Anda di halaman 1dari 15

Agen, Bentuk, Tipe dan Pola Sosialisasi

Kelompok 2 1. Andre Valerian (02) 2. Eugenta Agreeladya Syafesi (07) 3. Nadya Prima Savitri (12) 4. Ratna Utami Dewi (17)

Disusun sebagai bahan diskusi Mata Pelajaran Sosiologi Semester II TH 2010/2011

SMANU MH. THAMRIN JAKARTA Jl. Bambu Wulung, Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur 2011

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat yang telah dilimpahkan kepada kita semua. Atas terselesaikannya Karya ilmiah yang berjudul Agen, Bentuk, Tipe dan Pola Sosialisasi. Dalam karya ilmiah ini kami menjelaskan mengenai apa-apa saja agen, bentuk, tipe serta pola sosialisasi. Karena sosialisasi yang begitu mendasar dalam kehidupan sehari-hari telah mendarah daging dalam kehidupan kita, bahkan sebelum kita mengenal konsep-konsep dasar nya Karya ini dibuat dengan begitu banyak bantuan dari berbagai pihak, Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang membantu dan membimbing penulisan ini. Secara khusus kepada guru pembimbing kami yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan demi kelancaran penyusunan karya ini serta kepada seluruh kelompok teman-teman sekelompok sekalian. Namun begitu kami menyadari bahwa karya ilmiah kami masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik dan saran para pembaca akan kami terima dengan senang hati demi penyempurnaan karya tulis ini di masa yang akan datang.

Jakarta, 19 Februari 2011

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN..i KATA PENGANTAR.ii DAFTAR ISIiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah.. C. Tujuan Penulisan.. D. Manfaat Penulisan

BAB II PEMBAHASAN A. B. C. D. Agen Sosialisasi Bentuk-bentuk Sosialisasi.. Tipe-tipe Sosialisasi.. Pola Sosialisasi.

BAB III KESIMPULAN Daftar Pustaka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sosialisasi sebagai sebuah proses transfer nilai dan norma memiliki agen,bentuk, tipe dan polanya. Bagan berikut menunjukan proses transfer nilai dari sosialisasi: Keluarga Kelompok Sepermainan Agen Sosialisasi Sekolah Media Massa

Bentuk Sosialisasi

Sosialisasi Primer

Sosialisasi

Sosialisasi Sekunder

Sosialisasi Formal Tipe Sosialisasi Sosialisasi Informal

Sosialisasi Represif Pola Sosialisasi Sosialisasi Partisipatoris

B. Rumusan Masalah 1. Apa saja agen-agen dari sosialisasi? 2. Bagaimana bentuk-bentuk sosialisasi? 3. Apa saja tipe-tipe sosialisasi? 4. Bagaimana pola-pola sosialisasi?

C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui agen-agen sosialisasi 2. Mengetahui bentuk-bentuk sosialisasi 3. Mengetahui tipe-tipe sosialisasi 4. Mengetahui pola-pola sosialisasi

D. Manfaat Penulisan 1. Memahami tentang sosialisasi, menjelaskan keterkaitan antar masyarakat dan mengaplikasikan sosialisasi secara luas, akurat, efisien dan tepat dalam pembelajaran/pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat melakukan manipulasi sosiologi dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan sosiologi. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang masalah model sosiologi. 4. Memiliki sikap menghargai kegunaan sosialisasi dalam

kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari sosiologi, serta sikap ulet percaya diri dalam mengerjakan tugas. 5. Sebagai lembaga belajar sehingga dapat menunjang kegiatan pembelajaran dan indikatornya.

BAB II PEMBAHASAN

A. Agen Sosialisasi Agen sosialisasi, adalah pihak-pihak yang melakukan sosialisasi biasa disebut sebagai media sosialisasi. Agen sosialisasi diidentifikasi kan oleh Fuller dan Jacobs menjadi empat agen soialisasi utama atau pihak-pihak yang melaksanakan proses sosialisasi utama. Pihak-pihak tersebut, adalah:

Keluarga Agen keluarga yang dimaksud kan disini bukan lah hanya sekedar orang tua dan saudara kandung tapi termasuk paman, bibi, kakek, juga nenek. Di jaman sekarang, pengasuh atau baby sitter memang secara status bukan anggota keluarga tapi justru berperan besar dalam proses sosialisasi seorang anak. Dewasa ini, orang tua sudah sangat jarang merawat anak mereka sendiri, dan lebih focus untuk mengejar karir. Anak, yang merupakan sebuah kecambah awal yang belum berkembang, akan tumbuh sebagaimana mereka dibesarkan. Itulah sebab mengapa pengasuh justru berperan besar dalam proses sosialisasi anak Peran agen sosialisasi pada tahap awal, terutama orang tua sangat penting, hal tersebut juga diungkapkan oleh Gertrude Jaeger. Pentingnya adalah kemampuan-kemampuan yang diajarkan pada tahap ini, seperti memulai komunikasi verbal dan non-verbal, komunikasi indara penglihatan, perasa dan sentuhan yang sifatnya hanya dapat diajarkan dalam suatu periode tertentu. Hal

tersebut tentu sangat bergantung pada proses sosialisasi. Dapat kita tarik kesimpulan: apabila perkembangan yang dilakukan agen sosialisasi tahap awal (keluarga) berlangsung tidak baik, maka proses sosialisasi akan gagal. Dalam interaksi keluarga, seorang anak mempelajari pola perilaku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai dalam keluarga dan masyarakat. Namun, tak jarang perilaku orang tua yang dominan dapat menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan terhadap anak nya sendiri, contoh nya seperti penganiyaan anak.

Kelompok sebaya dan teman sepermainan Setelah seorang anak memiliki kemampuan verbal dan non-verbal yang berkembang pada tahap awal, ia akan mulai bertemu dan berinteraksi dengan teman sebaya nya. Ia memasuki tahap game stage, yaitu fase dimana ia mulai mempelajari aturran tentang peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat. Ia mengenal nilai keadilan, toleransi, kebenaran, juga solidaritas. Contoh: ia belajar untuk bermain dengan sportif dan mengutamakan solidaritas, karena tanpa hal tersebut temannya tidak mau bermain dengan nya.

Sekolah Di sekolah, seorang anak akan diajarkan hal baru yang tidak diajarkan dalam keluarga maupun kelompok sepermainan nya. Sekolah mempersiapkan untuk peran-peran baru dimasa mendatang dimana kita berperan menjadi masyarakat.

Sekolah tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan ketrampilan yang bertujuan mengembangkan intelektual anak. Sekolah juga mengajarkan hal-hal etika atau sikap dasar sepantas nya seperti kemandirian, tanggung jawab, disiplin, kepatuhan, dan berbagai hal-hal lain yang dapat diserap oleh seorang anak baik positif maupun negative. Menurut Robert Dreeben yang dipelajari anak-anak disekolah disamping membaca, menulis, dan berhitung adalah aturan mengenai kemandirian, prestasi univeralisme, dan spesifitas.menurutnya juga, seorang anak harus mampu belajar mandiri, Karena sebagian besar tugas di sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab. Di sekolah, peranan yang menonjol adalah peranan yang diraih dengan menunjukan prestasi, kedudukan anak di sutu jenjang pendidikan tertentu, atau peringkat nya dalam kelas, peranan sekolah sangat besar. Di sekolah,setiap siswa mendapat perlakuan yang sama (univeralisme), perlakuan yang berbeda hanya dibenarkan berdasarkan pada kelakuan siswa tersebut di sekolah. Di sekolah, kegiatan siswa dan penilaian terhadap kelakuan mereka dibatasi secara spesifik. Jadi maksudnya adalah penilaian seorang anak dalam sutau bidang mata pelajaran tidak akan berpengaruh pada bidang mata pelajaran lain nya. Misalnya seorang anak yang hanya tidak menyukai pelajaran matematika dan selalu mendapat nilai tidak memuaskan akan di nilai kurang pandai atau kurang rajin oleh guru yang bersangkutan, tapi siswa terebut sangat pandai dan rajin dalam pelajaran biologi, maka siswa tersebut tetap akan dinilai pandai oleh guru mata pelajaran biologi.

Media massa Media massa terdiri dari media cetak dan media elektronik, media cetak terbagi dalam surat kabar atau majalah, sedangkan media elektronik contohnya adalah radio, televise, internet, flm, kaset dan CD. Media massa merupakan bentuk komunikasi dan rekreasi yang menjagkau sejumlah besar orang. Minat anak-anak terhadap siaran telavisi membuat media ini begitu dominan dalam proses sosialisasi karena anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu nya di depan televisi dibandingakan untuk belajar. Penayangan film-film akan berpengaruh pada kepribadian anak. Penayangan film-film yang keras dan brutal dapat menimbulkan perilaku yang keras kepada anak dan dapat menimbulkan perilaku agresif. Iklan-iklan yang ditawarkan di televisi memiliki potensi untuk memicu perubahan pola konsumsi atau gaya hidup masyarakat. Pesan-pesan yang dipelajari dari tiap pelaku sosialisasi tidak selalu sama satu dengan yang lainnya. Apa yang diajarkan sekolah bisa jadi berbeda dengan yang diajarkan oleh kelompok sepermainan. Apabila pesan yang disampaikan tiap-tiap pelaku social sama, maka proses sosialisasi akan berlangsung lancer. Sebaliknya jika saling bertentangan, akan dijumpai kecenderungan seseorang mengalami konflik pribadi karena bingung dan terombang-ambing oleh agen-agen (pelaku) sosialisasi berikut.

B. Bentuk Sosialisasi Sosialisasi dibagi dalam dua bentukm yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Light, Keller, dan Callhoun mengemukakan bahwa setelah seseorang mendapatkan sosialisasi dini yang dinamakan sosialisasi primer (primary socialization), maka selanjutnya dia akan mendapat sosialisasi sekunder (secondary socialization). Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkungkung, dan diatur secara formal 1. Sosialisasi Primer Sosialisasi primer adalah sosialisasi pada tahap-tahap awal kehidupan seseorang sebagai manusia. Berger dan Luckman menjelaskan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani induvidu semasa kecil, dimana ia belajar menjadi anggota masyarakat. Hal itu dipelajarinya dalam keluarga, sosialisasi primer belangsung saat seorang anak berusia 1-5 tahun. Anak mulai mengenal anggota keluarga. Sosialisasi primer akan mempengaruhi seorang anak untuk dapat membedakan diri nya dengan orang lain yang berada di sekitarnya. Dalam tahap ini, peran orang-orang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalam nya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.

2. Sosialisasi Sekunder Sosialisasi sekunder adalah proses sosialisasi berikutnya yang memperkenalkan individu pada lingkungan di luar keluarga nya, seperti sekolah, lingkungan bermain, dan lingkungan kerja. Dalam proses sosialisasi sekunder sering dijumpai dalam masyarakat sebuah proses resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami pencabutan dari apa yang telah dimiliki oleh individu (pencabutan identitas diri)

C. Tipe Sosialisasi Setiap kelompok masyarakat memiliki standard an nilai yang berbeda. Contoh, standar apakah seseorang itu baik atau tidak di sekolah dengan kelompok sepermainan berbeda, di sekolah misalnya seseorang disebut baik apabila nilai ulangan nya diatas delapan dan tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standard dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Terdapat dua tipe sosialisasi: 1. Formal Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam Negara, seperti pendidikan sekolah dan pendidikan militer

2. Informal Sosialisasi tipe ini terdapat pada masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antar teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok social yang ada di masyarakat Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungan nya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam

interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. Dengan adanya proses sosialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai diri nya sendiri. Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun dalm kehidupan nyata, sangat sulit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.

D. Pola Sosialisasi Sosialisasi dapat dibagi menjadi dua pola yaitu sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris. 1. Sosialisasi represif menekan kan kepada penggunaan hukuman terhadap sebuah kesalahan.ciri lainnya adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan, penekanan pada komunikasi bersifat satu arah, non-verbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua, pada keinginan orang tua dan peran keluarga sebagai significant others. 2. Sosialisasi partisipatoris merupakan pola diman anak diberi imbalan ketika berperilaku baik. Selain itu hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasn. Penekanan diletakan pada interaksi dan komunikasi yang bersifat lisan. Pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak, dan keluarga menjadi generalized others.

Anda mungkin juga menyukai