Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN PUSTAKA

Survei Tanah Survei tanah adalah mendeskripsikan karakteristik tanah-tanah di suatu daerah, mengklasifikasikannya menurut sistem klasifikasi baku, memplot batas tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah. Perbedaan penggunaan tanah dan bagaimana tanggapan pengelolaan mempengaruhi tanah itulah yang terutama perlu diperhatikan (dalam merencanakan dan melakukan survei tanah). Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah membantu pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus mengevaluasi dan memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap lingkungan (Rayes, 2007). Adapun tujuan dari survei tanah itu sendiri adalah untuk memberikan atau menyediakan informasi kepada pemakai tentang tanah, bentuk wilayah dan keadaan lain yang perlu diperhatikan, Untuk menyediakan informasi yang akan membantu pengambilan keputusan tentang penggunaan lahan dan rencana pengembangan wilayah yang disurvei (Hakim, dkk, 1986). Menurut Rayes (2007) dalam survei tanah dikenal 3 macam metode survei, yaitu metode grid (menggunakan prinsip pendekatan sintetik), metode fisiografi dengan bantuan interpretasi foto udara (menggunakan prinsip amalitik), dan metode grid bebas yang merupakan penerapan gabungan dari kedua metode survey. Biasanya dalam metode grid bebas, pemeta bebas memilih lokasi titik pengamatan dalam mengkonfirmasi secara sistematis menarik batas dan menentukan komposisi satuan peta.

Universitas Sumatera Utara

Rossiter (2000) mengemukakan bahwa disiplin survei sumber daya lahan kini memasuki era baru karena munculnya teknologi dan metode baru sebagai berikut : 1. Satelit penginderaan jauh (Yang dalam waktu dekat hampir sama detailnya

dengan foto udara) yang sangat bermanfaat untuk persiapan peta dasar dan klasifikasi tutupan lahan. 2. GPS (Global Positioning System) yang sangat bermanfaat untuk menentukan

lokasi secara akurat, mampu menemukan teknologi pemetaan bawah permukaan, seta berkembangnya model elevasi digital (DEM) untuk memprediksi karakteristik medan. 3. 4. Geostatistik dan teknik interpolasi lainnya. Sistem infomasi geografis (SIG) untuk penyimpanan, transformasi, analisis dan

pencetakan peta. Dengan teknologi ini, umumnya tutupan tanah (maupun sumber daya lahan lainnya) dipersepsikan sebagai bidang spasial (yaitu dengan menentukan nilai pada masing masing titik sehingga secara kontiniu terjadi keragaman dalam ruang) yang berbeda dengan satuan peta yang digunakan dalam survei tradisional. (Rayes, 2007). Survei dan pemetaan tanah tidak hanya dapat memberikan gambaran tentang macam tanah yang dijumpai, tetapi harus dapat menggambarkan secara tepat dimana tanah tersebut dijumpai. Hal ini tidak berarti bahwa tanah yang dijumpai haruslah homogen, melainkan harus dapat menggambarkan bahwa pada suatu polygon yang dicantumkan dalam satuan peta tanah dapat diketahui satuan tanah utama (yang

mendominasi) dan satuan peta tanah pendamping (Foth, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan tujuannya (yang akan menentukan intensitas pengamatan), survei tanah dibedakan atas 6 macam, yaitu peta tanah bagan, eksplorasi, tinjau, semi-detail, detail dan sangat detail (tabel 1). Masing masing peta tersebut memiliki skala peta yang berbeda-beda (Hakim, dkk, 1986). Tabel 1. Macam-macam Peta Tanah berdasarkan Skala Peta
Macam Peta Kisaran Bagan 1:2.500.000 Skala Umumnya 1:2.500.000 625 km2 Luas tiap 1 cm2 pd peta Kerapatan pengamatan ratarata Dihimpun dari data peta yang ada (studi pustaka) Satuan peta dan Satuan tanah Contoh penggunaan

Assosiasi beberapa konsosiasi: sub-ordo Assosiasi beberapa konsosiasi: dan sub-grup

dan ordo,

Gambaran umum tentang sebaran tanah di tingkat nasional; materi pendidikan. Perencanaan tingkat nasional, untuk menentukan penelitian secara terarah, materi pendidikan . Perencanaan pembangunan makro di tkt regional dan provinsi; Penyusunan tata ruang wilayah provinsi, Penyusunan penggunaan lahan secara nasional; Penentuan lokasi wilayaah prioritas utk dikembangkan Penyusunan peta tata ruang wilayah kabupaten / kota; Perencanaan mikro untuk proyek-proyek pertanian, perkebunan, transmigrasi, perencanaan dan perluasan jaringan irigasi. Perencanaan mikro dan operasional proyekproyek pengembangan tkt kabupaten atau kecamatan, transmigrasi, perencanaan dan perluasan jaringan irigasi sekunder dan tertier. Perencanaan dan pengolahan lahan di tkt petani, penyusunan rancangan usaha tani konservasi; Intensifikasi penggunaan lahan kebun.

Eksplorasi

1:1.000.000 s/d 1:500.000

1:1.000.000

100 km2 atau kurang

Dihimpun dari data peta yang ada (studi pustaka)

dan grup

Tinjau

1:500.000 s/d 1:200.000

1:250.000 1:100.000

625 Ha 100 Ha

1 tiap 12,5km2 1 tiap 2km2

Assosiasi dan beberapa konsosiasi: subgrup dan family

Semi- detail

1:100.000 s/d 1:25.000

1:50.000

25 Ha

1 tiap 50 Ha

Konsosiasi beberapa komplek dan asosiasi, family / seri.

Detail

1:25.000 s/d 1:10.000

1:25.000 1:20.000 1:10.000

6, 25 Ha 5 Ha 1 Ha

1 tiap 12,5 Ha 1 tiap 8 Ha 1 tiap 2 Ha

Konsosiasi beberapa komplek: Fase dari family dan seri.

Sangat Detail

1:10.000

1:5.000

0,25 Ha

Konsosiasi, dari seri

fase

Universitas Sumatera Utara

Tanah Sawah Sawah merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan yang sangat strategis karena lahan tersebut merupakan sumber daya utama untuk memproduksi padi/beras, yang merupakan pangan pokok utama bagi Indonesia. Dengan demikian, sawah merupakan sumber daya utama bagi pemantapan ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi nasional (Abdullah, 1996) . Menurut Deptan (2008), padi sawah dibudidayakan pada kondisi tanah tergenang. Penggenangan tanah akan mengakibatkan perubahan-perubahan sifat kimia tanah yang akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi. Perubahan-perubahan sifat kimia tanah sawah yang terjadi setelah penggenangan antara lain : penurunan kadar oksigen dalam tanah, penurunan potensial redoks, perubahan pH tanah, reduksi besi dan mangan, peningkatan suplai dan ketersedian nitrogen serta peningkatan ketersediaan fosfor. Adanya penggenangan yang menyebabkan suasana reduktif terus-menerus pada lapisan bajak dan illuviasi oksidatif dari besi dan oksida-oksida mangan di subsoil, maka berkembanglah suatu bentuk profil tanah. Secara morfologi mempunyai kriteria kompak tipis, lapisan memedas di bawah lapisan bajak, dan horizon subsurface yang bercak besi dan mangan (Hakim, dkk.1986). Reduksi besi adalah reaksi yang paling penting di dalam tanah masam tergenang karena dapat menaikan pH dan ketersediaan P serta manggantikan kation lain dari tempat pertukaran seperti K+. Peningkatan Fe2+ pada tanah masam dapat menyebabkan keracunan besi pada padi, apabila kadarnya dalam larutan sama dengan 350 ppm. Konsentrasi besi dalam larutan tanah diatur oleh pH tanah, kandungan bahan organik, kandungan besi itu sendiri dan lamanya penggenangan (Ponnamperuma, 1985).

Universitas Sumatera Utara

Pemberian pupuk yang relatif tinggi disertai dengan produksi yang tinggi pada sawah irigasi dan sawah tadah hujan menyebabkan ketidakseimbangan hara sebagai masalah yang serius. Kendala dalam ekosistem tegalan yakni tanah lebih melapuk dan mudah tercuci, bereaksi masam, kadar Al tinggi, maka terjadi kekurangan P dan hara lain sehingga dapat menyebabkan turunnya produksi (Hasibuan, 2009). Jika tanah digenangi maka konsentrasi P-larut dalam air dan asam mula-mula meningkat sampai mencapai puncak atau mendatar kemudian turun. Puncak P-larut dalam air yang terendah terjadi pada tanh liat masam yang kaya Fe aktif dan puncak tertinggi pada tanah pasir yang miskin Fe aktif (Hardjowigeno dan Rayes, 2005) . Meningkatnya ketersediaan P pada awal penggenangan disebabkan oleh: (a) reduksi FePO.2H2O (b) desorpsi akibat reduksi Fe3+ Fe(PO4)2.8H2O Fe2+

(c) hidrolisis FePO4 dan AlPO4 pada tanah masam (d) pelepasan occluded P (P-tersemat) (e) pertukaran ion. (Agus,dkk, 2004). Pemberian bahan organik dalam jumlah besar pada tanah tergenang dapat menyebabkan keracunan tanaman oleh asam-asam organik yang terbentuk. Panambahan ammonium sulfat dapat mengurangi efek keracunan tersebut. Hal itu disebabkan oleh pembentukan asam organik dihambat oleh kegiatan bakteri produksi sulfat yang meningkat jumlahnya akibat penambahan ammonium sulfat. Ammonium fosfat dan glukosa akan merangsang perubahan asam organik menjadi gas metana bila ditambahkan ke tanah. Kondisi seperti ini menunjukkan banyaknya bakteri metana dalam tanah tergenang (Damanik, dkk, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Pembakaran jerami sebelum diberikan ke tanah sawah seperti yang biasa dilakukan petani dinilai sangat merugikan karena banyak unsur hara yang hilang, salah satunya unsur hara, antara lain C, N, P, K, S, Ca, Mg dan unsur-unsur mikro (Fe, Mn, Zn, Cu). Pembakaran jerami akan mengakibatkan kehilangan hara C 94%, P 45%, K 75%, S 70%, Ca 30%, dan Mg 20% dari total kandungan hara dalam jerami (Suriadikarta dan Adimihardja, 2001). Pada tanah sawah dengan tingkat pengelolaan yang rendah, tingkat ketersediaan K biasanya cukup. Sumber K untuk tanaman padi yakni K tukar dalam mineral-mineral liat, terutama biotit, hidrus mika, dan illit. Kalium yang tersedia lebih lambat dibebaskan selama pelapukan feldspar dan mika. Dalam tanah sawah yang tergenang air dari sumber luar, beberapa K biasanya tersedia dari air banjir atau air irigasi (Hardjowigeno dan Rayes, 2005) .

Unsur Hara Fosfat Unsur hara fosfor adalah unsur hara makro, yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang banyak dan essensial bagi pertumbuhan tanaman. Fosfor sering disebut sebagai kunci kehidupan karena terlibat langsung hampir pada seluruh proses kehidupan (Damanik, dkk, 2010). Dalam hal ini ketersediaan fosfor di dalam tanah sangat tergantung kepada sifat dan ciri tanah itu sendiri, serta bagaimana pengelolaan tanah itu oleh manusia. Pertambahan fosfor ke dalam tanah hanya bersumber dari defosit atau pelapukan batuan dan mineral yang mengandung fosfat. Oleh karena itu kandungan fosfor di dalam tanah hanya bersumber dan ditentukan oleh banyak sedikitnya cadangan mineral fosfor dan tingkat pelapukannya (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Umumnya, P sukar tercuci oleh air hujan ataupun air pengairan. Hal ini disebabkan karena P bereaksi dengan ion lain dan membentuk senyawa yang tingkat kelarutannya berkurang, sehingga mejadi senyawa yang tidak mudah tercuci. Bahkan mungkin sebagian menjadi ion yang tidak tersedia untuk tanaman atau terfiksasi dengan senyawa lain (Tan, 1995). Unsur fosfor (P) diserap dalam bentuk H2PO4-, HPO42-, (PO43-) yang sumber utamanya dari Ca-, Al-, Fe- fosfat dan kandungan di dalam tanah 0,01% - 0,1% (Sutanto, 2005). Ion fosfat yang diperuntukkan bagi tanaman tingkat tinggi sebagian besar ditentukan oleh pH tanah. Jika pH tinggi, fosfor yang mudah larut ialah dalam bentuk HPO42-. Kalau pH menurun menjadi sedikit sampai cukup asam, bentuk ion adalah HPO42- dan H2PO4-. Sedangkan jika dalam keadaan sangat asam, sebagian besar fosfor dalam bentuk H2PO4-. Dalam kedua bentuk ion itu, fosfat diabsorbsi (diserap) oleh tanaman tingat tinggi. Perlu diterangkan bahwa bentuk P-organik yang larut tidak dapat langsung digunakan sedikitpun oleh tanaman tingkat tinggi, tetapi harus mengalami mineralisasi lebih dulu agar dapat digunakan (Buckman and Brady, 1982). Adapun pengaruh bahan organik terhadap ketersediaan hara fosfat di dalam tanah melalui hasil pelapukannya yaitu asam-asam organik CO2. Asam-asam organik seperti asam malonat, tartarat, humat, fulvik, akan menghasilkan anion organik. Anionanion organik ini dapat mengikat logam-logam seperti Al, Fe dan Ca ion-ion ini akan bebas dari pengikatan logam tersebut sehingga tersedia di dalam larutan tanah. Proses pengikatan logam seperti Al, Fe, Ca oleh senyawa asam-asam organic komplek disebut dengan proses Khelasi dan senyawa kompleknya disebut Khelat (Hasibuan, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Di dalam tubuh tanaman fosfor memberikan peranan yang penting dalam hal beberapa kegiatan yaitu, (1) pembelahan sel, pembentukan lemak dan albumin. (2) pembentukan bunga, buah dan biji. (3) kematangan tanaman melawan efek nitrogen. (4) merangsang perkembangan akar. (5) meningkatkan kualitas hasil tanaman dan (6)

ketahanan terhadap hama dan penyakit (Damanik, dkk, 2010). Di dalam metabolisme tanaman fosfor memegang peranan langsung sebagai pembawa energi. Senyawa fosfor yang mempunyai energi tinggi dan mempunyai potensi menyimpan dan melepaskan energi untuk proses meteabolisme di dalam tanaman disebut Adenosin Tri Fosfat (ATP). Secara fisik ATP memegang peranan dalam hal menghasilkan panas, cahaya dan gerak, secara kimia peranannya dapat dilihat dalam proses fotosintesis dan respirasi (Tan, 1995).

Unsur Hara Kalium Kadar kalium total di dalam tanah pada umumnya cukup tinggi, dan diperkirakan mencapai 2.6% dari total berat tanah, tetapi kalium yang tersedia didalam tanah cukup rendah. Pemupukan hara nitrogen dan fosfor dalam jumlah besar turut besar turut memperbesar serapan kalium dari dalam tanah, ditambah lagi pencucian dan erosi menyebabkan kehilangan kalium semakin besar (Musa, dkk, 2006). Sumber kalium yang terdapat dalam tanah berasal dari pelapukan mineral yang mengandung K. Mineral tersebut bila lapuk melepaskan K kelarutan tanah atau terjerapan tanah dalam bentuk tertukar. Letak kalium dalam lempung umumnya dalam permukaan dakhil (internal surface) yang sering diduduki oleh ion Mg2+, Fe3+, Al4+ dan molekul H2O. Perubahan mineral karena pelepasan K dari mika menjadi montmorilonit sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Mika

Hidratmik

Illit

Mineral Transisi

Vermikulit/Montmorilonit

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Tanaman menyerap ion K+ hasil pelapukan, pelepasan dari situs pertukaran kation tanah dan dekomposisi bahan organik yang terlarut dalam larutan tanah. Kadar K-tukar tanah biasanya sekitar 0,5 0,6% dari total K tanah. K-larutan tanah ditambah K-tukar merupakan K yang tersedia dalam tanah. Ketersediaan K terkait dengan reaksi tanah dan status kejenuhan basa (KB). Pada pH dan kejenuhan basa yang rendah berarti ketersediaan K juga rendah. Nilai kritis K adalah 0,10 me/100 gr tanah (setara 3,9 mg/100 gr) atau sekitar 2-3% jumlah basa tertukar (Hanafiah, 2005). Kalium dapat bertambah kedalam tanah melalui berbagai sumber sisa tanaman, hewan, pupuk kandang dan pelapukan mineral kalium. Pertambahan kalium dari sisa tanaman dan hewan merupakan sumber yang penting dalam menjaga keseimbangan kadar kalium di dalam tanah. Pertambahan dari mineral yang mengandung kalium tergantung kepada beberapa faktor seperti jumlah mineral dan tingkat pelapukan mineral (Damanik, dkk, 2010). Kadar kalium tanah jauh lebih banyak daripada fosfor. masalah yang dijumpai pada kalium ini adalah penyediaannya. Sebagian besar dari kalium tanah adalah berada dalam mineral. Bentuk tersebut kurang tahan terhadap pengaruh air, terutama air yang mengandung CO2. Kalium dalam tanah yang berasal dari mineral dapat dibebaskan oleh pengaruh asam karbonat. Kalium yang dibebaskan melalui reaksi tersebut diabsorbsi tanaman, hilang bersama air drainase atau diabsorbsi oleh koloid liat (Hakim,dkk, 1986). Unsur hara kalium mempunyai fungsi penting dalam proses fisiologi tanaman, walaupun fungsi dan mekanisme yang jelas belum diketahui, kalium berperan dalam

Universitas Sumatera Utara

proses metabolisme dan mempunyai pengaruh khusus dalam absorbsi hara, pengaturan pernafasan, transpirasi, kerja enzim dan berfungsi sebagai translokasi karbohidrat. (Hakim,dkk, 1986). Beberapa peran kalium yang perlu diketahui adalah sebagai berikut: 1. Translokasi (pemindahan) gula pada pembentukan pati dan protein. 2. Membantu poses membuka dan menutup stomata (mulut daun). 3. Efisiensi penggunaan air (ketahanan terhadap kekeringan). 4. Memperluas pertumbuhan akar. 5. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit tanaman. 6. Memperkuat tubuh tanaman supaya daun, bunga, dan buah tidak mudah rontok. 7. Memperbaiki ukuran dan kualitas buah pada masa generatif. (Novizan. 2002). C-Organik Karbon merupakan komponen utama dari bahan organik. Pengukuran C-Organik secara tidak langsung dapat menentukan bahan organik melalui penggunaan faktor koreksi tertentu. Faktor yang selama beberapa tahun ini digunakan adalah faktor Van bemmelen yaitu 1.724 dan didasarkan pada asumsi bahwa bahan organik mengandung 58 % karbon (Mukhlis, 2007). Kandungan C-organik dalam tanah ditentukan dengan metode pembakaran kering atau pembakaran basah. Pembakaran kering dilakukan dengan membakar contoh tanah diatas furnance, kemudian mengukur CO2 yang dilepaskan. Hasilnya secara kuantitatif lebih tepat daripada pembakaran basah. Pembakaran basah dilakukan dengan

Universitas Sumatera Utara

mengoksidasi dengan asam khromat dengan jumlah yang berlebihan, kemudian dilakukan titrasi terhadap kelebihan oksidant tersebut (Hardjowigeno, 1993). Tanaman mengambil unsur karbon berupa CO2 dari udara bebas (atmosfer). Kegiatan ini dilakukan oleh organ tanaman yang memiliki klorofil, umumnya bagian tanaman yang berwarna hijau dan terdapat diatas tanah. Klorofil mampu menyerap energi cahaya (terutama sinar matahari) dan mengubahnya menjadi energi kimia (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Pada saat pelapukan bahan organik menurun, persediaan karbon dalam tanah menipis dan jumlah jasad renik juga berkurang. Sehingga dapat disimpulkan C-organik pada tanah menjadi sangat rendah (Hasibuan, 2009). C- organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar karbon dalam bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun.

Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah merupakan masalah penting bagi negara berkembang karena intensitasnya yang cenderung meningkat sehingga tercipta tanah-tanah rusak yang jumlah maupun intensitasnya meningkat (Hakim, dkk, 1986). Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah mengandung karbon yang tinggi. Pengaturan jumlah karbon di dalam tanah meningkatkan produktivitas tanaman dan keberlanjutan umur tanaman karena dapat meningkatkan kesuburan tanah dan penggunaan hara secara efisien. Selain itu juga perlu diperhatikan bahwa ketersediaan hara bagi tanaman tergantung pada tipe bahan yang termineralisasi dan hubungan antara karbon dan nutrisi lain (misalnya rasio antara C/N, C/P, dan C/S)

(Delgado dan Follet, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Penambahan bahan organik secara kontinyu pada tanah merupakan cara pengelolaan yang murah dan mudah. Namun demikian, walaupun pemberian bahan organik pada lahan pertanian telah banyak dilakukan, umumnya produksi tanaman masih kurang optimal, karena rendahnya unsur hara yang disediakan dalam waktu pendek, serta rendahnya tingkat sinkronisasi antara waktu pelepasan unsur hara dari bahan organik dengan kebutuhan tanaman akan unsur hara. Kualitas bahan organik sangat menentukan kecepatan proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik (Atmojo, 2003). Bahan organik merupakan bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia. Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus (Stevenson, 1994). Bahan organik secara umum dibedakan atas bahan organik yang relatif sukar didekomposisi karena disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana, termasuk di dalamnya adalah bahan organik yang mengandung senyawa lignin, minyak, lemak, dan resin yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuh-tumbuhan; dan bahan organik yang mudah didekomposisikan karena disusun oleh senyawa sederhana yang terdiri dari C, O, dan H, termasuk di dalamnya adalah senyawa dari selulosa, pati, gula dan senyawa protein

(Hanafiah, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat-sifat kimia, fisik, maupun biologi tanah. Fungsi bahan organik di dalam tanah sangat banyak, baik terhadap sifat fisik, kimia maupun biologi tanah, antara lain sebagai berikut (Stevenson, 1994): 1. Berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap ketersediaan hara. Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran. 2. Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat. 3. Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. 4. Meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah. 5. Mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang masuk ke dalam tanah 6. Meningkatkan kapasitas sangga tanah 7. Meningkatkan suhu tanah 8. Mensuplai energi bagi organisme tanah

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai