Anda di halaman 1dari 10

1 BENIH SELADA AIR SEBAGAI BIOASSAY INDIKATOR RACUN DALAM AIR A. A. Istri Yulan Permatasari, A. A.

Ayu Agung Pramaswari, Anlidya Permatasari G., Dico Gunawijaya Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ABSTRAK Air merupakan sumber kehidupan utama bagi manusia. Data WHO 2006 menunjukkan 1,4 milyar orang di seluruh dunia mengonsumsi air yang tidak aman karena terkontaminasi zat-zat racun berbahaya di dalamnya. Benih selada air sangat peka terhadap racun dimana pertumbuhannya akan terhambat jika media tanam atau penyiraman mengandung racun. Untuk mengetahui apakah benih selada air dapat digunakan sebagai bioassay indikator racun dalam air dan tingkat sensitifitasnya, maka dilakukan penelitian uji klinis dengan menggunakan sampel air yang masing-masing diambil dari Sungai Badung dan air Waduk Estuaridam. Sebagai kontrol adalah aquades. Pertumbuhan panjang akar kecambah selada air pada perlakuan kemudian diukur dibandingkan dengan kontrol. Perkiraan kadar zat racun pada air didapatkan dengan mengujinya di UPT Laboratorium Analitik Universitas Udayana, Bukit, Jimbaran serta Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Denpasar. Kelompok penyiraman dengan air sungai dan air waduk menunjukkan ratarata panjang akar kecambah selada air yang lebih pendek daripada kontrol. Ratarata pertumbuhan akar benih selada pada penyiraman dengan air aquades sebagai kontrol adalah 2,432 cm; pada penyiraman air sungai 2,225 cm; dan pada penyiraman air waduk 1,786 cm. Analisis data menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p=0,01), dimana perbedaan terdapat antara kelompok kontrol dan kelompok penyiraman air sungai serta antara kelompok kontrol dan penyiraman air waduk. Kelompok penyiraman air sungai dan air waduk tidak memiliki perbedaan bermakna. Perbedaan ini berhubungan dengan kadar racun dalam masing-masing kelompok. Penelitian ini menunjukkan benih selada dapat digunakan sebagai bioassay indikator racun dalam air yang cukup sensitif. Kata kunci : benih selada air, bioassay indikator racun, kandungan racun dalam air ABSTRACT Water is an essential living source for human being. Unfortunately on 2006, World Health Organization (WHO) prove that around 1,4 billion people all of the world dont consume hygienist water because it contaminated by some pollutant toxic inside. Lettuce seeds are very sensitive to the toxic that contain in the water and its development and growth will be affected. A research done to know this lettuce seeds can used as bioassay to detect toxics in the water, also to know its sensitivity level in assessing water toxicity. Aquades (sterilized water) used in control group,

2 and water that taken from Badung River and Estuari Dam as the intervention groups. The length of the root from the control group compared with intervention groups. Then to analyze toxics level in the water, the research done in UPT Laboratorium Analitik Universitas Udayana, Bukit, Jimbaran and Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Denpasar. The river water and dam water group indicate the average length of sprouts roots is shorter than that in the control group. The average length of sprouts roots in the control group is 2,432 cm; the river water group 2,225 cm; and the dam group 1,786 cm. Data analysis showed a significant difference (p = 0.01). There are differences between the control group and river water group as well as between the control group and dam water group. River water group and dam water group has no meaningful difference. These differences relate to the levels of toxics in the water. This research prove that lettuce seeds can be used as a bioassay to detect water toxicity and its enough sensitive to detect. Key words: lettuce seeds, bioassay toxic indicator, water toxicity PENDAHULUAN Kuantitas dan kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan manusia merupakan faktor penting yang menentukan kesehatan. Pada hakekatnya pemantauan kualitas air pada perairan umum memiliki tujuan untuk mengetahui nilai kualitas air dalam bentuk parameter fisika, kimia, dan biologi, menilai kelayakan suatu sumber daya air untuk kepentingan tertentu, serta membandingkan nilai kualitas air tersebut dengan baku mutu sesuai dengan peruntukannya sesuai Peraturan Pemerintah RI No 82 tahun 2001 (Achmad, 2007). Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air mengelompokkan kualitas air menjadi beberapa golongan menurut peruntukannya, antara lain: kelas satu yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; kelas dua yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; kelas tiga yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; kelas empat yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Sumber air bisa berasal dari air permukaan seperti air danau, air sungai, dan sumber air lainnya serta air tanah yang terdapat dalam tanah. Air tanah dapat melarutkan mineral-mineral bahan induk dari tanah yang dilewatinya. Kandungan senyawa organik maupun anorganik serta mikroorganisme yang terlarut dalam air tersebut berperan penting dalam menentukan komposisi kimia air dan tingkat pencemarannya. Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut dan partikulat. Bahan pencemar atau polutan dapat memasuki badan air secara alami melalui letusan

3 gunung berapi, tanah longsor, banjir, atau secara antropogenik yaitu melalui kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan urban (perkotaan), dan kegiatan industri (Effendi, 2007). Berdasarkan sifat toksiknya, polutan dibedakan atas polutan tidak toksik dan toksik. Polutan tidak toksik terdiri atas bahan alami yaitu bahan-bahan tersuspensi dan nutrien yang dapat bersifat destruktif apabila berada dalam jumlah yang berlebihan. Sedangkan polutan toksik merupakan bahan non alami seperti pestisida, deterjen, dan bahan artifisial lainnya yang bersifat stabil dan tidak mudah terdegradasi sehingga persisten di alam dalam kurun waktu lama. Polutan toksik dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain logam (timbal, nikel, kadmium, seng, tembaga, dan merkuri); senyawa organik dari industri, pertanian, dan domestik (pestisida organoklorin, herbisida, hidrokarbon alifatik berklor, pelarut, surfaktan rantai lurus, hidrokarbon petroleum, aromatik polinuklir, dibenzodioksin berklor, senyawa organometalik, fenol, dan formaldehida); gas (klorin dan ammonia); anion (contohnya sianida, fluorida, sulfida, dan sulfat); serta zat asam dan alkali (Effendi, 2007). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, sekitar 23% rumah tangga menggunakan air ledeng Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), 33,67% menggunakan air tanah dengan pompa, 18,16% menggunakan sumur gali, dan 25,17% lainnya menggunakan air sungai, air got, atau air kali. Kualitas air tanah, air sumur gali, air sungai, air kali, atau air got keamanannya tidak terjamin keamanannya karena banyak orang membuang sampah, kotoran, maupun limbah ke sungai atau menanamnya dalam tanah pada kedalaman beberapa meter. Data WHO tahun 2006 menunjukkan 1,4 milyar orang di seluruh dunia mengkonsumsi air yang tidak aman dan 35,6% di antaranya meninggal dunia. National Sanitation Foundation (NSF) dalam risetnya menyebutkan bahwa 80% penyakit yang diderita manusia disebabkan oleh air. Efek racun ini terhadap kesehatan dapat segera dirasakan waktu singkat misalnya masalah kulit, atau efek jangka panjang yang berbahaya dan sulit diketahui seperti gangguan ginjal, pengerasan saluran arteri, hingga kanker. Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari bahaya ini, salah satunya adalah dengan menggunakan air yang terjamin keamanannya. Sehingga diperlukan suatu uji sederhana untuk mengetahui keamanan air dengan mendeteksi adanya racun yang terlarut tanpa pengujian di laboratorium. Terdapat beberapa tumbuhan yang dapat dijadikan uji sederhana bioassay indikator racun dalam air, antara lain adalah umbi bawang (Allium Cepa): proses pertumbuhan umbi bawang pada air yang tercemar racun akan terhambat, sementara bawang normalnya membutuhkan waktu 72 jam untuk melakukan proses pengumbian; hidra: bentuk hidra akan menyesuaikan dengan kadar racun dalam air di lingkungannya, akan tetapi uji ini kurang efisien karena hidra sulit didapatkan dan memerlukan jangka waktu lama yaitu 6 bulan untuk tumbuh; dan benih selada air (Nasturtium officinale R.Br.): kepekaan benih selada terhadap zat-zat toksik tinggi, sehingga zat-zat toksik di sekitar lingkungannya diserap yang menyebabkan pertumbuhannya menjadi kecambah terhambat dan panjang akar menjadi memendek (Caicedo, 2007). Dari ketiga cara di atas, penggunaan benih selada merupakan bioassay yang paling efektif karena sensitif, murah, mudah dilaksanakan. Selada air juga merupakan tumbuhan yang sering digunakan untuk kehidupan kita sehari-hari. Benih selada air merupakan benih yang paling peka terhadap racun. Pertumbuhan benih selada ini akan terhambat bila sumber air yang mengaliri benih tersebut mengandung racun.

4 Berdasarkan hal tersebutlah penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui apakah selada air bisa digunakan sebagai bioassay indikator racun dalam air, agar nantinya metode ini dapat digunakan oleh masyarakat umum dalam kehidupan sehari-hari. TUJUAN Penelitian ini dirancang dengan tujuan untuk menemukan satu pendekatan yang murah, efektif, dan terjangkau bagi masyarakat dalam menemukan atau mendeteksi adanya kandungan racun dalam air. Pendekatan ini diharapkan aman dan juga sensitif dengan kendungan racun yang terdapat dalam. Selada air dipilih karena dekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Karenanya penelitian ini diinduksi untuk mengetahui apakah benih selada air dapat berperan sebagai bioassay indikator racun dalam air. Nantinya diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan satu jenis bioassay yang tentunya akan berpengaruh pada banyak aspek yang berkaitan dengan racun dan dapat membantu dalam pemilahan air yang layak guna. METODE Desain Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, yakni dari bulan Maret 2009 sampai dengan bulan Juni 2009 dimana pengembangbiakan serta perlakuan terhadap benih selada air dilakukan di salah satu rumah peneliti. Analisa kandungan racun dalam air penyiraman dilakukan di UPT Laboratorium Analitik Universitas Udayana, Bukit, Jimbaran serta Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Sudirman, Denpasar. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian randomized quasi clinical trial. Data yang diambil meliputi panjang akar kecambah selada air yang telah diberikan perlakuan. Hipotesis dalam penelitian ini meliputi H0 dan H1, yaitu H0 menyatakan tidak terdapat hubungan antara adanya kandungan racun dalam air dengan terhambatnya pertumbuhan benih selada air, sedangkan H1 menyatakan terdapat hubungan antara adanya kandungan racun dalam air dengan terhambatnya pertumbuhan benih selada air. Populasi, Sampel, Kriteria Inklusi dan Eksklusi Populasi target adalah benih selada air dan populasi terjangkau adalah benih selada air distribusi Yates New Zealand Ltd. Jumlah sampel penelitian ini ditentukan dengan mempergunakan rumus Frederer dengan memperhitungkan banyak kelompok perlakuan. Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh bahwa masing-masing kelompok sampel mempergunakan minimal 18 benih selada air sesuai kriteria inklusi. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 benih pada masing-masing kelompok, sehingga totalnya adalah 60 benih. Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah benih selada air yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut: 1. Kriteria inklusi: benih berwarna hitam dengan panjang 0,6 cm 2. Kriteria eksklusi: cacat; terkontaminasi dengan air, lembab, dan basah

5 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel tergantung : panjang akar kecambah selada air 2. Variabel bebas : jenis air yang digunakan untuk penyiraman benih selada air (aquades, air Sungai Badung, dan air Waduk Estuaridam) 3. Variabel kontrol : suhu, sinar matahari, media tanam benih selada air Definisi Operasional Indikator: sesuatu yang memberikan atau menjadi petunjuk atau keterangan. Benih: biji dari tanaman yang disediakan untuk ditanam atau disemaikan. Benih selada air memerlukan 2-3 hari untuk tumbuh menjadi kecambah. Kecambah: tumbuhan kecil yang baru tumbuh dari biji/benih yang disemaikan (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Racun dalam air: senyawa yang terkandung dalam air yang menyebabkan kerugian jika kadarnya melebihi baku mutu air yang telah ditetapkan. Parameter yang diukur dalam penilaian racun dalam air adalah BOD5 , PO4, Pb, Cl, sulfida, NO3 , dan Fe. Alur Penelitian

Gambar 1. Skema alur penelitian Prosedur Penelitian Alokasi Subyek Sebanyak 60 sampel dibagi menjadi ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol (penyiraman dengan air aquades), kelompok perlakuan I (penyiraman dengan air Sungai Badung), dan kelompok perlakuan II (penyiraman dengan air Waduk Estuaridam). Alokasi sampel dilakukan dengan metode randomisasi sederhana. Hasil akhir didapatkan ketiga kelompok masing-masing terdiri dari 20 sampel. Pengukuran dan Intervensi Pada penelitian ini, sampel benih selada air ditanam dalam media tanam berupa kertas buram 60 gram yang dihancurkan menjadi bubur kertas kasar. Masing-masing kelompok diberikan perlakuan penyiraman yang berbeda, dimana kelompok kontrol disiram dengan aquades, kelompok perlakuan I dengan air Sungai Badung, dan kelompok perlakuan II dengan air Waduk Estuaridam. Penyiraman dilakukan rutin satu kali sehari selama 7 hari dengan volume penyiraman 4 ml. Agar pertumbuhan optimal tercapai, benih ditanam dalam ruangan dengan suhu kira-kira 24,5oC dan tanpa sinar matahari langsung.

6 Pengukuran akar kecambah selada air dilakukan pada hari ke-7. Akar kecambah dihitung mulai dari pangkal akar sampai ujung terpanjang dengan satuan ukuran sentimeter (cm). Untuk mengetahui kandungan racun dalam air Sungai Badung dan air Waduk Estuaridam, peneliti melakukan uji laboratorium di UPT Laboratorium Analitik Universitas Udayana, Bukit, Jimbaran dan Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Sudirman, Denpasar dengan mencari parameter senyawa BOD5 , PO4, Pb, Cl, sulfida, NO3 , dan Fe. Analisis Statistik Analisis data pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak SPSS 13.0 for Windows Release 2004 dengan analisis yang meliputi: 1. Data deskriptif untuk menghitung frekuensi, rata-rata, dan standar deviasi. 2. Uji homogenity of variances untuk menilai keseragaman data. 3. Uji one-way ANOVA untuk menganalisa hubungan antara jenis air yang dipakai untuk penyiraman terhadap panjang akar kecambah selada air. 4. Uji Bonferroni untuk menganalisa kelompok mana yang memiliki perbedaan dari ketiga kelompok yang diteliti. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan benih selada air yang berlangsung selama 7 hari menunjukkan keterlambatan pertumbuhan benih selada air pada kelompok perlakuan yang ditunjukkan dengan panjang akar yang lebih pendek daripada kontrol. Dari pengukuran rata-rata panjang akar ditemukan bahwa keterhambatan yang paling besar terjadi pada kelompok penyiraman dengan air waduk. Pada kelompok kontrol pertumbuhan kecambah benih selada didapatkan paling panjang yaitu rata-rata 2,432 cm. Pada sampel air sungai, yang diragukan keamanannya ternyata pertumbuhan benih selada lebih pendek yaitu 2,225 cm; dan pada sampel air waduk, yang paling diragukan tingkat kebersihannya, pertumbuhan benih selada mengalami keterhambatan sehingga rata-rata panjang akarnya hanya mencapai 1,786 cm. Tabel 1. Data panjang akar pada kelompok kontrol (aquades), kelompok perlakuan I (air Sungai Badung), dan kelompok perlakuan II (air Waduk Estuaridam)

Tabel 2. Hasil analisis deskriptif dari data panjang akar

Rata-rata panjang akar selanjutnya dianalisis keseragamannya dan mendapatkan hasil bahwa varian ketiga kelompok adalah sama (p=0,069). Hasil analisis dengan one-way ANOVA menunjukkan perbedaan rata-rata panjang akar kecambah selada air yang bermakna antara kelompok kontrol (aquades), kelompok perlakuan I (air Sungai Badung), dan kelompok perlakuan II (air Waduk Estuaridam) dengan nilai p=0,01 (Tabel 3). Selanjutnya uji Bonferroni dilakukan mengetahui kelompok yang memiliki perbedaan bermakna. Dari analisis tersebut didapatkan bahwa perbedaan bermakna terdapat antara kelompok kontrol dengan kelompok air Sungai Badung (p=0,034) serta antara kelompok kontrol dengan kelompok air Waduk Estuaridam (p=0,018). Sedangkan perbedaan yang bermakna tidak didapatkan antara kelompok air Sungai Badung dan air Waduk Estuaridam. Perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan kedua kelompok perlakuan didasari oleh kandungan senyawa racun dalam kelompok perlakuan yang jauh lebih tinggi dari kelompok kontrol. Perbedaan kandungan senyawa racun antar kelompok perlakuan lebih tipis sehingga perbedaan rata-rata panjang akar juga menjadi tidak bermakna. Tabel 3. Hasil analisis dengan one-way ANOVA menunjukkan perbedaan rata-rata panjang akar antar kelompok yang bermakna (p=0,01)

Tabel 4. Hasil analisis dengan uji Bonferroni

Hasil analisis kandungan racun dalam air menunjukkan bahwa intensitas racun terbanyak ada pada air waduk dengan rincian sebagai berikut:

8 Tabel 5. Pengukuran kadar racun dalam air Sungai Badung dan air Waduk Estuaridam dengan perbandingan baku mutu air sesuai Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001
No 1 2 3 4 5 6 7 Parameter BOD5 (mg/l) PO4 (mg/l) Pb (mg/l) Cl (mg/l) Sulfida (mg/l) NO3 (mg/l) Fe (mg/l) Baku Mutu Air 3 0,2 0,03 0 0 10 0,1 Air Sungai Badung 4,986 1,239 0,079 16,685 3,024 Air Waduk Estuaridam 6,962 1,261 0,063 19,525 2,00 16,019 0,307

Aquades yang digunakan sebagai penyiraman kelompok kontrol merupakan H2O murni sehingga tidak mengandung mineral dan senyawa lain. Sedangkan pada kedua kelompok perlakuan didapatkan kandungan senyawa racun, berupa anion maupun logam berat, yang tinggi dan melebihi standar baku mutu air yang telah ditetapkan. BOD5 adalah pengukuran Biological Oxygen Demand (BOD) dalam waktu 5 hari dalam suatu volume air pada suhu 20o Celcius (Effendi, 2007). BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup untuk mengoksidasi bahan organik dalam air, sehingga BOD yang tinggi dalam air Sungai Badung dan air Waduk Estuaridam dapat mengindikasikan terjadinya defisit oksigen dalam air tersebut. PO4 (fosfat) dalam air berasal dari pelepasan mineralmeneral dan biji-bijian (Bausch, 1974). Fosfat umumnya diserap oleh tanaman dalam bentuk ion ortofosfat primer H2PO4- atau ortofosfat sekunder HPO42-; sedangkan PO43- lebih sulit diserap oleh tanaman. Fosfat dapat menyebabkan gangguan tulang apabila kandungan PO4 dalam air rata-rata dalam waktu 24 jam lebih dari 2mg/L (Soeparman, 2002). Senyawa sulfida merupakan racun yang menimbulkan rasa dan bau dan bersifat korosif, iritan, dan jika terpapar dalam dosis tinggi dapat mengakibatkan kerusakan susunan saraf pusat (Said, 2008). NO3 (nitrat) dapat menyebabkan terjadinya methemoglobinemia pada bayi yang mengkonsumsi air dengan konsentrasi NO3 lebih dari 45 mg/L (Soeparman, 2002). Selain itu, reaksi nitrat dengan amino atau amida dalam tubuh dapat menghasilkan nitrosamino yang merupakan bahan karsinogenik (UNICEF, 2008). Sementara itu, Cl (klorin) sebenarnya digunakan sebagai desinfektan dalam penyediaan air minum, akan tetapi klorin dapat berikatan sehingga membentuk senyawa organik berbentuk hologen-hidrokarbon (Cl-HC) yang sebagian besar bersifat karsinogenik (Said, 2008). Polutan yang merupakan unsur logam antara lain adalah Pb dan Fe. Timbal (Pb) merupakan logam berat yang jika beredar dalam darah dan otak dapat menyebabkan gangguan sintesis hemoglobin, gangguan neurologi, ginjal, sistem reproduksi, dan fungsi paru-paru. Selain itu, dapat menurunkan IQ pada anak kecil jika terdapat 10-20 myugram/dl dalam darah (Said, 2008). Fe (besi) merupakan unsur logam yang diperlukan tubuh untuk pembentukan hemoglobin, akan tetapi jika dikonsumsi dalam kadar yang tinggi dapat merusak dinding usus (Said, 2008).

9 Apabila kandungan senyawa-senyawa tersebut melebihi baku mutu air dalam air yang digunakan untuk pertanian, peternakan, dan perikanan, maka tentu dapat mencemari dan mempengaruhi kualitas hasil usaha. Hasil pertanian, peternakan, dan perikanan yang telah tercemar senyawa-senyawa racun seperti anion dan logam berat akan berbahaya jika dikonsumsi berlebihan. Konsumsi yang rutin dan berlebihan dapat menyebabkan penumpukan zat racun dalam tubuh, terutama yang sulit diekskresi, sehingga dapat mengakibatkan efek negatif terhadap kesehatan. Dari hasil analisis laboratorium, sampel air Sungai Badung mengandung beberapa zat racun dengan kadar yang cukup rendah, sedikit lebih tinggi dari standar baku mutu air. Benih selada ternyata mampu mendeteksi kemungkinan adanya racun pada air tersebut walau dengan kadar yang cukup rendah. Hal ini menunjukkan bahwa benih selada air sensitif sebagai bioassay indikator racun dalam air. Hasil yang sama juga didapat pada sampel air waduk. Selada air dalam pertumbuhannya cenderung menyerap zat racun atau toksik di lingkungan sekitarnya sehingga pertumbuhan benihnya menjadi kecambah akan terhambat. Kepekaan benih selada ini terhadap zat-zat toksik merupakan suatu indikator bioassay bahwa air di lingkungan pertumbuhan benih selada tersebut mengandung racun atau zat toksik. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa benih selada air mampu menjadi detektor adanya racun dalam air, diindikasikan dari adanya perbedaan pertumbuhan benih yang bermakna antara kelompok kontrol (aquades) dan kelompok perlakuan (air Sungai Badung dan air Waduk Estuaridam) (p=0,01). Benih selada air sensitif dalam mendeteksi adanya racun dalam air, diindikasikan dari respon pertumbuhan selada air yang melambat sebagai akibat adanya racun dalam air penyiraman walaupun dengan kadar yang tidak terlalu tinggi. Benih selada air seyogyanya dapat digunakan sebagai salah satu alternatif uji sederhana yang murah, efektif, dan terjangkau untuk mendeteksi adanya racun pada air. Masyarakat yang menggunakan air yang tidak terjamin kualitasnya seperti air kali, air sungai, dan air limbah dapat menggunakan benih selada air ini untuk mendeteksi kemungkinan adannya racun di dalamnya sehingga angka morbiditas dan mortalitas akibat pencemaran air dapat menurun. DAFTAR PUSTAKA Achmad, Rukaesih. 2007. Kimia Lingkungan. Jakarta: Andi. Anonim. 2006. Sulitnya Memperoleh Air Bersih. Koran Media Indonesia [serial online]. Available from URL: http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/air220306.htm. Anonim. 2007. Air Bersih Bebas Bakteri dan Zat Kimia. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi [serial online]. Available from URL: http://www.bppt.go.id/index.php? option=com_content&task=view&id=1644&Itemid=30. Anonim. 2007. Bioassays: Testing Environmental Samples with Lettuce Seeds. Available from URL:

10 http://ei.cornell.edu/toxicology/bioassays/lettuce/EnvSample.asp Anonim. 2007. The Lettuce Seed Bioassay: Assessing Water Toxicity Using Lettuce Seeds. Available from URL: http://archive.idrc.ca/aquatox/en/experiment/d_lettuce1.html. Anonim. 2012. Ortofosfat. Available from URL: http://id.wikipedia.org/wiki/Ortofosfat Bartram, Jamie dan Richard Balance. 1996. Water Quality Monitoring - A Practical Guide to the Design and Implementation of Freshwater Quality Studies and Monitoring Programmes. New York: United Nations Environment Programme (UNEP). Caicedo, Silvia. 2007. International School Network on Water Toxicity. Available from URL: http://archive.idrc.ca/aquatox/en/experiment/intro.html. Effendi, Hefni. 2007. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius. Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 mengenai Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Said, Nusa Idaman. 2008. Teknologi Pengelolaan Air Minum "Teori dan Pengalaman Praktis". Jakarta: Pusat Teknologi Lingkungan Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam. Soeparman, H. 2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. United Nations Children's Fund (UNICEF). 2008. UNICEF Handbook on Water Quality. New York: UNICEF. Widy, Bambang. 2007. Filter Air Riverse Osmosis (RO) Techno Bening 99,99% Air Murni & Higienis. Available from URL: http://www.gerbangmilyuner.com/filter.php.

Anda mungkin juga menyukai