Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM PEMULYAAN TANAMAN TERAPAN

Oleh : Nama NIM Prodi Judul Praktikum : Rida Purwanti : A4109354 : Teknik Produksi Benih (TPB) : Seleksi Heterosis Tanaman Padi

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL POLITEKNIK NEGERI JEMBER November Desember , 2011

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Dasar Teori Heterosis atau Hybrid Vigor menurut Poehlman (1979) didefinisikan sebagai peningkatan dalam ukuran atau vigor dari suatu hibrida melebihi rata - rata kedua tetuanya. Pengaruh dari heterosis pada suatu tanaman dapat dilihat dalam berbagai bentuk, seperti tinggi tanaman, ukuran daun, ukuran sel, perkembangan akar, peningkatan hasil dan bentuk lainnya. Batasan dari heterosis dapat berbeda - beda tergantung dari pembanding yang digunakan (Welsh 1981). Heterosis dapat berarti perbaikan karakter F1 dibandingkan dengan karakter induk terbaiknya. Batasan lainnya adalah membandingkan F1 dengan rata - rata karakter induknya. Heterosis sangat penting pada pemuliaan tergantung dari level dominansi serta perbedaan gen-gen yang terakumulasi. Galur yang akan dijadikan tetua dalam pembentukan hibrida padi , terlebih dahulu diuji keunggulannya dengan metode seleksi tetua berdasarkan nilai daya gabung (combining ability). Daya gabung terbagi menjadi dua jenis, yaitu daya gabung umum (general combining ability) dan daya gabung khusus (specific combining ability). 1.2 Tujuan Mahasiswa mampu: 1.Untuk mengetahui porsentase heterosis. 2.Untuk mengetahui apakah tanaman padi yang berasal dari biji F1 lebih baik dari pada tetuanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Istilah hibrida ditujukan tehadap suatu varietas yang ditanam untuk keperluan komersial yang berupa benih F1, yang dihasilkan melalui persilangangenotipegenotipe terseleksi. Karakteristik umum varietas hibrida yang digunakansecara komersial penggunaannya hanya terbatas pada F1 nya saja. Perbanyakanhibrida F1 melalui persilangan acak akan menyebabkan penurunan hasil padagenerasi-generasi selanjutnya. Informasi pola heterotik dan daya gabung diantara plasma nutfah jagung sangat penting dalam memaksimalkan pengembanganhibrida (Beck et al 1990). Menurut Singh (1987) program pemuliaan jagung hibrida pada dasarnyaterdiri dari empat tahap, yaitu :
1. Pembentukan galur-galur murni yang stabil,vigor, serta berdaya

hasil

benih tinggi.

2. Pengujian daya gabung dan penampilan dari galur-galur murni

tersebut. 3. Penggunaan galur-galur murni terpilihdalam pembentukan hibrida yang lebih produktif. 4. Perbaikan daya hasil sertaketahanan terhadap hama dan penyakit. Galur murni dihasilkan dari penyerbukan sendiri hingga diperoleh tanaman yang homozigot. Hal ini umumnya memerlukanwaktu lima hingga tujuh generasi penyerbukan sendiri yang terkontrol. Galur murni dibentuk dari varietas bersari bebas (open pollinated variety) namun ada pula yang dibentuk dari banyak sumber yang lain seperti seperti varietas sintetik,varietas komposit, atau populasi generasi lanjut dari hibrida (Singh 1987). Dengan penyerbukan sendiri, terjadi segregasi dan penurunan vigor.Tambahan penurunan vigor akan terlihat pada tiap generasi penyerbukan sendirihingga galur homozigot terbentuk. Selain mengalami penurunan vigor, individutanaman yang diserbuk sendiri menampakkan berbagai kekurangan seperti:tanaman bertambah pendek, cenderung rebah, peka terhadap

penyakit, dan bermacam-macam karakter lain yang tidak diinginkan. Munculnya fenomena fenomen tersebut dikenal dengan istilah depresi tangkar dalam atau inbreeding depression (Poehlman 1983). Program pengembangan galur murni bertujuan untuk menghasilkan galurgalur yang mempunyai potensi tinggi. Karenagalur murni diharapkan memiliki potensi genetik untuk menghasilkan pasangankombinasi hibrida yang berdaya hasil tinggi, maka galur murni tersebut harusmemiliki gen-gen yang memiliki sifat-sifat unggul tersebut. Nilai sesungguhnya dari suatu galur murni adalah kemampuannya untuk memberikan daya gabungyang baik apabila dikombinasikan dengan galurgalur lain Tiga tipe hibrida sudahdigunakan secara komersial, yaitu hibrida silang tunggal ( single cross hybrid ),hibrida silang ganda (double cross hybrid ), dan hibrida silang tiga (three-waycross hybrid ) (Sprague dan Dudley 1988).Setiap tipe hibrida memiliki konstitusi genetik yang berbeda. Hibridasilang tunggal adalah hibrida dari persilangan antara dua galur murni yang tidak berhubungan satu sama lain. Galur galur murni yang digunakan dalam silangtunggal diasumsikan telah homozigot. Hibrida silang tiga adalah hibrida dari persilangan antara silang tunggal dengan satu galur murni. Silang tiga berbedadengan modifikasi silang tunggal, dimana ketiga galur murni tidak berhubungansehingga lebih berbeda secara genetik dan penampilannya lebih beragam. Hibridasilang ganda adalah progeni hibrida dari persilangan antara dua silang tunggal.Silang ganda melibatkan empat galur murni yang tidak berhubungan satu samalain. Pasangan galur murni disilangkan sehingga membentuk dua silang tunggal,kemudian disilangkan untuk menghasilkan silang ganda. Untuk mendapatkan hibrida dengan hasil yang tinggi, galur murni perlu di bentuk dari dua atau lebih populasi dasar yang berbeda secara genetik sehinggamemberikan tingkat heterosis yang tinggi pada F1 hasil persilangan (Singh 1987). Keturunan hasil persilangan dua galur murni akan menampakkan peningkatan vigor melampaui galur-galur tetuanya. Namun, dari ribuan galur murni

yang diuji hanya sedikit sekali yang menampakkan heterosis yangmenguntungkan secara ekonomis (Allard 1960).Lawan dari efek heterosis adalah efek penangkaran dalam (inbreeding depression) atau hilangnya vigor tanaman setelah perkawinan antar individu yang berkerabat dekat (Welsh 1981). Crowder (1986) menambahkan bahwah omosigositas yang dihasilkan oleh penangkaran dalam pada tanaman menyerbuk silang atau hewan hasil persilangan sering mengakibatkan menurunnya ketegaranatau vigor menjadi lemah, mulai dari ukuran, produksi tepung sari, tinggi tanamanyang disebabkan munculnya gen - gen resesif yang tidak menguntungkan. Daya Gabung Faktor utama yang menentukan keunggulan hibrida adalah daya gabung galur murni. Pada awalnya, daya gabung merupakan konsep umum untuk mengklasifikasikan galur murni secara relatif menurut penampilan hibridanya(Hallauer dan Miranda 1988).Melalui persilangan buatan di antara semua pasangan tetuanya, dapatdiketahui potensi hasil suatu kombinasi hibrida, besarnya nilai heterosis, dayagabung, dan dugaan besarnya ragam genetik suatu karakter. Hasil tinggi dapatdiperoleh apabila kombinasi antar galur memiliki nilai heterosis dan daya gabung khusus yang besar. Daya gabung umum yang tinggi tidak selalu memberikan nilaidaya gabung khusus yang tinggi (Silitonga et. al. 1993) Daya gabung merupakan ukuran kemampuan suatu galur atau tetua, yang bila disilangkan dengan galur lain akan menghasilkan hibrida dengan penampilansuperior. Konsep daya gabung sangat penting dalam pemuliaan, berkaitan dengan prosedur pengujian galur-galur berdasarkan penampilan kombinasi keturunannya. Nilai masing-masing galur terletak pada kemampuannya untuk menghasilkanketurunan unggul bila dikombinasikan dengan galur - galur lain (Allard 1960). Poespodarsono (1988) mengartikan daya gabung sebagai kemampuan genotipe untuk memindahkan sifat yang diinginkan kepada keturunannya. Daya gabung terbagi menjadi dua jenis, yaitu daya gabung umum ( general combining abilty ) dan daya gabung khusus ( spesific combining ability ). Daya

gabung umum (DGU) adalah kemampuan individu tetua untuk menghasilkan keturunan yangunggul untuk suatu karakter tertentu yang disilangkan dengan sejumlah tetua lainnya atau rata - rata penampilan keturunan dari persilangan satu tetua dengansejumleh tetua lainnya. Daya gabung umum yang baik adalah nilai rata ratakombinasi mendekati nilai rata rata keseluruhan persilangan. Daya gabungkhusus (DGK) adalah kemampuan individu tetua untuk menghasilkan keturunanyang unggul jika disilangkan dengan kombinasi yang spesifik dengan tetualainnya atau penampilan keturunan dari persilangan satu tetua dengan tetualainnya yang lebih baik dari daya gabung umum untuk tetua tersebut (Poehlmandan Sleeper 1990).Daya gabung umum relatif lebih penting dari daya gabung khusus untuk galur-galur murni yang belum diseleksi. Sebaliknya, daya gabung khusus lebih penting dari daya gabung umum untuk galur-galur murni yang telah diseleksisebelumnya terhadap peningkatan hasil (Sprague dan Tatum 1942). Pengujian daya gabung dapat dilakukan dengan metode diallel cross ,yakni evaluasi terhadap seluruh kombinasi hibrida silang tunggal dari sejumlahgalur murni (Stoskopf et al 1993).Henderson (1952) menyatakan bahwa daya gabung umum tidak memilikiarti, kecuali bila nilainya dibandingkan pada lebih dari satu individu dan populasi penguji serta lingkungan yang ditentukan. Chaudhari (1971) menyatakan dayagabung khusus digunakan untuk menduga suatu persilangan dengan beberapakombinasi yang ada relatif lebih baik atau lebih buruk dari yang diharapkandengan dasar rata rata penampilan dari galur yang dilibatkan. Secara umum,menurut Henderson (1952) daya gabung khusus merupakan konsekuensi dariinteraksi gen intra alel (dominan) dan interaksi gen inter alel (epistasis).Daya gabung umum (DGU) yang tinggi menunjukkan bahwa tetuatersebut memiliki daya gabung yang baik. Sedangkan nilai DGU yang rendah, berarti tetua yang bersangkutan mempunyai daya gabung rata-rata yang lebihrendah dibandingkan dengan tetua - tetua yang lain. Nilai positif atau negatif dariDGU tergantung pada karakter yang diamati dan bagaimana cara menilainya.Daya gabung khusus (DGK) yang tinggi menunjukkan bahwa tetua tersebutmemiliki kombinasi persilangan yang tinggi dengan salah satu dari tetua - tetuayang digunakan (Sutjahjo 1987).

Informasi yang diperoleh dari pendugaan nilai DGU dan DGK sangat penting dalam suatu program pemuliaan. Sesuai dengan pendapat dari Soewarso(1982) bahwa informasi genetik yang diperoleh dari pengujian DGU dan DGK dan resiprokalnya akan berguna untuk menentukan tetua dan metode pemuliaanyang sesuai dalam rangka perbaikan sifat - sifat tanaman. Daya gabung yangdidapat dari persilangan antar seluruh tetua dapat memberikan informasi tentangkombinasi - kombinasi yang dapat memberikan turunan yang berpotensi hasiltinggi. Hasil yang tinggi dapat diperoleh pada kombinasi yang memiliki efek heterosis dan daya gabung khusus yang besar. Galur yang memiliki nilai dayagabung umum yang tinggi tidak selalu memberikan nilai daya gabung khususyang tinggi pula (Silitonga et. al.1993).Menurut Setiyono dan Subandi (1996), hasil pipilan suatu hibrida F1 akantinggi apabila kedua tetua komponen pembentuk hibrida tersebut memiliki efek DGU dan DGK tinggi. Untuk umur masak, efek DGU dan DGK yang negatif sangat bermanfaat untuk merakit varietas berumur genjah.

Persilangan Dialel Persilangan dialel adalah sebuah set persilangan yang dilakukan melibatkan sejumlah n galur dalam seluruh kombinasi persilangan yang mungkin (Singh dan Chaudhary, 1979). Analisis persilangannya disebut analisis dialel yang menyediakan informasi tentang parameter genetik, DGU dan DGK tetua dan turunannya. Salah satu metode yang umum digunakan untuk analisisdialel adalah dengan pendekatan Metode Griffing. Menurut Griffing (1956),terdapat empat macam metode yang bisa digunakan untuk analisis dialel, yaitu :1. Metode I : kombinasi lengkap p2, terdiri dari tetua, F1 dan persilangan resiprokalnya.2. Metode II : p (p + 1) kombinasi terdiri dari tetua dan F1.3. Metode III : p (p 1) kombinasi terdiri dari F1 dan resiprokalnya.4. Metode IV : p (p 1) kombinasi terdiri dari F1 saja.Pemilihan metode yang akan digunakan tergantung dari tujuan analisisnya.Dalam penentuan tetua - tetua yang akan dipakai dalam persilangan,

interpretasi hasil analisis dialel dibagi ke dalam dua kelompok model (Griffing, 1956), yaitu : 1. Model tetap ( fixed model ), dengan menggunakan tetua - tetua tertentu yangmerupakan genotipe yang dimaksud. Estimasi yang diperoleh hanya berlaku untuk genotipe yang dimasukkan ke dalam pengujian, tidak berlaku untuk populasi lain. 2. Model acak (random model ), dengan menggunakan tetua - tetua yangmerupakan contoh acak dari populasi tetua yang dimaksud. Estimasi yangdiperoleh diinterpretasikan berkaitan dengan populasi tetua, darimana genotipediambil secara acak.

BAB III METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Kalkulator Alat Tulis Data Persilangan tinggi tanaman kedelai varietas Ciherang X stik 240 dan Situbagendit X stik 240

3.2 Prosedur Kerja

Mengukur tinggi tanaman dan jumlah anakan jantan, betina dan F1.

yang diamati dari tetua

Semua pengamatan dilakukan dengan sejumlah ulangan, yaitu 3 kali pengamatan.

BAB IV HASIL PENGAMATAN

Tanggal pengamatan : 11 november 2011. Tanggal tanam : 26 Agustus 2011

Tabel pengamatan tinggi tanaman padi dan jumlah anakan Ulangan ciheran 1 2 3 Rata-rata g 117 cm 115 cm 116 cm 116 cm situbagendit 89 cm 102 cm 97 cm 96 cm Tinggi Tanaman Stik 240 Ciherang 115 cm 119 cm 116 cm 116,67 cm vs stik 240 105 cm 106 cm 106 cm 105,67 cm

Situbagendit vs stik 240 105 cm 104 cm 105 cm 104,67 cm

Ulangan ciheran 1 2 3 Rata-rata g 102 101 103 102

Jumlah anakan situbagendit Stik 240 Ciherang 117 92 114 107,67 97 93 96 95,33 vs stik 240 75 92 97 88

Situbagendit vs stik 240 129 114 125 122,67

Jadi dapat disimpulkan dengan table seperti dibawah ini: Varietas Ciherang Situbagendit SStik 240 Ciherang vs stik Tetua Tetua Tetua F1 Tinggi 116 cm (H) 96 cm 116,67 cm (L) 105,67 (F1) Anakan 102 cm (L) 107,67 cm 95,33 cm (H) 88 cm (F1)

240 Situbagendit stik 240 vs F1 104,67 cm 122,67 cm

1. Tinggi Tanaman Padi


High Parents = 105,67 116,67 / 116,67 x 100 % = 9,43% Low Parents = 105,67 - 116 / 116 x 100 % = 8,91 % Mid Parents = 105,67 (116 + 116,67)/2 / (116 + 116,67)/2 x 100 %

= 9,17 % 2. Jumlah anakan padi


High Parents = 88 95,33 / 95,33 x 100 % = 7,69 % Low Parents = 88 102 / 102 x 100 % = 13,73 % Mid Parents = 88 (102 + 95,33 )/2 / (102 + 95,33)/2 x 100 %

= 10,81

BAB VI PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan praktikum analisa efek heterosis pada padi yang ditunjukkan pada tabel. didapatkan bahwa dalam sebuah persilangan dalam hal ini persilangan antara padi berbeda varietas (ciherang, situbagendit, Stik 240, Ciherang vs stik 240 , Situbagendit vs stik 240 ) . antara 2 induk yang memiliki

sifat yang baik, memiliki keturunan yang lebih baik antara keduanya Satu individu dan individu lainnya genetis berbeda. Karenakeragaman genetis cukup besar peranannya dalam menentukan kriteria seleksi. Bagi pemulia tanaman faktor seleksi adalah penting. Seleksi ini dapat terjadi secara alamiah maupun buatan (dilakukan oleh manusia). Secara alam, misalnya, suatu individu mempunyai keturunan yang lebih sedikit dibandingkan ratarata individu yang lain sehingga frekuensinya semakin berkurang atau keadaan lingkungan mempengaruhi individuindividu yang akan disidangkan atau dibuang. Analisis Heterosis pada tanaman padi dilakukan dengan analisa data pengamatan berdasarkan tinggi tanaman dan jumlah anakan. Dibandingkan antara tetua dengan F1 nya. Heterosis atau ketegapan (vigor) hibrida diukur sebagai superioritas (keunggulan) hibrida di atas rata rata tetuanya. Dalam hal ini terdapat 3 kriteria yang dipakai dalam menentukan efek dari heterosis yaitu hight parent, mid parent, dan low parent. Rumusnya : 1. Heterosis tetua terbaik (best/high parent heterosis) Yaitu dihitung sebagai selisih penampilan keturunan F1 dari tetua dengan penampilan lebih baik. Rumus :

2. Heterosis antara tetua (midparent heterosis) Rumus :

Yaitu ditentukan sebagai penyimpangan penampilan keturunan F1 dari ratarata tetuanya. Penentuan heterosis ini diperlukan untuk kepentingan kajian genetik namun kurang memiliki nilai praktis. 3. Tetua terendah (low parents)

Rumus : Yaitu dihitung dengan selisih sebagai penampilanketurunan F1 dari tetua dengan penampilan lebih rendah. Hasil perhitungan efek heterosis menunjukkan bahwa hasil dari persilangan individu varietas padi . berdasarkan penampakan luarnya yaitu untuk efek heterosis pada tinggi tanaman menunjukkan bahwa hasil persilangan (F1) lebih tinggi dari pada tetua terbaik, tetua tengah, dan tetua terjelek yang masing-masing sebesar 9,43% , 9,17 % dan 8,91 % . kemudian pada jumlah anakan untuk F1 / hasil persilangannya sama tingginya , jadi jumlah anakan dai tanaman F1 lebih banyak dari tetua terbaik, tetua tengah, dan tetua terjelek yang masing-masing sebesar 7,69 % , 10,81 % dan 13,73 %. Adanya peran dari faktor - faktor dominan dari banyak gen yang menimbulkan efek heterosis, sedangkan pada teori lewat dominansi, heterosis terjadi karena adanya tanggapan dan interaksi dari keadan heterozigot. Informasi mengenai pengaruh heterosis dalam persilangan galur inbrida menentukan dalam pemilihan galur sebagai tetua yang potensial untuk memperoleh hibrida berdaya hasil tinggi. Salah satu acuan dalam menentukan matrik persilangan galur inbrida adalah asal-usul tetuanya (Moentono 1987). Efek Heterosis yang tinggi pada F1 padi diduga diperoleh dari tetua hibrida yang berbeda secara genetik dan mempunyai potensi hasil tinggi (Virman et. al 1981). Konsep heterosis merupakan dasar dalam pembentukan hibrida unggul. Galur yang akan dijadikan tetua dalam pembentukan hibrida jagung, terlebih dahulu diuji keunggulannya dengan metode seleksi tetua berdasarkan nilai daya gabung (combining ability). Tetapi apabila hasil efek heterosis dari persilangan tersebut rendah atau jelek . kemungkinan Pada proses silang dalam ( selfing ) yang dilakukan, terjadinya kemunduran sifat ,seperti berkurangnya jumlah anakan, ukuran tinggi dari standar normal dan berkurangnya tingkat kesuburan reproduksi dibandingkan dengan tanaman tetuanya. Dan Kemunduran sifat-sifat ini sering disebut adanya tekanan

silang dalam. Kemunduran yang terjadi pada suatu galur inbred sebagai akibat proses selfing dari generasi ke generasi akan mengalami kemajuan genetik pada F1 bila dua galur Inbred yang tidak berkerabat disilangkan sesuai dengan teori munculnya heterosis (Mangundidjojo, 2007).

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari percobaan mengenai seleksi heterosis tanaman padi maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Tinggi tanaman padi hasil persilangan (F1) lebih tinggi dari pada tetua

terbaik, tetua tengah, dan tetua terjelek yang masing-masing sebesar 9,43% , 9,17 % dan 8,91 %
2. Jumlah anakan padi hasil persilangan (F1) lebih banyak dari pada tetua

terbaik, tetua tengah, dan tetua terjelek yang masing-masing sebesar 7,69 % , 10,81 % dan 13,73 % 3. Heterosis yang tinggi pada F1 diduga diperoleh dari tetua yang berbeda secara genetik dan mempunyai potensi hasil tinggi.

DAFTAR PUSTAKA http://www.scrip.doc.com

Anda mungkin juga menyukai