Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Hak Milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata terkuat dan terpenuh tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat diganggu gugat dan tidak terbatas seperti Hak Eigendom, akan tetapi kata terkuat dan terpenuh itu dimaksudkan untuk membedakan dengan hak-hak lainnya, yaitu untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah maka Hak Milik yang terkuat dan terpenuh.
Hak Milik adalah hak atas tanah, karena itu tidak meliputi pemilikan kekayaan alam yang terkandung dalam tubuh bumi dan yang ada di bawah/di dalamnya.
Permasalahan Hukum
(1) Larangan pemindahan Hak Milik kepada warga negara asing, badan hukum Indonesia (kecuali yang ditetapkan dalam PP No. 38/1963) dan badan hukum asing (pasal 26 ayat 2 UUPA); (2) Peristiwa hukum yang menyebabkan beralihnya Hak Milik kepada pihak-pihak yang tidak berwenang sebagai pemegang Hak Milik seperti warga negara asing, masih diakui/diperbolehkan oleh UUPA dengan syarat orang asing tersebut tidak boleh memegang Hak Milik itu lebih dari 1 tahun dan harus mengalihkannya kepada pihak yang memenuhi syarat. Peristiwa hukum yang menyebabkan berakhirnya Hak Milik kepada WNA adalah: a. Percampuran harta karena perkawinan campuran; b. Pewarisan tanpa wasiat (pewarisan ab intestato); c. WNI kehilangan status kewarganegaraan Indonesianya (peralihan dari WNI menjadi WNA).
Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara selama jangka waktu tertentu guna usaha pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan
Syarat permohonan perpanjangan dan pembaharuan HGU: (1) tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan,
sifat dan tujuan pemberian hak tersebut; (2) syarat-syarat pemberian hak tersebut masih dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; (3) pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang HGU; (4) diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGU tersebut.
Subyek HGU
(1) Warganegara Indonesia; (2) Badan Hukum Indonesia; (3)Untuk meningkatkan penanaman modal asing dalam sektor perkebunan ditetapkan berdasarkan Keppres No. 23/1980, bahwa Hak Guna Usaha dapat langsung diberikan kepada perusahaan PMA yang berbentuk Perusahaan Patungan yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(1) Membayar uang pemasukan kepada Negara; (2) Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya; (3) Mengusahakan sendiri tanah HGU dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis; (4) Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal HGU; (5) Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (6) Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan HGU; (7) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGU kepada Negara sesudah HGU tersebut hapus; (8) Menyerahkan sertipikat HGU yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan. Pemegang HGU berhak untuk : (1) Menguasai dan mempergunakan tanahnya untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perikanan dan atau peternakan; (2) Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas tanah HGU untuk mendukung pelaksanaan usaha pada nomor (1).
Peralihan tersebut harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Peralihan karena jual beli kecuali melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal dan hibah dilakukan dengan akta PPAT. (PPAT HGU ADALAH DIREKTUR PENDAFTARAN TANAH-BPN PUSAT,.. BUKAN PPAT BIASA)
Sedangkan jual beli melalui lelang dibuktikan dengan Berita Acara Lelang, dan peralihan karena pewarisan dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang
Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu tertentu (pasal 35 ayat 1 UUPA).
Tidak ada pembatasan, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan hanya ada ketentuan bahwa apabila satu keluarga telah mempunyai 5 (lima) sertipikat tanah maka untuk setiap perubahannya harus mendapat izin dari BPN.
(1) tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut; (2) syarat-syarat pemberian hak tersebut masih dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; (3) pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang HGB; (4) tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan; (5) permohonan diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGB tersebut. Untuk perpanjangan atau pembaharuan HGB atas tanah Hak Pengelolaan, selain dengan syarat tersebut di atas, harus dengan persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.
(1) Menguasai dan mempergunakan tanahnya selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya; serta (2) Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya.
Hapusnya HGB
1. Jangka waktunya berakhir; 2. Dibatalkan karena syarat tidak terpenuhi; 3. Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir; 4. Dicabut untuk kepentingan umum (UU No. 20/1961); 5. Tanahnya ditelantarkan; 6. Tanahnya musnah; 7. Pemegang hak tidak memenuhi syarat sebagai pemegang HGB
Hak Pakai (pasal 41 UUPA) adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang langsung dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam surat keputusan pemberian haknya (tanah negara) atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah (tanah milik orang lain) Dari rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa Hak Pakai adalah hak atas tanah yang dapat dipergunakan untuk non pertanian dan pertanian, yaitu: Kata menggunakan, menunjukkan bahwa tanah itu dapat digunakan untuk bangunan (sebagai wadah); kata memungut hasil menunjukkan bahwa tanah dapat digunakan untuk usaha pertanian (sebagai faktor produksi).
(1) UUPA: pasal 41 s/d 43, pasal 49 ayat 1, pasal 50 ayat 2 jo. Pasal 52; (2) Luar UUPA: UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing; UU No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah; PP No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah Negara; PP No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia; Pasal 1 PMA No. 9/1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak atas Tanah dan Ketentuan -ketentuan tentang Kebijaksanaan selanjutnya; PMA No. 1/1966 tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan; Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan No. 9 Tahun 1999, tentang Tata cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan
(1) Membayar uang pemasukan kepada Negara; (2) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukkan dan persyaratan; (3) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian hidup; (4) Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung karena keadaan geografis atau sebab lain; (5) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Pakai tersebut hapus; (6) Menyerahkan sertipikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
(1) Menguasai dan mempergunakan tanahnya selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya; serta (2) Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya.
- Jika asal tanah adalah Tanah Negara, maka terjadinya adalah melalui permohonan hak dengan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH); - Jika berasal dari tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu (Hak Milik dan Hak Pengelolaan) maka terjadinya melalui perjanjian antara pemilik tanah tersebut dengan pihak yang akan memperoleh Hak Pakai; - Berasal dari konversi hak-hak lama pada tanggap 24 September 1960
1. 2. 3.
Merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanahnya; Menggunakan tanah untuk keperluan sendiri; Menyerahkan bagian dari tanahnya kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang telah ditentukan bagi pemegang hak tersebut yang meliputi segi peruntukkan, segi penggunaan, segi jangka waktu dan segi keuangannya.
Sejarah HPL
Hak Pengelolaan ini berasal dari Hak Beheer, yaitu hak penguasaan atas tanah negara yang dengan PMA No.9/1965 dikonversi menjadi hak atas tanah menurut hukum tanah nasional : 1. Jika tanah Hak Beheer tsb. digunakan oleh instansi pemerintah untuk keperluan sendiri, maka dikonversi menjadi Hak Pakai; 2. Jika tanah Hak Beheer tsb. tidak hanya digunakan sendiri tetapi akan diserahkan kepada pihak ketiga bagian-bagian dari tanah lainnya yang meliputi segi peruntukkan, penggunaan dan jangka waktu dan keuangan, maka Hak Beheer dikonversi menjadi Hak Pengelolaan.
Setelah jangka waktu hak atas tanah yang diberikan kepada pihak ketiga itu berakhir maka tanah tersebut kembali lagi ke dalam penguasaan sepenuhnya pemegang Hak Pengelolaan dalam keadaan bebas dari hakhak yang membebaninya.
Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut ketentuan Peraturan Pemerintah No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah Tidak dapat dipindahtangankan Tidak dapat dijadikan jaminan hutang Berisi kewenangan perdata dan kewenangan publik Jangka waktu HPL adalah selama tanah tersebut dipergunakan sesuai ketentuan dalam pemberian HPL tsb.