Anda di halaman 1dari 4

Program Rehabilitasi dan Prevensi serta Evaluasi Asuhan Keperawatan Tuberkulosis dan Efusi Pleura

Oleh Ratna Wulandari, 1006759580 Mahasiswi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular yang banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan penelitian, jumlah kasus tuberkulosis saat ini diperkirakan sebesar 430.000 kasus dengan jumlah korban yang meninggal sebanyak 61.000 orang. Hal ini tentu menjadi salah satu permasalahan krusial bagi tim kesehatan. Sebagai salah satu bagian dari tim kesehatan, seorang perawat diharapkan dapat memahami cara rehabilitasi, prevensi, dan pengevaluasian untuk memastikan bahwa klien telah sembuh dari tuberkulosis. Selain itu, perawat juga harus memahami komplikasi yang mungkin muncul akibat tuberkulosis seperti efusi pleura dan cara penanganannya. Dalam lembar tugas mandiri ini akan dijelaskan mengenai program rehabilitasi dan prevensi serta evaluasi asuhan keperawatan tuberkulosis dan efusi pleura. Tuberkulosis adalah infeksi akut atau kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis (Morgan, 2003). Berikut merupakan penanganan yang harus dilakukan ketika menghadapi klien penderita tuberkulosis (Winkelman dan Workman, 2006): 1. Pemberian obat Obat anti tuberkkulosis dibagi menjadi dua golongan utama, yaitu: Golongan pertama: a. Isoniazid: Diberikan selama 6 bulan

b. Rifampin: Diberikan selama 6 bulan c. Etambutol: Diberikan selama 6 bulan. Terdapat beberapa kontraindikasi obat ini yaitu penderita hipersensitivitas, anak dengan usia dibawah 5 tahun, dan penderita neuritis optic. Obat ini memiliki efek samping minimal apabila diberikan dengan dosis tertentu. d. Pirazinamid: Diberikan 2 bulan pertama e. Streptomisin: Obat ini memiliki efek toksitas tinggi. Selain itu resistensi bakteri mudah timbul dengan penggunaan obat ini. Oleh sebab itu, obat ini mulai tidak digunakan lagi. Golongan kedua a. Para aminosalisilat b. Etionamid c. Aminoglikosida d. Sikloserin e. Fluorokuinolon 2. Pemberian penjelasan kepada klien mengenai pentingnya meminum obat secara teratur. 3. Pemberian penjelasan kepada klien untuk rutin memeriksakan diri. 4. Pemberian penjelasan kepada klien untuk menghindari hal-hal yang dapat membuatnya iritasi pernapasan, seperti debu atau asap rokok. 5. Pemberian penjelasan meminum vitamin. 6. Pemberian penjelasan kepada klien mengenai pembatasan kegiatan. Karena jika klien terlalu lelah, maka akan memperlambat proses penyembuhan. 7. Pemberian penjelasan kepada klien bahwa tuberkulosis merupakan penyakit yang menular melalui udara sehingga penting untuk menggunakan masker agar tidak menulari orang lain. Selain itu, jelaskan bahwa jika klien batuk atau bersin, ia harus menutup mulut dan hidung menggunakan tissue dan masukkan tissue tersebut kedalam plastik dan buang ke tempat sampah. kepada klien untuk mengatur pola makan dan

Terdapat beberapa indikator yang dapat dijadikan panduan bagi perawat ketika melaksanakan evaluasi dalam menentukan keberhasilan intervensi yang diberikan, yaitu (Johnson, 2008): 1. Kepatenan jalan napas 2. Ketuntasan pengobatan 3. Kemampuan beraktivitas meningkat 4. Tidak adanya komplikasi yang muncul seperti gagal hati Selain mengetahui cara rehabilitasi dan pengevaluasian, penting bagi perawat untuk mengetahui cara menekan probabilitas seseorang untuk terkena tuberkulosis. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menekan probabilitas timbulnya penyakit tuberkulosis, yaitu (Baughman, 2000): 1. Vaksinasi BCG pada bayi 2. Pada individu yang tinggal bersama atau sering berinteraksi dengan penderita tuberkulosis sebaiknya diberikan isoniazid (INH) dengan dosis tidak lebih dari 300 mg setiap hari minimal selama 6 bulan. Penyakit tuberkulosis dapat memicu timbulnya gangguan pernapasan lain, seperti efusi pleura. Efusi pleura merupakan suatu kumpulan cairan pada ruang antara lapisan parietal dan viseral dari pleura (Patel, 2007). Terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menangani klien dengan keluhan efusi pleura, yaitu (Tucker, 1999): 1. Pantau tanda-tanda vital 2. Kolaborasi thorakosentesis 3. Kolaborasi pemberian O2 dan obat-obatan 4. Pertahankan intake cairan 5. Ajarkan klien cara batuk efektif

Setelah melakukan intervensi, berikut beberapa indikator yang dapat membantu dalam menentukan keberhasilan intervensi yang telah dilakukan, yaitu (Tucker, 1999): 1. Irama, frekuensi dan kedalaman napas normal 2. Bunyi napas normal 3. Pada rontgen thiraks tidak ditemukan adanya akumulasi cairan Dari penjelasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu seorang perawat perlu memahami penyakit tuberkulosis dan cara penanganannya yang tepat untuk menghindari akibat fatal dari penyakit tersebut. Selain itu, perawat juga perlu mengetahui gangguan pernapasan lain yang mungkin muncul akibat tuberkulosis, seperti efusi pleura. Sehingga perawat mampu memutuskan tindakan terbaik yang akan dilakukan untuk membantu klien dalam mengatasi permasalahan

pernapasannya. Daftar Pustaka Baughman, C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Johnson, J. 2008. Medical Surgical Nursing. (11th ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Morgan, G. 2003. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC Patel, P. 2007. Radiologi. Jakarta: Erlangga Tucker, 1999. Standar Keperawatan Pasien. (Ed ke-5). Jakarta: EGC Winkelman & Workman. 2006. Medical Surgical Nursing. Canada: Clinical Companion

Anda mungkin juga menyukai