Anda di halaman 1dari 5

Jasque Derrida A. Pendahuluan Pemikiran dalam dunia filsafat senantiasa berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zamannya.

Dari awal lahirnya hingga sekarang, filsafat senantiasa menghadirkan kritik terhadap pemikiran tokoh sebelumya, hal inlilha yang memang dicari dan ditekankan dalam filsafat, bahwa dalam filsafat tidak ada kata final. Sejarah filsafat diawali dengan kajian kosmosentris, dilanjutkan dengan teosentris, antroposentris dan logosentris. Filsafat kontemporer menekannkan filsafat pada kajian bahasa atau dengan sebutan logosentrisme. Bahasa menjadi tema yang penting karena filsafat seringkali mengabaikan aspek-aspek kebahasan yang ada, padahal bahasa itu memegang peranan yng sangat penting dalam filsafat. Tradisi logosentrisme telah menekankan bahasa ucapan atau lisan lebih baik daripada bahasa tulisa, begitu juga dengan tradisi filsafat barat sebelumnya. Bahasa tulisan telah dikalahkan dengan bahasa lisan dengan asumsinya, bahwa bahasa lisan lebih mendekati kebenaran daripada bahasa tulisan. Jasque Derrida seorang tokoh filsafat kontemporer mencoba mengangkat kembali bahasa tulisan yang telah tertindas. Ia banyak mengkritik tradisi filsafat yang lebih mengutamakan bahasa tulisan tersebut, karena dalam bahasa lisan makna transendental senantiasa muncul sehingga sulit untuk dipahamai.

B. Biografi dan Karya Derrida Untuk dapat mengetahui tentang siapa derrida, kiranya perlu diketahui terlebih dahulu mengenai biografi dan karya-karyanya. 1. Biografi Jasque Derrida atau yang lebih akrab dengan panggilan Derrida merupakan seorang filosof Perancis yang banyak diperbincangkan. Ia seorang Yahudi kelahiran tahun 1930 di al-Jazair. Pada tahun 1959 ia pindah dari al-Jazair ke Perancis, Negara yang menjadikan pemikirannya berkembang.1

Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa, Mengungkapkan Hakikat Bahasa, Makna, dan Tanda (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), 217.

Ia memiliki latar belakang filsafat yang sangat kuat dan ia belajar di Ecole Normale Superieor dan ia menjadi dosen tetap dalam bidang filsafat di lembaga pendidikan tersebut.2 Latar belakangnya sebagai dosen inilah yang menjadikannya sebagai seorang pemikir yang produktif. Hal ini dapat dilihat dari hasil karyanya mengenai filsafat yang sangat banyak, sedikitnya ada 12 karya yang berhasil dihimpun oleh penulis. Karya-karya tersebut menunjukkan pola dan alur pikir derrida dalam filsafat. 2. Karya Sedikitnya ada 12 karya derrida yang berhasil dihimpun oleh penulis. Dari karya-karyanya terlihat bahwa derrida banyak memberikan kritik terhadap filosof maupun tema filsafat-filsafat sebelumnya. Karya-karyanya antara lain: a. L Ecriture et la Difference (Tulisan dan Perbedaan). b. De la Gramatologie (tentang Gramatologi). c. La Voix et Phenomene. d. Introduction au Probleme de Signe Dans la Phenomenologie de Husserl (Suara dan Fenomena, Pengantar dalam Masalah Tanda dalam Fenomenologi Husserl). e. Monges de la Philosophie (Pinggiran-pinggiran Filsafat). f. La Dissemintaion (Pertebaran).3 g. Positions (posisi-posisi) h. Glas i. Epersons j. Les Style de Nietzche k. La Verite en Peinture (Kebenaran dalam Seni Lukis) l. La Carte Postale de Socrates a Freud et au Dela (Kartu Pos dari Socrates Kepada Freud dan di Seberangnya).4 C. Pemikiran Derrida Dengan mengikuti silabus dari mata kuliah filsafat kontemporer, maka pemikiran derrida ini mengacu pada dua tema besar, yaitu metafisika kehadiran dan dekontruksi. Kedua tema besar tersebut akan dijelaskan satu persatu, untuk mempermudah pemahaman, meskipun dalam akhirnya kedua tema tersebut mempunyai keterkaitan satu sama lain.
2

Kaelan, Filsafat Bahasa, Realitas Bahasa, Logika Bahasa, Hermeneutika dan Postmodernisme (Yogyakarta: Paradigma, 2002), 240. 3 Kaelan, , 240-241. 4 Asep, , 218.

Dimulai dari metafisika kehadiran, ditujukan untuk dapat mengetahui kritik derrida terhadap tema filsafat sebelumnya yang berfokus pada masalah ada, akan tetapi mereka melupakan ada dalam kontek dimana ada itu diungkapkan. Mereka hanya memberikan pengertian atau pemikiran terhadap ada, sehingga banyak sekali ditemukan term-term dalam filsafat. Dari metafisika kehadiran dilanjut ke pemikirannya tentang dekontrusi. Dekontruksi ini lahir dari pemikiran metafisika kehadiran, ia berusaha mengkritisi filafat dan mengajak untuk dapat keluar dari kungkungan struktur zaman. 1. Metafisika Kehadiran Pandangan tentang kehadiran ini akan nampak dengan jelas, bilamana kita mempelajari metafisika mengenai tanda. Tanda merupakan suatu kata ganti bagi objek yang tidak ada. Dari tanda itu, maka dapat diketahui bagaimana objek yang tidak ada itu hadir atau dihadirkan. Menurut derrida suatu kehadiran bukanlah merupakan instansi yang bersifat independen yang mendahului tuturan atau tulisan kita dalam tanda yang kita pakai. Kata-kata menunjukkan pada kata-kata lain, dan setiap teks juga menunjuk kepada jaringan teks yang lain, setiap bagian dalam diskursus juga menunjuk kepada bagianbagian yang lain. Jadi, jika metafisiska memikirakan tanda dalam rangka ada sebagai kehadiran, maka derrida sebenarnya memutarbalikkan keadaan dengan memikirkan kehadiran dalam rangka jaringan tanda yang menunjuk yang satu kepada yang lain. Kehadiran harus dimengerti kaitannya dengan system tanda. Menurutnya tanda adalah sebagai Trace (bekas), sehingga dapat dimengerti bahwa setiap bekas selalu menunjukkan pada sesuatu yang lain.5 Tanda di artikan sebagai trace, maka pada hakikatnya tanda itu tidak mempunyai substansi dan kuantitas sendiri melainkan hanya menunjuk. Bekas tidak bisa dimengerti sendiri (terisoler dari sesuatu yang lain), tetapi hanya sejauh menunjuk kepada hal-hal yang lain. Bekas mendahului objek dan bukan efek, melainkan terutama sebagai penyebab. 6 Dengan demikian, kehadiran hanya dapat dimengerti kaitannya dengan yang lain. Tanda tidak bisa berdiri secara mandiri tanpa adanya yang lain, karena tanda selalu berhubungan dengan system tanda, dengan begitu maka tanda tidak bersifat sementara, jika tanda atau bekas dianggap sementara maka tanda itu bisa dihapus atau
5 6

Kaelan, , 242-243. Kaelan, , 243.

digantikan dengan yang lain. Jika bekas dihapus suatu kehadiran tidak dapat dimengerti karena adanya suatu system tanda yang terputus. Selain itu, derrida juga menolak kehadiran sebagai ada bagi dirinya sendiri. Ia mengganti dengan kehandiran sebagai efek dari suatu bekas. Konsep derrida dapat dianalogikan pada segelas air teh, bahwa setelah air the diminum maka tinggallah gelas bekas air teh. Menurut derrida, gelas tersebut adalah sebagai bekas, yang menunjuk kepada air teh, dapur atau orang yang meminumnya. Adapun air teh, dapur serta orang yang meminum air teh juga menunjuk kepada halhal yang lain lagi dan seterusnya. Dengan demikian, sesutau yang hadir bagi dirinya sendiri, sesuatu yang menunjuk kepada dirinya sendiri saja menjadi mustahil. Bekas selalu mendahului objek dan objek timbul dari jaringan tanda dan tidak pernah diberikan bagi sesuatu intuisi dasar seperti halnya dengan benda itu sendiri.7 Ia juga menolak adanya petanda transendental (signifie transcendental), makna transendental. Artinya, tidak ada sesuatu diluar, diseberang teks, atau tidak ada makna yang melebihiteks dan hadir bagi pemikiran terlepas dari teks. Sebaliknya, objek pemikiran atau pembicaraan baru dibentuk di dalam rangka teks tertentu.8 2. Dekontruksi Derrida Dalam metafisika kehadiran, sudah terlihat bahwa derrida tidak mengakui adanya petanda trnasendental atau makna transendental. Hal ini berimplikasi bahwa setiap makna tergantung pada teks yang ada, kaitannya dengan jaringan teks. Suatu pemikiran atau pembicaraan baru dibentuk di dalam rangka teks tertentu. Sehingga setiap teks tidak hanya menunjuk pada dirinya sendiri, akan tetapi tertenun dalam jaringan atau system teks.9 Munculnya logosentrisme mempunyai hubungan yang sangat erat dengan sikap filsafat tradisional yang lebih mementingkan atau mengutamakan subjek sebagai asal atau yang memahami realitas secara rasional.10 Dalam tradisinya, ucapan lebih memberikan peranan penting ketimbang tulisan sehingga sangat wajar jika banyak makna yang melebihi kata itu sendiri, sehingga makna-makna transendental muncul dalam kata. Derrida menggunakan istilah logosentrisme untuk menunjukkan, bahwa manusia senantiasa terkungkung dan tidak bisa lepas dari tradisi kebahasaan atau teks
7 8

Kaelan, , 243-244. Asep, , 220. 9 Asep, , 220 10 Asep, , 220.

tertentu.11 Sehingga manusia sebagai pemikir (penulis) sama sekali tidak bertindak secara bebas (berdaulat), karena ia sangat bergantung pada teks dan suatu keseluruhann teks yang saling berkaitan dan mempengaruhi.12 Ketika manusia tidak mempunyai kebebasan dan selalu terkungkung dalam tradisi logosentrisme yang sudah mengendap, bukan berarti manusia tidak dapat maju dalam pemikiran atau melakukan kritik terhadap pemikirannya sendiri atau pemikiran orang lain yang terdahulu. Derrida memberikan solusi untuk dapat keluar dari kungkungan tradisi logosentrisme yang sudah mengendap, ia berpendapat bahwa kemajuan dan proses kritik adalah sangat mungkin, tetapi hanya terlahir dari dalam tradisi teks atau wacana tertentu. Proses kritik dari dalam tradisi teks (wacana) itu disebut derrida dengan istilah dekontruksi atau pembongkaran. Dekontruksi itu menampakkan aneka ragam aturan yang sebelumnya tersembunyi yang menentukan teks. Satu hal yang dapat ditampakkan melalui proses dekontruksi (pembongkaran) yang mendapat perhatian khusus dalam filsafat derrida, adalah yang tak dipikirkan dan yang tak terpikir.13 Dalam dekontruksinya, derrida menggunakan tiga asumsi dasar sebagai landasannya, yaitu (1) bahwa bahasa senantiasa ditandai oleh ketidak tepatan makna; (2) mengingat ketidak stabilan dan ketidak tepatan itu, tak ada metode analisis yang memiliki klaim istimewa apapun atas otoritas dalam kaitannnya dengan tafsir tekstual; (3) bahwa dengan demikian tafsir adalah kegiatan yang tak terbatas dan lebih mirip dengan permainan daripada analisis sepertilazimnya kita pahami.

11 12

Asep, , 220. Asep, , 220. 13 Asep, , 221.

Anda mungkin juga menyukai