Anda di halaman 1dari 1

Kebenaran, Demokrasi, dan Al Haq Kebenaran Seorang polisi berusaha berusaha memecahkan sebuah kasus pembunuhan.

Sedikit demi sedikit dia mengumpulkan saksi dan bukti yang berkaitan dengan kasus tersebut. Dia menyimpulkan Mr. X adalah pelakunya. Keluarga tersangka yakin bahwa Mr. X tidak melakukannya. Meski begitu, Mr. X dibawa ke pengadilan untuk disidang. Karena saksi dan bukti demikian kuat maka Mr. X pun mengakui bahwa dia yang membunuh dengan alasan balas dendam karena pernah ditipu. Ia pun menyesali perbuatannya. Kebenaran terbuka, Polisi benar dan keluarga Mr. X salah.

Demokrasi Setelah Mr. X mengaku, hakim memutuskan hukuman apa yang setimpal untuknya. Hanya saja hakim bingung, pekerjaannya bukan pekerjaan yang empiris. Bagaimana hukuman kepada pembunuh yang menyesal dan berkelakuan baik selama persidangan? Malah ia pun bertanya dalam hatinya apakah membunuh penipu itu kejahatan? Kesimpulan hakim tidak seperti kesimpulan polisi yang akan tetap benar karena empiris. Hakim membutuhkan parameter yang jelas agar dia tidak salah memutuskan.

Hakim itu sadar bahwa dia dan tidak satu orangpun dapat membuat parameter yang tepat. Namun dia punya kecenderungan untuk meringankan hukuman orang tersebut. Tapi dia merasa perlu bertanya kepada empat hakim lain apa hukuman yang tepat untuk orang tersebut. Ternyata ia menemukan pendapat yang beragam tapi dengan dua kecenderungan, meringankan dan memberatkan hukuman. Tiga hakim, termasuk dirinya, meringankan dan hanya dua yang memberatkan. Lalu diputuskanlah untuk meringankan hukuman. Cara diatas sebenarnya memiliki masalah. Bagaimana kalau dia bertanya ke dua orang hakim lagi lalu ternyata kedua hakim tersebut memberatkan?

Al Haq Ada cara lain. Bisa jadi selain hakim sadar bahwa dia dan siapapun tidak bisa membuat parameter, dan tidak berguna menanyakan kecenderungan hakimhakim lain. Dia merasa hanya Tuhan lah yang bisa menetapkan parameternya. Dan parameter tuhan pastilah al haq.

Anda mungkin juga menyukai