Anda di halaman 1dari 9

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Hipertensi adalah suatu keadaan medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah melebihi normal. Di seluruh dunia hipertensi telah menjadi suatu penyakit yang dihubungkan dengan angka morbiditas, mortalitas serta biaya (cost) yang tinggi di masyarakat. Pengobatan hipertensi biasanya ditujukan untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat tekanan darah tinggi. Terapi farmakologi untuk hipertensi ringan dan sedang dilakukan secara monoterapi dengan salah satu dari obat berikut : diuretik, -bloker, penghambat ACE, antagonis kalsium, dan -bloker (termasuk ,-bloker). Antihipertensi lainnya, yakni vasodilator langsung, adrenolitik sentral (2 agonis) dan penghambat saraf adrenergik, tidak digunakan untuk monoterapi tahap pertama, tetapi hanya antihipertensi tambahan. Jika respon kurang atau parsial, akan dilakukan penambahan obat ke-2 dari golongan lain sedangkan jika respon kecil, dilakukan penggantian jenis obat. Pilihan obat bagi masing-masing penderita (individualisasi individu) bergantung pada : 1. Efek samping metabolik dan subyektif yang ditimbulkan. 2. Adanya penyakit lain yang mungkin diperbaiki atau diperburuk oleh AH yang dipilih. 3. Adanya pemberian obat lain yang mungkin berinteraksi dengan AH yang diberikan. 4. Biaya pengobatan Dari berbagai pertimbangan pemberian obat antihipertensi, pertimbangan dari efek samping yang ditimbulkan merupakan pertimbangan tersendiri yang

harus diperhatikan. Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat antihipertensi berbeda-beda tiap golongannya. Tidak hanya efek samping terhadap system kardiovaskular atau pada organ tubuh tertentu, obat antihipertensi juga memiliki efek samping pada kejiwaan penderita hipertensi yang akan dibahas selengkapnya pada makalah ini.

B. Tujuan

Adapun tujuan dalam pembuatan referat ini adalah sebagai berikut. 1. Tujuan Umum Mengetahui tentang hubungan obat antihipertensi dengan masalah kejiwaan. 2. Tujuan Khusus Memahami pengaruh obat antihipertensi terhadap kejiwaan.

II. PEMBAHASAN

A. Obat Antihipertensi

Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit terbesar hampir sepertiga dari seluruh kematian di dunia, dan hipertensi merupakan faktor resiko yang paling besar terhadap prevalensi penyakit kardiovaskuler. Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah arterial diatas nilai normal tekanan darah, dimana tekanan darah normal 120/80 mmHg, sedangkan hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas (Hadyanto 2009).

Ada beberapa cara pendekatan yang sering dilakukan kepada penderita penyakit hipertensi yaitu dengan cara memodifikasi gaya hidup dan dengan cara menggunakan obat antihipertensi. Pemilihan obat antihipertensi perlu

memperhatikan umur, riwayat penyakit kardiovaskuler, adanya penyakit ginjal, penyakit gagal jantung iskemik, stroke, dan diabetes. Tujuan utama dalam pendekatan terapi obat antihipertensi adalah untuk mendapatkan efek terapeutik seperti menurunkan curah jantung, menurunkan volume darah, dan menurunkan resistensi perifer (Hadyanto 2009).

B. Klasifikasi Obat Antihipertensi

1. Diuretik Diuretik adalah obat yang bekerja untuk meningkatkan volume urine pada ginjal, karena menyebabkan ekskresi natrium dan mengurangi volume cairan dengan menghambat transport elektrolit didalam tubulus renal sehingga deuritik juga disebut sebagai natriuretik. Diuretik yang paling sering digunakan adalah diuretik tiazid, diuretik loop, dan antagonis reseptor aldosteron (Olson 2003).

Obat golongan tiazid bekerja dengan menghambat transport bersama Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat. Deuritik loop

bekerja dengan cara menghambat kotransport Na+, K+, Cl- dan menghambat resorbsi air dan elektrolit (Hadyanto 2009).

2. Simpatolitik Sistem saraf simpatis memegang peranan penting dalam mengatur tekanan darah. Simpatolitik memegang peranan penting dalam menurunkan tekanan darah melalui hambatan terhadap pusat vasomotor di otak dengan mengurangi tonus simpatis secara sentral. Secara perifer simpatolitik dapat bekerja terhadap neurotransmiter pada ganglion presinaptik atau postsinaptik, atau pada reseptor epinefrin dan norepineprin (Schmitz 2008).

Simpatolitik yang sering digunakan dalam pengobatan hipertensi meliputi antagonis reseptor adregenik- dan agonis reseptor 2 yang bekerja di sentral. Antagonis reseptor adregenik yang digunakan dalam pengobatan awal hipertensi adalah golongan antagonis reseptor adregenik- ( blocker). blocker hanya digunakan pada pasien hipertensi disertai dengan hyperplasia prostat benigna. Obat jenis simpatolitik ini bekerja dengan cara blokade AV, menghambat nodus SA dan menurunkan kekuatan kontraksi miokard, menghambat pelepasan renin, menghambat produksi angiotensin II (Schmitz 2008).

3. Penghambat Angiotensin Penghambat angiotensin termasuk ACE inhibitor dan angiotensin receptor blocker (ARB). Obat ini digunakan untuk pengobatan hipertensi dengan penyakit kardiovaskuler dan diabetes. (Hadyanto 2009).

ACE inhibitor dapat digunakan menurunkan tekanan darah dengan menghambat konvensi angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin inhibitor dapat menurunkan kadar angiotensin II plasma dan berperan dalam sejumlah respon yang dapat meningkatkan tekanan atrial dan fungsi renal. (Hadyanto 2009).

Angiotensin receptor blocker (AT1 Antagonis) bekerja menduduki reseptor AT1 di pembuluh darah atau jaringan lain. Penghambat ini mengurangi efek fisiologik

angiotensin. Efek hipotensif ARB sebanding dengan ACE inhibitor, tetapi jarang menimbulkan batuk kronik dibandingkan dengan ACE inhibitor. Karena itu toleransi ARB lebih baik. (Schmitz 2008). 4. Vasodilatator atau Calcium Channel Blockers (CCB) Mekanisme utama CCB adalah menghambat masuknya ion melalui voltagedependent L dan calsium channel type-T. L type banyak terdapat di otot jantung dan otot polos vaskuler. Hambatan terhadap otot jantung menyebabkan efek inotropik negatif, dan terhadap otot polos menyebabkan relaksasi. Dengan efek mengurangi kontraktilasi miokard dan otot polos, obat ini dapat digunakan sebagai obat antihipertensi dan antiangina, juga menyebabkan depresi miokard. CCB bekerja dengan cara menghambat influks kalsium pada otot polos pembuluh darah dan miokard. Jenis obat CCB seperti Hidralazin, Minoksidil, dan Nitroprusid (Hadyanto 2009).

Hidralazin terutama bekerja pada arteri dan arteriole, menimbulkan penurunan tekanan darah dengan menginduksi vasodilatasi pada artiole otot polos. Efek ini disertai dengan refleks takikardi dan kenaikan curah jantung. Manfaat utama adalah untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung (Schmitz 2008).

Monoksidil, merupakan obat vasodilatator yang sangat poten. Merupakan pilihan akhir pada pengobatan hipertensi berat yang tidak responsif terhadap obat antihipertensi lainnya. Monoksidil sering digunakan bersamaan dengan diuretik karena menyebabkan retensi cairan, juga menyebabkan refleks takikardi sehingga dikombinasikan dengan golongan blocker (Olson 2003).

Nitroprusid di metabolisme menjadi nitric oxide, yang selanjutnya mengaktivasi guanylatecyclase dan terbentuk cyclic GMP. Pembentukan cGMP mengakibatkan relaksasi otot polos vaskuler dan vasodilatasi. Aktivasi nitroprusid di katalisis oleh berbagai nitric oxide sehingga potensi obat ini berbeda pada berbagai tempat vaskuler dan hal ini menyebabkan tidak terjadi toleransi pada penggunaan nitroprusid. (Olson 2003)

C. Indikasi, kontraindikasi dan efek obat antihipertensi Berdasarkan klasifikasi obat antihipertensi yang telah dibahas, tentunya obat antihipertensi juga memiliki merek dagang, mekanisme kerja obat, indikasi, dan kontra indikasi dan efek obat yang tidak diinginkan seperti berikut ini :

Tabel 3.1 (Diuretik)


Golongan Obat Merek dagang Indikasi Ideal untuk hipertensi, dan edemakronik Untuk darurat hipertensi, edema, dan edema paru Dapat mengorek si alkalosis metabolik Kontraindikasi Efek tak diharapkan Hipokalemia, Hiperglikemi, Oliguria, anuria, hiperkalsemia

Tiazid

Hydrodiuril

Ibu hamil, anuria

Loop diuretic

Lasik (furosemid)

Kekurangan elektrolit, anuria

Dehidrasi, hipokalemia, hiperglikemi, hipovolemia

Antagonis reseptor aldosteron

Midamor (amilorid)

Hiperkalemia berat dengan suplemen kalsium

Hiperkalemia, kekurangan natrium atau air

Tabel 3.2 (Simpatolitik) Golongan Obat Merek dagang indikasi Baik untuk hipertens i Baik untuk hipertens i ringan dan sedang kontraindikasi Efek tak diharapkan Mulut kering, hipotensi, bradikardi, sedasi Depresi dan sedasi susunan saraf pusat

blocker

Klonidin (Catapresan)

Bradikardi,hipot ensi,sindrom simpul sinus

blocker

Atenolol (Tenormin)

Diabetes berat, bradikardi, gagal jantung, asma

Tabel 3.3 (Penghambat Angiotensin)


Golongan Obat Merek dagang Indikasi Hipertensi ACE inhibitor Kaptopril (Capoten) dengan renin tinggi, Gangguan fungsiginjal, anak-anak, Losartan ARB (Lozaar) Hipertensi esensial kehamilan, masa menyusui Vertigo, ruam kulit, kontraindikasi Efek tak

diharapkan Hipotensi, pusing, ruam, takikardi

gangguan ortostatik

Tabel 3.4 (Vasodilatator)


Golongan Obat Merek dagang indikasi kontraindikasi Efek diharapkan Retensi cairan, tak

Hidralazin

Apresoline

Hipertensi sedang

Penyakit jantung iskemik

palpitasi, refleks takikardi Lesi otot

Hipertensi Monoksidil Loniten yang belum terkontrol

Penyakit jantung iskemik

jantung, hidralazin, hirsutisme, Hipotensi berat, hepatotoksisitas

Nitroprusid

Nipride

Krisis hipertensi

D. Pengaruh obat antihipertensi terhadap gangguan jiwa

DAFTAR PUSTAKA 1. Lim, Hadyanto. 2009, Farmakologi Kardiovaskuler, Ed. Ke-2, PT.

SOFMEDIA, Jakarta.

2. 1-3. 3.

Fox,P.C. 2008, Xerostomia, ADHassosiation, Supplement to Access, hlm.

Lewis, M.A.O. 1998, Tinjauan Klinis Penyakit Mulut, Penerjemah : Elly Indriyani, M. 2010, Penanganan Keluhan Selain Nyeri, Rumah Guggenheimer, 2003, Xerostomia : Etiology, recognition and treatment, J Navazesh M., 2003, How can oral health care providers determine if

Wiriawan, Widya Medika , Jakarta. 4.

kanker (Surabaya), 21 September, hlm.2 5.

Am Dent Assoc, Vol 134, No 1, 61-69. 6. patients have dry mouth?, JADA, Vol. 134, hlm.615. 7. School of Pharmacy and Allied Health Sciences, University of Montana,

2010, 18 Oktober, Helping patients with dry mouth [Homepage of oral cancer foundation.org], [Online]. Available :

http//www.oralcancerfoundation.org/dental/xerostomia.htm [19 Oktober 2010]. 8. Lewis, M.A.O. 1998, Tinjauan Klinis Penyakit Mulut, Penerjemah : Elly

Wiriawan, Widya Medika , Jakarta. 9. Schmitz, Gery. 2008, Farmakologi dan toksikologi, Penerjemah : Luki

Setiadi, Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta. 10. Bartels, CL, Xerostomia information for dentists

http://www.oralcancerfoundation.org/dental/xerostomia.htm 11. American Dental Association. The public: Oral health topics: Dry mouth.

http://www.ada.org/public/topics/drymouth.html. 12. Glore RJ, Spiteri-Staines K, Paleri V. A patient with dry mouth. Clin

Otolaryngol. 2009 Aug;34(4):358-63. 13. Visvanathan V, Nix P. Managing the patient presenting with xerostomia: a

review. Int J Clin Pract. 2009 Oct 10. 14. Fox PC, Cummins MJ, Cummins JM. Use of orally administered anhydrous crystalline maltose for relief of dry mouth. Journal of Alternative and Complementary Medicine 2001; 7: 33-43. 15. Flynn AA. Counseling special populations on oral health care needs: Patients who are at increased risk for oral disease need to take special care of their teeth. Am Pharm 1993;33:33-39

Anda mungkin juga menyukai