Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MATA KULIAH EKONOMI LINGKUNGAN

POKOK BAHASAN : EKONOMIKA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN SUB POKOK BAHASAN : PERLINDUNGAN LINGKUNGAN

DISUSUN OLEH :

Ade Faridah Ginanjar Trilaksono Ulung Primadi Gantara Renaldi Purba Satria Rakhmananda Wuri Ariani Rizha Amelia Okto Diazander Alam

L2J 009 065 L2J 009 055 L2J 009 035 L2J 009 025 L2J 009 056 L2J 009 038 L2J 009 002 L2J 009 011

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Deskripsi Pokok bahasan perlindungan lingkungan membahas tentang hubungan antara

sistem ekonomi dengan sistem lingkungan. Pokok bahasan ini dimulai dari membahas hukum termodinamika yang berkaitan dengan interaksi antara perekonomian dengan lingkungan yang digambarkan dengan model keseimbangan material (material balance model). Di dalamnya juga dibahas model-model pengendalian pencemaran tetapi sifatnya masih umum. Selain itu dibahas juga fungsi ataupun kurva kerusakan lingkungan. Pada bagian terakhir bahasan ini dijelaskan tentang prinsip equimarginal untuk menekan emisi.

1.2.

Relevansi Bagi seorang Perekayasa Lingkungan yang kelak akan terjun di masyarakat

maka seharusnya dibekali ilmu ekonomi lingkungan yang berkaitan dengan ekonomika kualitas lingkungan. Sehingga nantinya apabila bekerja terutama yang berkaitan dengan perekonomian agar mampu mengkaitkan antara sistem ekonomi dengan sistem lingkungan sehingga kualitas lingkungan tidak rusak.

1.3.

Kompetensi Dasar Dengan diberikan materi ekonomika kualitas lingkungan ini mahasiswa

semester V mampu menjelaskan dan memahami model keseimbangan material (material balance model) dan model-model pengendalian pencemaran.

BAB II ISI

2.1.

Pendahuluan Di alam ini selalu terjadi interaksi antara manusia dan lingkungan. Dari

interaksi tersebut akan menimbulkan sifat ketergantungan antar satu dengan yang lain. Manusia tergantung dari lingkungan di sekitarnya, baik lingkungan biotic

amaupun abiotik. Adanya sifat ketergantungan antara manusia dan lingkungan di sekitarnya maka akan mempengaruhi kualitas lingkungan tersebut. Dengan berkembang pesatnya sistem perkonomian di masyarakat sekarang ini maka secara langsung akan mempengaruhi kualitas lingkungan. Tetapi ironisnya terjadi hubungan yang kurang sempurna antara sistem perekonomian dengan sistem lingkungan. Sistem perekonomian yang berkembang masih kurang memperhatikan kualitas lingkungan yang ada, sehingga sehingga kualitas lingkungan model mempunyai pengendalian

kecenderungan

semakin

merosot

diperlukan

pencemaran dengan melihat fungsi-fungsi kerusakan lingkungan. 2.2. Model Keseimbangan Material (material balance model) Dalam model keseimbangan material digambarkan bahwa perekonomian merupakan sistem pengolahan material (bahan) dan sistem transformasi produk (luaran). Material atau bahan bisa berupa hasil tambang misalnya minyak, bijih besi, emas, tembaga, batu bara dan lain-lain), hasil kekayaan laut misalnya ikan, mutiara, rumput laut), hasil hutan misalnya kayu, dan hasil lain dari hutan yang bisa dimanfaatkan. Bahan (material) yang diambil dari alam tersebut kemudian dimasukkkan ke dalam sistem perekonomian. Setelah dimasukkan ke dalam sistem perekonomian kemudian akan mengalami serangkaian perubahan baik dalam energi maupun entropinya. Dari proses tersebut akan menimbulkan luaran atau limbah yang akan dikembalikan ke lingkungan lagi. Dalam keseimbangan bahan, diketahui bahwa bahan yang dipakai dalam proses produksi pada hakekatnya merupakan bahan yang diambil dari lingkungan, ditambah impor atau ekspor serta ditambah bahan yang

direcycle dan capital. Perlu diingat bahwa buangan apabila dibuang ke lingkungan dalam jangka pendek dapat terserap oleh lingkungan dan tidak begitu

membahayakan, tetapi apabila buangan tersebut dibuang ke lingkungan dalam jangka waktu yang lama, maka daya tampung lingkungan serta daya serap lingkungan akan berkurang dan regenerasi tidak dimungkinkan sehingga lingkungan yang akan menanggung akibatnya akhirnya terjadilah degradasi lingkungan. Oksigen di sungai akan berkurang sehingga ikan-ikan akan mati, udara berbau busuk akibat tercemar oleh sampah. Oleh karena itu perlu diusahakan sedapat mungkin untuk mengembalikan segala sesuatu yang diambil dari lingkungan, jadi jangan sampai terjadi ketidakseimbangan dalam lingkungan sehingga diperlukan pengelolaan yang efisien dan efektif sumber daya aserta lingkungan hidup. Seperti diketahui sumber daya alam itu terbatas, sementara kebutuhan manusia tidak terbatas. Pengelolaan sumber daya alam selalu menghadapi masalah selain efisiensi (efficiency) juga pemerataan (equity). Efisiensi merupakan konsumsi barang dan jasa secara maksimum dengan sumber daya alam. Pemerataan merupakan pendistribusian secara adil barang-barang dan jasa-jasa di antara konsumen. Analisis manfaat dan biaya (benefit-cost analysis) dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi terutama tentang efisiensi. Rangkaian proses tersebut disajikan pada Gambar 2.7.

Pengambilan dari alam Limbah

Pengolahan awal

Proses produksi

Konsumsi

Modifikasi kegiatan Daur ulang

Lingkungan penerima limbah


Sumber : Turner, et.al., dalam Suparmoko, 2000

Kerusakan lingkungan

Gambar 2.7. Sistem keseimbangan material

Gambar 2.7 di atas menggambarkan suatu model perekonomian terbuka yang mengambil bahan atau material dan energi dari lingkungan kemudian membuang limbah kembali ke lingkungan. Material atau bahan yang masuk ke dalam sistem perekonomian tidak dihancurkan oleh kegiatan konsumsi melainkan

ditransformasikan secara kimiawi menjadi produk atau zat yang berguna bagi kehidupan manusia, dan sisanya yang tidak berguan menjadi limbah yang akhirnya juga akan dibuang ke lingkungan. Limbah ini ada yang langsung dibuang ke lingkungan dan ada yang diolah kembali (daur ulang). Limbah yang langsung dibuang ke lingkungan tanpa mengalami pengolah terlebih dahulu, artinya lingkungan sebagai penampung limbah. Apabila limbah yang dibuang masih belum melebihi kapasitas dari lingkungan (carrying capacity) maka lingkungan masih mempunyai kemampuan untuk membersihkan diri sendiri (self purification) atau lingkungan masih mampu melakukan asimilasi. Sebagai contoh suatu industri yang membuang limbah ke sungai. Apabila debit limbah yang masuk tidak melebihi kapasitas sungai, lingkungan dalam hal ini sungai masih bisa mendegradasi limbah

tersebut, tetapi apabila debit limbah yang masuk ke sungaii sudah melampaui kapasiata ssungai maka sungai (lingkungan) sudah mampu mengolah limbah, yang akhirnya lingkungan dlam hal ini sungai akan rusak akibat adanya pencemaran limbah industri tersebut. Di sinilah akan terjadi apa yang namanya eksternalitas. 2.3. Model Pengendalian Pencemaran Lingkungan Saat sekarang ini beberapa model pengendalian pencemaran sudah berkembang pesat. Tetapi yang akan dibahas dalam bahasan ini hanya pada model yang sangat sederhana. Inti dari model ini adalah pertukaran situasi (trade-off) yang menjadi ciri dari semua kebijakan pengendalian pencemaran. Di satu pihak dengan adanya pengurangan emisi kerusakan atau kerugian yang dideritta manusia akibat pencemaran juga akan berkurang, dan di pihak lain pengurangan emisi akan mengambil sumber daya dalam perekonomian yang semestimya dapat digunakan untuk kegunaan produktif lainnya. Sebagai contoh suatu perusahaan bubur kayu (pulp mill) membuang limbah produksinya ke dalam sungai. Limbah ini akan terbawa oleh aliran sungai ke bagian bawah (hilir) dan akan ditransformasikan menjadi bahan atau zat yang sifatnya kurang merusak. Tetapi sebelum proses tersebut selesai, air sungai yang mengangkut limbah tersebut melewati permukiman penduduk maupun daerah perkotaan. Penduduk yang berada di sekitar sungai memanfaatkan air sungai tersebut untuk kebutuhan sehari-hari, misalnya untuk keperluan MCK (mandi, cuci dan kakus), mengairi sawah, rekreasi maupun sumber air minum. Apabila air sungai tersebut tercemar oleh limbah industri pulp mill tadi maka penduduk yang berada pada bagian bawah aliran sungai (down stream) akan dirugikan karena buruknya kualitas air sungai tersebut. Selain itu juga terjadi hilangnya jasa-jas yang diberikan oleh air sungai tersebut karena akibat dari adanya limbah yang masuk di sungai. Dari sini bisa dikatakan bahwa manusia akan dirugikan akibat menurunnya kualitas lingkungan dalam hal ini sungai. Sementara di bagian atas aliran sungai (upstream), pabrik bubur kayu dapat mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengolah limbah tersebut

sebelum dibuang ke lingkungan (sungai). Tindakan mengurangi jumlah limbah ini membutuhkan beberapa macam sumber daya seperti bshsn kimia dan alat capital berupa mesin-mesin dan peralatan yang sesungguhnya merupakan biaya produksi yang akan mempengaruhi harga produk yang dihasilkan, yang akhirnya masyarakat sebagai konsumen yang ka menanggung biaya tersebut. Biaya penanggulangan pencemaran inilah yang merupakan sisi lain dari trade-off alam kebijakan pengendalian pencemaran lingkungan. 2.4. Pencemaran Merusak Alam Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Masih menurut Undang-Undang tersebut bahwa yang dimaksud perusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifatsifat fisik dan atau hayati lingkungan, yang mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak berfungsi lagi dalam pembangunan yang berkesinambungan. Kerusakan lingkungan adalah semua dampak negatif yang dialami oleh pengguna lingkungan sebagai akibat dari menurunnya fungsi lingkungan. Sebagai contoh terjadinya pencemaran sungai, maka masyarakatlah yang akan menanggung biaya sebagai akibat dari hilangnya fungsi sungai misalnya sebagai tempat memancing, MCK, rekreasi dan lain-lain. Di sini masyarakat yang akan memanggung kerugian karena harus mengeluarkan biaya untuk pergi memancing ke tempat pemancingan, masyarakat harus membuat kamar mandi, harus mengolah air sungai terlebih dahulu untuk air minum, dan masih banyak lagi biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat oleh karena sungai tercemar. Contoh lain : pencemaran udara, dimana pencemaran udara bisa disebabkan oleh berbagai macam aktivitas misalnya berasal dari aktivitas industri, transportasi, aktivitas rumah tangga (pembakaran sampah, memasak dengan kayu bakar), kebakaran hutan dan lain-lain. Pencemaran

udara ini akan berdampak negatif pada kesehatan manusia. Angka kematian meningkat karena adaya penyakit paru-paru, ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut), bronchitis, kanker paru-paru dan lain-lain. Beberapa fungsi kerusakan marginal digambarkan pada gambar 2.8(a) (d)

Kerusakan (Rp)

Kerusakan (Rp)

0 Emisi (ton/tahun) (a)

Emisi (ton/tahun) (b)

Kerusakan (Rp)

Kerusakan (Rp)

Konsentrasi ambien (ppm) (c)

Konsentrasi ambien (ppm) (d)

Gambar 2.8. Fungsi kerusakan marginal

Gambar 2.8 (a) dan 2.8 (b). melukiskan fungsi kerusakan emisi marginal. Sumbu horizontal menunjukkan volume limbah yang dibuang ke dalam lingkungan dalam suatu periode waktu tertentu dan sumbu vertikal mengukur kerusakan

lingkungan. Secara fisik kerusakan lingkungan ini mencakup berbagai macam bentuk kerugian, seperti panjang pantai yang tercemar, jumlah orang yang terkena penyakit saluran pernapasan, jumlah hewan yang musnah karena kerusakan tersebut, volume air yang terkontaminasi dan sebagainya. Untuk memperhitungkan dampak secara keseluruhan diperlukan suatu ukuran tunggal. Untuk itu digunakan ukuran dalam rupiah atau dolar. Gambar 2.8 (a). melukiskan kerusakan lingkungan yang sedikit meningkat pada awalnya, kemudian melaju dengan cepat dengan semakin bertambahnya volume limbah yang dibuang. Keadaan inilah yang sangat umum ditemui dalam kasus pencemaran lingkungan, walaupun tidak semuanya demikian. Pada jumlah emisi yang rendah kerusakan marginal lingkungan hanya sedikit, konsentrasi ambient masih ringan sehingga hanya orangorang yang sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan buruk yang terkena dampak. Tetapi dengan semakin meningkatnya volume emisi, kerusakan meningkat dan pada tingkat yang tinggi menyebar semakin luas dan semakin intensif. Gambar 2.8 (b). menunjukkan fungsi kerusakan lingkungan marginal emisi yang bentuknya sama dengan dengan Gambar 2.8 (a). tetapi dimulai dari sumbu vertikal di atas titik nol dan meningkat dengan cepat dan tepat untuk menggambarkan pencemar seperti limbah B3 (bahan beracun berbahaya) yang mempunyai dampak mematikan meskipun pada volume emisi yang rendah. Selanjutnya pada Gambar 2.8 (a) dan (b) digambarkan kerusakan marginal ambient di mana sumbu horizontal menunjukkan indeks konsentrasi ambient dan sumbu vertikal menunjukkan volume kerusakan dalam arti uang (Rp atau dollar). Gambar 2.8 (c) memperlihatkan fungsi kerusakan lingkungan yang cukup kompleks yaitu meningkatkan fungsi kerusakan lingkugan secara cepat pada tingkat konsentrasi ambient yang rendah, kemudian dampaknya melemah pada tingkat ambient yang lebih tinggi, tetapi kerusakan lingkungan itu meningkat dengan cepat lagi pada tingkat konsentrasi ambient yang semakin tinggi. Keadaan ini dapat dilihat misalnya dalam hal pencemaran udara yang menyebabkan meningkatnya kerugian (sakit pernapasan) bagi mereka yang sangat

sensitif terhadap pencemaran udara baik pada tingkat konsentrasi rendah dan konsentrasi ambient yang tinggi. Pada Gambar 2.8 (d) fungsi kerusakan marginal ambient dimulai di sebelah kanan titik nol yang berarti bahwa kerusakan baru mulai pada sejumlah konsentrasi tertentu, kemudian meningkat tajam secara linier dengan bertambahnya tingkat konsentrasi. Gambar 2.8 (a) dan Gambar 2.8 (b) mewakili keadaan dimana terdapat ambang batas (thresholds) yaitu volume emisi tertinggi yang tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Artinya pencemar dapat meningkat sampai ambang batas tersebut tanpa menyebabkan kerusakan lingkungan. Keberadaan ambang batas itu akan mempengaruhi kebijakan penanggulangan itu sendiri. Analisis dapat didasarkan pada fungsi emisi ataupun fungsi ambien, tetapi lebih mudah menggunakan fungsi emisi karena lebih mudah diukur. Fungsi kerusakan harus dinyatakan dalam waktu tetentu. Dalam analisis ini digunakan anggapan bahwa tidak ada pencemar yang kumulatif sifatnya, sehingga semua kerusakan dianggap terjadi pada emisi itu terjadi.

Gambar 2.3. menunjukkan kurva kerusakan marginal.

KM1 Kerusakan (Rp) b KM0

200.000

e0

e1 Gambar 2.9 Kurva kerusakan marginal

Emisi (m3 BOD)

Fungsi kerusakan marginal seperti digambarkan dengan kurva KM1 pada Gambar 2.9. seperti dalam teori ekonomi pada umumnya setiap tambahan satu unit emisi akan menambah kerusakan sebesar kerusakan marginalnya yang ditunjukkan oleh tingginya kurva KM1. Misalnya kalau volume emisi itu setinggi e1, maka kerusakan marginal mencapai Rp 200.000. Ini berarti setiap ada peningkatan volume emisi sebesar satu unit (satu m3 BOD misalnya) pada saat volume emisi sudah mencapai e1, akan menyebabkan kerusakan lingkungan meningkat dengan satu unit, maka nilai kerusakan lingkungan juga akan berkurang dengan Rp. 200.000. Kemudian karena kurva KM1 menunjukkan kerusakan marginal, maka semua daerah di bawah kurva tersebut mulai dari titik e0 dimana nilai kerusakan lingkungan sama dengan nol sampai dengan sejumlah emisi tertentu (titik e1 misalnya) menunjukkan nilai kerusakan total yang ditimbulkan oleh volume emisi sebanyak e1. Jadi nilai kerusakan total yang ditimbulkan oleh volume emisi sebanyak e1 adalah daerah segitiga e0e1a. Fungsi kerusakan marginal itu berbeda-beda tergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah jumlah orang yang terkena dampak, serta intensitas dampak tersebut. Jadi dengan volume emisi yang sama dampak kerusakan marginalnya dapat berbeda seperti yang ditunjukkan oleh kurva KM0. Setiap fungsi kerusakan menunjukkan dampak suatu buangan (limbah) pada suatu waktu dan tempat tertentu. Mengapa kurva KM1 berada di atas KM0, kemungkinan karena jumlah orang yang terkena dampak lebih banyak seperti di daerah perkotaan dibanding dengan di pedesaan. Faktor lain lagi misalnya karena kurva-kurva itu mewakili saat yang berbeda meskipun diterapkan pada kelompok korban yang sama atau kerusakan yang ditimbulkan oleh pencemaran ambien bersifat lebih tinggi daripada dampak lingkungan karena emisi. Berfungsinya lingkungan adalah seperti apa yang ditunjukkan oleh kedua faktor tersebut. Misalkan pencemaran air akibat buangan limbah cair oleh industri tekstil ke dalam sungai yang terletak di daerah perkotaan dan fungsi kerusakan menunjukkan

dampak yang diderita oleh orang-orang yang tinggal di daerah tersebut. Fungsi kerusakan marginal KM1 menunjukkan air yang digunakan sebagai sumber air minum tercemar menghasilkan konsentrasi ambien yang lebih tinggi. KM0 merupakan fungsi kerusakan marginal bila ia mengalir dengan baik dan limbah tidak menumpuk karena aliran sungai dengan area yang deras (normal) mengangkut seluruh limbah yang dibuang ke sungai. 2.5. Biaya Penanggulangan Pencemaran Pencemaran lingkungan menimbulkan biaya-biaya yang dapat membebani baik masyarakat maupun pemerintah. Biaya penanggulangan pencemaran merupakan biaya-biaya untuk mengurangi volume limbah yang dibuang ke dalam lingkungan, atau untuk memperkecil konsentrasi ambient. Misalnya dalam industri bubur kayu (pulp). Dalam kegiatan yang normal pabrik membuang limbah dalam bentuk limbah organik. Dengan asumsi pabrik tersebut mempunyai akses bebas ke sungai, maka cara tercepat dan termurah adalah membuang limbah tersebut ke dalam sungai. Pada saat ini sudah banyak perusahaan yang menggunakan manajemen dan teknologi untuk menanggulangi pencemaran. Biaya kegiatan pengolahan limbah untuk mengurangi buangan dan manajemen pengelolaan limbah ini disebut dengan biaya

penanggulangan limbah (abatement costs). Biaya penanggulangan ini akan berbeda dari satu jenis limbah ke jenis limbah yang lain, ataupun antar jenis limbah yang sama. Penanggulangan limbah ini mencakup semua jenis kegiatan seperti perubahan teknologi produksi, penggantian masukan (inputs), pendaurulangan limbah, pengolahan limbah dan memindah lokasi penampungan limbah.

Biaya penanggulangan pencemaran marginal disajikan pada Gambar 2.10

Biaya (Rp) BPM0

BPM1

B0

B11 B1 0 E0

H G

E1

Emisi (ton/tahun)

Gambar 2.10 Biaya penanggulangan pencemaran marginal

Pada

umumnya

teknologi

baru

cenderung

menekan

biaya

penanggulangan pencemaran. Oleh karena itu akan dapat dihitung berapa perubahan biaya penanggulangan pencemaran apabila terjadi penemuan teknologi baru seperti pada teknologi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Analisis ini akan penting artinya pada saat akan meneliti kebijakan penanggulangan pencemaran. Perlu dipertimbangkan apakah teknologi itu memberikan insentif dalam bentuk pengurangan biaya pengolahan limbah sehingga mendorong perusahaan atau pemerintah mengembangkan penelitian guna mendapatkan teknologi baru baik dalam pengolahan limbah industri maupun limbah domestik. 2.6. Prinsip Equimarginal untuk Menekan Emisi Untuk menekan emisi yang efisien biasa digunakan prinsip kesamaan marginal (equiarginal principle). Sebagai implikasi dari prinsip tersebut ialah apabila suatu pencemar memiliki lebih dari satu sumber dan kita ingin menekan seluruh

volume pencemaran sampai pada biaya yang paling rendah, maka kita harus mengurangi emisi dari masing-masing sumber pencemar sehingga biaya

penanggulangan marginal untuk masing-masing sumber sama semua. 2.7. Bentuk- bentuk Perlindungan Lingkungan

Gambar 2.11.

Sengkedan merupakan bentuk dari perlindungan lingkungan agar

tidak longsor .(Sumber: Rositawati dkk, 2007)

Gambar 2.12. Reboisasi Merupakan Bentuk dari Perlindungan Lingkungan (Sumber: Rositawati, dkk, 2007.

DAFTAR PUSTAKA

Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA). Inar Ichsana Ishak dkk. 2006. Panduan Penghitungan Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan atau Perusakan Lingkungan. Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia.

Rositawati dan Aris Muharam, 2007. Senang Belajar Ilmu Alam. BSE Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Serafy, Salah El. 1990. The Proper Calculation of Income from Depletable Natural Resources. Dalam Ahmad, Yusuf J.Salah El Serafy and Ernst

Anda mungkin juga menyukai