Anda di halaman 1dari 14

Monogami dan Poligami serta Perceraian di Pengadilan Agama.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang munakahat (perkawinan) ada beberapa istilah yang sering kita dengar. Diantaranya adalah monogami dan poligami. Secara ringkas monogami diartikan beristri satu, sedangkan poligami diartikan beristri banyak. Namun diantara keduanya poligamilah yang paling terkenal sekaligus kotroversial. Ada yang menganggap banyak manfaatnya, ada juga yang menganggap banyak mudharatnya. Bagaimana sebenarnya aturan-aturan yang mengikat poligami ini, akan diuraikan dalam makalah. Selain poligami, masalah perceraian juga menjadi sorotan. Apalagi di media cetak ataupun televisi, masalah ini sering menjadi pemberitaan. Namun tak sedikit dari kita yang mengetahui bagaimana tata cara ataupun prosedur dari perceraian itu sendiri. B. Tujuan Makalah ini disusun untuk menambah pengetahuan kita tentang masalah munakahat (perkawinan), khususnya mengenai poligami dan perceraian. Yaitu untuk mengetahui bagaimana aturannya menurut perundang-undangan di Indonesia serta hukum agama Islam. C. Ruang Lingkup Makalah ini akan membahas aturan-aturan poligami menurut undangundang yang berlaku di Indonesia dan menurut Kompilasi Hukum Islam serta membahas tata cara atau prosedur yang harus dilewati seseorang saat ia akan melakukan perceraian.

Rahma

Page 1

Monogami dan Poligami serta Perceraian di Pengadilan Agama.

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Monogami dan Poligami Monogami adalah sistem perkawinan yang hanya memperbolehkan seorang laki-laki mempunyai satu istri pada jangka waktu tertentu. Secara etimologis (lughawi) kata poligami berasal dari bahasa Yunani, yaitu gabungan dari dua kata: poli atau polus yang berarti banyak dan gamein dan gamos yang berarti perkawinan.1 Secara terminologi, poligami berarti seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu istri. Atau seorang laki-laki beristri lebih dari seorang, tetapi dibatasi paling banyak empat orang.2 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, poligami berarti ikatan perkawinan yang salah satu pihak memiliki/mengawini beberapa llawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan. B. Monogami dan Poligami Menurut Hukum Islam Allah SWT membolehkan berpoligami sampai 4 orang istri dengan syarat berlaku adil kepada mereka, yaitu adil dalam melayani istri, seoerti urusan nafkah, tempat tinggal, pakaian, giliran dan segala hal yang bersifat lahiriah.jika tidak bisa berlaku adil maka cukup satu istri saja (monogami). Hal ini dijelaskan dalam QS. an-Nisa (4) : 3) ...dan jika kamu tidak mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

1 2

Marzuki, Poligami dalam Hukum Islam, from httpeprints.uny.ac.id Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta:Kencana, 2010), h 129

Rahma

Page 2

Monogami dan Poligami serta Perceraian di Pengadilan Agama.

Islam memandang poligami banyak mudharat daripada manfaatnya, karena manusia itu menurut fitrahnya memmpnyai watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh. watak tersebut akan timbul dengan kadar tinggi jika hidup dalam keluarga yang poligamis. Poligami itu bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan kelurga, baik konflik suami dengan istri, istri dengan istri dan istri dengan anak istri-istrinya dan sebagainya. Oleh karena itu hukum asal dalam perkawinan menurut Islam adalah monogami, karena monogami dapat menetralisir watak-watak tersebut. Dalam Islam berpoligami hanya dibolehkan dalam keadaan darurat, misalnya istri ternyata mandul, sebab dalam Islam anak itu adalah salah satu dari tiga human invesment yang sangat berguna bagi manusia setelah ia meninggal dunia. Berkenaan dengan alasan darurat dibolehkan poligami, Abdurrahman setelah merangkum pendapat para fuqaha, setidaknya ada 8 alasan untuk berpoligami, yaitu : 1. Istri mengidap suat penyakit yang berbahaya dan sulit untuk disembuhkan. 2. Istri terbukti mandul dan dapat dipastikan secara medis tidak dapat melahirkan. 3. Istri sakit ingatan. 4. Istri lanjut usia sehingga ia tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri. 5. Istri memiliki sifat buruk. 6. Istri minggat dari rumah. 7. Ketika terjadi ledakan perempuan. 8. Kebutuhan suami beristri lebih dari satu dan jika tidak menimbulkan kemudharatan dalam hidup dan pekerjaannya.3 Muhammad Shahrur dalam bukunya Nahw Usul Jadidah Li al-Fiqh alIslamy menyebutkan Allah tidak hanya sekedar memperbolehkan poligami, akan tetapi Allah sangat menganjurkannya dengan dua syarat: Pertama, perempuan yang
3

Amiur Nuuddin dan Azhari A.T, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta:Kencana,2004) h. 159

Rahma

Page 3

Monogami dan Poligami serta Perceraian di Pengadilan Agama.

menjadi isteri kedua, ketiga, atau keempat berstatus janda dan mempunyai anak yatim. Kedua, harus terdapat rasa khawatir tidak dapat berbuat adil kepada anakanak yatim.4 Jika suami khawatir berbuat zalim dan tidak mampu memenuhi semua hak mereka, maka haram melakukan poligami. Berkenaan dengan ketidakadilan suami terhadap istri-istrinya, dari Abu Hurairah ra. Nabi SAW bersabda : Barang siapa yang mempunyai dua orang istri, lalu membertkan kepada salah satunya, maka akan datang pada hari Kiamat dengan berbahu miring. Mengenai adil dalam masalah cinta dan kasih sayang , itu diluar kesanggupan manusia. Jadi tidak dipaksa untuk berlaku adil. C. Monogami dan Poligami Menurut Perundang-undangan Indonesia Berdasarkan UU No. 1/1974 tentang perkawinan, hukum perkawinan di Indonesia menganut monogami (dalam pasal 3), baik untuk pria maupun untuk wanita. Hanya jika dikehendaki oleh yang bersangkutan karena hukum agama dari yang bersangkutan mengizinkannnya, sehingga seorang suami dapat beristri lebih dari satu orang. Namun perkawinan seorang suami yang lebih dari seorang istri hanya dapat dilakukan dengan memenuhi berbagai persyaratan dan diputuskan oleh pengadilan agama.5 Alasan berpoligami di Indonesia dituangkan dalam pasal 4 UUP yang menyatakan : seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila : 1. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri. 2. Istri mendapat cacat badab atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. 3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan. Dengan adanya pasal yang membolehkan poligami, jelas bahwa sebenarnya asas perkawinan di Indonesia tidak mutlak monogami, tetapi disebut monogami terbuka.
4 5

Ahsan Dawi Mansur, DILEMATIKA PERIJINAN POLIGAMI, Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiayah (Jakarta:CV.Haji Masgung, 1993) cetakan IV, h 10

Rahma

Page 4

Monogami dan Poligami serta Perceraian di Pengadilan Agama.

Dalam pasal 5 ayat 1 UUP, syarat-syarat poligami yang harus dipenuhi sang suami yang ingin berpoligami ialah : 1. Adanya persetujuan dari istri/istri-istri. 2. Adanya kepastian suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka. 3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri dan anak-anak mereka. Menyangkut prosedur pelaksanaan poligami aturannya terdapat di PP No 9/1975. Pada pasal 40 dinyatakan : Apabila seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari seorang maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan. Pada pasal 42 dijelaskan keharusan Pengadilan memanggil para istri/istriistri untuk memberikan penjelasan aatau kesaksian serta pengadilan memberikan waktu selama 30 hari untuk memeriksa permohonan poligami setelah diajukan oleh suami lengkap dengan persyaratannya. Pengadilan agama berwewenang untuk memberikan izin kepada seseorang untuk melakukan poligami. Tertuang dalam pasal 43 yaitu : Apabila pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemoho untuk beristri lebih dari seorang, maka pengadilan memberikan putusannya yang berupa surat izin untuk beristri lebih dari seorang. Izin dari Pengadilan Agama ini sangat menentukan, sehingga dalam pasal 44 dijelaskan bahwa pegawai pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristri lebih dari satu sebelum adanya izin Pengadilan. Kompilasi Hukum Islam tentang Poligami KHI memuat masalah poligami pada bab IX denga judul beistri lebih dari satu orang yang diungkap dalam pasal 55-59. Pada pasal 55 dinyatakan :

Rahma

Page 5

Monogami dan Poligami serta Perceraian di Pengadilan Agama.

1. Beristri lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan, terbatas hanya sampai empat orang istri. 2. Syarat utama beristri lebih dari satu orang, suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya. 3. Apabila syarat utama dalam ayat 2 tidak mugkin untuk dipenuhi maka suami dilarang beristri lebih dari satu orang. Dalam pasal 56 dijelaskan : 1. Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang hrus mendapat izin dari Pengadilan Agama. 2. Pengajuan permohonan izin yang dimaksudkan pada ayat 1 dilakukan Menurut tata cara sebagaimana diatur dalam Bab VII PP no 9/1975. 3. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum. Dalam pasal 57 dijelaskan Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada suami yang akan beristri lebih dari satu orang apabila : 1. 2. 3. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri. Istri mendapat cacat badab atau penyakit yang tidak dapat Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

disembuhkan.

Dalam pasal 59 dijelaskan : Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan dan permohonan izin untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat 2 dan 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.

Rahma

Page 6

Monogami dan Poligami serta Perceraian di Pengadilan Agama.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perundang-undangan Perkawinan di Indonesia tentang Poligami telah berusaha mengatur agar laki-laki yang melakukan poligami adalah laki-laki yang benar-benar mampu secara ekonomi menghidupi atau memenuhi segala kebutuhan keluarga dan mampu berlaku adil terhadap istri-istri sehingga istri-istri dan anak-anak dari suatu poligami tidak disia-siakan. Selain itu perundang-undangan Indonesia berusaha mengahrgai istri sebagi pasangan hidup suami. Buktinya bagi suami yang hendak berpoligami harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari para istri.6 Hikmah Poligami Mengenai hikmah diizinkan berpoligami (dalam keadaan darurat) antara lain : 1. Untuk mendapatkan keturunan bagi suami yang subur dan istri yang mandul. 2. Untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan istri sekalipun istri tidak dapat menjalankan fungsi sebagai istri, cacat tubuh atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan. 3. Untuk menyelamatkan suami dari yang hypersex dari perbuatan zina dan krisis akhlak lainnya. 4. Untuk menyelamatkan kaum wanita dari krisis akhlak yang tinggal di Negara yang jumlah perempuannya lebih banyak dari jumlah laki-lakinya.7 D. Tata Cara Perceraian di Indonesia Prosedur yang dapat dilakukan dalam melakukan Gugatan Perceraian di Pengadilan Agama, yakni sebagai berikut sebagaimana diatur dan ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang PELAKSANAAN UNDANGUNDANG NOMOR I TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN : Pasal 14
6 7

Amiur Nuuddin dan Azhari A.T, op.cit., h166-169 Abdul Rahman Ghozali, op.cit., h 136

Rahma

Page 7

Monogami dan Poligami serta Perceraian di Pengadilan Agama.

Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut Agama Islam, yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu. Pasal 15 Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud dalam pasal 14, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari memanggil pengirim surat dan juga isterinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian itu. Pasal 16 Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam pasal 14 apabila memang terdapat alasan seperti yang dimaksud dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah ini, dan pengadilan berpendapat bahwa antara suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Pasal 17 Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam Pasal 16, Ketua Pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat Keterangan itu dikirimkan kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian.

Pasal 18 Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan didepan sidang Pengadilan. Pasal 19

Rahma

Page 8

Monogami dan Poligami serta Perceraian di Pengadilan Agama.

Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan: a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang syah atau karena hal lain diluar kemampuannya; c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri; f. Antar suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Pasal 20 (1) Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. (2) Dalam hal kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat. (3) Dalam hal tergugat bertempat kediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat. Pasal 21 (1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 19 huruf b, diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat. (2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah lampaui 2 (dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah.

Rahma

Page 9

Monogami dan Poligami serta Perceraian di Pengadilan Agama.

(3) Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali kerumah kediaman bersama. Pasal 22 (1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 19 huruf f, diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman tergugat. (2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami isteri itu. Pasal 23 Gugatan perceraian karena alasan salah seorang dari suami isteri mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat sebagai dimaksud dalam Pasal 19 huruf c maka untuk rnendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakaan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pasal 24 (1) Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan Penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Pengadilan dapat mengizinkan suami isteri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah. (2) Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan pengugat atau tergugat,

Pengadilan dapat: a. Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami b. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak;

Rahma

Page 10

Monogami dan Poligami serta Perceraian di Pengadilan Agama.

c. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak isteri. Pasal 25 Gugatan perceraian gugur apabila suami atau isteri meninggal sebelum adanya putusan Pengadilan mengenai gugatan perceraian itu. Pasal 26 (1) Setiap kali diadakan sidang Pengadilan yang memeriksa gugatan perceraian, baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut. (2) Bagi Pengadilan Negeri panggilan dilakukan oleh juru sita; bagi Pengadilan Agama panggilan dilakukan oleh Petugas yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan Agama. (3) Panggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan. Apabila yang bersangkutan tidak dapat dijumpai, panggilan disampaikan melalui Lurah atau yang dipersamakan dengan itu. (4) Panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dan disampaikan secara patut dan sudah diterima oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum sidang dibuka. (5) Panggilan kepada tergugat dilampiri dengan salinan surat gugatan. Pasal 27 (1) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam pasal 20 ayat (2), panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan dan mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar atau mass media lain yang ditetapkan oleh Pengadilan. (2) Pengumuman melalui surat kabar atau surat-surat kabar atau mass media tersebut ayat (1) dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua.

Rahma

Page 11

Monogami dan Poligami serta Perceraian di Pengadilan Agama.

(3) Tenggang waktu antara panggilan terakhir sebagai dimaksud dalam ayat (2) dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan. (4) Dalam hal sudah dilakukan panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (2) dan tercatat atau kuasanya tetap tidak hadir, gugatan diterima tanpa hadirnya tergugat, kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau tidak beralasan. Pasal 28 Apabila tergugat berada dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) panggilan disampaikan melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat. Pasal 29 (1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya berkas/surat gugatan perceraian. (2) Dalam menetapkan waktu mengadakan sidang pemeriksaan gugatan perceraian perlu diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka. (3) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam pasal 20 ayat (3) sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan perceraian pada Kepaniteraan Pengadilan. Pasal 30 Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami dan isteri datang sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya.

Pasal 31 (1) Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan kedua pihak. (2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang perneriksaan.

Rahma

Page 12

Monogami dan Poligami serta Perceraian di Pengadilan Agama.

Pasal 32 Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian dan telah diketahui oleh penggugat pada waktu dicapainya perdamaian. Pasal 33 Apabila tidak dapat dicapai perdamaian, pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup. Pasal 34 (1) Putusan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang terbuka. (2) Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.8

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Wahyu Kuncono, Tata Cara Perceraian Agama (2009) from http://advokatku.blogspot.com

Rahma

Page 13

Monogami dan Poligami serta Perceraian di Pengadilan Agama.

Poligami memang di perbolehkan secara agama dan negara namun kebolehkan itu syarat dengan aturan-aturan yang harus di penuhi. Kebolehan poligami juga harus didahului oleh alasan-alasan yang wajar, logis dan rasional, seperti isteri dalam keadaan sakit yang tidak dapat melahirkan keturunan, atau akibat tertentu seperti jumlah kaum wanita jauh lebih banyak daripada kaum pria akibat peperangan atau bencana alam, bukan karena nafsu belaka. B. Saran Pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, pemakalah menerima segala saran atau pun masukan yang bersifat membangun dari pembaca.

Rahma

Page 14

Anda mungkin juga menyukai