Anda di halaman 1dari 5

1

PENDAHULUAN
Provinsi Riau memiliki luas wilayah lebih
kurang 107.932,71 km
2
dan sekitar 19,89 % dari
luas tersebut merupakan lautan [Badan Pusat
Statistik. 2005]. Besarnya daerah lautan Riau
menyebabkan ketersediaan air bersih pada daerah
pesisir sangat terbatas. Sumber air bersih utama
seperti sungai dan mata air diintrusi oleh air laut
sehingga air tersebut menjadi payau. Air payau
adalah campuran antara air tawar dan air laut (air
asin) [Wikipedia. 2006]. Air disebut sebagai air
payau jika dalam satu liter air terdapat antara dua
sampai lima gram garam [Sagle dan Benny. 2006].
Air payau dapat diolah menjadi air bersih dengan
mengurangi kandungan garam terlarut didalamnya
dengan desalinasi.
Desalinasi merupakan proses pemisahan garam
terlarut yang ada di dalam air [Kalaswad. 2008].
Metode desalinasi secara konvensional yang selama
ini digunakan sulit untuk menghasilkan air minum
sesuai standar yang telah ditetapkan oleh Departe-
men Kesehatan Republik Indonesia. Oleh karena itu,
diperlukan teknologi desalinasi yang lebih efektif
untuk mengatasi masalah tersebut. Apabila diband-
ingkan dengan pengolahan secara konvensional
dalam pengolahan air minum, teknologi membran
menggunakan energi yang lebih sedikit, desain dan
konstruksi untuk sistem skala kecil, peralatan yang
modular memudahkan scale up, dan tidak membu-
tuhkan kondisi ekstrim [Wenten. 1996].
Membran reverse osmosis (RO) merupakan tek-
nik yang paling menjanjikan untuk desalinasi air
payau dan air laut [Otles dan Otles. 2004]. Teknologi
RO mampu memisahkan komponen-komponen pada
temperatur kamar, konsumsi energi dan bahan kimia
aditif cukup rendah, tidak menghasilkan produk
samping berupa limbah, bersifat modular dan kom-
pak, serta hanya membutuhkan ruangan yang kecil
untuk instalasinya dan karena kemampuannya dalam
memisahkan garam-garaman, teknologi ini cocok
digunakan dalam pengolahan air laut menjadi air
tawar (desalinasi) [Hidayat. 2007].
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik air payau
Secara kualitatif, beberapa karakteristik air
payau diantaranya memiliki kandungan garam yang
cukup tinggi (2000-5000 ppm), memiliki kesadahan
yang cukup tinggi, dan kemungkinan mengandung
padatan tersuspensi [Sagle dan Benny. 2006]. Kand-
ungan garam yang mencapai 5.000 mg/L ini men-
jadikan air payau tidak baik dikonsumsi langsung
sebagai air minum.
Pengolahan air payau dengan teknologi membran
Teknologi membran merupakan teknologi
pengolahan air yang sedang berkembang dewasa ini.
Teknologi ini telah tumbuh dan berkembang secara
ABSTRACT
The performance study of the reverse osmosis (RO) membrane has been done, by using
several the pressure operation variations. This membrene was applied for desalination
process of the saltish water. The sample used is NaCl solution as the saltish water
simulation, with variation concentrations were 2; 2.25; 2.5; 2.75 and 3.0 mg/L, and the
pressure operation variation were 0.5 7 bar. The spiral wound with brand merk Filtec USA
TW 30-1812-100model was using as a RO membrane. The flux and total dissolved solid
(TDS) of feed and permeate were measured. The NaCl and TDS concentrations were
analysed by using a conduductometer in order to analyse rejection presentage. Based on
results that the increasing of flux and rejection values were happened because the increasing
of pressure operation. The maximal flux is 43.14 l/m2 hour at feed pressure 7 bar and NaCl
concentration 2.0 mg/L. The rejection value maximal is 92.30% was found around feed
pressure 6.5 bar and NaCl solution 2.0 mg/L as the saltis water simulation.
Key words: desalination, reverse osmosis, spiral wound, the saltish water.
KINERJA MEMBRAN REVERSE OSMOSIS
TERHADAP REJEKSI SINTETIS
Edward HS, Jhon Armedi Pinem, Marina Hayati Adha
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru 28293
e-mail: jhonarmedi@yahoo.com, rinad_ha@yahoo.com
Jurnal Sains dan Teknologi 8 (1), Maret 2009: 1-5
2
dinamis sejak pertama kali dikomersialkan oleh
Sartorius-Werke di Jerman pada tahun 1927,
khususnya untuk membran mikrofiltrasi [Dep.
Teknik Kimia ITB. 2006]. Beberapa keunggulan
teknologi ini terletak pada kebutuhan energi yang
rendah, permasalahan korosi peralatan yang
minimum dan penggantian dan penginstalasian alat
yang mudah berintegrasi dengan sistem yang ada.
Teknologi membran yang dapat digunakan dalam
pengolahan air adalah RO, ultrafiltrasi (UF),
nanofiltrasi (NF) dan mikrofiltrasi (MF).
Prinsip kerja membran adalah memisahkan zat
terlarut dengan berat molekul kecil dan memisahkan
larutan cair yang mengandung zat organik dalam
jumlah yang kecil. Pada proses ini, membran akan
permeable terhadap air tetapi tidak terhadap garam
dan senyawa dengan berat molekul besar. Akibatnya
membran hanya dilalui oleh pelarut, sedangkan zat
terlarut berupa garam maupun zat organik akan
ditolak [Scott. 1995].
Membran RO
Membran RO umumnya digunakan untuk
memisahkan bahan-bahan dengan berat molekul
rendah atau garam-garam organik dari larutan.
Teknologi membran RO merupakan teknologi
desalinasi yang ramah lingkungan dan tidak
memerlukan lahan yang luas. Contoh penerapan RO
dapat dilihat pada desalinasi air laut. Pada proses
ini, membran RO akan menahan komponen-
komponen lain selain pelarut. Atau dengan kata lain,
membran ini bersifat permeabel terhadap air, tetapi
tidak untuk garam dan senyawa yang memiliki berat
molekul yang lebih besar. Skema proses RO dapat
dilihat pada Gambar 1.
Proses RO dikenal juga sebagai proses
hiperfiltrasi, sebab tekanan yang dibutuhkan untuk
melewatkan umpan lebih besar dari tekanan osmosis
umpan sebelum umpan dilewatkan melalui
membran. Umumnya tekanan operasi yang
diperlukan minimal tiga kali lipat dari tekanan
osmosis larutannya, yakni berkisar antara 10-100 bar
dengan batasan fluks sebesar 0,05-1,4 L/m
2
jam
[Mulder.1996]. Membran ini memiliki suatu lapisan
tidak berpori yang tidak terdeteksi oleh SEM.
Dengan kata lain struktur model membran yang
digunakan bersifat dense skin layer.
Modul membran Spiral Wound
Membran dengan modul spiral wound terdiri
dari dua lembar membran datar, penjarak umpan dan
bahan berpori pengumpul permeat yang digulung
membentuk silinder. Pada bagian tengah silinder
terdapat pipa pengumpul permeat yang berfungsi
untuk menampung aliran permeat dan
mengalirkannya sebagai produk. Penjarak umpan
merupakan suatu ayakan yang berfungsi untuk
meningkatkan turbulensi aliran umpan pada
permukaan membran. Dua lembar membran dan
bahan berpori pengumpul permeat disatukan dengan
lem, sedangkan penjarak umpan dibiarkan terbuka
agar aliran umpan dapat masuk. Larutan umpan
mengalir aksial sepanjang modul dalam celah yang
terbentuk antara spacer dan membran. Skematik
modul lilit spiral dapat dilihat pada Gambar 2
[Morales dan Maria. 2002].
METODOLOGI
Sebagai larutan umpan air payau sintetis digunakan
serbuk natrium klorida (NaCl) p.a yang dilarutkan
Gambar 1. RO
[Otles, 2004]
Gambar 2. Desain modul membran lilit spiral
(Spiral Wound)
Kinerja Membran Reverse Osmosis terhadap Rejeksi Sintetis (Edward, et al)
3
dalam akuades. Larutan NaCl dibuat pada
konsentrasi 2.000, 2.250, 2.500, 2.750 dan 3.000
mg/L. Percobaan dilakukan dengan menggunakan
seperangkat unit RO, beaker glass 2 L, gelas ukur
50 mL, stopwatch dan tabung penyimpanan sampel.
Unit RO yang digunakan terdiri dari sebuah modul
membran spiral wound, sebuah pompa, dua buah
pressure gauge, sebuah retentate throttle valve yang
berfungsi untuk mengatur beda tekanan dalam
membran, speed control dan satu unit alat pengukur
konduktivitas tipe Orion 125 Aplus. Membran RO
yang digunakan merk Filmtec USA model TW30-
1812-100. Bahan membran adalah Polyamide Thin-
Film Composite dengan luas penampang 5,5 ft
2
.
Skema rangkaian unit RO ini dapat dilihat pada
Gambar 3.
Pada umpan air payau sintetis dilakukan analisa
awal yaitu analisa Total Dissolved Solid (TDS),
salinitas dan konduktivitas. Sebelum melakukan
percobaan utama, terlebih dahulu dilakukan forward
flushing dengan menggunakan akuades pada
membran. Setelah forward flushing selama 30
menit, maka percobaan utama dapat dilakukan.
Umpan larutan NaCl dilewatkan melalui membran,
dengan variasi konsentrasi 2.000, 2.250, 2.500,
2.750 dan 3.000 mg/L dan variasi tekanan 0,5-7 bar.
Fluks untuk masing-masing tekanan diukur setiap
sepuluh menit percobaan. Permeat yang dihasilkan
kemudian dianalisa.
Penelitian dengan menggunakan membran RO
tekanan rendah ini dilakukan pada skala
laboratorium. Umpan larutan sintetis NaCl yang
digunakan dianggap dapat mewakili karakteristik air
payau. Metode analisa data yang digunakan pada
penelitian ini adalah dengan metode curve fitting,
yang meliputi grafik antara tekanan terhadap fluks
permeat dan faktor rejeksi membran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh tekanan terhadap fluks permeat
RO adalah salah satu operasi membran yang
menggunakan tekanan sebagai gaya dorong (driving
force). Adanya perbedaan tekanan adalah syarat
mutlak bagi berlangsungnya operasi ini. Pengaruh
tekanan terhadap fluks permeat dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 4 menunjukkan adanya peningkatan
fluks seiring dengan peningkatan tekanan operasi.
Pada umpan dengan konsentrasi NaCl 2.000 ppm
dan tekanan operasi 0,5 bar diperoleh fluks sebesar
4,78 L/m
2
jam. Sedangkan pada konsentrasi yang
sama dengan tekanan operasi 7 bar diperoleh fluks
44,08 L/m
2
jam. Fenomena yang sama juga ditemui
oleh Winduwati dkk (2000). Dengan menggunakan
variabel tekanan 40 sampai 120 psi dan konsentrasi
NaCl 20 hingga 100 mg/L, didapatkan adanya
kenaikan fluks permeat akibat dari kenaikan tekanan
operasi.
Fluks merupakan laju volume fluida yang
melewati penampang membran [Cheryan, 1986].
Fluks ini diukur dengan mengukur waktu yang
diperlukan untuk menampung permeat dalam
volume tertentu. Secara matematis fluks dirumuskan
sebagai [Mulder, 1996]:
dengan J adalah fluks (L/m
2
jam), V adalah volume
permeat (mL), A adalah luas permukaan membran
(m
2
), dan t adalah waktu (jam).
Fluks permeat disepanjang membran memiliki
hubungan langsung dengan tekanan umpan, dimana
fluks akan meningkat seiring dengan adanya
peningkatan tekanan [Kaliappan, dkk, 2005].
Semakin besar tekanan yang diberikan, maka volum
fluida yang dapat melewati membran akan
meningkat, seperti yang terlihat pada Gambar 5.
Peningkatan fluks akibat adanya peningkatan
tekanan juga telah dirumuskan oleh Darcy pada
persamaan 2 yang menghubungkan fluks (j
v)
dengan
pressure drop (P), koefisien rejeksi Staverman (),
perbedaan tekanan osmotik (), konstanta
permeabilitas (k), dan viskositas ().
Gambar 3. Rangkaian unit RO
t A
V
J

=
(1) (1)
Jurnal Sains dan Teknologi 8 (1), Maret 2009: 1-5
4
Pengaruh tekanan terhadap rejeksi
Rejeksi adalah ukuran kemampuan membran
untuk menahan atau melewatkan padatan terlarut
[Cheryan, 1986]. Secara matematis rejeksi
dinyatakan dengan [Mulder, 1996]:
dengan R adalah koefisien rejeksi (%) dan C
p
serta
C
f
adalah konsentrasi zat terlarut dalam permeat dan
umpan.
Kinerja Membran Reverse Osmosis terhadap Rejeksi Sintetis (Edward, et al)
Gambar 4. Grafik pengaruh tekanan terhadap fluks permeat
Gambar 5. Grafik hubungan gaya dorong
tekanan terhadap fluks
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
F
a
k
t
o
r

R
e
j
e
k
s
i
Tekanan (bar)
2000 ppm
2250 ppm
2500 ppm
2750 ppm
3000 ppm
Gambar 6. Grafik pengaruh tekanan terhadap
rejeksi garam
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
0 2 4 6 8
F
a
k
t
o
r

R
e
j
e
k
s
i
Tekanan (bar)
2000 ppm
2250 ppm
2500 ppm
2750 ppm
3000 ppm
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0 2 4 6 8
F
l
u
k
s

P
e
r
m
e
a
t

(
L
/
m
2
j
a
m
)
Tekanan Operasi (bar)
2000 ppm
2250 ppm
2500 ppm
2750 ppm
3000 ppm
Gambar 7. Grafik pengaruh tekanan terhadap
rejeksi TDS
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
0 1 2 3 4 5 6 7 8
TekananOperasi (bar)
K
o
n
s
e
n
t
r
a
s
i

N
a
C
l

d
a
l
a
m

P
e
r
m
e
a
t

(
p
p
m
)
2000ppm
2250ppm
2500ppm
2750ppm
3000ppm
Gambar 8. Grafik pengaruh tekanan pada konsentrasi
NaCl permeat
) (
L
k
j
c
v
= P
(2)
% 100
Cf
Cp
1 R |
.
|

'

=
(3)
5
Jurnal Sains dan Teknologi 8 (1), Maret 2009: 1-5
Pengaruh tekanan operasi terhadap faktor
rejeksi ditunjukkan pada Gambar 6 dan 7. Pada
gambar tersebut, terlihat adanya peningkatan rejeksi
seiring dengan peningkatan tekanan operasi.
Gambar 6 menunjukkan pengaruh tekanan
umpan terhadap rejeksi garam. Pada umpan dengan
konsentrasi NaCl 2.000 ppm dan tekanan 0,5 bar
diperoleh rejeksi NaCl sebesar 83%. Sedangkan
pada umpan dengan konsentrasi yang sama dan
tekanan 7 bar diperoleh rejeksi 92%. Pada umpan
dengan 2.250 ppm hingga 3.000 ppm terjadi
penurunan rejeksi setelah tekanan 6,5 bar. Rejeksi
maksimum rata-rata membran pada range tekanan
0,5 bar hingga 7 bar diperoleh pada larutan umpan
dengan konsentrasi 2.000 mg/L yaitu sebesar 90%.
Peningkatan tekanan umpan menyebabkan
rejeksi garam meningkat. Namun terdapat batasan
tertentu bagi jumlah garam yang dapat direjeksi
untuk tekanan umpan yang digunakan. Semakin
tinggi tekanan yang diberikan mengakibatkan garam
yang melewati membran semakin banyak. Hal ini
terjadi karena umpan didorong melalui membran
pada kecepatan tinggi sehingga garam yang berada
pada permukaan membran ikut menembus membran
bersama umpan [Kaliappan, dkk, 2005]. Hal yang
sama juga terjadi pada rejeksi TDS di dalam umpan
seperti yang terlihat pada Gambar 7. Pada umpan
dengan konsentrasi 2.000 mg/L, terjadi peningkatan
rejeksi dari 0,66 pada tekanan 0,5 bar menjadi 0,82
pada tekanan 5 bar.
Pengaruh tekanan terhadap kualitas produk
Kualitas produk yang dihasilkan pada
penelitian ini dilihat dari jumlah NaCl yang ada
pada permeat. Pengaruh dari tekanan terhadap
jumlah NaCl dalam permeat dapat dilihat pada
Gambar 8.
Pada Gambar 8, peningkatan tekanan
mengakibatkan penurunan konsentrasi NaCl dalam
permeat. Hal ini terjadi karena peningkatan tekanan
dapat meningkatkan rejeksi garam terlarut di dalam
umpan. Namun, sama halnya dengan rejeksi, pada
titik tertentu tekanan tidak lagi berpengaruh pada
konsentrasi NaCl dalam permeat. Tekanan yang
tinggi memaksa garam terlarut melewati pori-pori
membran sehingga pada kondisi tersebut,
banyaknya NaCl di dalam permeat menjadi konstan.
KESIMPULAN
1. Kenaikan tekanan umpan menyebabkan kenaikan
fluks permeat dan faktor rejeksi sebaliknya
menurunkan konsentrasi NaCl dalam permeat.
2. Fluks maksimal diperoleh pada tekanan umpan 7
bar pada konsentrasi sampel 2.000 mg/L yaitu
sebesar 43,13 L/m
2
. jam.
3. Penurunan TDS dengan menggunakan proses RO
cukup signifikan pada konsentrasi larutan NaCl
umpan 2.000 mg/L dan 2.250 mg/L dimana
permeat yang dihasilkan sudah memenuhi baku
mutu zat padat terlarut yang disyaratkan untuk air
minum.
4. Rejeksi maksimum yang dihasilkan sebesar 92,6
% pada tekanan umpan 6,5 bar dan konsentrasi
NaCl dalam larutan umpan 2.000 mg/L.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2005. Riau dalam Angka 2005.
Percetakan Fajar Harapan. Pekanbaru.
Cheryan, M. 1986. Ultrafiltration Handbook. Technomic
Publishing Co. Inc. Lancaster.
Departemen Teknik Kimia ITB. 2006. Desalinasi Air
Payau dengan Membran Reverse Osmosis (RO)
Tekanan Rendah. http://library.its.ac.id. Diakses pada
31 Mei 2007.
Hidayat, W. 2007. Teknologi Membran. http://
majarimagazine.com/2007/11/ teknologi-membran/.
Diakses pada 2 Desember 2007.
Kalaswad, S. 2008. Desalination. http://
www.twdb.state.tx.us/iwt/desal/faq.html #topofpage.
Diakses pada 17 Agustus 2008.
Kaliappan, S., Sathish, C., & Nirmalkumar, T. 2005. Re-
covery and Reuse of Water from Effluents of Cooling
Tower. http://journal.library.iisc. ernet.in/vol200504/
paper5/215.pdf. Diakses pada 10 September 2008.
Morales, G. & Maria B. 2002, Desalination of Produced
Water using Reverse Osmosis, http://
media.godashboard.com/
gti/4ReportsPubs/4_7GasTips/Summer02/
DesalinationOfProducedWater.pdf. Diakses pada 5
Juli 2008.
Mulder, M. 1996. Basic Principles of membrane Technol-
ogy. 2
nd
edition. Kluwer Academic Publisher. Nether-
land.
Otles, S., & Otles, S. 2004. Desalination Techniques.
h t t p : / / e j e a f c e . u v i g o . e s / i n d e x . p h p ?
option=com_docman&task=doc_view&gid=83. Diak-
ses pada 5 Juni 2008
Sagle, A., & Benny, F. 2006. Fundamentals of Membra-
nes for Water Treatment. University of Texas. Austin.
Scott, K. 1995. Handbook of Industrial Membranes. 1
st
edition. Elsevier Science Publishers. Oxford.
Wenten, I. G.. 1996. Ultrafiltration in Water Treatment
and Its Evaluation as Pretreatment for Reverse Osmo-
sis System. Dept. Of Chemical Engineering, ITB.
Wikipedia. 2006. Air Payau. http://id.wikipedia.org/wiki/
Air_payau. Diakses pada 20 November 2007.
Winduwati, S. & Yohan, Rifaid, M. N. 2000.
Karakteristik Osmosis Balik Membran Spiral Wound.
http://digilib.batan.go.id/sipulitbang/fulltext/2636.pdf.
Diakses pada 15 Desember 2007.

Anda mungkin juga menyukai