Anda di halaman 1dari 14

REFLEKSI KASUS

HERPES ZOSTER

Disusun oleh: Sophia Yustina, S.ked NIM 062011101011

Pembimbing : dr. Gunawan Hostiadi, Sp.KK

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF Ilmu Kulit dan Kelamin di RSD dr.Soebandi Jember

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2011

TINJAUAN PUSTAKA HERPES ZOSTER

I. DEFINISI Herpes Zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi pada orang tua yang khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensoris dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.

II. SINONIM Shingles, dompo, cacar ular.

III.EPIDEMIOLOGI Penyebarannya kosmopolit. Penyakit ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita menderita varisela dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus. Kadang-kadang infeksi primer berlangsung subklinis. Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster. Frekuensi penyakit pada pria dan wanita sama, lebih sering mengenai usia dewasa. Tumbuh tidak tergantung musim. Infeksi herpes zoster pada bayi tanpa didahului infeksi varisela, ditemukan pada ibu yang menderita varisela pada masa kehamilan.

IV. ETIOLOGI Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Virus varisela zoster (VZV) tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. VZV mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 subunit protein dan berbentuk ikosehedral. Hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VZV dalam subfamili 1

alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi. Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organik, deterjen, enzim proteolitik, panas, dan lingkungan pH yang tinggi.

Gambar 1. Virus varicela Zoster

V. PATOGENESIS Infeksi primer dari VZV ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris secara sentripetal dan berdiam diri atau laten di dalam neuron. Virus berdiam diri di ganglion posterior saraf tepi dan ganglion kranialis. Dalam masa laten virus tidak infeksius dan tidak multiplikasi lagi, namun tidak kehilangan daya infeksinya. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik 2

kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus. Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion yang menyebabkan nekrosis pada saraf serta terjadi inflamasi yang berat dan biasanya disertai neuralgia yang hebat. VZV yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik di kulit dengan gambaran yang khas untuk erupsi herpes zoster.

Gambar 2. Patogenesis Herpes Zoster

VI. GEJALA KLINIS Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi. Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik. Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu. 3

Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang. Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sacral (5%). Kelainan pada wajah diakibatkan oleh gangguan nervus trigeminus (dengan ganglion gaseri) yang salah satu gejalanya adalah herpes zoster ophtalmicus atau nervus fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum) yang disebut Ramsay Hunt Sindrom. Pada Herpes zoster oftalmikus ditandai erupsi herpetic unilateral pada kulit. Gejala prodromal seperti lesu, demam ringan, mual muntah dapat timbul. Gejala prodromal berlangsung 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk juga dapat timbul. Selain itu timbul juga gejala fotofobia, banyak keluar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka karena perjalanan cabang dari nervus ophtalmicus yang memberi cabang ke nervus Arnold rekuren dan N III dan N VI.

Gambar 3. Ruam Herpes Zoster VII. DIAGNOSIS Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit. Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan malaise. Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga 4

terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta. Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya. Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom. Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi. Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain: 1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan mikroskop electron. 2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen. 3. Tes serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.

VIII. DIAGNOSIS BANDING 1. Herpes simpleks Herpes simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol, di atas dasar kulit yang kemerahan. Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa gatal atau seperti terbakar yang terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit. Herpes simpleks terdiri atas 2, yaitu tipe 1 dan 2. Lesi yang disebabkan herpes simpleks tipe 1 biasanya ditemukan pada bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan jari tangan. Lokalisasi penyakit yang disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 umumnya adalah di bawah pusat, terutama di sekitar alat genitalia eksterna. 2. Varisela 5

Gejala klinis berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Lesi menyebar secara sentrifugal dari badan ke muka dan ekstremitas. 3. Impetigo vesiko-bulosa Terdapat lesi berupa vesikel dan bula yang mudah pecah dan menjadi krusta. Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung dan sering bersamaan dengan miliaria. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada anak-anak.

IX. PENATALAKSANAAN Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk: 1. Mengatasi infeksi virus akut 2. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster 3. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik. Pengobatan Umum Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun. Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan. Pengobatan Khusus 1. Obat Antivirus Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir diberikan 31000 mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai.

Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3200 mg/hari selama 7 hari. 2. Analgetik Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul. Dapat pula ditambahkan neurotropik (B1, B6, dan B12). 3. Kortikosteroid Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 320 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus. 4. Pengobatan topikal Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.

X.

KOMPLIKASI 1. Neuralgia paska herpetik Neuralgia paska herpetik (PHN) adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10-15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya. Pada HZO, kejadian PHN lebih sering daripada manifestasi zoster yang lain. 2. Infeksi sekunder Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, 7

atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik. 3. Sindrom Ramsay Hunt Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus ganglion genikulatum), sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan. 4. Paralisis motorik Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.

XI. PENCEGAHAN Bagi orang sehat, untuk pencegahan bias dilakukan imunisasi dengan vaksin varicella zoster. Pada anak sehat usia 1-12 tahun diberikan satu kali. Imunisasi dapat diberikan satu kali lagi pada masa pubertas untuk memantapkan kekebalan menjadi 6080%. Setelah itu, untuk menyempurnakannya, berikan imunisasi sekali lagi saat dewasa. Kekebalan yang didapat ini bias bertahan sampai 10 tahun. Para peneliti berharap meningkatkan kekebalan ini akan mengurangi resiko herpes zoster pada kehidupan selanjutnya. Zostavaks, sebuah vaksin terhadap herpes zoster, sudah disetujui di AS. Namun vaksin ini belum di uji coba pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah.

XII. PROGNOSIS Terhadap penyakitnya pada dewasa dan anak-anak umumnya baik, tetapi usia tua risiko terjadinya komplikasi semakin tinggi, dan secara kosmetika dapat menimbulkan makula hiperpigmentasi atau sikatrik. Dengan memperhatikan higiene & perawatan yang teliti akan memberikan prognosis yang baik & jaringan parut yang timbul akan menjadi sedikit. 8

REFLEKSI KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA Nama Jenis kelamin Usia Alamat Pekerjaan Suku Agama : Tn. M : Laki-laki : 59 tahun : Sumber Sari : tidak bekerja : Jawa : Islam

II. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS) Keluhan utama : Nyeri dan panas di daerah perut sebelah kiri Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengeluh nyeri dan terasa panas di daerah perut sebelah kiri dan muncul bentol-bentol berisi cairan sejak 7 hari yang lalu. Awalnya timbul bintil-bintil kecil yang berisi air, jumlahya banyak, letaknya menggerombol dan terasa nyeri serta gatal. Kemudian pasien minum obat dari Puskesmas dan memakai salep tapi rasa nyeri dan panas seperti terbakar di perutnya tidak berkurang walaupun bentol-bentol yang berada di perut kanan sudah ada yang kering. Pasien juga mengeluh demam, susah tidur dan pusing. Riwayat penyakit dahulu: Pasien pernah sakit cacar air sebelumnya. Riwayat keluarga : Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini Riwayat pengobatan : obat dari Puskesmas (acyclovir tablet dan salep acyclovir).

III. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Generalis Kesadaran Keadaan umum Kepala / leher Thorak 9 : kompos mentis : baik : dalam batas normal

Jantung Paru Abdomen Extremitas Genitalia

: dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal

2. Status Dermatologis Lokasi Distribusi Efloresensi : abdomen sinistra : terlokalisir di abdomen sinistra (unilateral) : vesikel bergerombol, sudah banyak yang mengering dengan dasar eritematous, tepi ireguler, batas tegas, disertai krusta dan ada luka. Diantara gerombolan vesikel, kulitnya sehat.

IV. RESUME Pasien Tn. M datang dengan keluhan nyeri dan terasa panas di daerah perut sebelah kiri dan muncul bentol-bentol berisi cairan sejak 7 hari yang lalu. Awalnya timbul bintil-bintil 10

kecil yang berisi air, jumlahya banyak, letaknya menggerombol dan terasa nyeri serta gatal. Kemudian pasien minum obat dari Puskesmas dan memakai salep tapi rasa nyeri dan panas seperti terbakar di perutnya tidak berkurang walaupun bentol-bentol yang berada di perut kanan sudah ada yang kering. Pasien juga mengeluh demam, susah tidur dan pusing. Pasien pernah sakit cacar air sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal. Status dermatologis pada abdomen sinistra terdapat vesikel bergerombol sudah banyak yang mengering dengan dasar eritematous, tepi ireguler, batas tegas, disertai krusta dan ada luka. Diantara gerombolan vesikel, kulitnya sehat.

V. DIAGNOSIS BANDING 1. Varisela 2. Impetigo Bulosa

VI. DIAGNOSIS Herpes Zoster Abdominalis sinistra

VII. PENATALAKSANAAN Simptomatik : cefadroxil 3 x 500 mg selama 5 hari Asam Mefenamat 3x500 mg sesudah makan selama 5 hari Diazepam 1 x 5 mg selama 5 hari Talc (Acid boric 3%, oxyd Zinc 10%, talcum venetum 100g) Suportif : Hindari menggaruk Menjaga agar tetap bersih, kering Sebelum mencuci pakaian rendam dulu dengan air panas Edukasi : 1. Menjelaskan tentang penyakit pasien bahwa penyakitnya menular. 2. Menjelaskan faktor penyebab dan faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit 3. Menjelaskan tentang terapi dan aturan penggunaan 4. Menjelaskan tentang komplikasi dan prognosa 5. Kontrol 5 hari lagi untuk mengevaluasi keluhan dan perkembangan penyakit (keluhan subyektif dan tanda obyektif). 11

VIII. PROGNOSIS Dubia ad bonam

12

DAFTAR PUSTAKA

1.

Murtiastutik, D. Dkk. 2010, Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin/ Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press.

2.

Kelly EB. Common dermatologic disease. University of Texas Medical Branch. Department of Dermatology.

3.

Melton

CD.

Herpes

Zoster.

eMedicine

World

Medical

Library:

http://www.emedicine.com/EMERG/topic823.htm. 4. Handoko RP. 2007. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 5. Tim Penulis. 2004. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya: RSUD dr. Soetomo Surabaya.

13

Anda mungkin juga menyukai