Anda di halaman 1dari 7

PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENSIKAPI KTSP Pendidikan merupakan sebuah kunci dalam perkembangan jaman.

Selama pendidikan dapat berjalan dengan baik maka perkembangan atau kemajuan tidak akan terganggu. Begitu pula dengan suatu Negara apabila pendidikan dalam Negara itu dapat berjalan dengan baik dan efektif maka perkembangan Negara tersebut dapat berkembangan dengan pesat. Untuk itu pendidikan dalam Negara kita harus benar benar dapat berjalan dengan baik agar Negara kita dapat berkembang dengan lebih baik dan dapat menyaingi Negara Negara maju lainnya. Dalam perkembangan dunia pendidikan akhir akhir ini sering kita dengar tentang perubahan krikulum yaitu dari kurikulum 2004 atau lebih popular dengan sebutan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) diganti dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Perubahan ini tidak diterima begitu saja oleh semua praktisi pendidikan di tingkat sekolah karena tidak banyak kepala sekolah dan guru guru yang mempertentangkan tentang perubahan Kurikulum, bahkan ada anggapan yang berkembang di masyarakat ganti menteri ganti kurikulum. Apabila kita melihat secara lebih cermat, sebenarnya perubahan KBK ke KTSP adalah penyempurnaan saja. KBK dan KTSP sebenarnya sama yaitu penilainnya berdasarkan pada kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa. Perbedaannya adalah KBK dalam bentuknya saja, KBK merupakan kurikulum yang telah dibuat secara utuh oleh Depdiknas dan sekolah hanya tinggal menjalankan saja, sedangkan KTSP adalah kurikulum yang dibuat oleh sekolah itu sendiri dengan berpedoman pada standar kompetensi yang ditetapkan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). Menurut Prof.Dr Mungin Eddy Wibowo, M.Pd Kons, KTSP merupakan kurikulum operasional sekolah disusun berdasarkan standar isi dan kompetensi lulusan yang dikembangkan dengan prinsip diversifikasi. Diversifikasi yang dimaksud disini adalah dalam pengembangan kurikulumnya disesuaikandengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik namun tetap mengacu pada BSNP sesuai standar isi dan standar kompetensi lulusan. Menurut (Mulyasa, 2006:42) dikemukakan bahwa KBK memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual maupun secara klasikal 2. Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman 3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan metode yang bervariasi 4. Sumbernya bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsure edukatif 5. Penilaian menekankan pada proses belajar dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi Namun kurikulum ini mempunyai kendala yaitu banyaknya penyelanggara pendidikan yang kurang memahami hakikat kurikulum ini. Selain itu, kewenangan guru untuk menjabarkan kurikulum sebagai acuan dalam pembelajaran sangat terbatas. Untuk meningkatkan peran guru maka pemerintah membuat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dengan KTSP, penyelenggara pendidikan, terutama guru, akan banyak dilibatkan dan diharapkan memiliki tanggung jawab yang memadai. Ciri penting dalam KTSP ini adalah (Alwasilah, 2006) : 1. KTSP menganut prinsip fleksibilitas; sekolah diberi kebebasan untuk memberi tambahan empat jam per minggu, yang dapat diisi dengan muatan lokal maupun pelajaran wajib. 2. KTSP membutuhkan pemahaman dan keinginan sekolah untuk mengubah kebiasaan lama, yaitu ketergantungan pada birokrat. 3. Guru kreatif, dan siswa aktif. makelar kearifan lokal. 5. Komite sekolah bersama dengan guru mengembangkan kurikulum. 6. KTSP tanggap terhadap iptek da seni, berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungan. 7. KTSP beragam dan terpadu; walaupun sekolah diberi otonomi dalam pengembangannya, sekolah tetap mengikuti Ujian Nasional. Hal penting yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut (Mulyasa, 2006:20). 4. KTSP dikembangkan dengan prinsip diversifikasi; sekolah berperan sebagai

1. KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, latar sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik. 2. Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggung jawab di bidang pendidikan. Sebenarnya pemerintah menetapkan KTSP sebagai kurikulum di Indonesia tidak lain adalah dengan bertujuan untuk membangun manusia seutuhnya atau lebih tepatnya dengan sebutan Pendidikan Karakter. Pendidikan karakter berbeda dengan secara konsep dan metodologi dengan pendidikan moral, seperti PPKN, budi pekerti, atau bahkan pendidikan agama di Indonesia. Pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good, yaitu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi/afektif, dan fisik/psikomotorik, sehingga akhlak mulia bias terukir menjadi habit of the mind, heart and hands. Ini berbeda dengan pendidikan moral di Indonesia, misalnya PPKN dan pelajaran agama, adalah hanya melibatkan aspek kognitif (hapalan), tanpa ada apresiasi (emosi), dan praktik. Sehingga jangan heran apabila bertemu banyak manusia Indonesia yang hapal isi Pancasila atau ayat ayat kitab suci, tetapi tidak tahu bagaimana membuang sampah yang benar, berlaku jujur, beretos kerja yang tinggi, dan menjalin hubungan harmonis dengan sesama. Apabila kita melihat Negara China sekarang tidak jauh berbeda dengan Negara Singapura, tidak ada sampah yang berserakan, walaupun di jalanan umum sekalipun. Ini menggambarkan tentang keberhasilan Negara China dalam mendidik rakyatnya yang berjumlah 1,3 Milyar menjadi manusia yang berpendidikan baik kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal inilah yang menjadi kekuatan besar bagi kemajuan China. Inilah yang mendasari tentang KTSP yang dilaksanakan di Indonesia, pemerintah Indonesia menginginkan pendidikan berubah yang semula hanya mengandalkan kognitif saja, beubah menjadi pendidikan yang mendasarkan pada perilaku seseorang atau lebih tepatnya kompetensi seseorang. Dengan KTSP diharapkan rakyat Indonesia dapat menjadi manusia yang berkarakter sesuai dengan pedoman PANCASILA dan UUD 45. Dan sebagai praktisi pendidikan yang berhadapan langsung dengan siswa hendaknya dapat mendukung

dan mensukseskan apa yang kita inginkan semuanya yaitu menjadikan bangsa Indonesia yang berkarakter. Untuk menjadikan bangsa Indonesia yang berkarkter tidak hanya membebankan tugas ini kepada guru saja. Dalam pendidikan harus melibatkan semua aspek yang mendukung baik itu sekolah, masyarakat maupun dunia kerja. Dan peran Kepala Sekolah dalam menyikapi KTSP ini adalah kepala sekolah diharapkan dapat mendorong guru untuk dapat bertindak dan berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Kepala sekolah sebagai pengelola memiliki tugas mengembangkan kinerja personel, terutama meningkatkan kompetensi professional guru (Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir, 2000). Dalam perspektif kebijakan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu sebagai : 1. Kepala sekolah sebagai educator (pendidik). Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien. 2. Kepala sekolah sebagai manajer Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti : MGMP/MGP tingkat sekolah, in house training,

diskusi profesional dan sebagainya, atau melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti : kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain. 3. Kepala sekolah sebagai administrator Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru. 4. Kepala sekolah sebagai supervisor Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran (E. Mulyasa, 2004). Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran. Jones dkk. sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan bahwa menghadapi kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah mereka. Dari ungkapan ini, mengandung makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik

5. Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin) Gaya kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat menumbuh-suburkan kreativitas sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatan kompetensi guru ? Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Kendati demikian menarik untuk dipertimbangkan dari hasil studi yang dilakukan Bambang Budi Wiyono (2000) terhadap 64 kepala sekolah dan 256 guru Sekolah Dasar di Bantul terungkap bahwa ethos kerja guru lebih tinggi ketika dipimpin oleh kepala sekolah dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat sebagai barikut : (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan (E. Mulyasa, 2003). 6. Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, (2) tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan diinformasikan kepada para guru sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut, (3) para guru harus selalu diberitahu tentang dari setiap pekerjaannya, (4) pemberian hadiah lebih baik dari hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan, (5) usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosio-psiko-fisik guru, sehingga memperoleh kepuasan (modifikasi dari pemikiran E. Mulayasa tentang Kepala Sekolah sebagai Motivator, E. Mulyasa, 2003)

7. Kepala sekolah sebagai wirausahawan Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan dengan peningkatan kompetensi guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat menciptakan pembaharuan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang. Kepala sekolah dengan sikap kewirauhasaan yang kuat akan berani melakukan perubahan-perubahan yang inovatif di sekolahnya, termasuk perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya. Sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, yang pada gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

Anda mungkin juga menyukai