Anda di halaman 1dari 3

Geografi wilayah Banten Girang : Dari Anyer ke titik Banten, secara umum keadaan pedalaman wilayah ini terlihat

bergunung-gunung, sementara pada sisi pantainya lebih datar. Dari titik yang paling utara dari Jawa ini tanah melandai ke arah tenggara dan menjadi suatu teluk yang dalam; dan pada titik terjauh dari teluk itu terletaklah kota Banten ( Stockdale, 2010: 8). Dari keterangan ini diidentifikasi bahwa pelabuhan Banten merupakan daerah teluk yang cukup aman dari terpaan ombak ganas sehingga cocok digunakan untuk pelabuhan dagang. Disamping itu, pelabuhan Banten dihubungkan oleh sungai yang mengalir hingga pedalaman. Hal ini memudahkan proses distribusi komoditi dari pedalaman ke wilayah pesisir dan sebaliknya. Lalu lintas seperti ini, memungkinkan dibuatnya suatu alat transportasi berupa perahu kecil yang bisa melintasi sungai-sungai yang membelah Banten. Perahu yang dimaksud adalah perahu lesung1 kecil yang bisa berlayar dengan sangat cepatnya, suatu hal yang belum pernah dilihat oleh orang-orang Belanda tersebut (Lapian, 2008:32). Menurut A.B. Lapian (2008: 95) ramai tidaknya pelabuhan tergantung dari berbagai faktor diantaranya yang penting sekali adalah faktor ekologi. Pelabuhan bukan saja tempat berlabuh tetapi tempat bagi kapal untuk berlabuh dengan aman, terlindung dari ombak besar, angin, dan arus yang kuat. Tempat yang paling baik untuk berlabuh adalah pada sebuah sungai, agak jauh ke dalam. Namun, dalam hal ini sungai membatasi perkembangan pelabuhan yang bersangkutan. Oleh sebab itu, banyak pelabuhan terletak di muara yang agak terbuka, atau meskipun kurang terlindung---di dalam sebuah teluk. Deskripsi tentang ciri pelabuhan yang baik ini sangat cocok dengan kondisi geografi wilayah Banten. Letaknya yang cukup strategis sebagai pelabuhan dagang yang ramai sehingga diperlukan suatu ketahanan militer laut yang cukup kuat. Untuk patroli kelautan, kerajaan mempunyai dua jenis kapal yakni perahu yang mempunyai cadik dan perahu yang tidak bercadik. Mereka ini bertugas untuk menjaga keamanan di laut, juga untuk mencegah apabila ada barang-barang yang keluar tanpa membayar cukai. Kapal-kapal ini mempunyai atap seperti kapal-kapal yang dipakai untuk bersenang-senang (Lapian, 2008:31). Sedangkan untuk ekspedisi ke luar, Banten mempunyai jung (Iunco atau Joncken) dengan layar kecilnya di depan atau kadang-kadang juga tiang agung dan dua tiang lainnya. Kapal jung adalah jenis kapal papan bukan papan lesung. Dari haluan sampai ke belakang terdapat geladak yang
1

Proses pembuatan kapal lesung ini dimulai dengan pemilihan batang kayu yang dianggap cukup besar dan baik kualitasnya. Setelah itu, batang tersebut dilengkungkan dengan bantuan api dan air supaya dasar perahunya bisa dijadikan lebih datar dan lebar. Biasanya batang yang telah dikeruk tersebut akan diisi dan dipanaskan dengan api di bagian dibawahnya sehingga dinding lambungnya bisa menyusut dan pekerjaan mengeruk bisa dilanjutkan sampai diinding lambungnya dianggap cukup dan seimbang ketebalannya.

ditutup dengan atap untuk berteduh terhadap matahari, hujan dan embun. Di bagian belakang terdapat anjungan untuk nahkoda dan bagian bawah ruangnya dibagi-bagi dalam petak-petak untuk tempat barang. Implikasi dari pelabuhan Banten yang strategis adalah ramainya para pedagang yang datang dari Cina, Arab, Persia dan Eropa yang datang untuk berdagang. Konsekuensinya adalah terjadinya akulturasi budaya baik secara langsung maupun tidak langsung. Akulturasi budaya ini menyangkut seluruh aspek kehidupan termasuk didalamnya teknologi. Teknologi perkapalan di kerajaan Banten mendapat pengaruh dari teknologi kapal Arab, Cina dan Eropa, khususnya untuk jenis kapal papan yang mengalami modifikasi. Contoh pengaruh Eropa dalam kapal kerajaan Banten adalah kapal untuk patroli laut yang memiliki atap di bagian dek kapal seperti kapal Speelbarken (kapal untuk bersenang-senang) milik orang Belanda. Contoh lain adalah jenis perahu jung yang lebih familiar untuk kapal orang-orang Cina. Dari titik Pontang yang membentuk wilayah timur dari teluk Banten, seperti halnya pada wilayah barat, dimana-mana keadaan kontur tanahnya sangat rendah, walau begitu di pedalaman ada pegunungan tinggi. Kerajaan Banten yang membentuk wilayah Jawa bagian barat kira-kira memiliki keliling seratus mil Belanda. Pada sisi selatannya adalah samudra Hindia, pada sisi utarabarat adalah selat Sunda dan ia terpisah dari kekaisaran Jakarta dengan sebuah tanah sempit yang disebut Grending yang terletak sedikit di barat Sedani atau sungai Tangerang dan dengan sebuah rangkaian pegunungan dikenal sebagai Goenoeng Tjeberum (Stockdale, 2010: 175).

Eksistensi orang-orang Eropa di Banten... Pada tahun 1776-1777, warga kompeni di Banten terdiri atas 20 pegawai sipil, satu orang pendeta, lima orang ahli bedah dan para asistennya, 17 orang anggota pasukan artileri, 30 orang pelaut, 199 prajurit, dan sepuluh orang mekanik; secara keseluruhan ada 282 orang Eropa (Stockdale, 2010: 177). Dari keterangan ini dapat disimpulkan bahwa posisi orangorang Belanda di Banten pada tahun 1700an amatlah kuat, terutama dalam aspek ketahanan militernya. Bahkan mereka telah membangun sebuah benteng kokoh bernama benteng Speelwyck (Speelwijk, dalam bahasa Belanda).

Komoditi dagang Banten... Komoditi utama kerajaan Banten ialah lada (putih maupun hitam) yang memang tumbuh subur di pulau Jawa bagian barat. Stockdale dalam bukunya yang berjudul Eksotisme Jawa, Ragam Kehidupan dan Kebudayaan Masyarakat Jawa (2010:22) menyatakan bahwa kerajaan Banten dengan daerah Lampung setiap tahunnya bisa memberi enam juta pound lada. Jenis lada ini dianggap sebagai yang terbaik kedua setelah lada pantai Malabar. Dlam rangka untuk memisahkan lada kualitas pertama dan kualitas kedua digunakan alat yang menurut buku Stockdale adalah harp. Saringan atau harp

Anda mungkin juga menyukai