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). 5. Rencana Tindak Peningkatan Pendapatan Daerah. 6. Rencana Tindak Pengembangan Kelembagaan Daerah. Adapun kedudukan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) sebagai bagian dari dokumen perencanaan spasial dan sektoral, dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
5-16
--------------------------------------------------------------------------
Kebijakan Sektoral/Program
RPIJM
5-17
Ba b 6
PROGRAM DAN KEGIATAN
--------------------------------------------------------------------------
6-1
Jumlah Kab/Kota yang menerbitkan produk pengaturan dan mereplikasikan bantek pengelolaan persampahan. Jumlah Kab/Kota yang menerbitkan produk pengaturan dan mereplikasikan bantek air minum. Penyusunan Kebijakan, Program Dan Anggaran, Kerjasama Luar Negeri, Data Informasi Serta Evaluasi Kinerja Infrastruktur Bidang Permukiman. Dukungan Manajemen Direktorat Jenderal Cipta Karya. Jumlah kawasan yang tertangani infrastruktur permukiman. Jumlah kawasan yang terlayani penataan bangunan gedung dan lingkungannya. Jumlah kawasan yang mendapat akses prasarana dan sarana air limbah. Jumlah kawasan yang terangani pelayanan drainase. Jumlah kawasan yang tertangani sistem persampahan. Jumlah kawasan yang mendapat pelayanan air minum kepada penduduk kota/kabupaten. Pelayanan Manajemen Bidang Permukiman. Sedangkan kegiatan yang ada berjumlah 7 buah dengan dilengkapi indikator
6-2
--------------------------------------------------------------------------
Jumlah produk pendampingan penyusunan rencana tindak. Jumlah produk diseminasi, sosialisasi, diklat, dan lokakarya bagi pemda, masyarakat dan swasta. Jumlah kawasan kumuh di perkotaan setara 414 Ha yang tertangani. Jumlah satuan unit hunian Rumah Susun yang terbangun dan infrastruktur pendukungnya. Jumlah kawasan perumahan bagi MBR. Jumlah kawasan permukiman rawan bencana (Sumatera Barat, dll). Jumlah kawasan perdesaan potensial/agropolitan setara 600 Ha yang tertangani. Jumlah kawasan yang dilayani oleh infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial. Jumlah desa tertinggal yang terbangun prasarana dan sarana lingkungan permukiman 4. Jumlah kawasan setara 500 Ha yang terbangun prasarana dan sarana lingkungan permukiman 5. 2. Pengaturan, Pembinaan dan Pengawasan Dalam Penataan Bangunan dan Lingkungan Termasuk Pengelolaan Gedung dan Rumah Negara, serta Penyelenggaraan Pembangunan Bangunan Gedung dan Penataan Kawasan/Lingkungan Permukiman dengan outcome-nya: meningkatnya implementasi produk pengaturan, pelayanan pembinaan dan pengawasan, kualitas hasil pembangunan dan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan yang diukur melalui indikator:
4 5
Jumlah NSPK bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan. Jumlah Bantek dan pendampingan penyusunan NSPK Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan. Jumlah Kabupaten/Kota yang mendapatkan fasilitasi penyusunan RTBL.
Telah mengakomodasi isu Pengarusutamaan Gender Telah mengakomodasi isu Wilayah Perbatasan dan Terpencil
--------------------------------------------------------------------------
6-3
Jumlah Kab/Kota yang mendapat fasilitasi penyusunan Rencana Induk Sistim Proteksi Kebakaran (RISPK). Jumlah kawasan yang mendapat fasilitasi penyusunan rencana tindak penataan dan revitalisasi kawasan. Jumlah Kab/Kota yang mendapat fasilitasi penyusunan Rencana Tindak Sistem Ruang Terbuka Hijau (RTH). Jumlah Kab/Kota yang mendapat fasilitasi penyusunan Rencana Tindak Pengembangan Kawasan Permukiman Tradisional dan Bersejarah. Jumlah Provinsi yang melaksanakan fasilitasi Penguatan Kelembagaan Penataan Bangunan dan Lingkungan, Pelatihan (TOT), Penyelenggaraan Bangunan Gedung, Penataan Lingkungan dan pendataan serta pengelolaan Gedung dan Rumah Negara, dengan mengundang seluruh Kab/Kota. Jumlah Provinsi yang melaksanakan Pemeriksaan keandalan bangunan gedung termasuk gedung dan rumah negara dengan mengambil beberapa Kab/Kota terpilih yang ada pada masing-masing wilayahnya. Jumlah Kabupaten/Kota yang mendapatkan pengembangan bangunan gedung negara dan bersejarah. Jumlah Kabupaten/Kota yang mendapatkan pengembangan sarana dan prasarana pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran. Jumlah Kab/Kota yang mendapat dukungan pengembangan sarana dan prasarana aksesibilitas bangunan gedung. Jumlah Kawasan setara 7.380 Ha yang mendapatkan dukungan sarana dan prasarana pada kawasan yang direvitalisasi. Jumlah Kawasan setara 369 Ha yang mendapatkan dukungan sarana dan prasarana Ruang terbuka Hijau 6. Jumlah kawasan setara 442 Ha yang mendapatkan dukungan sarana dan prasarana pada permukiman tradisional dan bersejarah. Jumlah Provinsi yang mendapat pengembangan PIP2B. Jumlah Kelurahan/Desa yang mendapatkan pendampingan pemberdayaan sosial (P2KP/PNPM) 7.
6-4
--------------------------------------------------------------------------
3. Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, Pengembangan Sumber Pembiayaan Dan Pola Investasi, serta Pengelolaan Pengembangan Infrastruktur Sanitasi dan Persampahan, dengan outcome-nya: meningkatnya pelayanan perumusan kebijakan, perencanaan teknis, pembinaan, dan standarisasi teknis dan pengelolaan pengembangan infrastruktur bidang sanitasi dan persampahan yang diukur melalui indikator: Jumlah NSPK untuk pengelolaan air limbah yang tersusun. Jumlah NSPK untuk drainase yang tersusun. Jumlah Bantek, Bimtek dan pendampingan (SSK) pengelolaan air limbah. Jumlah Bantek, Bimtek dan pendampingan (SSK) pengelolaan drainase. Jumlah penyelenggaraan pelatihan (Diklat) teknis dan pengelolaan air limbah. Jumlah penyelenggaraan pelatihan (Diklat) teknis dan pengelolaan drainase. Jumlah monev kinerja pengembangan air limbah. Jumlah monev kinerja pengembangan drainase. Jumlah kawasan yang terlayani infrastruktur air limbah dengan sistem off-site 8. Jumlah kawasan yang terlayani infrastruktur air limbah dengan sistem on-site 9. Jumlah kawasan yang luas genangannya berkurang 10. Jumlah NSPK untuk pengelolaan persampahan yang tersusun. Jumlah Bantek, Bintek, dan pendampingan (SSK) pengelolaan persampahan. Jumlah penyelenggaraan pelatihan (Diklat) teknis dan pengelolaan persampahan. Jumlah fasilitasi pengembangan sumber pembiayaan dan pola investasi bidang persampahan melalui kerjasama pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat 11.
7 8
Telah mengakomodasi isu Pengarusutamaan Gender Telah mengakomodasi isu Climate Change 9 Telah mengakomodasi isu Climate Change 10 Telah mengakomodasi isu Climate Change
--------------------------------------------------------------------------
6-5
monev kinerja pengembangan persampahan. kawasan yang telayani infrastruktur persampahan prasarana pengumpulan sampah 13. prasarana persampahan terpadu 3R 14.
12
4. Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, Pengembangan Sumber Pembiayaan dan Pola Investasi, serta Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum dengan outcome-nya: meningkatnya pelayanan perumusan kebijakan, perencanaan teknis, pembinaan, standarisasi teknis dan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum minum yang diukur melalui indikator:
11 12 13 14 15 16
Jumlah NSPK tentang air minum yang tersusun. Jumlah kab/kota yang menyelenggarakan pengembangan SPAM sesuai NSPK. Jumlah Rencana Induk SPAM yang telah ditetapkan. Jumlah penyelenggara air minum yang mendapatkan pembinaan, pendidikan, dan pelatihan. Jumlah PDAM yang memperoleh pembinaan. Jumlah pengelola air minum non-PDAM yang memperoleh pembinaan. Jumlah Monev kinerja pengembangan pengelolaan air minum. Jumlah laporan pra studi kelayakan KPS. Jumlah PDAM terfasilitasi untuk mendapatkan pinjaman bank. Jumlah studi alternatif pembiayaan. Jumlah propinsi yang melaksanakan kampanye 15. Jumlah aktivitas reuse dan daur ulang air 16. Jumlah kawasan yang terfasilitasi (PS air minum MBR Perkotaan). Jumlah IKK yang terfasilitasi.
Telah mengakomodasi isu Climate Change Telah mengakomodasi isu Climate Change Telah mengakomodasi isu Climate Change Telah mengakomodasi isu Climate Change Telah mengakomodasi isu Climate Change Telah mengakomodasi isu Climate Change
6-6
--------------------------------------------------------------------------
Jumlah desa yang terfasilitasi (PS air minum perdesaan). Jumlah kawasan (lt/det) yang terfasilitasi (kawasan pemekaran, pulau terluar, perbatasan, terpencil, KAPET). Jumlah kawasan (lt/det) yang terfasilitasi (mendukung pelabuhan perikanan).
5. Pelayanan Manajemen Bidang Permukiman dengan output-nya: terselenggaranya dukungan manajemen dan kawasan yang mendapat penyediaan prasarana dan sarana air minum, air limbah, persampahan dan drainase pada lokasi pasca bencana/konflik sosial yang diukur dari indikator kinerja output sebagai berikut: Jumlah terselenggaranya pelaksanaan administrasi penggajian dan perkantoran. Jumlah terselenggaranya administrasi dan pengelolaan pegawai. Jumlah meningkatnya kemampuan dan kehandalan SDM dalam pengelolaan administrasi keuangan dan akuntansi. Jumlah terselenggaranya pembinaan hukum dan tersedianya perangkat penataan hukum. Jumlah terselenggaranya pembinaan serta penyediaan prasarana dan sarana perlengkapan. Jumlah terselenggaranya pembinaan dan pelaksanaan kegiatan terkait habitat. Jumlah terpenuhinya prasarana dan sarana kantor yang baik dan layak. Jumlah tersedianya prasarana dan sarana persampahan dan drainase pada lokasi pasca bencana/konflik sosial. Jumlah prasarana air minum dan air limbah pada lokasi pasca bencana/konflik sosial. Jumlah terpenuhinya cadangan mendesak bidang permukiman pada lokasi pasca bencana/konflik sosial.
6. Penyusunan Kebijakan, Program dan Anggaran, Kerjasama Luar Negeri, Data Informasi serta Evaluasi Kinerja Infrastruktur Bidang Permukiman dengan outcome-nya: Jumlah penyusunan kebijakan, program dan anggaran, kerjasama
--------------------------------------------------------------------------
6-7
luar negeri, data informasi serta evaluasi kinerja infrastruktur bidang permukiman yang diukur melalui indikator: Jumlah penyusunan Kebijakan dan Strategi bidang Permukiman. Jumlah penyusunan Program dan Anggaran bidang Permukiman. Jumlah penyusunan Kerjasama Luar Negeri dan Pola Investasi bidang Permukiman. Jumlah penyusunan Evaluasi dan Kinerja bidang Permukiman. Jumlah penyusunan Data dan Informasi Bidang Permukiman.
7. Dukungan Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, Pengembangan Sumber Pembiayaan dan Pola Investasi serta Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi dengan outcome-nya: Jumlah PDAM yang meningkat kinerja pelayanannya yang diukur melalui indikator: Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah PDAM yang dibina. penyelenggaraan diklat. monitoring dan evaluasi. konsep NSPK. Kab/Kota yang menyelenggarakan SPAM sesuai NSPK. PDAM yang mendapat fasilitas perbankan / sumber pembiayaan. PDAM/Kab/Kota yang mendapat pendampingan KPS. studi alternatif pembiayaan/pola investasi.
6-8
--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------
6-9
Pembinaan dan Pengembangan sanitasi dan persampahan Pembinaan dan Pengembangan permukiman PNPM Perkotaan Pembangunan Rusunawa Pembinaan dan Pengembangan penataan bangunan dan lingkungan Dukungan manajemen bidang permukiman TOTAL
14.07
3 4 5 6 7
Melayani sanitasi dan persampahan : Pembangunan TPA di 210 kab/kota Persampahan terpadu 3R di 250 lokasi Air limbah (off site) di 11 kab/kota Drainase (genangan) seluas 4.600 Ha Pengembangan infrastruktur permukiman : Kumuh di 207 Kawasan (seluas 414 Ha) PPIP di 8803 desa Melayani 21.984 Kel/desa Membangun Rusunawa sejumlah 270 TB (26.700 Unit) Meningkatkan kualitas kawasan/revitalisasi dan RTH di 158 kawasan
Penyediaan cadangan mendesak Perkim pada lokasi pasca bencana/konflik sosial sebanyak 17 paket
Adapun perincian alokasi tahunan dari masing-masing bidang, terlihat dalam tabel berikut: Tabel 6.2 : Sub Bidang Pengembangan Permukiman
NO 1 1.1 1.2 1.3 Bidang Pengembangan Permukiman Permukiman (Non Fisik) Pengembangan Permukiman Perkotaan Pengembangan Permukiman Perdesaan Total (Trilyun) 11,677 0,963 5,590 5,124 Rincian Alokasi Per Tahun 2010 2,337 0,100 0,941 1,296 2011 3,382 0,229 2,048 1,105 2012 3,097 0,252 1,910 0,935 2013 1,651 0,213 0,441 0,997 2014 1,210 0,169 0,250 0,791
6-10
--------------------------------------------------------------------------
Dalam upaya pencapaian bidang Pengembangan Permukiman dibutuhkan dana sebesar Rp. 11,677 triliun, dana tersebut akan dialokasikan pada tahun 2010 sebesar Rp. 2,337 triliun, tahun 2011 sebesar Rp. 3,382 triliun, tahun 2012 sebesar Rp. 3,097 triliun, tahun 2013 sebesar Rp. 1,651 triliun, dan tahun 2014 sebesar Rp. 1,210 triliun. Dari alokasi tersebut terbagi dalam tiga sektor, untuk Permukiman (Non fisik) alokasi sebesar Rp. 0,963 triliun, dialokasikan pada tahun 2010 sebesar Rp. 0.100 triliun, tahun 2011 sebesar Rp. 0,229 triliun, tahun 2012 sebesar Rp. 0,252 triliun, tahun 2013 sebesar Rp. 0,213 triliun, dan tahun 2014 sebesar Rp. 0,169 triliun. Pengembangan Permukiman Perkotaan dari alokasi sebesar Rp. 5,590 triliun, dialokasikan pada tahun 2010 sebesar Rp. 0,941 triliun, tahun 2011 sebesar Rp. 2,048 triliun, tahun 2012 sebesar Rp. 1,910 triliun, tahun 2013 sebesar Rp. 0,441 triliun, dan tahun 2014 sebesar Rp. 0,250 triliun. Pengembangan Permukiman Perdesaan, dari alokasi sebesar Rp. 5,124 triliun, dialokasikan pada tahun 2010 sebesar Rp. 1,296 triliun, tahun 2011 sebesar Rp. 1,105 triliun, tahun 2012 sebesar Rp. 0,953 triliun, tahun 2013 sebesar Rp. 0,997 triliun, dan tahun 2014 sebesar Rp. 0,791 triliun. Tabel 6.3 : Sub Bidang Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan
NO 2 Bidang Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan Total (Trilyun) 9,569 Rincian Alokasi Per Tahun 2010 2,023 2011 2,367 2012 2,180 2013 1,561 2014 1,439
Dalam upaya pencapaian bidang Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan dibutuhkan dana sebesar Rp. 9,569 triliun, dana tersebut dialokasikan selama lima tahun, yaitu pada tahun 2010 sebesar Rp. 2,023 triliun, tahun 2011 sebesar Rp. 2,367 triliun, tahun 2012 sebesar Rp. 2,180 triliun, tahun 2013 sebesar Rp. 1,561 triliun, dan tahun 2014 sebesar Rp. 1,439 triliun.
--------------------------------------------------------------------------
6-11
Dalam upaya pencapaian bidang PLP dibutuhkan dana sebesar Rp. 14,074 triliun, dana tersebut dialokasikan selama lima tahun, yaitu pada tahun 2010 sebesar Rp. 1,210 triliun, tahun 2011 sebesar Rp. 2,861 triliun, tahun 2012 sebesar Rp. 3,294 triliun, tahun 2013 sebesar Rp. 3,340 triliun, dan tahun 2014 sebesar Rp. 3,369 triliun. Alokasi tersebut dibagi dalam dua sub kegiatan, yaitu Pengembangan Sanitasi Lingkungan dan Pengembangan Persampahan. Pengembangan Sanitasi Lingkungan dengan alokasi sebesar Rp. 8,320 triliun dialokasikan pada tahun 2010 sebesar Rp. 0,931 triliun, tahun 2011 sebesar Rp. 1,529 triliun, tahun 2012 sebesar Rp. 1,894 triliun, tahun 2013 sebesar Rp. 1,859 triliun, dan tahun 2014 sebesar Rp. 2,108 triliun. Sedangkan Pengembangan Persampahan dengan alokasi sebesar Rp. 5,754 triliun dialokasikan pada tahun 2010 sebesar Rp. 0,279 triliun, tahun 2011 sebesar Rp. 1,333 triliun, tahun 2012 sebesar Rp. 1,400 triliun, tahun 2013 sebesar Rp. 1,481 triliun, tahun 2014 sebesar Rp. 1,261 triliun. Tabel 6.5 : Sub Bidang Pengembangan Air Minum
NO 4 Bidang Pengembangan Air Minum Total (Trilyun) 12,421 Rincian Alokasi Per Tahun 2010 1,775 2011 2,792 2012 2,228 2013 2,680 2014 2,946
6-12
--------------------------------------------------------------------------
Dalam upaya pencapaian bidang Pengembangan Air Minum, dibutuhkan dana sebesar Rp. 12,421 triliun, dana tersebut akan dialokasikan selama lima tahun, yaitu pada tahun 2010 sebesar Rp. 1,775 triliun, tahun 2011 sebesar Rp. 2,792 triliun, tahun 2012 sebesar Rp. 2,228 triliun, tahun 2013 sebesar Rp. 2,680 triliun, dan tahun 2014 sebesar Rp. 2,946 triliun. Tabel 6.6 : Sekretariat Direktorat Jenderal
NO 5 Bidang Sekretariat Direktorat Jenderal Total (Trilyun) 1,817 Rincian Alokasi Per Tahun 2010 0,153 2011 0,358 2012 0,420 2013 0,460 2014 0,427
Dalam upaya pencapaian Sekretariat Direktorat Jenderal, dibutuhkan dana sebesar Rp. 1,817 triliun, dana tersebut akan dialokasikan selama lima tahun, yaitu pada tahun 2010 sebesar Rp. 0,153 triliun, tahun 2011 sebesar Rp. 0,358 triliun, tahun 2012 sebesar Rp. 0,420 triliun, tahun 2013 sebesar Rp. 0,460 triliun, dan tahun 2014 sebesar Rp. 0,427 triliun. Tabel 6.7 : Bina Program
NO 6 Bidang Direktorat Bina Program Total (Trilyun) 0,441 Rincian Alokasi Per Tahun 2010 0,131 2011 0,080 2012 0,085 2013 0,075 2014 0,070
Dalam upaya pencapaian bidang Direktorat Bina Program, dibutuhkan dana sebesar Rp. 0,441 triliun, dana tersebut akan dialokasikan selama lima tahun, yaitu pada tahun 2010 sebesar Rp. 0,131 triliun, tahun 2011 sebesar Rp. 0,080 triliun, tahun 2012 sebesar Rp. 0,085 triliun, tahun 2013 sebesar Rp. 0,075 triliun, dan tahun 2014 sebesar Rp. 0.070 triliun.
--------------------------------------------------------------------------
6-13
Tabel 6.8 : Matrik Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya 2010-2014
6-14
--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------
6-15
6-16
--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------
6-17
6-18
--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------
6-19
6-20
--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------
6-21
6-22
--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------
6-23
6-24
--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------
6-25
6-26
--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------
6-27
6-28
--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------
6-29
6-30
--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------
6-31
6-32
--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------
6-33
6-34
--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------
6-35
6-36
--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------
6-37
6-38
--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------
6-39
6-40
--------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------
6-41
Ba b 7
P E N U T U P
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya tahun 2010-2014 merupakan acuan bagi setiap Satminkal/Direktorat di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam menyusun Program dan Kegiatan setiap tahun mulai dari tahun 2010 hingga tahun 2014. Selain program dan kegiatan yang tercantum dalam dokumen Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya 2010-2014, sebagai implementasi untuk koordinasi, konsolidasi, dan sinergi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah serta masyarakat dan dunia usaha agar dapat mencapai kinerja yang maksimal dalam rangka meningkatkan ketersediaan dan kualitas pelayanan infrastruktur bidang Cipta Karya (bidang Permukiman) yang lebih merata, maka Ditjen Cipta Karya memfasilitasi pemerintah provinsi/kabupaten/kota untuk menyusun dokumen perencanaan terpadu yang disebut dengan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM). Dokumen ini mencerminkan perencanaan terpadu secara partisipatif oleh kabupaten/kota yang menggambarkan rencana kegiatan multi tahun (5 tahun), multi sektor, dan multi sumber dana (pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota serta masyarakat dan dunia usaha). Hingga saat ini telah terdapat sejumlah 427 kabupaten/kota yang telah menyusun dokumen RPIJM. Melalui RPIJM ini, diharapkan
7-1
pelayanan air minum dan sanitasi di tanah air dapat ditangani secara bersama-sama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dokumen Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya (Permukiman) ini bertujuan untuk: (i) meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pembangunan di Daerah; (ii) mewujudkan hasil pembangunan yang lebih optimal melalui perencanaan pembangunan infrastruktur terpadu; (iii) sebagai dokumen kelayakan dan kerjasama program dan anggaran pembangunan Bidang Cipta Karya (Permukiman) di daerah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota; (iv) mendorong pembangunan prasarana dan sarana bidang Cipta Karya (Permukiman) di daerah dalam rangka memacu pertumbuhan kabupaten/kota dan pemerataan pembangunan; (v) mendukung pencapaian sasaran pembangunan lima tahun bidang Cipta Karya (Permukiman) sebagaimana dimaksud dalam Renstra Bidang Cipta Karya (Permukiman) 2010-2014 dan seterusnya maupun MDG 2015 yang akan datang.
7-2
--------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 1
MATRIK ARAHAN RPJP NASIONAL 2005-2025 DALAM PENYUSUNAN RPJMN BIDANG CIPTA KARYA 2010-2014
PENJELASAN MISI PEMBANGUNAN NASIONAL Memperkuat jati diri dan karakter bangsa melalui pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antar umatberagama, melaksanakan interaksi antar budaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonseia dalam ragka memantapkan landasan spiritual, moral dan etika pembangunan bangsa. SASARAN POKOK PEMBANGUNAN NASIONAL 1. Terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarkat Indonesia yang beragam, beriman dan betaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjwa patriotik, berkemang dinamis, dan berorientasi iptek. 2. Makin mantapnya budaya bangsa yang tercermin dalam meningkatnya peradaban, hakat, dan martabat manusia Indonesia, dan menguatnya jati diri dan kepribadian bangsa. 1. Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkuaitas dan berkesinambungan sehingga pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai tingkat kesejahteraan setara dengan negaranegara berpenghasilan menengah, dengan tingkat pengangguran terbuka yang tidak lebih dari 5 persen dan jumlah penduduk miskin tidak lebih dari 5 persen. 2. meningkatnya kualitas sumber daya manusia, termasuk peran perempuan dalam pembangunan. Secara umum peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia ditandai dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) dan indeks pembangunan gender (IPG), serta tercapainya penduduk tumbuh seimbang. ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG 2005-2025 Terciptanya kondisi masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, dan beretika sangat penting bagi terciptanya suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis. Di samping itu kesadaran akan budaya memberikan arah bagi perwujudan dentitas nasional yang sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan meciptakan iklim kondusif dan harmonis sehingga nilai-nilai kearifan lokal akan mampu merespon modernisasi secara positif dan prouktf sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan. 1. Pembangunan Agama; 2. Pembangunan dan Pemantapan Jati diri bangsa 3. Budaya Inovatif yang berorientasi IPTEK (a) mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing; - Pembangunan SDM - Pengendalian Penduduk - Pembangunan Pendidikan & Kesehatan - Pembangunan Kesehatan - Pembangunan Pem.Perempuan - Pembangunan Pemuda memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan disetiap wilayah menuju keungulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan di dalam negeri; - Perekonmian Domestik - Demokrasi Ekonomi - Kelembagaan Ekonomi - Pemerintah sbg fasilitator, regulator - Struktur ekonomi; - Iptek untuk ekonomi - Kebijakan Pasar Kerja - Investasi untuk pertumbuhan Ekonomi;
MISI PEMBANGUNAN NASIONAL 1. Mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab.
2.
Mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing; meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek melalui penelitian, pengembangan, dan penerapan menuju inovasi secara berkelanjutan; membangun infrastruktur yang maju serta reformasi di bidang hukum dan aparatur negara; dan memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam negeri.
(b)
L1-1
Lampiran 1
SASARAN POKOK PEMBANGUNAN NASIONAL 3. Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di bebagai wilayah Indonesia. Sektor pertanian, dalam arti luas, dan pertambangan menjadi basis ativitas ekonomi yang dikelola secara efisien sehingga menghasilkan komoditi berkualitas, industri manufaktur yang berdaya sain global, motor penggerak perekonomian, serta jasa yang perannya meningkat dengan kualitas pelayanan lebih bermutu dan berdaya saing. 4. Tersusunnya jaringan infrastruktur perhubungan yang andal dan terintegrasi satu sama lain. Terpenuhinya pasokan tenaga listrik yang andal dan efisien sesuai kebutuhan, termasuk hampir sepenuhnya elektrifikasi rumah tangga dan elektrifikasi perdesaan dapat terpenuhi. Terselenggaranya pelayanan pos dan telematika yang efisien dan modern guna terciptanya masyarakat informasi Indonesia. Terwujudnya konservasi sumber daya air yang mampu menjaga keberlanjutan fungsi sumber daya air. 5. Meningkatnya profesionalisme aparatur negara pusat dan daerah untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab, serta professional.
ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG 2005-2025 (c) meningkatkan penguasaan, pemanfaatan, dan penciptaan pengetahuan; - Penguasaan IPTEK - Pemanfaatan IPTEK membangun infrastruktur yang maju; - Kemitraan dengan swasta; - Prasarana SD Air; Kemitraan dg Dunia Usaha dan penguatan kelembag Masyarakat - Pembangunan Transportasi (Community Base dan Wilayah) - Pembangunan Pos - Sarana dan Prasarana dan Ketenagalistrikan; - Air Minum dan sanitasi melakukan reformasi di bidang hukum dan aparatur negara - Pembangunan Hukum - Pembangunan Aparatur
(d)
(e)
L1-2
Lampiran 1
PENJELASAN MISI PEMBANGUNAN NASIONAL Memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat peran masyarakat sipil; memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin pengembangan media dan kebebasan media dalam mengomunikasikan kepentingan masyarakat; dan melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil.
SASARAN POKOK PEMBANGUNAN NASIONAL 1. Terciptanya supremasi hukum dan penegakkan hak-hak asasi manusia yang bersumber pada Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta tertatanya sistem hukum nasional yang mencerminkan kebenaran, keadilan, akomodatif, dan aspiratif. Terciptanya penegakan hukum tanpa memandang kedudukan, pangkat, dan jabatan seorang demi supremasi hukum dan teciptanya penghormatan pada hak-hak asasi manusia. 2. Menciptakan landasan konstitusional untuk memperkuat kelembagaan demokratis. 3. Memperkuat peran masyarakat sipil dan partai politik dalam kehidupan politik. 4. Memantapkan pelembagaan nilai-nilai demoratis yang menitikberatkan pada prinsip-prinsip toleransi, non diskriminasi, dan kemitraan. 5. Terwujudnya konsolidasi demokrasi pada berbagai aspek kehidupan politik yang dapat diukur dengan adanya pemerintah yang berdasarkan hukum, birokrasi yang professional dan netral, masyarakat sipil, masyarakat politik dan masyarakat ekonomi yang mandiri, serta adanya kemandirian nasional.
ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG 2005-2025 Memantapkan pelembagaan demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat peran masyarakat sipil sehinga proses pembangunan partisipatoris yang bersifat bottom up; menumbuhkan masyarakat tanggap (responsive community) yang mendorong semangat sukarela (spirit of voluntarism) yag sejalan dengan makna gotong royong; memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin perkembangan dan kebebasan media dalam mengomunikasikan kepentingan masyarakat; melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif dan tidak memihak. 1. Penyempurnaan struktur politik. 2. Penataan peran negara dan masyarakat dititikberatkan pada pembentukan kemandirian dan kedewasaan masyarakat. 3. Penataan proses politik dititikberatkan pada pengalokasian/representasi kekuasaan. 4. Pengembangan budaya politik. 5. Peningkatan peranan komunikasi dan informasi. 6. Pembangunan hukum. 7. Pembangunan materi hukum. 8. Pembangunan struktur hukum. 9. Penerapan & penegakan hukum dan HAM. 10. Perwujudan masyarakat yang mempunyai kesadaran hukum. 11. Penanggulangan penyalahgunaan kewenangan aparatur Negara. 1. Keamanan nasional berdasarkan kondisi geografi, demografi, sosial, dan budaya serta berwawasan nusantara. Pembangunan pertahanan yang mencakup meliputi wilayah darat yang tersebar dan beragam termasuk pulau-pulau terluar.. Sistem dan strategi pertahanan nasional kemampuan manangkal ancaman di wilayah terluar Indonesia dan kemampuan untuk mempertahankan wilayah daratan serta mengawasi dan melindungi wilayah yurisdiksi laut Indonesia dan ruang udara nasional.
4.
Membangun kekuatan TNI hingga melampaui kekuaan esensial minimum serta disegani di kawasn regional dan internasional; memantapkan kemampuan dan meningkatkan profesionalisme Polri agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat; mencegah tindak kejahatan, dan menuntaskan tindak kriminalitas; membangun kapabilitas lembaga intelijen dan konta-intelijen negara dalam penciptaan keamanan nasional; serta meningkatkan kesiapan komponen cadangan, komponen pendukung pertahanan dan kontribusi industri pertahanan nasional dalam sistem pertahanan semesta.
Terwujudnya keamanan nasional yang menjamin martabat kemanusiaan, keselamatan warga negara, dan keutuhan wilayah dari ancaman dangangguan pertahanan dan keamanan, baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri. TNI yang profesional,komponen cadangan dan pndukung pertahanan yang kuat terutama bela negara masyarakat dengan dukungan industri pertahanan yang andal. Polri yang profesional, partisipasi kuat masyarakat dalam bidang keamanan, intelijen, dan kontra intelijen yang efektif, serta mantapnya koordinasi antara institusi pertahanan dan keamanan.
2.
3.
L1-3
Lampiran 1
ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG 2005-2025 4. Postur dan struktur pertahanan...pergerakan cepat antar wilayah dan antar pulau dan mengatasi ancaman dengan efisien. peningkatan professionalisme Tentara Nasional Indonesia. a. Peningkatan kondisi dan jumlah alutsista b. Pemantapan komponen cadangan dan pendukung pertahanan negara...pembangunan sarana dan prasarana nasional terhadap kepentingan pertahanan, partisipasi masyarakat madani. Perlindungan wlayah yurisdiksi laut Indonesia. Meningkatkan profesionalisme Polri. Pengembangan wilayah dan Percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh serta mendorong terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerjasama antarsektor, antarpemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mendukung peluang berusaha dan investasi di daerah. Keberpihakan pemerintah ditingkatkan untuk mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal dan terpencil...penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi dengan wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis dalam satu sistem wilayah pengembangan ekonomi Wilayah-wilayah perbatasan dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan. Pendekatan pembangunan yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan. Perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulau-pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian. Pembangunan kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil diseimbangkan pertumbuhanya.
5.
6. 7. 5. Mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan. Meningkatkan pembangunan daerah; mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah; menanggulangi kemiskian dan pengangguran secara drastis menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi; serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek termasuk gender. 1. Tingkat pembangunan yang makin merata ke seluruh wilayah diwujudkan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, termasuk berkurangnya kesenjangan antarwilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan dalam kualitas gizi yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga. Terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Terwujudnya lingkungan perkotaan dan perdesaan yang sesuai dengan kehidupan yang baik, berkelanjutan, serta mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat. 1. 2.
2.
3.
3.
4.
4.
5.
L1-4
Lampiran 1
ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG 2005-2025 Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dikendalikan dalam suatu sistem wilayah pebangunan metropolitan yang kompak, nyaman, efisien; Percepatan pembangunan kota-kota kecil dan menengah ditingkatkan, terutama di luar Pulau Jawa. Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan perdesaan. Pembangunan perdesaan didorong melalui pengembangan agroindustri padat pekerja. Kapasitas pemerintah daerah terus dikembangkan. Memberi perhatian yang lebih besar ada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk mayarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana. Pemenuhan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya diarahkan pada (1) penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan, memadai, layak, dan terjangkau serta didukung oleh prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas ; (2) penyelengaraan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang mandiri mampu membangkitkan potensi pembiayaan yang berasal dari masyarakat dan pasar modal,menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan pemerataan dan penyebaran pembangunan; dan (3) pembangunan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya yang memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup. Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi. Penanggulangan kemiskinan diarahkan pada penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat.
7.
8. 9. 10. 11.
12.
13. 14.
L1-5
Lampiran 1
PENJELASAN MISI PEMBANGUNAN NASIONAL Memperbaiki pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi, dan upaya konservasi; meningkatkan pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan; memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk mendukung kualitas kehidupan; memberikan keindahan dan kenyamanan kehidupan; serta meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Menumbuhkan wawasan berhari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemafaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.
SASARAN POKOK PEMBANGUNAN NASIONAL 1. Membaiknya pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup yang dicerminkan oleh tetap terjaganya fungsi, daya dukung, dan kemampuan pemulihannya dalam mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang, dan lestari. 2. Terpeliharanya kekayaan keragaman jenis dan kekhasan sumber daya alam untuk mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan nasional. 3. Meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan. 1.
ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG 2005-2025 Mendayagunakan Sumber Daya Alam yang terbarukan. 2. Mengelola Sumber Daya Alam yang tidak terbarukan. 3. Menjaga Keamanan Ketersediaan Energi. 4. Menjaga dan Melestarikan Sumber Daya Air. 5. Mengembangkan Potensi Sumber Daya Kelautan. 6. Meningkatkan Nilai Tambah atas Pemanfaatan Sumber Daya Alam Tropis yang Unik dan Khas. 7. Memperhatikan dan Mengelola Keragaman Jenis Sumber Daya Alam yang ada di setiap wilayah. 8. Mitigasi Bencana Alam sesuai dengan Kondisi Geologi Indonesia. 9. Mengendalikan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan. 10. Meningkatkan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. 11. Meningkatkan Kesadaran Masyarakat untuk Mencintai Lingkungan Hidup. 1. 2. 3. 4. Membangkitkan wawasan dan budaya bahari. Meningkatkan dan menguatkan peranan SDM bidang kelautan. Menetapkan wilayah NKRI. Melakukan upaya pengamanan wilayah keaulatan yuridiksi dan aset NKRI, yang meliputi (a) peningkatan kinerja pertahanan dan keamanan secara terpadu di wilayah perbatasan; (b) pengembangan sistem monitoring, control, and survailance (MCS); (c) pengoptimalan pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kcil terdepan; dan (d) peingkatan koordinasi keamanan dan penanganan pelanggaran di laut. Mengembangkan industri kelautan secara snergi, optial, dan berkelanjutan. Mengurangi dampak bencana pesisir & pencemaran laut. Meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin di kawasan pesisir.
6.
7. Mewujudkan
Indonesia mejadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional.
1. Terbangunnya jaringan sarana dan prasarana sebagai perekat semua pulau dan kepulauan Indonesia. 2. Meningkat dan menguatnya sumber daya manusia di bidang kelautan yang didukung oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan hal-hal yang terkait dalm kerangka pertahanan negara. 4. Membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan. 5. Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut.
5. 6. 7.
L1-6
Lampiran 1
MISI PEMBANGUNAN NASIONAL 8. Mewujudkan Indonesia yang berperan aktif dalam pergaulan internasional.
PENJELASAN MISI PEMBANGUNAN NASIONAL Memantapkan diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional; melanjutkan komitmen Indonesia terhadap pembentukan identitas dan pemantapan integrasi internasional dan regional; dan mendorong kerjasama internasional, regional, dan bilateral antar masyarakat, antar kelompok, serta antar lembaga di berbagai bidang.
SASARAN POKOK PEMBANGUNAN NASIONAL 1. Memperkuat dan mempromosikan identitas nasional sebagai negara demokratis dalam tatanan masyarakat internasional. 2. Memulihkan posisi penting Indonesia sebagai negara demokratis besar yang ditandai oleh keberhasilan diplomasi difora internasional dalam upaya pemeliharaan keamanan nasional, integritas wilayah, dan pengamanan kekayaan sumber daya alam nasional. 3. Meningkatnya kepemimpinan dan kontribusi Indonesia dalam brbagai kerjasama internasional dalam ranka mewujudkan tatanan dunia yang lebih adil dan damai. 4. Terwujudnya kemandirian nasional dalam konsteasi global. 5. Meningkatnya investasi perusahaanperusahaan Indonesia di luar negeri. 1. 2.
ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG 2005-2025 Peranan hubungan luar negeri. Penguatan kapasitas dan kredibilitas politik luar negeri. Peningkatan kualitas diplomasi. Peningkatan efektivitas dan perluasan fungsi jaringan kerjasama. Pemeliharaan perdamaian dunia. Penguatan jaringan hubungan dan kerja sama yang produktif.
3. 4. 5. 6.
L1-7
Lampiran 2
Lampiran-2
PROGRAM/ KEGIATAN (1) Program: PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PERMUKIMAN
Kab/Kota
205
Kab/Kota
32
Kab/Kota
226
Kab/Kota
34
Kab/Kota
226
Kab/Kota
22
Kab/Kota
150
Kab/Kota
Kab/Kota
100
Kab/Kota
496
Kab/Kota
496
Kab/Kota
496
Kab/Kota
496
Kab/Kota
1125
Kawasan
6740
Kawasan
9.
33
Kawasan
209
Kawasan
10.
64
Kawasan
508
Kawasan
L2-1
Lampiran 2
INDIKATOR (3) Jumlah kawasan yang terangani pelayanan drainase Jumlah kawasan yang tertangani sistem persampahan Jumlah kawasan yang mendapat pelayanan air minum kepada penduduk kota/kabupaten Dukungan Infrastruktur Direktorat Jenderal Cipta Karya
Kawasan
Kawasan
Kawasan
Kawasan
14.
IKU: 1. Jumlah Kabupaten/Kota yang menerbitkan produk pengaturan dan mereplikasi bantek permukiman, bangunan gedung dan lingkungan, pengelolaan air limbah dan drainase, pengelolaan persampahan dan air minum Jumlah Kebijakan, Program Dan Anggaran, Kerjasama Luar Negeri, Data Informasi Serta Evaluasi Kinerja Infrastruktur Bidang Permukiman. Jumlah kawasan yang tertangani infrastruktur permukiman, terlayani penataan bangunan gedung dan lingkungannya mendapat akses prasarana dan sarana air limbah, tertangani pelayanan drainasenya, tertangani sistem persampahannya, serta mendapatkan pelayanan air minumnya. Jumlah penyelenggara air minum yang mampu meningkatkan kinerja pelayanannya 88
Kab/Kota
969
Kab/Kota
2.
992
Kab/Kota
992
Kab/Kota
3.
1419
Kab/Kota
8556
Kab/Kota
4.
30
38
L2-2
Lampiran 2
PROGRAM/ KEGIATAN
(1)
OUTCOME/ OUTPUT
(2)
INDIKATOR/ OUTPUT
(3)
TARGET 2010
(4)
2014
(5)
KETERANGAN /LOKASI
(7)
UNIT ORGANISASI PELAKSANA: DIREKTORAT PENGEMBANGAN PERMUKIMAN 1. Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan dan Penyelenggaraan dalam Pengembangan Permukiman Meningkatnya perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan dan standarisasi teknis di bidang pengembangan permukiman dan meningkatnya jumlah kawasan yang mendapat akses pelayanan infrstruktur bidang permukiman 1. Jumlah Produk NSPK nasional bidang permukiman 2
produk
11.6772
produk
0.007
Pusat
2. Jumlah Produk NSPK daerah bidang permukiman 3. Jumlah kab/kota yang memperoleh pendampingan penyusunan Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP)
80
produk
205
produk
0.076
Semua provinsi
50
Kota/Kab
207
Kota/Kab
0.292
4. Jumlah Kab/Kota yang memperoleh pendampingan Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP) Perkotaan dan Perdesaan yang setara dengan 500 kawasan
30
Kota/Kab
207
Kota/Kab
0.290
Kab. Aceh Timur; Kab. Aceh Tengah; Kab. Aceh Barat; Kab. Aceh Besar; Kab. Pidie; Kab. Bireuen; Kab. Aceh Tamiang; Kab. Pidie Jaya; Kota Banda Aceh; Kota Sabang; Kota Langsa; Kota Lhokseumawe; Kota Subulussalam; Kab. Tapanuli Selatan; Kab. Toba Samosir; Kab. Simalungun; Kab. Deli Serdang; Kota Sibolga; Kota Pematang Siantar; Kota Tebing Tinggi; Kab. Labuhan Batu; Kota Binjai; Kota Padang Sidempuan; Kota Gunung Sitoli; Kab. Solok; Kab. Sawahlunto/Sijunjung; Kab. Tanah Datar; Kab. Dharmas Raya; Kota Padang; Kota Solok; Kota Sawah Lunto; Kota Padang Panjang; Kota Bukittinggi; Kota Payakumbuh; Kota Pariaman; Kab. Kuantan Singingi; Kab. Indragiri Hilir; Kab. Pelalawan; Kab. Kampar; Kab. Rokan Hilir; Kota Pekan Baru; Kota Dumai; Kab. Natuna; Kab. Lingga; Kota Batam; Kota Tanjung Pinang; Kab. Merangin; Kab. Batang Hari; Kab. Muaro Jambi; Kab. Tanjung Jabung Timur; Kab. Tanjung Jabung Barat; Kab. Bungo; Kota Jambi; Kota Sungai Penuh; Kab. Bengkulu Selatan; Kab. Rejang Lebong; Kab. Bengkulu Utara; Kab. Seluma; Kab. Kepahiang; Kab. Bengkulu Tengah; Kota Bengkulu; Kab. Ogan Komering Ulu; Kab. Ogan Komering Ilir; dll Kota Medan Kws. Medan Tembung; Deli Serdang Kws. Tembung; Kab. Pesisir Selatan; Kab Solok Selatan; Kota Dumai Kab. Kampar; Kab. Sarolangun; Kota Palembang Kws. 3-4 Ulu; Kebon Pedes Kota Bogor; Majalaya Kab Bandung; Kali Gawe Kota Semarang; Tegal Panggung Kota Yogyakarta; Ciptomuyo Kota Malang; Tambak Sawah Kota Sidoarjo; Kab. Kubu Raya; Kab. Kayong Utara; Kab. Kapuas; Kab. Tapin; Sungai Dama Kota Samarinda; Kab. Minahasa Selatan; Kab. Bole Bolango; Kab. Donggala; Luwu Timur Kws Towoti; Kab. Polewali Mandar; Kab. Kolaka; Tabanan; Kota Bima; Kab. Maluku Tengah; Kota Ternate Kel Bastiong; Kota Bajarmasin; Kab. Gowa
L2-3
Lampiran 2
PROGRAM/ KEGIATAN
(1)
OUTCOME/ OUTPUT
(2)
INDIKATOR/ OUTPUT
(3)
TARGET 2010
(4)
2014
(5)
KETERANGAN /LOKASI
(7)
Sabang (1); Aceh Barat Daya (1); Bireuen(1); Aceh Singkil(1) ; Kab.Pesisir Selatan (1);Kab.Solok Selatan (1);Kab.Dharmasraya (1);Kab.Tanah Datar (1);Kab.Pasaman (1);Kab.Pasaman Barat (1);Kota Padang (1);Kota Bukittinggi (1);; Pekanbaru (1); Kampar (1); Kuantan Singingi (1); Pelalawan (1); Dumai (1); Kota Tanjungpinang (1); Kota Batam (1); Kota Jambi (1); Kab. Sarolangun (1); Kota Bengkulu (1); Kab. Bengkulu Selatan (1); Kab. Rejang Lebong (1); Kab. Bengkulu Utara (1); Kab. Banyuasin (1); Kab. Musi Banyuasin (1); Kab. OKU (1); Kab. Ogan Ilir (1); Kota Lubuklinggau (1); Kota Pangkalpinang (1); Kota Bandar Lampung (1); Kota Metro (1); Kab. Lampung Selatan (1); Kota Serang (1); Kab. Tangerang (1); Kota Pandeglang (1); Kota Depok (1); Kab. Bandung Barat (1); Kab. Bandung (1); Kab. Majalnegka (1); Kab. Sumedang (1); Kabupaten Blora; Kabupaten Kudus; Kabupaten Jepara; Kabupaten Grobogan; Kabupaten Semarang;Kabupaten Pemalang; Kota Salatiga; Kab. Sleman; Bantul; Kulon Progo; Sumenep; Ngawi; Bangkalan; Pasuruan; Jember;; Kab. Kubu Raya (1); Kab. Sambas (1); Kota Pontianak (1); Kab. Bengkayang (1); Kab. Kobar (1); Kota Palangkaraya (1); Banjarmasin; Barito Kuala; Tapin; Banjarbaru;; Kota Balikpapan; Kab. Penajam Paser Utara; Kab. Kutai Kartanegara; Kota Manado; Kota Bitung; Kota Kotamobagu; Kab. Minut; Kota Gorontalo (3); Kab. Gorontalo (2); Kab. Boalemo (2); Kab. Pohuwato (1); Kota Palu; Kab. Banggai; Kota Makassar; Kota Takalar; Kab. Wajo;; Kab. Mamuju (1); Kab. Buton; Kota Kendari; Kab. Kolaka;; Kab. Klungkung; Kab. Karangasem; Kab. Lombok Barat (1); Kab. Lombok Timnur; Kab. Sumbawa; Kab. Sumba Timur; Kota Kupang; Kab. TTU; Kota Tual (1); Kota Ambon (1); Kab. Maluku Tengah (1);; Kota Ternate; Kab. Halteng; Kota Sofifi (1); Kota Jayapura; Kab. Jayapura; Kota Timika; Kab.Sorong Aimas; Kab. Sorong. 33 Provinsi
95
Produk
207
Produk
0.272
6. Jumlah produk diseminasi, sosialisasi, diklat, dan lokakarya bagi pemda, masyarakat dan swasta 7. Jumlah kawasan kumuh di perkotaan setara 414 Ha yang tertangani
Produk
60
Produk
0.026
95
Kws
207
Kws
1.358
Sabang (1); Aceh Barat Daya (1); Bireuen(1); Aceh Singkil(1) ; Kab.Pesisir Selatan (1);Kab.Solok Selatan (1);Kab.Dharmasraya (1);Kab.Tanah Datar (1);Kab.Pasaman (1);Kab.Pasaman Barat (1);Kota Padang (1);Kota Bukittinggi (1); Pekanbaru (1); Kampar (1); Kuantan Singingi (1); Pelalawan (1); Dumai (1);; Kota Tanjungpinang (1); Kota Batam (1); Kota Jambi (1); Kab. Sarolangun (1); Kota Bengkulu (1); Kab. Bengkulu Selatan (1); Kab. Rejang Lebong (1); Kab. Bengkulu Utara (1); Kab. Banyuasin (1); Kab. Musi Banyuasin (1); Kab. OKU (1); Kab. Ogan Ilir (1); Kota Lubuklinggau (1); Kota Pangkalpinang (1); Kota Bandar Lampung (1); Kota Metro (1); Kab. Lampung Selatan (1);; Kota Serang (1); Kab. Tangerang (1); Kota Pandeglang (1); Kota Depok (1); Kab. Bandung Barat (1); Kab. Bandung (1); Kab. Majalnegka (1); Kab. Sumedang
L2-4
Lampiran 2
PROGRAM/ KEGIATAN
(1)
OUTCOME/ OUTPUT
(2)
INDIKATOR/ OUTPUT
(3)
TARGET 2010
(4)
2014
(5)
KETERANGAN /LOKASI
(7)
(1);; Kabupaten Blora; Kabupaten Kudus; Kabupaten Jepara; Kabupaten Grobogan; Kabupaten Semarang;Kabupaten Pemalang; Kota Salatiga;; Kab. Sleman; Bantul; Kulon Progo; Sumenep; Ngawi; Bangkalan; Pasuruan; Jember; Kab. Kubu Raya (1); Kab. Sambas (1); Kota Pontianak (1); Kab. Bengkayang (1); Kab. Kobar (1); Kota Palangkaraya (1); Banjarmasin; Barito Kuala; Tapin; Banjarbaru;; Kota Balikpapan; Kab. Penajam Paser Utara; Kab. Kutai Kartanegara;; Kota Manado; Kota Bitung; Kota Kotamobagu; Kab. Minut; Kota Gorontalo (3); Kab. Gorontalo (2); Kab. Boalemo (2); Kab. Pohuwato (1);; Kota Palu; Kab. Banggai; Kota Makassar; Kota Takalar; Kab. Wajo;; Kab. Mamuju (1);; Kab. Buton; Kota Kendari; Kab. Kolaka;; Kab. Klungkung; Kab. Karangasem; Kab. Lombok Barat (1); Kab. Lombok Timur; Kab. Sumbawa; Kab. Sumba Timur; Kota Kupang; Kab. TTU; Kota Tual (1); Kota Ambon (1); Kab. Maluku Tengah (1);; Kota Ternate; Kab. Halteng; Kota Sofifi (1); Kota Jayapura; Kab. Jayapura; Kota Timika; Kab.Sorong Aimas; Kab. Sorong. Kota Banda Aceh, Kota Tanjung Balai, Kota Tebing Tinggi, Kota Binjai,Kota Sibolga,Kota Medan,Kota Padang, Kota Bukit Tinggi, Kota Bengkulu, Kota Pekanbaru,Kota Batam, Kota Tanjung Pinang, Kota Palembang,Kota Pangkal Pinang, Kota Bandar Lampung, Kab. Serang, Kota Tangerang, Provinsi Dki, Kota Bandung, Kota Bogor, Kab. Sukabumi, Kab. Cirebon, Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Tasikmalaya, Kota Semarang, Kab. Cilacapkota Surakarta, Kab Karanganyar, Kab Sukoharjo, Kota Pekalongan, Kab Kudus, Kota Salatiga, Kab Purwokerto, Kota Yogyakarta, Kab Sleman, Kab Bantul, Kab. Gresik, Kab Lamongan, Kota Surabaya, Kota Malang, Kab Jember, Kab Jombang, Kab Sidoarjo, Kab Kediri, Kota Mataram, Kota Kupang, Kota Palangkaraya, Kota Banjarmasin, Kota Samarinda, Kota Balikpapan, Kota Tarakan, Kota Bontang, Kota Makassar, Kab Luwu Timur, Kota Bitung, Kota Manado, Kota Gorontalo, Kota Palu, Kota Bau-Bau, Kota Kendari, Kab Kolaka, Kota Ambon,Kota Jayapura Sabang (1); Aceh Barat Daya (1); Bireuen(1); Aceh Singkil(1) ; Kab.Pesisir Selatan (1);Kab.Solok Selatan (1); Kab.Dharmasraya (1);Kab.Tanah Datar (1);Kab.Pasaman (1);Kab.Pasaman Barat (1);Kota Padang (1);Kota Bukittinggi (1);; Pekanbaru (1); Kampar (1); Kuantan Singingi (1); Pelalawan (1); Dumai (1);; Kota Tanjungpinang (1); Kota Batam (1); Kota Jambi (1); Kab. Sarolangun (1); Kota Bengkulu (1); Kab. Bengkulu Selatan (1); Kab. Rejang Lebong (1); Kab. Bengkulu Utara (1); Kab. Banyuasin (1); Kab. Musi Banyuasin (1); Kab. OKU (1); Kab. Ogan Ilir (1); Kota Lubuklinggau (1); Kota Pangkalpinang (1); Kota Bandar Lampung (1); Kota Metro (1); Kab. Lampung Selatan (1); Kota Serang (1); Kab. Tangerang (1); Kota Pandeglang (1); Kota Depok (1); Kab. Bandung Barat (1); Kab. Bandung (1); Kab. Majalnegka (1); Kab. Sumedang (1); Kabupaten Blora; Kabupaten Kudus; Kabupaten Jepara; Kabupaten Grobogan; Kabupaten Semarang;Kabupaten Pemalang; Kota Salatiga; Kab. Sleman; Bantul; Kulon Progo; Sumenep; Ngawi; Bangkalan; Pasuruan; Jember; Kab. Kubu Raya
8. Jumlah satuan unit hunian Rumah Susun yang terbangun dan infrastruktur pendukungnya
3,960
unit
26,700
unit
3.330
104
Kawasan
240
Kawasan
0.837
L2-5
Lampiran 2
PROGRAM/ KEGIATAN
(1)
OUTCOME/ OUTPUT
(2)
INDIKATOR/ OUTPUT
(3)
TARGET 2010
(4)
2014
(5)
KETERANGAN /LOKASI
(7)
(1); Kab. Sambas (1); Kota Pontianak (1); Kab. Bengkayang (1); Kab. Kobar (1); Kota Palangkaraya (1); Banjarmasin; Barito Kuala; Tapin; Banjarbaru; Kota Balikpapan; Kab. Penajam Paser Utara; Kab. Kutai Kartanegara;; Kota Manado; Kota Bitung; Kota Kotamobagu; Kab. Minut; Kota Gorontalo (3); Kab. Gorontalo (2); Kab. Boalemo (2); Kab. Pohuwato (1); Kota Palu; Kab. Banggai; Kota Makassar; Kota Takalar; Kab. Wajo; Kab. Mamuju (1); Kab. Buton; Kota Kendari; Kab. Kolaka;; Kab. Klungkung; Kab. Karangasem; Kab. Lombok Barat (1); Kab. Lombok Timur; Kab. Sumbawa; Kab. Sumba Timur; Kota Kupang; Kab. TTU; Kota Tual (1); Kota Ambon (1); Kab. Maluku Tengah (1); Kota Ternate; Kab. Halteng; Kota Sofifi (1); Kota Jayapura; Kab. Jayapura; Kota Timika; Kab.Sorong Aimas; Kab. Sorong. Kab. Aceh Besar; Kab. Aceh Barat; Kab. Tapanuli Tengah; Kab. Tapanuli Selatan; Kab. Pasaman; Kab. Agam; Kab. Padang Pariaman; Kota Padang; Kab. Pesisir Selatan; Kab. Bengkulu Utara , Kab. Bengkulu Selatan, Kab. Lampung Selatan; Kab. Pandeglang; Kab. Sukabumi; Kab. Cianjur; Kab. Garut; Kab. Ciamis; Kab. Cilacap; Kab. Bantul; Kab. Kulonprogo; Prop. NTB, Prop. NTB; Prop. Gorontalo, Prop. Sulawesi Tengah; Prop. Papua ; Prop. Papua Barat Kab. Bireun (1); Kab. Serdang Bedagai (2); Kab. Pesisir Selatan (2); Kab. Kampar (1); Kab. Bintan (1); Kab. Sarolangun (2); Kab. Batanghari (2); Kab. Kaur Selatan (1); Kab. Maje (1); Kab. Ogan ilir (1); Kab. Musirawas (1); Kab. Bangka Selatan (1); Kab. Lampung Selatan (2); Kab. Serang (2); Kab. Ciamis (1); Kab. Karawang (1); Kab. Magelang (1); Kab. Purworejo (1); Kab. Boyolali (1); Kab. Gunung Kidul (1); Kab. Bantul (1); Kab. Malang (2); Kab. Sambas (1); Kayong Utara (1); Kab. Seruyan Kec. Seruyan Ilir Ds. Bangun Harja (1); Kab. Banjar (1); Kab. Malinau (1);; Kab. Bolmut (1); Kab. Mina Selatan Kws. Tatapaan; Kab. Gorontalo Utara (1); Kab. Poso Kws. Wakai; Kab. Bone (1); Kab. Majene (1); Kab. Kolaka (1); Kab. Klungkung (1); Kab. Bima (1); Kab. Lombok Barat (1); Kab. Sikka kws. Pesisir Sikka; Kab. Seram Bagian Timur (1); Kab. Halmahera Timur Kws. Wasile; Kota Jayapura; Kab. Raja Ampat (1). Kab. labuhanbatu; Kab. Labuhan batu utara; Kab. labuhanbatu selatan; Kab. Simalungun; Kab. Dairi; Kab. Karoka; Kab. Langkat; Kab. Bangka; Kab. Belitung; Kab. bangka selatan;Kab. Marangin; Kab. muaro jambi; Kab. rejang lebong; Kab. Kaur; Kab. muko-muko; Kab. Lebong; Kab. tanah laut; Kab. hulu sungai selatan; Kab. Tabalong; Kab. hulu sungai tengah; Kab. Banjar ; Kab. Sintang; Kab. kapuas hulu; Kab. Landak; Kab. Mamuju; Kab. mamuju utara; Kab. Sinjai; Kab. Jeneponto; Kab. Bone; Kab. Enrekang; Kab.lombok timur; Kab. Bima; Kab. Sumbawa; Kab. sumbawa barat
Kab. Pesisir Selatan (1); Kab. Solok Selatan (1); , Kab. Lingga; Kab. Anambas;, Kab. Banyuasin (1); Kab. OKU (1); Kab. Ogan Ilir (1);, Kab. Belitung (1); Kab. Bangka Selatan (1);, P. Pewahang, Kab. Serang (2) P. Tunda/ P. Panjang, Kabupaten Jepara;Kabupaten Semarang; kabupaten Kendal;, Kab. Bengkayang (1); Kab. Kayong Utara (1);, Kab. Gunung Mas (1); Kab. Pulau Pisang (1);, HSU, Banggai, Bangkep, Kab. Pangkep; Kab. Selayar;, Kab. Polman (1); Kab. Mamuju (1), Kab. Bombana(1); Kab. Buton (1);, Kab. Klungkung (1); Kab. Karangasem (1), Kab. Lombok Barat; Kab. Lombok Utara;, Kab. TTU; Kab. Sumba Barat, Kab. MTB
Kawasan
15
Kawasan
0.065
11. Jumlah kawasan perdesaan potensial / agropolitan setara 600 Ha yang tertangani
55
kawasan
205
kawasan
0.780
12. Jumlah kawasan yang dilayani oleh infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial
50
kawasan
185
kawasan
1.285
13. Jumlah Desa Tertinggal yang terbangun prasarana dan sarana lingkungan permukiman 1
1,500
Desa
8803
Desa
2.800
L2-6
Lampiran 2
PROGRAM/ KEGIATAN
(1)
OUTCOME/ OUTPUT
(2)
INDIKATOR/ OUTPUT
(3)
TARGET 2010
(4)
2014
(5)
KETERANGAN /LOKASI
(7)
Kab. Aceh Besar (1); Kab. Aceh Jaya (1); Pulau Rupat; Kws. Pasir Limau Kapas;; Anambas; Kota Batam; Kab. Natuna; Kab. Kapuas Hulu (1); Kab. Sambas (1); Kab. Sanggau (1); Kab. Sintang (1);; Kab. Nunukan (1); Kab. Kutai Barat (1); Kab. Kep. Sitaro; Kab. Krp. Sangihe; Kab. Kupang; Kab. Rote Ndao; Kab. Belu; Kab. Alor; Kab. MBD; Kab. MTB; Kab. Halut Kws. P. Morotai; Kab. Boven Digul; Kab Raja Ampat Kp. Dorekar; P. Fani;
14. Jumlah kawasan setara 500 Ha yang terbangun prasarana dan sarana lingkungan permukiman 2 UNIT ORGANISASI PENATAAN BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN 1. Pengaturan, Pembinaan, Dan Pengawasan Dalam Penataan Bangunan Dan Lingkungan Termasuk Pengelolaan Gedung Dan Rumah Negara, serta Penyelenggaraan Pembangunan Bangunan Gedung dan Penataan Kawasan/Lingku ngan Permukiman Meningkatnya implementasi produk pengaturan, pelayanan pembinaan dan pengawasan, kualitas hasil pembangunan dan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan 1. Jumlah NSPK bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan
39
kawasan
102
kawasan
0.259
9.569 7
Paket
37
Paket
0.019
Pusat
2. Jumlah Bantek dan pendampingan penyusunan NSPK Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan 3. Jumlah Kabupaten/Kota yang mendapatkan fasilitasi penyusunan RTBL 4. Jumlah kab/kota yang mendapat fasilitasi penyusunan Rencana Induk Sistim Proteksi Kebakaran (RISPK) 5. Jumlah kawasan yang mendapat fasilitasi penyusunan rencana tindak penataan dan revitalisasi kawasan
32
Bantek
226
Bantek
0.113
Kab/Kota yang akan difasilitasi antara lain Kab Asahan, Kab Solok, Kab Ogan Komering Ulu, Kota Cilegon, Kota Bekasi, Kab Bandung, Kab Sukabumi, Kota Surakarta, Kota Tegal, Kab Magelang, Kota Malang, Kab Malang, Kota Blitar, Kota Samarinda, Kota Makasar, Kab Gowa, dll.
32
kab/kota
193
kab/kota
0.116
41
kab/kota
125
kab/kota
0.066
Kawasan yang dipilih diutamakan mengacu pada PP no.26/2007 sesuai PKN, PKW dan PKSN. Kab/Kota yang akan difasilitasi antara lain : Kota Banda Aceh, Kab Aceh Besar, Kota Medan, Kab Asahan, Kota Padang, Kota Batam, Kab Ogan Komering Ilir, Kab Lampung Selatan, Kota Jakarta Timur, Kab Tangerang, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kota Malang, Kota Pontianak, Kota Makasar, dll. Kab/Kota yang akan difasilitasi antara lain : Kota Medan, Kota Palembang, Kota Pekanbaru, Kota Jakarta, Kota Bandung, Kota Yogyakarta, Kota Semarang, Kota Makasar, Kota Denpasar, Kota Surabaya, Kab Muara Enim, Kab Tulang Bawang, Kab Magelang, Kab Madiun, Kab Kutai Kertanegara, Kab Lombok Timur, dll.
32
Kawasan
155
Kawasan
0.078
Kawasan yang dipilih diutamakan mengacu pada PP no.26/2007 sesuai PKN, PKW dan PKSN. Kab/Kota yang akan difasilitasi antara lain : Kota Medan, Kota Palembang, Kota Pekanbaru, Kota Jakarta, Kota Bandung, Kota Yogyakarta, Kota Semarang, Kota Makasar, Kota Denpasar, Kota Surabaya, Kota Batam, Kota Tasikmalaya, Kota Samarinda, Kab Bengkalis, Kab Pekalongan, Kab Sidoarjo, Kab Sumenep, Kab Kutai Kertanegara, dll
L2-7
Lampiran 2
PROGRAM/ KEGIATAN
(1)
OUTCOME/ OUTPUT
(2)
INDIKATOR/ OUTPUT
(3)
TARGET 2010
(4)
2014
(5)
KETERANGAN /LOKASI
(7)
Kab/Kota yang akan difasilitasi antara lain : Kota Medan, Kota Palembang, Kota Pekanbaru, Kota Jakarta, Kota Bandung, Kota Yogyakarta, Kota Semarang, Kota Makasar, Kota Denpasar, Kota Surabaya, Kota Dumai, Kota Cirebon, Kota Surakarta, Kota Palangkaraya, Kota Samarinda, Kab Bintan, Kab Banyuasin, Kab Bone, dll.
6. Jumlah kab/kota yang mendapat fasilitasi penyusunan Rencana Tindak Sistem Ruang Terbuka Hijau (RTH) 7. Jumlah kab/kota yang mendapat fasilitasi penyusunan Rencana Tindak Pengembangan Kawasan Permukiman Tradisional dan Bersejarah 8. Jumlah Provinsi yang melaksanakan fasilitasi Penguatan Kelembagaan Penataan Bangunan dan Lingkungan, Pelatihan (TOT), Penyelenggaraan Bangunan Gedung, Penataan Lingkungan dan pendataan serta pengelolaan Gedung dan Rumah Negara, dengan mengundang seluruh Kab/kota 9. Jumlah Provinsi yang melaksanakan Pemeriksaan keandalan bangunan gedung termasuk gedung dan rumah negara dengan mengambil beberapa Kab/Kota terpilih yang ada pada masing-masing wilayahnya.
33
kab/kota
213
kab/kota
0.062
33
Kawasan
160
Kawasan
0.061
Jumlah kawasan hasil identifikasi yang akan difasilitasi adalah Kab Bireun, Kab Madiun, Kab Padang Pariaman, Kab Karimun, Kab Bungo, Kota Pagar Alam, Kab Lampung Timur Kab Ngawi, Kab Banjar, Kota Kediri, Kab Singkawang, Kab Barito Timur, Kota Manado, Kab Lombok Utara, Kab Ende, dll
33
Provinsi
33
Provinsi
0.209
Seluruh Propinsi
33
Provinsi
33
Provinsi
0.032
Seluruh Propinsi
L2-8
Lampiran 2
PROGRAM/ KEGIATAN
(1)
OUTCOME/ OUTPUT
(2)
INDIKATOR/ OUTPUT
(3)
TARGET 2010
(4)
2014
(5)
KETERANGAN /LOKASI
(7)
Sasaran adalah kota metro/ kota besar, diantaranya Kota Medan, Kota Padang, Kota Pekanbaru, Kota Batam, Kota Palembang, Kota Jakarta, Kota Bandung, Kota Bogor, Kota Semarang, Kota Surabaya, Kota Pontianak, Kota Banjarmasin, Kota Samarinda, Kota Makasar, dll
10. Jumlah Kabupaten/Kota yang mendapatkan pengembangan bangunan gedung negara dan bersejarah 11. Jumlah Kabupaten/Kota yang mendapatkan pengembangan sarana dan prasarana pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran 12. Jumlah Kab/Kota yang mendapat dukungan pengembangan sarana dan prasarana aksesibilitas bangunan gedung 13. Jumlah Kawasan setara 7.380 Ha yang mendapatkan dukungan sarana dan prasarana pada kawasan yang direvitalisasi 14. Jumlah Kawasan setara 369 Ha yang mendapatkan dukungan sarana dan prasarana Ruang terbuka Hijau 3 15. Jumlah kawasan setara 442 Ha yang mendapatkan dukungan sarana dan prasarana pada pemukiman tradisional dan bersejarah
kab/kota
65
kab/kota
0.240
kab/kota
111
kab/kota
0.329
Kab/Kota yang akan difasilitasi antara lain : Kota Medan, Kota Palembang, Kota Pekanbaru, Kota Jakarta, Kota Bandung, Kota Yogyakarta, Kota Semarang, Kota Makasar, Kota Denpasar, Kota Surabaya, Kab Muara Enim, Kab Tulang Bawang, Kab Magelang, Kab Madiun, Kab Kutai Kertanegara, Kab Lombok Timur, dll.
10
kab/kota
128
kab/kota
0.043
Kab/Kota yang difasilitasi antara lain : Kota Sabang, Kab Nias, Kota Solok, Kab Lampung Tengah, Jakarta Utara/Barat/Timur, Kota Tangerang, Kota Bogor, Kota Surakarta, Kota Madiun, Kota Magelang, Kota Balikpapan, dll.
32
Kawasan
152
Kawasan
1.137
Kawasan yang dipilih diutamakan mengacu pada PP no.26/2007 sesuai PKN, PKW dan PKSN. Kab/Kota yang akan difasilitasi antara lain : Kota Medan, Kota Palembang, Kota Pekanbaru, Kota Jakarta, Kota Bandung, Kota Yogyakarta, Kota Semarang, Kota Makasar, Kota Denpasar, Kota Surabaya, Kota Batam, Kota Tasikmalaya, Kota Samarinda, Kab Bengkalis, Kab Pekalongan, Kab Sidoarjo, Kab Sumenep, Kab Kutai Kertanegara, dll Kab/Kota yang akan difasilitasi antara lain : Kota Medan, Kota Palembang, Kota Pekanbaru, Kota Jakarta, Kota Bandung, Kota Yogyakarta, Kota Semarang, Kota Makasar, Kota Denpasar, Kota Surabaya, Kota Dumai, Kota Cirebon, Kota Surakarta, Kota Palangkaraya, Kota Samarinda, Kab Bintan, Kab Banyuasin, Kab Bone, dll.
39
kawasan
207
kawasan
0.562
65
kawasan
160
kawasan
0.400
Jumlah kawasan hasil identifikasi yang akan difasilitasi adalah Kab Bireun, Kab Madiun, Kab Padang Pariaman, Kab Karimun, Kab Bungo, Kota Pagar Alam, Kab Lampung Timur Kab Ngawi, Kab Banjar, Kota Kediri, Kab Singkawang, Kab Barito Timur, Kota Manado, Kab Lombok Utara, Kab Ende, dll
L2-9
Lampiran 2
PROGRAM/ KEGIATAN
(1)
OUTCOME/ OUTPUT
(2)
INDIKATOR/ OUTPUT
(3)
TARGET 2010
(4)
2014
(5)
KETERANGAN /LOKASI
(7)
Semua Provinsi
16. Jumlah Provinsi yang mendapat pengembangan PIP2B 17. Jumlah Kelurahan/Desa yang mendapatkan pendampingan pemberdayaan sosial (P2KP/PNPM) 4 UNIT ORGANISASI PELAKSANA: DIREKTORAT PENGEMBANGAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN 1. Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, Pengembangan Sumber Pembiayaan Dan Pola Investasi, serta Pengelolaan Pengembangan Infrastruktur Sanitasi dan Persampahan Meningkatnya pelayanan perumusan kebijakan, perencanaan teknis, pembinaan, dan standarisasi teknis dan Pengelolaan Pengembangan Infrastruktur bidang sanitasi dan persampahan 1. Jumlah NSPK untuk pengelolaan air limbah yang tersusun
22
Provinsi
33
Provinsi
0.160
9,556
kel/desa
21,984
kel/desa
5.943
Semua Provinsi
8.320 3
buah
25
buah
0.019
Pusat
2. Jumlah NSPK untuk drainase yang tersusun 3. Jumlah Bantek, Bimtek dan pendampingan (SSK) pengelolaan air limbah 4. Jumlah Bantek, Bimtek dan pendampingan (SSK) pengelolaan drainase 5. Jumlah penyelenggaraan pelatihan (Diklat) teknis dan pengelolaan air limbah
buah
20
buah
0.020
Pusat
34
keg
226
keg
0.423
Semua provinsi
keg
50
keg
0.068
Semua provinsi
Paket
35
Paket
0.056
Semua provinsi
L2-10
Lampiran 2
PROGRAM/ KEGIATAN
(1)
OUTCOME/ OUTPUT
(2)
INDIKATOR/ OUTPUT
(3)
TARGET 2010
(4)
2014
(5)
KETERANGAN /LOKASI
(7)
Semua provinsi
6. Jumlah penyelenggaraan pelatihan (Diklat) teknis dan pengelolaan drainase 7. Jumlah monev kinerja pengembangan air limbah 8. Jumlah monev kinerja pengembangan drainase 9. Jumlah kawasan yang terlayani infrastruktur air limbah dengan sistem off-site 5 10. Jumlah kawasan yang terlayani infrastruktur air limbah dengan sistem on-site 6 11. Jumlah kawasan yang luas genangannya berkurang 7 12. Jumlah NSPK untuk pengelolaan persampahan yang tersusun 13. Jumlah Bantek, Bintek, dan pendampingan (SSK) pengelolaan persampahan 14. Jumlah penyelenggaraan pelatihan (Diklat) teknis dan pengelolaan persampahan
Paket
15
Paket
0.037
34
keg
226
keg
0.029
Semua provinsi
Keg
50
Keg
0.007
Semua provinsi
11
kawasan
11
kawasan
4.127
Kota Medan, Kota Batam, Kota Palembang, Kota Tangerang, Kota Jakarta, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Banjarmasin, Kota Balikpapan, Kota Makassar dan Kota Denpasar Semua provinsi
30
kawasan
210
kawasan
0.331
26
kawasan
50
3.204
Semua provinsi
buah
30
0.029
Pusat
22
150
0.154
Semua provinsi
paket
15
paket
0.037
Semua provinsi
5 6 7
Telah mengakomodasi isu Climate Change Telah mengakomodasi isu Climate Change Telah mengakomodasi isu Climate Change
L2-11
Lampiran 2
PROGRAM/ KEGIATAN
(1)
OUTCOME/ OUTPUT
(2)
INDIKATOR/ OUTPUT
(3)
TARGET 2010
(4)
2014
(5)
KETERANGAN /LOKASI
(7)
Semua provinsi
15. Jumlah fasilitasi pengembangan sumber pembiayaan dan pola investasi bidang persampahan melalui kerjasama pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat 8 16. Jumlah monev kinerja pengembangan persampahan 17. Jumlah kawasan yang telayani infrastruktur persampahan 9 18. Jumlah prasarana pengumpulan sampah 10 19. Jumlah prasarana persampahan terpadu 3R 11 UNIT ORGANISASI PELAKSANA: DIREKTORAT PENGEMBANGAN AIR MINUM 1. Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, Pengembangan Sumber Pembiayaan dan Pola Investasi, serta Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Meningkatnya pelayanan perumusan kebijakan, perencanaan teknis, pembinaan, standarisasi teknis dan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum minum 1. Jumlah NSPK tentang air minum yang tersusun
kab/kota
15
kab/kota
0.015
21
keg
150
keg
0.019
Kota Surabaya, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Malang, Kota Pekalongan, Kota Palembang, Kota Mataram, Kota Bukittinggi, Kab. Serdang Bedagai, Kota Bitung, Kota Amuntai, Kota Yogyakarta, Kota Bandar Lampung, Kota Tangerang dan Kota Medan Semua provinsi
55
kawasan
210
kawasan
5.212
unit
250
unit
0.107
Semua provinsi
50
lokasi
250
lokasi
0.181
Semua provinsi
12.421 4
buah
22
buah
0.044
Pusat
2. Jumlah kab/kota yang menyelenggarakan pengembangan SPAM sesuai NSPK 3. Jumlah Rencana Induk SPAM yang telah ditetapkan
Kab/Kota
100
Kab/Kota
0.060
30
Kab/Kota
200
Kab/Kota
0.209
32 Propinsi
8 9
Telah mengakomodasi isu Climate Change Telah mengakomodasi isu Climate Change Telah mengakomodasi isu Climate Change 11 Telah mengakomodasi isu Climate Change
10
L2-12
Lampiran 2
PROGRAM/ KEGIATAN
(1)
OUTCOME/ OUTPUT
(2)
INDIKATOR/ OUTPUT
(3)
TARGET 2010
(4)
2014
(5)
KETERANGAN /LOKASI
(7)
32 Propinsi
4. Jumlah penyelenggara air minum yang mendapatkan pembinaan, pendidikan, dan pelatihan 5. Jumlah PDAM yang memperoleh pembinaan 6. Jumlah pengelola air minum non-PDAM yang memperoleh pembinaan 7. Jumlah Monev kinerja pengembangan pengelolaan air minum 8. Jumlah laporan pra studi kelayakan KPS
18
Kab/Kota
100
Kab/Kota
0.025
35
PDAM
185
PDAM
0.927
30
Non PDAM
225
Non PDAM
0.069
32 Propinsi
50
Kab/Kota
299
Kab/Kota
0.058
PDAM
23
PDAM
0.042
9. Jumlah PDAM terfasilitasi untuk mendapatkan pinjaman bank 10. Jumlah studi alternatif pembiayaan 11. Jumlah propinsi yang melaksanakan kampanye 12 12. Jumlah aktivitas reuse dan daur ulang air 13 13. Jumlah kawasan yang terfasilitasi (PS air minum MBR Perkotaan)
20
PDAM
107
PDAM
0.020
Semarang, Kab/Kota Sukabumi, Banjarmasin, (Banjar), Kendari, Palangkaraya, Singkawang, Pontianak, Mataram, Lombok Tengah, Bitung, Solo Raya (Solo dan Wonogiri, Magelang), Balikpapan, Gowa, Tasikmalaya, Ciamis, Lampung Selatan, Bogor, Lahat, Tangerang Selatan, Bengkulu, Inhil, Padang, Jambi, Banda Aceh, Subang (termasuk Renstra BPPSPAM Rp. 12.5 Milyar) 32 propinsi
laporan
laporan
0.009
Pusat
32
propinsi
160
propinsi
0.050
32 propinsi
lokasi
lokasi
0.024
Banjarm asin, Tangerang, Medan, Surakarta, Surabaya, Cirebon, Yogyakarta, Sem arang
74
kawasan
577
kawasan
1.254
32 Propinsi
12 13
Telah mengakomodasi isu Climate Change Telah mengakomodasi isu Climate Change
L2-13
Lampiran 2
PROGRAM/ KEGIATAN
(1)
OUTCOME/ OUTPUT
(2)
INDIKATOR/ OUTPUT
(3)
TARGET 2010
(4)
2014
(5)
KETERANGAN /LOKASI
(7)
32 Propinsi
14. Jumlah IKK yang terfasilitasi 15. Jumlah desa yang terfasilitasi (PS air minum perdesaan) 16. Jumlah kawasan (lt/det) yang terfasilitasi (kawasan pemekaran, pulau terluar, perbatasan, terpencil, KAPET) 17. Jumlah kawasan (lt/det) yang terfasilitasi (mendukung pelabuhan perikanan) UNIT ORGANISASI PELAKSANA: SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL 1. Pelayanan Manajemen Bidang Permukiman Jumlah dukungan manajemen dan jumlah kawasan yang mendapat penyediaan prasarana dan sarana air minum, air limbah persamahan dan drainase pada lokais pasca bencana/konflik sosial 1. Jumlah terselenggaranya Pelaksanaan Administrasi Penggajian dan Perkantoran
IKK
IKK
4.929 4.223
lt/det
desa
lt/det
desa
32 Propinsi
18 170
kawasan
100 960
kawasan
0.292
Kep. Riau, Kaltim, Kalbar, Sulut, NTT, Malut, Maluku, Papua, Sumut, Kalteng, Kalsel, Babel
lt/det
lt/det
13 65
l/dt lt/det
53 310
kawasan lt/det
0.186
21 Propinsi
1.817 1900
Pegawai
9500
Pegawai
0.660
Pusat
2. Jumlah terselenggaranya Administrasi dan Pengelolaan Pegawai 3. Jumlah meningkatnya Kemampuan dan Kehandalan SDM dalam Pengelolaan Administrasi Keuangan dan Akuntansi 4. Jumlah terselenggaranya Pembinaan Hukum dan Tersedianya Perangkat Penataan Hukum
13
paket
65
paket
0.096
Pusat
paket
40
paket
0.095
Pusat
paket
45
paket
0.039
Pusat
L2-14
Lampiran 2
PROGRAM/ KEGIATAN
(1)
OUTCOME/ OUTPUT
(2)
INDIKATOR/ OUTPUT
(3)
TARGET 2010
(4)
2014
(5)
KETERANGAN /LOKASI
(7)
Pusat
5. Jumlah terselenggaranya Pembinaan serta Penyediaan Prasarana dan Sarana Perlengkapan 6. Jumlah terselenggaranya Pembinaan dan Pelaksanaan habitat 7. Jumlah terpenuhinya Sarana dan Prasarana kantor yang baik dan layak 8. Jumlah tersedianya Penyediaan Prasarana dan sarana Persampahan dan Drainase pada Lokasi Pasca Bencana/Konflik Sosial 9. Jumlah tersedianya Penyediaan Prasarana Air Minum dan Air Limbah pada Lokasi Pasca Bencana / Konflik Sosial 10. Jumlah terpenuhinya Cadangan Mendesak Bidang Perkim pada Lokasi Pasca Bencana / Konflik Sosial
paket
45
paket
0.059
paket
paket
0.025
Pusat
Paket
25
Paket
0.19
Pusat
Paket
31
Paket
0.13
Pusat
13
Paket
65
Paket
0.28
Pusat
Paket
33
Paket
0.24
Pusat
L2-15
Lampiran 2
PROGRAM/ KEGIATAN
(1)
OUTCOME/ OUTPUT
(2)
INDIKATOR/ OUTPUT
(3)
TARGET 2010
(4)
2014
(5)
KETERANGAN /LOKASI
(7)
UNIT ORGANISASI PELAKSANA: DIREKTORAT BINA PROGRAM 1. Penyusunan Kebijakan, Program dan Anggaran, Kerjasama Luar Negeri, Data Informasi Serta Evaluasi Kinerja Infrastruktur Bidang Permukiman Meningkatnya penyusunan kebijakan, program dan anggaran, kerjasama luar negeri, data informasi serta evaluasi kinerja infrastruktur bidang permukiman yang dimanfaatkan oleh kabupaten/kota 1. Jumlah penyusunan Kebijakan dan Strategi bidang Permukiman 6
paket
0.441 30
paket
0.09
Pusat
2. Jumlah penyusunan Program dan Anggaran bidang Permukiman 3. Jumlah penyusunan Kerjasama Luar Negeri dan Pola Investasi bidang permukiman 4. Jumlah penyusunan Evaluasi dan Kinerja bidang Permukiman 5. Jumlah penyusunan Data dan Informasi Bidang Permukiman JUMLAH TOTAL UNIT ORGANISASI PELAKSANA: BADAN PENDUKUNG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM 1. Dukungan Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, Pengembangan Sumber Pembiayaan dan Pola Investasi serta Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Terselenggaranya pembinaan kepada PDAM Terselenggaranya Diklat air minum Terselenggaranya Monev 1. Jumlah PDAM yang dibina
paket
35
paket
0.09
Pusat
paket
40
paket
0.09
Pusat
paket
30
paket
0.09
Pusat
paket
35
paket
0.09
Pusat
50.00 0.234 8
PDAM
62
PDAM
0.159
Tersebar di 33 Provinsi
Kab/Kota
24
Kab/Kota
0.006
38
Kab/Kota
299
Kab/Kota
0.014
Tersebar di 33 Provinsi
L2-16
Lampiran 2
PROGRAM/ KEGIATAN
(1)
OUTCOME/ OUTPUT
(2)
INDIKATOR/ OUTPUT
(3)
TARGET 2010
(4)
2014
(5)
KETERANGAN /LOKASI
(7)
Pusat
Tersedianya konsep NSPK air minum Terlaksananya penyelenggaraan SPAM sesuai NSPK Terfasilitasinya pinjaman perbankan
4. Jumlah konsep NSPK 5. Jumlah Kab/Kota yang menyelenggarakan SPAM sesuai NSPK 6. Jumlah PDAM yang mendapat fasilitas perbankan / sumber pembiayaan 7. Jumlah PDAM / Kab / Kota yang mendapat pendampingan KPS
1 2
NSPK Kab/Kota
4 19
NSPK Kab/Kota
0.004 0.016
PDAM
66
PDAM
0.015
14
0.014
Studi
Studi
0.007
Kab.Tasikmalaya, Kab.Kudus, Kab. Lombok Timur, Kab.Wonosobo, Kab.Cilacap, Kab. Klaten, Kab.Kuningan, Kab.Sukoharjo, Kota Tegal, Kab.Pekalongan, Kota Pekalongan, Banyumas, Kab. Pasuruan, Kota Pasuruan, Gresik, Sidoarjo, Kota Surabaya, Kab.Karawang, Kab.Bekasi, Kota Bekasi Kota Pekanbaru, Kota Dumai, Kota Jambi, Kota Bandar Lampung, Kota Medan, Kab. Tangerang, Kota Tangerang, Kota Serang, Kab. Bandung, Kab. Subang, Kota Cirebon, Kab. Kuningan, Kab. Cilacap, Kab. Kebumen, Kota Semarang, Kota Yogyakarta.(Kab. Pasuruan, Kota Pasuruan, Kab. Sidoarjo, Kab. Gresik, Kota Surabaya)**(DKI Jaya, Kab. Bogor, Kab. Bekasi, Kota Bekasi, Kab. Karawang)*** Pusat
L2-17
Lampiran 2
L2-8
Lampiran 3
Lampiran-3
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 5 TAHUN 2010 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH 2010-2014 PER KEMENTERIAN/LEMBAGA
L3-1
Lampiran 3
L3-2
Lampiran 3
L3-3
Lampiran 3
L3-4
Lampiran 3
L3-5
Lampiran 3
L3-6
Lampiran 3
L3-7
Lampiran 3
L3-8
Lampiran 3
L3-9
Lampiran 3
L3-10
Lampiran 3
L3-11
Lampiran 3
L3-12
Lampiran 3
L3-13
Lampiran 3
L3-14
Lampiran 3
L3-15
Lampiran 3
L3-16
Lampiran 3
L3-17
Lampiran 3
L3-18
Lampiran 3
L3-19
Lampiran 3
L3-20
Lampiran 3
L3-21
Lampiran 4
Lampiran-4
DAFTAR RENCANA PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUTKUR
Kementerian/ Lembaga terkait Penanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum, Pemkot Bandung Kementerian Pekerjaan Umum, Pemkot Medan Kementerian Pekerjaan Umum, Pemkot Bandar Lampung Kementerian Pekerjaan Umum, Pemprov DKI Pemkot Bekasi, Pemkab Bekasi, Pemkab Karawang Jawa Bali
NO
Rencana Disbursement (Miliar Rupiah) 2012 270,0 60,00 2013 2014 TOTAL 540,00 60,00
1.
270,00
2.
Peningkatan dan Pembangunan IPAM Kota Medan Penyediaan Air Minum Kota Bandar Lampung
3.
Sumatera
260,00
260,00
520,00
4.
Jawa Bali
1.300,00
1.300,00
1.170
3.770,00
5.
6.
Penyediaan Air Minum Kabupaten Bekasi (Cikarang Barat & Cibitung) Penyediaan Air Minum Kabupaten Bandung Penyediaan Air Minum Kabupaten Sumedang Penyediaan Air Minum Kabupaten Indramayu Penyediaan Air Minum Kabupaten dan Kota Cirebon
Kementerian Pekerjaan Umum, Pemkab Bekasi Kementerian Pekerjaan Umum, Pemkab Bandung Kementerian Pekerjaan Umum, Pemkab Sumedang Kementerian Pekerjaan Umum, Pemkab Indramayu Kementerian Pekerjaan Umum, Pemkab Kuningan, Pemkab Cirebon, Pemkot Cirebon
Jawa Bali
100,00
100,00
80,00
280,00
7.
Jawa Bali
60,00
60,00
50,00
170,00
8.
Jawa Bali
25,00
25,00
50,00
9.
Jawa Bali
5,00
5,00
10,00
10.
Jawa Bali
70,00
70,00
140,00
L4-1
Lampiran 4
NO
Kementerian/ Lembaga terkait Penanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum, Pemkot Bekasi Kementerian Pekerjaan Umum, Pemkot Surakarta Kementerian Pekerjaan Umum, Pemkab Klungkung Kementerian Pekerjaan Umum, Pemkab Maros Kementerian Pekerjaan Umum/Pemprov Jabar Kementerian Pekerjaan Umum/Pemprov Jabar
Rencana Disbursement (Miliar Rupiah) 2012 110,00 2013 110,00 2014 TOTAL 220,00
11.
Penyediaan Air Minum Kota Bekasi (Pondok Gede) Penyediaan Air Minum Kota Surakarta Penyediaan Air Minum Kabupaten Klungkung Penyediaan Air Minum Kabupaten Maros Pembangunan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bogor dan Depok Pembangunan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bandung dan Sekitarnya
12.
Jawa Bali
35,00
35,00
70,00
13.
Jawa Bali
125,00
125,00
250,00
14.
Sulawesi
60,00
55,00
115,00
15.
Jawa Bali
240,00
160,00
400,00
16.
Jawa Bali
480,00
320,00
800
L4-2
Lampiran 4
L4-3