Anda di halaman 1dari 1

MedanBisnis

WACANA
SAKIBEN SINAGA SPD

Jumat, 9 Desember 2011

Membangun Indonesia yang Lebih Baik


PEMIMPIN UMUM: Paulus M Tjukrono,WAKIL PEMIMPIN UMUM: Paul Kusuma, PEMIMPIN PERUSAHAAN: Johan, PEMIMPIN REDAKSI: Bersihar Lubis, WAKIL PEMIMPIN REDAKSI: Sarsin Siregar, REDAKTUR SENIOR: Bambang Sulaksono, REDAKTUR PELAKSANA: Nurhalim Tanjung, REDAKTUR PELAKSANA KOMPARTEMEN: Diurnanta Qelanaputra, REDAKTUR: A.Rahim Qahhar, Abyadi Siregar, Bambang Riyanto, Selamat Riady, YS. Rat, Sasli Pranoto Simarmata, Eddy Tristianto, Rizanul, Hasan Basri, Junita Sianturi SP, John Ricardo Nasution, Umry Effendy, Yayuk Masitoh, Anang Anas Azhar, Mulyadi Hutahaean, Jones Gultom, Tarwiyah AR, Faisal Reza, Hisar Hasibuan, Zainul Abdi, Iwan Guntara, Hermy Edwison, Eko Hendro. SEKRETARIS REDAKSI: . STAF REDAKSI: Hendrik Hutabarat, David Siagian, Sri Mahyuni, Benny Pasaribu, Herman Saleh, Zahendra, Sri Wahyuni Naibaho, Ramita harja, Sulaiman Achmad, Irvan Sugito, Muhammad Fahmi, Khairunnas, Wiwik Handayani, Elvidaris Simamora,Daniel pekuali. KORESPONDEN: Wismar Simanjuntak (Belawan), Misno, Reza Fahlevi (Langkat), Ilyas Effendy (Pangkalan Brandan), Arma Delisa Budi, Meila Astuti (Binjai), Rinaldi Samosir (Deliserdang), Sujarwedi (Tanjung Morawa), Ali Yustono (Tebing Tinggi), Jhonni Sitompul (Sergai), Mawardi Brampu, Fajar Dame Harahap (Labuhanbatu), Indra Sikoembang (Kisaran), Arsyad Yus (Tanjung Balai), Joeky Cassidy, Eddy Sofyan (Berastagi), Tumpal Sijabat (Samosir), Juniwan (Sibolga/Tapteng), Zamharir Rangkuti, Henri (Penyabungan), Ikhwan Nasution (Tapsel/Padang Sidempuan), Samsudin Harahap, Simon Damanik (Simalungun), Jannes Silaban (Pematang Siantar), Bistok Siagian (Batubara/Perdagangan), Ht Anwar Ibr Riwat, Riandi Armi (Banda Aceh), M Syafrizal (Langsa), Sugito Tassan (Lhokseumawe) Jamil Areis Mahrup (Labura), Rikardo Simanjuntak(Labura), Hidayat (Kuta Cane), Dedi irawan (Banda Aceh) . FOTOGRAFER: Roemono, Ariandi. ILUSTRASI: Gom Tobing DESAINER: Rizal, M Salim, Roy Syahputra, Edy Suroto, Fahmi Koto, Dodi Isbandi, Fitriadi. KANTOR REDAKSI/TATA USAHA: Jl. S. Parman Kompleks Medan Bisnis Centre Blok A No. 5 - 6 Medan 20112, Kotak Pos 1818 Medan 20000, Telepon (061) 4521133 (hunting), Fax Redaksi (061) 4523163, Fax Iklan (061) 4524138, email redaksi : redaksi@medanbisnisdaily.com, e-mail iklan : iklan@medanbisnisdaily.com, . PENERBIT: PT Kasih Karunia Medan Bisnis. PERWAKILAN: Prijana Gunawan (Rantau Parapat), Maruli (Sibolga). PERCETAKAN: PT. Surya Mas Abadi Makmur (Isi di luar tanggung jawab percetakan). TARIF IKLAN: Umum/hitam putih Rp 9.000,-/kolom/mm, berwarna Rp 27.000,-/kolom/mm

MedanBisnis

Menanti Kejujuran di UN 2012


OLEH
KEJUJURAN selalu diuji ketika ujian nasional (UN) dilaksanakan di setiap jenjang pendidikan, baik kejujuran para siswa, pihak sekolah dan tidak terkecuali dengan pemerintah. Demikian juga UN tahun 2012 ini, akan menguji kejujuran di antara kita walau formulasi UN dibuat seperti tahun 2011 dengan bobot 60% dari hasil UN. Sedang 40% lagi hasil nilai ujian sekolah (US) ditambah penilaian guru (rata-rata nilai raport).
Sejak UN diberlakukan, banyak permasalahan yang terjadi. Semisal, UN yang mengerdilkan peran guru di sekolah karena dianggap tidak mampu memberikan kelulusan. Juga moral siswa, serta adanya anggapan yang meremehkan mata pelajaran yang tidak ikut diujiankan dalam UN, hingga kecurangan-kecurangan yang terjadi pada saat ujian. Misalnya tahun 2011, mungkin kita masih mengingat Siami yang membongkar adanya contek massal di sekolahnya. Dan tahun sebelumnya di Medan, Komunitas Air Mata Guru (KAMG) menemukan bahwa sebelum ujian negara (ujian nasional) dilakukan, naskah soal sudah beredar di mana-mana. Dengan kata lain, terjadi kecurangan dengan membocorkan naskah soal UN. Mulai tahun 2003 UN diberlakukan, sering kita melihat atau mendengar adanya makelar jawaban, jual beli soal, pencurian soal. Dan tidak sedikit juga siswa yang bunuh diri, frustasi, serta dampak psikologis siswa/siswi yang tidak lulus UN. Selain itu, penyelenggaraan UN sebagai penentu kelulusan juga menjadi momok menakutkan bagi siswa/siswi kelas 6 SD, kelas 9 SMP maupun kelas 12 SMA. Hal ini tidak hanya bagi siswa, pihak sekolah juga mengalaminya. Apalagi standar pendidikan kita yang belum merata, sehingga UN merugikan siswa dan pihak sekolah. Akibatnya pihak sekolah juga dapat berperan dalam kecurangan pendidikan itu. Tidak adanya pemerataan pendidikan, seharusnya penerapan UN tidak dapat meratakan kualitas pendidikan di Indonesia. Namun pemerintah selalu memaksakan kebijakan itu. Akibatnya kecurangan selalu mewarnai UN. Kecurangan yang mungkin saja karena bentuk protes terhadap pemerintah karena menguji siswa hanya dari segi kognitifnya saja dan juga ketidaksiapan sekolah menghadapi ujian sebagai penentu kelulusan. Karena permasalahan pendidikan kita masih multi kompleks, baik dari segi kualitas guru maupun dari segi sarana dan prasarana pendidikan. Minus Kejujuran Saat ini, kejujuran sangat sulit ditemukan. Baik di kalangan pemerintah, maupun lingkungan sekolah (pendidikan). Ketidakjujuran sering dipertontonkan kepada publik, seperti pemerintah yang korupsi dan tidak jujur dalam menjalankan tugasnya. Di lingkungan pendidikan ketidakjujuran juga sering kita temui. Sepertinya nilai kejujuran dalam dunia pendidikan masih menjadi sesuatu yang amat mahal. Kejujuran mudah dikatakan, tetapi sangat sulit diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Belakangan terdapat berbagai agenda penting dunia pendidikan yang seringkali sarat penyimpangan dan mengundang terjadinya

SUARA HATI

Busway Masuk Medan


MEDAN bakal punya busway? Dinas Perhubungan memang sudah merancangnya sejak dua tahun lalu. Bahkan transportasi massal atau Bus Rapid Transit (BRT) ini sudah masuk dalam Master Plan Kota Medan. Nama busway yang ditargetkan beroperasi mulai tahun depan inipun sudah ditetapkan: Trans Medan. Nama busway itu mengingatkan transportasi massal Trans Jakarta. Ya, Medan memang ingin meniru pengalaman Jakarta guna menekan kemacetan lalulintas, apalagi busway di ibukota tersebut berkembang pesat. Seorang pakar di bidang perencanaan perkotaan dan kebijakan publik dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, Profesor Tony Gomez-Ibanez sampai memujinya sebagai prestasi cemerlang Pemerintah Propinsi DKI Jakarta karena sudah bisa membangun jaringan cukup panjang sejak mulai beroperasi 2004 lalu. Saking panjangnya, jalur busway di Jakarta sudah mengalahkan Kolombia, Jepang, dan Australia sebagai pionir busway di dunia. Makanya, kalau dulu orang selalu melihat busway di tiga negara itu, terutama Bogota di Kolombia, sekarang justru Jakarta menjadi contoh untuk mempelajari soal transportasi massal tersebut. Tapi apakah Trans Jakarta berhasil menekan kemacetan di ibukota tersebut? Ah, tidak juga. Buktinya kemacetan di Jakarta semakin bertambah saja belakangan ini, apalagi busway berjalan di jalur khusus bebas hambatan yang diambil dari badan jalan yang sudah ada. Artinya, garagara busway, badan jalan untuk kendaraan berlalulintas jadi menyempit. Profesor Tony Gomez-Ibanez juga melihat transportasi massal tidak bakal bisa serta-merta menekan kemacetan, bahkan meski Jakarta sudah mengoperasikan busway. Soalnya pertumbuhan jalan sangat lamban, sedangkan pertambahan kendaraan cukup pesat, akibatnya busway hanya bisa mengangkut 1% saja dari 37 juta pergerakan penduduk di Jakarta setiap harinya. Lalu bagaimana dengan Medan? Dinas Perhubungan kota ini memang tidak ingin meniru Jakarta secara keseluruhan. Makanya Trans Medan tidak akan memiliki jalur khusus, melainkan akan melenggang bersamaan dengan kendaraan pribadi dan angkutan kota (angkot) di jalanan kota ini. Tapi busway ala Medan ini mempunyai jadwal berangkat yang tepat waktu setiap trip. Cara ini diharapkan akan membuat Trans Medan tetap menjadi transportasi cepat di sini kelak. Desain itu membuat Dinas Perhubungan memasang target Trans Medan akan menekan angka kemacetan hingga 40% di kota ini. Target ini tentu terlalu optimis mengingat Trans Jakarta saja cuma mampu mengangkut satu persen dari puluhan juta penduduk ibukota yang melakukan pergerakan setiap hari. Bahkan meski Trans Medan bisa mengangkut 5% dari 2,6 juta penduduk plus 750.000 komuter setiap harinya tetap saja target menekan kemacetan tersebut mustahil terealisir, kecuali ada upaya membenahi dan menambah infrastruktur jalan di kota ini. Selain itu, tentu saja, TransMedan perlu membangun sinergi dengan angkot supaya tidak terjadi tumpang-tindih trayek yang justru akan membuat Medan semakin macet. Kalau mungkin, supaya bisa seiring jalan, jadikan saja angkot sebagai feeder atau angkutan pengumpan bagi Trans Medan. Cocok kam rasa? ***

ketidakjujuran. Celah untuk melakukan ketidakjujuran pun terbuka lebar di dalam dunia pendidikan kita. Di antaranya adalah pelaksanaan UN, sertifikasi guru/ dosen, seleksi calon pendidik maupun penerimaan CPNS. Tidak tahu apakah ini program pemerintah untuk mengembangkan pendidikan negeri ini atau hanya proyek belaka. Sekadar menghabiskan anggaran pendidikan, namun tidak tepat sasaran. Apalagi dalam UN tahun ini menghabiskan dana yang besar, mencapai Rp 5 miliar. Sangat memprihatinkan. Ironisnya lagi pada saat pelaksanaan UN, perilaku kecurangan dipertontonkan oleh sosok guru (pihak sekolah) yang semestinya menjadi teladan bagi muridnya namun harus tertangkap basah saat memberikan kunci jawaban kepada siswanya yang sedang menghadapi ujian. Mereka tidak sadar bahwa sesungguhnya, tindakan itu telah memberikan teladan buruk kepada siswanya. Mengajarkan kejujuran namun akhirnya memberikan teladan yang tidak jujur karena kebijakan pendidikan yang memaksakan adanya UN. entingnya Kejujuran Pentingnya Kejujuran Mengingat bahwa siswa merupa-

kan calon agen pembaharu (agent of change) yang akan berperan membawa perubahan-perubahan konstruktif bagi negeri ini, hendaknya makna pendidikan jangan menyempit, hanya dinilai dengan angka. Namun pendidikan penting melihat aspek secara keseluruhan. Karena kejujuran dalam bertindak sangatlah diperlukan. Terlebih lagi kejujuran dalam pelaksanaan UN. Karena kejujuran yang didapatkan oleh generasi bangsa ini sangat mempengaruhi kondisi bangsa ke depan. Inilah sebenarnya penerapan pendidikan yang berkarakter itu. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan berbangsa. Adapun tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dari tujuan pendidikan tersebut, kita hendaknya menyadari betul bahwa kejujuran merupakan salah satu unsur kekuatan spiritual, akhlak mulia, serta kepribadian sangat dibutuhkan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya dalam rangka membangun bangsa. Pendidikan seharusnya menyemai benih kejujuran bukan menyemai benih kemunafikan, kecurangan, dengan cara instant yaitu melalui UN. Sebab pendidikan seharusnya membangun fondasi moral bangsa. Melihat pentingnya kejujuran pada kehidupan dan dalam dunia pendidikan, semoga UN tahun 2012 ini tidak lagi diwarnai kecurangan. Ketika pemerintah memberi hak 40% kepada guru (pihak sekolah) untuk menentukan kelulusan siswa, hendaknya jangan dimanfaatkan untuk berbuat tidak jujur seperti menukangi, memanipulasi nilai siswa (mencuci rapot) ataupun melakukan kecurangan pada waktu UN dilaksanakan. Dengan bahasa lain, kesempatan 40% untuk menentukan kelulusan siswa jangan disalahgunakan. Guru-guru hendaknya dapat memberikan bekal yang mantap, memperlengkapi siswa-siswinya sesuai tujuan pendidikan dan pe-

ngajaran itu agar di UN nanti siswa tidak lagi harap-harap cemas dan mencari jalan pintas untuk lulus UN dengan melakukan kecurangan. Pemerintah hendaknya juga merefleksikan diri demi kemajuan pendidikan di negeri kita ini. Terlebih dalam menentukan kebijakan pendidikan. Jika ingin mengevaluasi mutu pendidikan nasional, sebaiknya bukan hanya melalui UN namun melakukan evaluasi pendidikan nasional secara holistik. Tidak hanya memberikan target kelulusan UN bagi siswa, tetapi juga melakukan tindakan yang lebih nyata (kongkret) untuk meningkatkan mutu pendidikan mulai dari proses pendidikan tersebut. Karena pada dasarnya standar nilai atau target yang diberikan pemerintah dapat memotivasi dan mempersiapakan diri siswa secara maksimal untuk belajar dan meraih prestasi. Tetapi kalau dalam mencapai target tersebut pemerintah tidak memperhatikan dan melakukan perbaikan mutu pendidikan lebih serius lagi, maka standar tersebut sama saja dengan membuka peluang untuk berbuat curang. Karena saat ini mutu pendidikan kita (semakin) jauh tertinggal dibanding dengan

negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, maupun Cina. Pemerintah hendaknya jangan "tutup mata" akan permasalahan ini. Kejujuran pemerintah juga sangat dibutuhkan dalam pengembangan mutu pendidikan negeri ini. Baik kejujuran dalam melaksanakan program pendidikan sehingga tidak menjadi 'proyek' pendidikan, tetapi benar-benar merevitalisasi pendidikan demi kemajuan bangsa ini. Jangan hendaknya anggaran Rp 5 miliar untuk pelaksaan UN menjadi tidak sasaran karena berakhir dengan kecurangan. Demikian juga kepada siswa, hendaknya lebih mempersiapkan diri dan membekali diri lebih maksimal dalam menggapai prestasi. Tidak hanya untuk mencapai standar nilai yang ditentukan dalam kriteria kelulusan siswa namun untuk prestasi dan kemajuan negara kita. Tiga tahun sekolah targetnya janganlah hanya sebatas lulus ujian nasional. Sehingga menghalkan segala cara yaitu kecurangan. Salam pendidikan! Penulis adalah pemerhati pendidikan

Adu Otot, Dampak Pendidikan Tak Menyadarkan


ENJADI realita yang ironis ketika kita melihat semangat pendidikan kita menjadi semangat "adu otot". Pendidikan yang seharusnya menyadarkan, kini seakan tidak berfungsi penyadaran. Akibatnya mentalitas pelajar berbelok ke arah eksistensi yang emosional. Tidak kritis, menjadi dampak utama yang dialami pelajar kita. Sehingga untuk memecahkan masalahpun harus menggunakan emosional. Kejadian yang berkembang, seperti tauran antar mahasiswa di kampus Universitas Nommensen dan USU, anak SMU antar sekolah, dan maraknya genk motor yang juga didalangi pelajar, seharusnya menjadi acuan kita untuk melakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan yang memang tidak lagi menyadarkan. Nasib generasi muda yang berada pada sistem pendidikan yang tidak membebaskan (menyadarkan) tentu akan mempengaruhi perkembangan bangsa ini. Artiannya, generasi muda yang memiliki mentalitas yang bar-bar dan tidak kritis, akan menjadi penerus bangsa ini, maka kita dapat membayangkan bagai mana nasib bangsa ini ke depan. enyadar yadaran Penyadaran Kritis Penyadaran merupakan hal utama yang

seharusnya menjadi tanggung jawab pendidikan bagi pelajar. Agar setiap pelajar dapat terbebaskan dari kebodohan dan dapat memecahkan permasalahan, serta menciptakan pelajar-pelajar yang memiliki moral dan kesadaran yang kritis. Dalam hal penyadaran, pakar pendidikan dari Brazil Paulo Freire, menyatakan bahwa, setiap manusia memiliki tingkat kesadaran. Namun, tingkat kesadaran manusia sering bersifat statis dan tidak berdialektika ke tingkatan penyadaran yang lebih tinggi. Freire menyimpulkan bahwa hal ini disebabkan karena tidak adanya sistem pendidikan yang menyadarkan. Paulo Freire dalam bukunya Pendidikan Kaum Tertindas, menegaskan bahwa ada tiga tingkat kesadaran manusia. Pertama, kesadaran magis; merupakan kesadaran untuk menangkap fakta-fakta yang akan diberikan kepada penguasa yang mengkontrol kesadarannya (alam gaib/mistis). Kedua, kesadaran kritis; kesadaran ini lebih melihat aspek manusia menjadi akar penyebab masalah. Ketiga, kesadata naif; kesadaran ini lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Pendekatan struktur sebagai sumber masalah. Pendekatan struktural

OLEH BOY RAJA PANGIHUTAN MARPAUNG

Lemahnya pendidikan kita dalam hal penyadaran bagi masyarakat menunjukkan bahwa sistem pendidikan saat ini, bukanlah sistem pendidikan yang menjadi kebutuhan rakyat.
menghindari "blaming the victims" dan lebih menganalisis. Dari ketiga tingkatan kesadaran ini, tingkatan yang paling tinggi adalah tingkatan kesadaran kritis, naif menjadi yang kedua dan magis menjadi tingkatan kesadaran yang paling rendah. Pada umumnya manusia hanya menggunakan tingkat kesadaran magis dan naif, sementara kesadaran kritis terabaikan, sehinggah sering manusia masih betingkah laku seperti manusia primitip. Maka untuk itu sudah saatnya lembaga pendidikan di Indonesia untuk memberikan pendidikan dengan tingkat kesadaran yang lebih tinggi kepada calon-calon penerus bangsa (generasi muda). Jangan menganggap pendidikan itu hanya sekedar formalitas individu, melainkan indentitas dari suatu bangsa. Untuk mencapai kesadaran kritis tersebut, pemerintah harus merubah sistem pendidikan yang hanya bermakna candu. Lebih mengarah kan ke pendidikan yang bersifat penyadaran, dengan mengkaitkan langsung dengan kondisi sosial masyarakat. Seperti di Cina, Re-Education yang dilakukan pemerintah Cina untuk mningkatkan kesadaran rakyatnya yang masih memiliki kesadaran magis dan naif. Jangan menganggap bahwa pendidikan itu hanya proses transfer ilmu kepada orang lain, seperti sistem bank yang dinyatakan Paulo Freire. Karena hal ini tidak akan menumbuhkan kesadaran kritis bagi masyarakat. Namun pemahaman terhadap kondisi sosialnya akan

membangkitkan kesadaran kritisnya. Kesadaran Primitip Adu otot atau sering kita sebut dengan tauran ala pemuda adalah contoh dari kesadaran manusia yang masih primitip. Berkembangnya kasus tauran antar pelajar dan keributan yang ditimbulkan oleh pelajar dan merugikan orang lain, menunjukkan bahwa sistem pendidikan tidak lagi mendidik moral dan kesadaran yang kritis. Moralitas bukanlah internalisasi nilai-nilai kultural yang telah mapan maupun bentangan dorongan dan emosi spontan, moralitas adalah keadilan, hubungan timbal balik antara seorang individu lainnya di lingkungan sosialnya. Maka ketikan moralitas itu tidak terbangun dalam pendidikan, secara otomatis akan tetap tingkat kesadaran manusia tidak akan mencapai kritis. Jadi sudah dapat kita simpulkan, bahwa ternyata kesadaran para pelajar Indonesia (yang adu otot) masihlah ditingkatan kesadaran naif. Dimana hal mendasar kehidupan bukan menjadi akar permasalahan, malah menyimpulkan orang lain yang menjadi penyebab masalah. Sehingga, wajar apabila sangat sering kita lihat terjadinya konflik horizontal, baik antar pelajar maupun masyarakat. Lemahnya pendidikan kita dalam hal pe-

nyadaran bagi masyarakat menunjukkan bahwa sistem pendidikan saat ini, bukanlah sistem pendidikan yang menjadi kebutuhan rakyat. Apabila kita melihat gejolak masyarakat, maka msyarakat pasti membutuhkan kesadaran kritis. Karena kesadaran kritis dapat digunakan masyarakat untuk memecahakan permasalahan dalam kehidupan sosialnya. Menjadi tanggung jawab moral tentunya bagi pemerintah untuk memberikan pendidikan yang memang menyadarkan bagi generasi muda bangsa. Bukan sekedar kepentingan individu para pemuda (pelajar), namun sebagai jaminan nasib bangsa ini kedepannya. Apabila pendidikan belum dapat mengubah kesadaran manusia yang masih primitip ke tingkatan kesadaran kritis, ini membuktikan bahwa sitem pendidikan saat ini belumlah membebaskan (menyadarkan). Melainkan, pendidikan hanya sebagai simbolik yang hanya digunakan untuk mengkomersialisasikan ilmu pengetahuan. Dan pasti akan tetap menciptakan manusia yang memiliki kesadaran prmitip (magis dan naif ).** Penulis aktif dalam gerakan sosial di Kelompok Studi BARSDem

Anda mungkin juga menyukai