Anda di halaman 1dari 19

2012

KONDISI ENERGI INDONESIA


KARYA ILMIAH BAHASA INDONESIA

DISUSUN OLEH : GHAZI ASHFAHANI S.H SEKOLAH : SMPN 2 BANDUNG KELAS : IX F

User KEADAAN ENERGI INDONESIAname] [Type the company 0 2

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Energi bukanlah suatu hal yang dapat diremehkan, karena energi adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Tidak dapat dibayangkan apabila kehidupan kita jalani tanpa adanya energi yang mencukupi. Oleh karena itu, saya memilih tema tentang Keadaan Energi Indonesia karena kesadaran akan pentingnya energi bagi kehidupan dan pentingnya untuk melestarikan atau memperbaharui energi tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Keadaan energi di Indonesia semakin hari semakin memprihatinkan. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa energi di Indonesia mungkin akan sangat kurang untuk beberapa tahun kedepan. Selain berkurangnya persediaan energi yang berasal dari dalam bumi seperti, minyak bumi dan panas bumi, Indonesia juga memiliki masalah yaitu kurangnya kesadaran masyarakat terhadap energi di Indonesia. Selain membahas tentang keadaan energi di Indonesia, saya juga akan membahas tentang solusi dan beberapa contoh sederhana tentang energi alternatif sederhana, yang cocok digunakan di daerah Indonesia. 1.3 Tujuan Penulisan Melihat keadaan energi di Indonesia saat ini dan kondisi kedepannya, sangat dibutuhkan kesadaran dan inovasi yang muncul dari generasi-generasi muda untuk mempersiapkan penanganan terhadap kondisi energi Indonesia di masa depan.

KEADAAN ENERGI INDONESIA

Tujuan saya menulis karya ilmiah ini adalah untuk menyadarkan para pembaca tentang keadaan energi Indonesia, yang sangat membutuhkan perhatian agar dapat terus menunjang segala kebutuhan masyarakat Indonesia. Selain itu karya ilmiah ini dapat juga dijadikan sebagai sumber data dan pengetahuan bagi para pembaca.

1.4 Sistematika Penulisan

Karya ilmiah yang saya susun ini berisi tiga bab, yaitu bab satu yang berisi latar belakang pemilihan tema karya tulis, rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam karya tulis ini, serta tujuan dari penulisan karya ilmiah ini. Pada bab kedua, berisi keadaan energi Indonesia saat ini, dan prediksi energi Indonesia di masa depan, prediksi kebutuhan energi di setiap pulau di Indonesia, dan yang terakhir adalah solusi dan penerapan energi alternatif di Indonesia. Pada bab yang terakhir, berisi kesimpulan, saran dan kritik, serta bagian penutup.

KEADAAN ENERGI INDONESIA

BAB II PEMBAHASAN
2. 1 Keadaan Energi Indonesia Energi adalah salah satu hal yang sangat penting bagi kelangsungan suatu bangsa. Energi merupakan hal yang sangat menentukan kondisi ekonomi di suatu bangsa atau negara. Maka keadaan energi di suatu negara sangatlah dijaga agar selalu stabil dan mencukupi bagi seluruh warga, termasuk di Indonesia. Dalam pantauan beberapa tahun ini, kebutuhan energi dari tahun ke tahun ke tahun terus mengalami kenaikan yang cukup pesat. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, yang secara otomatis meningkatkan kebutuhan energi. Kebutuhan energi di Indonesia sangatlah tinggi, melihat begitu besar nya jumlah penduduk di Indonesia, sudah sangat wajar apabila kebutuhan energi di Indonesia sangatlah besar. Energi yang paling besar digunakan di Indonesia adalah minyak bumi. Karena Indonesia mempunyai sumber daya alam (SDA) yang sangat besar dibandingkan dengan negara- negara lain. Selain itu masih banyak pula sumber -sumber energi lain yang sangat dibutuhkan di Indonesia, seperti batu bara, gas bumi, panas bumi, dan masih banyak lagi. Tabel 1. Populasi Penduduk Indonesia per Wilayah (Tahun 2000 2010)

Tahun Pertengahan Periode

Sumatra

Jawa

Kalimantan Other Island

Indonesia

Pertumbuhan (%)

2000 2005 2010

43.309.533 121.351.376 11.332.204 45.818.918 128.031.884 12.220.604 48.279.621 134.565.405 13.108.126

30.272.839 206.265.952 1,24 32.747.910 218.819.316 1,19 35.228.025 231.181.176 1,11

Sumber: BPS, yang diolah


KEADAAN ENERGI INDONESIA 3

Tabel 2. Kebutuhan Energi Indonesia Jenis Energi Minyak Bumi Batubara Gas CBM Tenaga Air Panas Bumi Biofuel BBBC TOTAL 2005 524.0 160.4 212.8 0.0 34.0 23.7 0.0 0.0 956.5 2010 550.7 210.3 363.7 0.0 41.7 23.7 32.5 0.0 1226.1 2015 578.0 349.7 382.5 23.0 56.6 61.8 89.0 14.2 1562.1

(Juta SBM)

Catatan : BBBC = Bahan Bakar Batubara Cair Sumber: BP PEN 2006-2025

Berdasarkan tabel diatas, sangat terlihat perbedaan angka kebutuhan energi ditiap lima tahun. Hal ini menunjukan bahwa terus meningkatnya kebutuhan energi di Indonesia. Hal ini sangat tidak seimbang dengan kondisi persediaan energi di Indonesia. Apabila kebutuhan energi terus bertambah, maka sumber energi yang berasal dari sumber yang tidak dapat diperbaharui akan semakin berkurang. Oleh karena itu, hal ini harus diimbangi oleh penyediaan energi tambahan atau cadangan, yang berasal dari energi yang dapat diperbaharui, agar dapat terus memenuhi kebutuhan energi di Indonesia.

KEADAAN ENERGI INDONESIA

2.1.1 Keadaan Energi Indonesia Saat ini Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki berbagai Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, mulai dari batu bara hingga bahan bakar nuklir berupa Uranium. Banyaknya SDA tersebut merupakan modal awal bagi Indonesia untuk menyusun berbagai strategi guna menguatkan ketahanan nasional. Ketahanan nasional ditunjang oleh berbagai faktor lainnya. Faktor faktor tersebut antara lain adalah ketahanan politik, ketahanan ekonomi, ketahanan sosial, dan ketahanan budaya. Salah satu pilar penting ketahanan nasional yaitu ketahanan ekonomi, sangat dipengaruhi oleh pemanfaatan SDM dalam negeri. Dengan demikian, kemampuan dalam negeri seperti kemampuan untuk merespon dinamika perubahan energi global dan kemampuan untuk menjamin ketersediaan energi dengan harga yang wajar untuk mewujudkan ketahanan energi yang ideal sangatlah mendesak guna berdirinya Indonesia dengan kemandirian energi yang mumpuni di tengah derasnya persaingan global dewasa ini. Beberapa variabel penting yang perlu diperhatikan guna terwujudnya kemandirian energi ialah ketersediaan energi, aksesibilitas, dan Daya Beli. Yang dimaksud dengan ketersediaan energi ialah kemampuan untuk memberikan jaminan terhadap pasokan energi (security of energy supply). Jika dibandingkan dengan Arab Saudi dan Jepang, Indonesia masih memiliki ketersediaan energi yang sama baiknya dengan kedua negara tersebut, bahkan lebih. Hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki SDA fosil yang sangat memadai (dengan mengesampingkan investasi dan SDM yang sangat jauh dari memadai), potensi energi terbarukan yang cukup besar dan terbuka, dan ketersediaan teknologi lanjutan. Namun beberapa hal tersebut sangatlah sulit untuk dicapai jika melihat kondisi kondisi seperti kebutuhan energi yang cukup besar dan akan terus meningkat disertai efisiensi penggunaan energi yang sangat rendah. Kemudian masih tingginya ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil seperti minyak bumi, yang menyebabkan pengembangan energi atau teknologi baru dan terbarukan belum optimal, di tengah ketatnya persaingan global untuk mengakses suplai minyak bumi. Kemudian Aksesibilitas (Infrastructure Availability) atau yang dimaksud dengan pendistribusian energi dalam negeri. Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan yang kurang lebih terdiri dari 17.000 pulau, maka pendistribusian energi di Indonesia ini kiranya merupakan tantangan tersendiri bagi Pemerintah. Di tengah sibuknya sentralisasi di Jakarta

KEADAAN ENERGI INDONESIA

dengan hampir semua sektornya terdistribusikan energi masih banyak daerah lain yang masih belum mendapatkan pendistribusian energi dengan baik. Peninjauan terhadap data stastitik tahun 2009 mengenai rasio elektrifikasi, atau rasio antara rumah tangga yang telah mendapat distribusi listrik dan rumah tangga yang belum mendapatkan distribusi listrik, menunjukkan bahwa secara general, Indonesia hanya menunjukkan rasio elektrifikasi sebesar 65,79%. Namun, Jika dilihat secara khusus atau perkota, barulah dapat dilihat bahwa pendistribusian energi di Indonesia sangatlah tidak merata. Hal ini dapat dilihat dari nilai rasio elektrifikasi di Jakarta yang mencapai nilai 100%, dimana nilai rasio elektrifikasi di daerah daerah lainnya, khususnya pedalaman, bahkan tidak mencapai 50%. Hal ini dapat dilihat nilai rasio elektrifikasi daerah daerah seperti Papua/IrJabar, Sultra, Malut, Gorontalo, NTT, dan NTB, yang masing masing nilai rasio elektrifikasinya adalah 32,35%, 38,09%, 49,44%, 48,78%, 24,55%, dan 32,51%. Meskipun banyak berbagai kendala dalam mengokohkan aksesibilitas seperti permintaan energi yang tinggi dan terus meningkat, keterbatasan infrastruktur energi, lokasi suplai energi yang berjauhan dengan lokasi kebutuhan energi, serta insentif fiskal dan perpajakan yang masih terbatas untuk mendorong investasi infrastruktur (termasuk kilang migas), masih banyak peluang peluang yang menanti, seperti ketersediaan investasi nasional dan internasional, komitmen Pemerintah untuk memberikan insentif fiskal, serta terbukanya kerjasama untuk pengembangan infrastruktur guna menarik investasi. Beberapa solusi yang telah disiapkan dari Pemerintah per tahun 2010 2014 adalah melayani penambahan sambungan baru untuk rumah tangga dengan kisaran 1 1,2 juta rumah tangga / tahun dan pengembangan listrik pedesaan sub sektor ketenagalistrikan yang akan dikembangkan. Penambahan sambungan baru untuk rumah tangga direncanakan akan dilakukan dengan meningkatkan kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar 6,123 MW, memperpanjang jaringan transmisi dan pendistribusian tenaga listrik rata rata 5.556 kms/tahun dan 35.040,8 kms/tahun. Kemudian beberapa target sub sektor ketenagalistrikan pedesaan meliputi PLTMH, SHS, PLTS Terpusat, PLTS, JTM, JTR, dan Gardu distribusi masing masing sebanyak 570 unit, 192.000 unit, 250 unit, 270 unit, 25.495 kms, 6.260 kms, dan 4.390 unit. Variabel terakhir yang juga tidak boleh dilupakan adalah daya beli. Dimana besarnya ketidakmerataan subsidi pemerintah. Maksudnya adalah, besarnya persentase subsidi yang tidak tepat sasaran, dimana nilai persentase ini mencapai angka 70%. Dengan harapan awal, bahwa tiap tiap 20% dari subsidi akan didistribusikan untuk masing masing masyarakat
KEADAAN ENERGI INDONESIA 6

kelas atas, kelas kedua teratas, kelas menengah, kelas kedua terbawah, dan kelas terbawah.Dimana nilai 70% tersebut melenceng untuk masyarakat kelas teratas dan kedua teratas. Kesimpulan Beberapa hal tersebut kiranya patut untuk menjadi perhatian utama Pemerintah guna terwujudnya kemandirian energi Indonesia yang ideal untuk terwujudnya ketahanan energi Indonesia. Dimana Ketahanan energi merupakan faktor penting untuk mewujudkan ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional. Kemudian, masyarakat juga wajib untuk berperan aktif dalam mewujudkan ketahanan energi yang diinginkan, misal dengan cara melalui budaya hemat energi, penggunaan energi elternatif / terbarukan, dan turut melakukan berbagai aktivitas penelitian, khususnya akademisi, guna menemukan energi yang ideal dengan kondisi global saat ini.

2.1.2 ANALISIS PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI

Kebutuhan energi final untuk wilayah Kalimantan selama kurun waktu 35 tahun (2000-2035) adalah sekitar 8% dari total kebutuhan energi final. Kebutuhan energi final untuk wilayah Kalimantan paling kecil dibandingkan dengan wilayah lainnya, sedangkan Jawa mempunyai pangsa kebutuhan energi yang paling besar, yaitu sekitar 50% dari total kebutuhan energi final di Indonesia. Hal tersebut disebabkan semua kegiatan yang mendorong peningkatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa, sehingga laju pertumbuhan kebutuhan energi di Pulau Jawa dari tahun 2000-2035 mencapai sekitar 5,1% per tahun. Sebaliknya walaupun Pulau Sumatra dan Kalimantan kaya sumber energi, namun industri yang ada di ke dua wilayah tersebut tidak mengalami perkembangan yang pesat, selain itu penduduknya tidak padat seperti penduduk di Pulau Jawa yang menyebabkan laju pertumbuhan kebutuhan energi di Pulau Sumatra pada kurun waktu tersebut hanya mencapai sekitar 4,5% per tahun. Dengan adanya perbedaan laju pertumbuhan kebutuhan energi final di semua wilayah Indonesia menyebabkan pertumbuhan kebutuhan energi rata-rata untuk semua wilayah adalah sebesar 4,8% per tahun lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan kebutuhan energi di Pulau Jawa. Kebutuhan listrik untuk rumah tangga lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan listrik bukan untuk rumah tangga (non residential), mengingat sektor rumah tangga merupakan sektor penguna listrik terbesar. Sedangkan kebutuhan energi bukan listrik

KEADAAN ENERGI INDONESIA

diperkirakan untuk setiap sektor yang mengkonsumsi energi tidak termasuk listrik, yaitu rumah tangga, pertanian, industri, transportasi dan komersial. Sektor industri adalah sektor yang banyak mengkonsumsi energi, karena energi di sektor ini bukan hanya dipakai sebagai bahan bakar tetapi juga dimanfaatkan sebagai bahan baku. Setelah itu disusul oleh sektor transportasi dan rumah tangga yang dalam kenyataannya sektor transportasi merupakan sektor penunjang dari semua kegiatan, sedangkan dengan pertambahan penduduk akan meningkatkan kebutuhan energi di sektor RT. 2.1.3 Kebutuhan Energi Di Berbagai Sektor Untuk Wilayah Jawa 2.1.3.1 Kebutuhan Energi Sektor Industri

Kebutuhan energi untuk industri yang menggunakan ketel uap (indirect heat) dan tungku (direct heat) di Jawa Barat lebih tinggi dibanding Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan prakiraan pertumbuhan selama periode 2000 s.d. 2035 adalah sebesar 5,2% per tahun untuk industri yang menggunakan ketel uap dan 5,4% per tahun untuk tungku. Lebih tingginya kebutuhan energi untuk industri di Jawa Barat termasuk Jakarta disebabkan Jawa Barat termasuk Jakarta mempunyai fasililitas yang berupa prasarana fisik, non-fisik, dan sarana pemasaran yang lebih baik daripada daerah Jawa lainnya, sehingga perkembangan industrinyapun dapat meningkat sesuai yang diharapkan.

2.1.3.2 Kebutuhan Energi Sektor Transportasi

Kebutuhan energi untuk sektor transportasi di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur terdiri dari kebutuhan energi untuk bus umum ukuran besar, bus umum ukuran kecil (metromini), mikrolet, taxi, dan kendaraan pribadi. Kebutuhan energi untuk bus besar, bus kecil, mikrolet dan kendaraan pribadi di Jawa Barat jauh lebih tinggi dibanding dengan wilayah Jawa Tengah ataupun Jawa Timur. Hal tersebut dimungkinkan selain Jawa Barat mempunyai kegiatan yang padat guna menunjang perekonomian nasional dan daerah, juga jarak tempuh yang relatif jauh. Selain itu, Jawa Barat termasuk Jakarta mempunyai tingkat pendapatan dan PDRB yang lebih tinggi dibanding daerah Jawa lainnya dan mobilitas penduduk di Jawa Barat juga paling tinggi. Hal ini akan berakibat pada tingginya kebutuhan energi di sektor transportasi di Jawa Barat. Kebutuhan energi untuk bus ukuran besar di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur diasumsikan tumbuh sebesar 4,5% per tahun. Pada tahun 2000, kebutuhan energi untuk bus ukuran besar di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur masing-masing adalah
KEADAAN ENERGI INDONESIA 8

sebesar 2,3 PJ 0,2 PJ dan 0,1 PJ. Seperti halnya bus ukuran besar, untuk bus ukuran kecil keberadaannya juga sangat diperlukan untuk memperlancar kegiatan sampai kepelosok daerah di wilayah Jawa, sehingga kebutuhan energinya di wilayah Jawa Barat diasumsikan meningkat lebih dari 5 kali lipat dari sebesar 10 PJ pada awal periode dan menjadi sebesar 52,9 PJ pada akhir periode. Di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, untuk jenis transportasi yang sama, kebutuhan energi masing-masing diasumsikan tumbuh sebesar 4,9% per tahun dari sebesar 0,8 PJ dan 0,4 PJ pada awal periode. Kebutuhan energi untuk jenis kendaraan pribadi pada wilayah Jawa Timur pada awal periode adalah sepertiga dari kebutuhan energi untuk jenis kendaraan pribadi di wilayah Jawa Barat. Kebutuhan energi untuk jenis kendaraan pribadi pada wilayah Jawa Tengah pada periode yang sama hanya seperenam dari kebutuhan energi untuk jenis kendaraan pribadi di wilayah Jawa Barat. Prakiraan pertumbuhan kebutuhan energi untuk jenis kendaraan pribadi pada ketiga wilayah tersebut diasumsikan sebesar 5% per tahun.

2.1.3.3 Kebutuhan Listrik

Kebutuhan listrik untuk sektor bukan rumah tangga di Pulau Jawa jauh lebih tinggi dibanding dengan kebutuhan listrik sektor rumah tangga, dengan pangsa lebih dari 80%, mengingat pemakaian listrik di sektor RT masih tergolong kurang efisien. Prakiraan pertumbuhan energi listrik untuk sektor rumah tangga di pulau Jawa adalah sebesar 7,3% per tahun, sedikit lebih rendah dibanding prakiraan pertumbuhan energi listrik untuk sektor bukan rumah tangga, yaitu sebesar 7,6%. Hal ini disebabkan dengan semakin tingginya harga jual listrik, konsumen rumah tangga berusaha untuk melakukan penghematan penggunaan listrik, sehingga sedikit demi sedikit penggunaan listrik di sektor ini akan menjadi lebih efisien. Sebaliknya untuk sektor industri, dengan hilangnya pengaruh krisis ekonomi, industri mulai tumbuh kembali yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan listrik di sektor ini.

2.1.4 Kebutuhan Energi Wilayah Sumatra

Kebutuhan energi di pulau wilayah dibagi kedalam beberapa sektor, yaitu sektor pertanian, konstruksi, listrik untuk rumah tangga, listrik untuk bukan rumah tangga, rumah tangga bukan listrik, industri manufaktur, pertambangan, jasa, dan transport

KEADAAN ENERGI INDONESIA

Kebutuhan energi terbesar di wilayah Sumatra pada setiap periode adalah sektor industri manufaktur, dengan pangsa lebih dari 35% dan diperkirakan selama kurun waktu 35 tahun tumbuh sebesar 3,9% per tahun. Sektor rumah tangga mempunyai kebutuhan listrik yang relatif tinggi dibanding sektor lainnya. Kebutuhan listrik di sektor RT di Sumatra diperkirakan tumbuh sebesar 11,5% per tahun selama kurun waktu 35 tahun, sehingga pada akhir periode kebutuhan listrik di sektor rumah tangga meningkat 44 kali lipat dibanding awal periode. Ditinjau dari segi penggunaan energi, sektor industri mempunyai pangsa terbesar dibandingkan kebutuhan energi sektor lainnya, sedangkan ditinjau dari pertumbuhan kebutuhan energi di pulau ini, sektor rumah tangga mempunyai peningkatan pertumbuhan kebutuhan energi paling tinggi. Hal ini bisa dimengerti karena konsumsi listrik per rumah tangga di Sumatra saat ini masih kecil apabila dibandingkan dengan Jawa. Seiring dengan semakin meningkatnya tingkat pendapatan rumah tangga, semakin meningkat pula kebutuhan akan listrik di RT.

2.1.5 Kebutuhan Energi Wilayah Kalimantan

Seperti telah disebutkan pada awal makalah, Pulau Kalimantan dibagi kedalam lima wilayah yaitu wilayah KalSel, KalBar, KalTim, KalTeng, dan wilayah luar KalSel. Kebutuhan energi untuk semua sektor dan kebutuhan listrik untuk rumah tangga dan bukan rumah tangga di setiap wilayah Kalimantan dipetimbangkan, namun yang ditunjukkan adalah total kebutuhan energi final dan kebutuhan listrik untuk semua wilayah Kalimantan.

2.1.5.1 Kebutuhan energi Final Sektor Pertanian di Wilayah Kalimantan

Kebutuhan energi final sektor pertanian di wilayah Kalimantan diperkirakan tumbuh lebih kecil dibanding sektor pertambangan, sektor industri manufaktur, dan sektor transportasi, yaitu hanya sebesar 1,8% per tahun dari tahun 2000 hingga 2035. Hal ini disebabkan kondisi geografi dan demografi di Kalimantan tidak begitu mendukung sektor pertanian. Kebutuhan energi final yang paling besar di wilayah Kalimantan adalah sektor industri manufaktur, dengan pangsa mendekati 40%. Pada awal periode, sektor manufaktur di seluruh wilayah Kalimantan membutuhkan sekitar 109 PJ dan meningkat menjadi 376 PJ pada akhir periode, dengan prakiraan pertumbuhan sebesar 3,6% per tahun dari tahun 2000 hingga 2035. Meskipun sektor industri mengkonsumsi energi paling besar, namun selama
KEADAAN ENERGI INDONESIA 10

kurun waktu tersebut, kebutuhan energi sektor transportasi dan pertambangan meningkat lebih tinggi dan diperkirakan masing-masing selama kurun waktu tersebut, tumbuh sebesar 5,6% dan 5,2% per tahun. Sektor transportasi dan sektor pertambangan di wilayah Kalimantan menyumbangkan nilai yang besar terhadap perekonomian daerah, karena Kalimantan adalah pulau yang cukup luas dan kaya akan bahan tambang.

2.1.5.2 Kebutuhan Listrik

Kebutuhan listrik total paling besar di wilayah Kalimantan adalah wilayah Kalimantan Selatan, sedangkan wilayah Kalimantan tengah mempunyai kebutuhan listrik total paling rendah dibanding wilayah lain di Kalimantan. Banyaknya industri pertambangan di Kalimantan Selatan menyebabkan tingkat kebutuhan listriknya paling tinggi. Prakiraan pertumbuhan kebutuhan listrik non rumah tangga adalah sebesar 4,2% per tahun untuk semua wilayah, kecuali wilayah Kalimantan Barat sebesar 6,5% per tahun dari tahun 2000 hingga 2035. Prakiraan pertumbuhan energi listrik untuk sektor rumah tangga dalam kurun waktu tersebut di semua wilayah Kalimantan adalah sebesar 9,4% per tahun. Dengan prasarana fisik maupun non-fisik yang tidak begitu mendukung di Kalimantan menyebabkan kebutuhan listrik untuk sektor non-rumah tangga tidak setinggi sektor rumah tangga. Tingginya pertumbuhan listrik sektor rumah tangga disebabkan karena konsumsi listrik per rumah tangga di Kalimantan masih rendah.

2.1.6 Kebutuhan Energi Wilayah Pulau Lainnya (Other Island)

Wilayah Other Island pada penelitian ini dibagi menjadi 5 wilayah besar, yaitu Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Pulau Papua dan kepulauan Maluku.

2.1.6.1 Kebutuhan Energi Di luar Listrik Untuk Wilayah Other Island

Kebutuhan energi untuk sektor rumah tangga bukan listrik mempunyai pangsa paling besar dibanding sektor lain, yaitu lebih dari 50% dengan prakiraan pertumbuhan sebesar 4,6 % per tahun dari tahun 2000 hingga tahun 2035. Sektor transportasi mempunyai prakiraan
KEADAAN ENERGI INDONESIA 11

pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 6% per tahun selama kurun waktu tersebut, dengan kebutuhan energi total sebesar 62,38 PJ pada awal periode (tahun 2000) dan meningkat menjadi sekitar 473 PJ di akhir periode (tahun 2035) atau meningkat lebih dari tujuh kali lipat. Hal tersebut ditunjang dengan kurang begitu berkembangnya sektor industri di wilayah ini, sehingga dapat dikatakan wajar bila pangsa terbesar dipunyai oleh sektor rumah tangga non listrik, seperti kebutuhan energi untuk memasak dan penerangan non listrik. Sektor jasa di wilayah other island ini tingkat prakiraan pertumbuhannya paling kecil, hanya 1,1% per tahun dari tahun 2000 hingga tahun 2035. Sektor pertanianpun mempunyai prakiraan pertumbuhan cukup kecil yaitu 2% per tahun selama kurun waktu tersebut dengan pangsa hanya 3,6%. Kecilnya laju pertumbuhan energi non listrik pada sektor komersial dan pertanian di wilayah other Island bisa dimengerti, karena sektor komersial biasanya tumbuh tinggi di daerah yang sudah sangat berkembang seperti di Jawa. Sedangkan sektor pertanian di wilayah other Island masih sangat tradisional sehingga kebutuhan energinya tidak begitu tinggi.

2.1.7 Kebutuhan listrik wilayah Sulawesi

Pulau Sulawesi terbagi kedalam lima wilayah, yaitu wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan wilayah luar Sulawesi Tengah. Kebutuhan listrik, baik untuk rumah tangga maupun bukan rumah tangga, untuk wilayah Sulawesi Selatan mempunyai nilai yang paling tinggi, mendekati 10,7 PJ pada awal periode (tahun 2000) dan meningkat lebih dari 8 kali lipat pada akhir periode (tahun 2035), dengan prakiraan pertumbuhan listrik sebesar 6,3% per tahun selama kurun waktu tersebut. Wilayah Sulawesi Tengah mempunyai kebutuhan listrik total terendah, hanya 0,67 PJ pada awal periode. Dibanding daerah Sulawesi lainnya, Sulawesi Selatan merupakan daerah yang paling berkembang dan terbuka, hal ini berpengaruh pada perkembangan semua sektor yang ada di wilayah ini seperti industri, rumah tangga dan lain-lain. Dengan alasan tersebut sehingga tidak mengherankan jika daerah Sulawesi Selatan membutuhkan listrik yang paling besar.

KEADAAN ENERGI INDONESIA

12

2.1.8 Kebutuhan Listrik Wilayah Nusa Tenggara

Di Nusa Tenggara terbagi kedalam tiga wilayah, yaitu wilayah Nusa Tenggara Barat, wilayah luar Nusa Tenggara Barat, dan wilayah Nusa Tenggara Timur. Kebutuhan listrik total di wilayah Nusa Tenggara nilainya tidak berbeda jauh antara satu dengan lainnya, sedangkan pertumbuhan listrik untuk rumah tangga adalah sebesar 9,6% per tahun dari tahun 2000 hingga tahun 2035. Nilai ini sama dengan prakiraan pertumbuhan listrik rumah tangga untuk wilayah Sulawesi. Jika dilihat prasarana fisik dan non-fisik serta tingkat PDRB di tiga wilayah di Nusa Tenggara mempunyai kondisi yang sama dan perkembangan industri juga tidak begitu mengesankan, sehingga kebutuhan listrik untuk rumah tangga meningkat cepat karena konsumsi listrik spesifik per rumah tangga dan rasio elektrifikasi di wilayah ini masih sangat rendah.

2.1.9 Kebutuhan Listrik Wilayah Maluku dan Papua

Kebutuhan listrik total wilayah Papua lebih tinggi dibanding dengan kebutuhan listrik untuk wilayah Maluku, yaitu pada awal periode sebesar 1,2 PJ untuk wilayah Maluku dan 1,95 PJ untuk wilayah Papua. Sedangkan prakiraan pertumbuhan listrik khusus untuk rumah tangga di kedua wilayah tersebut diasumsikan sama, yaitu sebesar 9,6%. Kondisi wilayah Maluku dan Papua tidak jauh berbeda dengan wilayah Nusa Tenggara karena masih berada di Indonesia Bagian Timur sehingga laju kebutuhan listrik juga mempunyai kesamaan.

2.2 Solusi Penanganan Energi Indonesia

Berdasarkan data-data diatas, dapat kita ketahui bahwa kondisi energi di Indonesia semakin lama semakin menipis. Semakin bertambah nya waktu, maka semakin dibutuhkan pula energi-energi baru yang dapat membantu kebutuhan energi di Indonesia. Dengan kondsi seperti ini, kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan energi yang tak dapat diperbaharui seperti bahan bakar fosil dan hasil tambang lain nya, karena sumber-sumber energi tersebut semakin lama pasti akan habis dan tak dapat digunakan lagi. Oleh karena itu, kita harus melakukan suatu inovasi yang dapat menunjang kebutuhan energi di Indonesia. Salah satu solusi untuk menunjang kebutuhan energi di Indonesia adalah, dengan mengembangkan sumber-sumber energi alternatif yang dapat digunakan sebagai energi
KEADAAN ENERGI INDONESIA 13

pengganti apabila kondisi energi yang berasal dari sumber energi yang tidak dapat diperbaharui semakin menipis. Salah satu contoh penerapan energi alternatif sederhana yang dapat membantu keberlangsungan energi di Indonesia, adalah teknologi Mikrohidro. Teknologi Mikrohidro adalah teknologi berskala kecil yang dapat diterapkan pada sumber daya air untuk mengubah potensi tenaga air yang ada menjadi daya listrik dan atau pemutar peralatan lainnya antara lain pompa air, mesin giling padi dll, yang secara tidak langsung akan bermanfaat untuk menunjang kegiatan sosial ekonomi masyarakat di pedesaan. Pengembangan mikro hidro dipandang sebagai pilihan yang tepat untuk penyediaan energi listrik untuk daerah terpencil dengan jumlah penduduk yang sedikit dan sulit dijangkau jaringan listrik dari PLN.

2.2.1. Cara Kerja Mikrohidro

Teknologi mikrohidro menggunakan penerapan energi air yang dapat di konversi menjadi energi listrik dengan menggunakan sebuah alat. Alat tersebut bekerja seperti turbin yang berputar akibat arus air. Apabila air mengalir, maka turbin akan berputar dan dengan menggunakan sistem induksi, hasil perputaran tersebut akan menghasilkan aliran listrik. Lalu kemudian listrik yang dihasilkan dari perputaran air tersebut dialirkan secara langsung ke rumah rumah yang ada disekitar sumber energi tersebut. Teknologi ini sangat cocok untuk digunakan di daerah pedalaman yang masih sulit terjangkau listrik. Karena selain alat ini murah, juga dapat mudah digunakan dan apabila digunakan di daerah pedesaan, dapat dipastikan masih terdapat cukup banyak sumber air mengalir yang dapat memudahkan proses tersebut.

KEADAAN ENERGI INDONESIA

14

2.2.2. Keunggulan Mikrohidro

1. Karena teknologi ini memanfaatkan sumber daya yang terbarukan, maka biaya operasi dan pemeliharaannya lebih rendah dibandingkan dengan mesin diesel yang menggunakan energi fosil (BBM) 2. Penerapannya relatif mudah dan ramah lingkungan, tidak menimbulkan polusi udara dan suara. 3. Efisiensinya tinggi. 4. Apabila teknologi ini di gunakan untuk memutar pompa air, aman karena pompa tidak digerakan dengan motor listrik. Disamping itu efisiensinya menjadi lebih baik. 5. Apabila sistem pemasangan turbin di saluran irigasi sedemikian rupa sehingga air penggerak turbin dapat dialirkan kembali ke salurannya, maka efisiensi menjadi lebih besar, karena dengan demikian air irigasi ditingkatkan daya gunanya. 6. Masyarakat yang menikmati manfaat mikrohidro dapat membantu menjaga kondisi lingkungan daerah tangkapan airnya.

KEADAAN ENERGI INDONESIA

15

2.2.3. Kekurangan Mikrohidro

1. Teknologi Mikro Hidro belum mempunyai nilai ekonomi yang baik karena masih dibuat secara pesanan (tailor made), sehingga harga masih relatif tinggi. 2. Sosialisasi Teknologi Mikro Hidro masih sangat kurang, terutama mengenai fungsinya yang dapat digunakan untuk penggerak peralatan lainnya seperti pompa air, penggiling padi, kopi, dll. 3. Diperlukan sosialisasi mengenai dampak positip penerapan mikro hidro terhadap pengembangan kegiatan sosial ekonomi masyarakat pedesaan seperti industri kecil/rumah, perbengkelan, pertanian, peternakan, pendidikan, dll.

KEADAAN ENERGI INDONESIA

16

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari karya ilmiah yang saya tulis ini adalah, melihat kondisi energi di Indonesia saat ini, mengindikasikan kita untuk lebih menyadari betapa pentingnya perananan energi di Indonesia. Banyak sekali hal yang harus kita rubah demi mempertahankan keberadaan energi di Indonesia. Dari mulai kesadaran tiap warga di Indonesia, sampai pemanfaatan sumber energi lain selain dari bahan bakar fosil. Dari beberapa data yang disebutkan sebelumnya, dapat kita simpulkan bahwa, banykan sekali kebutuhan energi di Indonesia yang masih belum terpenuhi. Hal itu baru terjadi di masa kini, apabila kita bayangkan apa yang terjadi dengan energi di Indonesia, akan sangat berbanding terbalik dengan pertumbuhan manusia di Indonesia. Jumlah penduduk di Indonesia semakin lama akan semakin bertambah, hal itu secara otomatis akan membuat kebutuhan energi di indonesia meningkat. Hal ini tetntu saja akan menjadi sebuah bencana besar apabila tidak ada penanganan yang serius, baik dari diri sendiri, maupun dari pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, kita semua harus bisa menggerakan energi alternatif di Indonesia. Kerana energi perlu selalu diperdayakan, tidak hanya dengan energi yang berasal dari dalam perut bumi, tapi kita juga harus lebih memanfaatkan energi yang sifat nya berkelanjutan dan dapat digunakan kembali. 3.2 Saran Sebagai seorang warga negara Indonesia dan seorang siswa yang sedang merintis ilmu di Sekolah Menengah pertama, saya berharap agar pemerintah dapat lebih memperhatikan segala kondisi energi di Indonesia. Karena energi sangat perlu untuk dilindungi. Selain itu, saya juga berharap agar pemerintah dapat lebih mengembangkan pendidikan di Indonesia, agar sumber daya manusia di Indonesia semakin baik dan berkualitas, dan dapat mengembangkan energi alternatif untuk kemudian dapat dimanfaatkan di Indonesia.
KEADAAN ENERGI INDONESIA 17

DAFTAR PUSTAKA

Grafik Kebutuhan Energi Final Di Indonesia Menurut Sektor (PJ/a) Penelusuran Google

http://mhs.blog.ui.ac.id/muhammad.agung/2011/10/15/review-kondisienergi-indonesia/

http://rks.ipb.ac.id/file_pdf/EBT-IPB_oke.pdf

MIKROHIDRO/ pdf file/9.mikrohidro fix/www.google.com

KEADAAN ENERGI INDONESIA

18

Anda mungkin juga menyukai